Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
SEJARAH NOTARIS
1.
Notaris berasal dari daerah ITALIA UTARA pada abad ke XI dan XII dengan nama Latijnse
Notariaat. Pada masa ini notaris diangkat oleh penguasa umum, untuk masyarakat umum dan
memperoleh uang dari masyarakat umum.
2. Kemudian pada abad ke-13 lembaga notaris dibawa ke PERANCIS di undangkan dan mulai berlaku
dengan UU bidang Kenotariatan pada tanggal 6 Oktober 1791. Kemudian diganti dengan UU
dari VENTOSE AN XI (16 Maret 1803) pada uu ini para notaris dijadikan Ambtenaar.
3. Dari Perancis kemudian dibawa ke BELANDA dengan 2 Dekrit Kaisar : 8 Nopember 1810 dan 1
Maret 1811, dengan dekrit ini maka di negeri Belanda hanya ada satu peraturan notaris yag berlaku
yaitu : Ned. Stb. No. 20 tanggal 9 Juli 1842. UU ini sama dengan VENTOSEWET Prancis.
4. Perbedaan antara Ventosewet Perancis dengan de Notariswet Belanda
Ventosewet (Ventose an XI- Perancis )
Mengenal 3 Notaris :
1.
Hofnotarissen
2.
Arrondissementnotarissen
3.
Kantonnotarissen
De Notariswet (Belanda)
Hanya mengenal 1 (satu) Notaris
5.
Pada Permulaan Abad ke 17 Lembaga Notaris masuk ke INDONESIA pada jaman Republik der
Verenigde Nederlanden. Kemudian pada tanggal 27 Agustus 1620 untuk pertama kali diangkat
Notaris yang bertugas di Hindia Belanda yaitu Melchior Kerchem. Dengan memberlakukannya UU
tentang Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op het Notarisambt in Nederland Indie) pada
tanggal 26 Januari 1860 dengan Stb. No. 3 tahun 1860 yang merupakan ordonansi tanggal 11
Januari 1860, yang kemudian menjadi Peraturan Jabatan Notaris.
II.
2.
Pasal 1 Reglement op het Notarisambt in Nederland Indie (Stb. No. 3 tahun 1860) atau PASAL
15 ayat 1 UUJN
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwewenang untuk membuat akta otentik
mengenai semua Perbuatan, perjanjian dan Ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan
umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik,
menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan groose (salinan sah), salinan
dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.
c)
Wewenang Notaris
Notaris harus berwewenang sepanjang :
Menyangkut Akta yang dibuatnya, karena tidak semua akta dapat dibuat oleh Natoris;
Mengenai Orangnya untuk siapa akta itu dibuat;
Mengenai Tempatnya wilayah dimana akta itu dibuat
Mengenai waktu pembuatan akta, karena Notaris yang belum disumpah, sedang cuti atau dicabut
haknya tidak boleh membuat akta.
Wewenang Notaris bersifat umum, artinya pejabat lain selain Notaris hanya mempunyai wewenang
membuat akta otentik yang secara tegas ditugaskan kepada mereka oleh Undang-undang.
Wewenang Utama Notaris adalah membuat akta otentik, yang harus mendapat Stempel
Otentisitas mwnurut pAl 1868 KUH Perdata
d) Kekuatan Pembuktian Akta Notaris
1) Kekuatan Pembuktian yang Luar (Lahiriah), artinya :
Syarat formal yang harus dipenuhi agar suatu Akta Notaris dapat berlaku sebagai AKTA OTENTIK,
sesuai dengan pasal 1868 KUH Perdata.
2) Kekuatan Pembuktian Formal, artinya :
Akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, dilihat, didengar dan dilakukan oleh
Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya. Akta menjamin kebenaran mengnai :
a) Tanggalnya
b) Tanda tangan yang terdapat dalam akta
c) Identitas dari orang yang menghadap
d) Tempat dimana akta itu dibuat
3) Kekuatan Pembuktian Materiil , artinya :
Kepastian bahwa apa yang tertuang dalam akta itu merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak
yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada
pembuktian materiil.
e)
f)
1)
2)
3)
Perbuatan
Perjanjian
Ketetapan
1)
2)
Akta Relaas atau Akta Pejabat (Ambtelijke Akta) atau Akta Berita Acara atau Notulen
Akta yang dibuat oleh (door) Notaris sebagai Pejabat Umum, yang memuat uraian secara otentik
tentang semua peristiwa atau kejadian yang dilihat, dialami dan disaksikan oleh Notaris sendiri.
Yang termasuk akta relaas :
Berita Acara RUPS dalam PT
Akta Pencatatan Budel
i)
AKTA RELAAS
UU
mengharuskan
adanya penanda
tangananoleh para pihak, dengan ancaman
kehilangan otensitasnya atau didenda. Setidaktidaknya Notaris mencantumkan keterangan
alasan tidak ditandatanganinya akta oleh para
pihak yang bersangkutan, sebagai ganti
tandatangan (surrogaat tandatangani).
Terhadap kebenaran isi akta pejabat (aktaRelaas), tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh
bahwa akta itu palsu
Terhadap kebenaran isi akta partij, dapat digugat, tanpa menuduh kepalsuannya, dengan
menyatakan bahwa keterangan dari para pihak tidak benar.
j)
akta
lebih
besar
III.
Pasal 52 ayat 2 UUJN Larangan tersebut tidak berlaku dalam hal : Dia sendiri, istrinya atau keluarga
sedarah/semenda tersebut bertindak sebagai :
1) Pembeli penyewa Pengepah Pemborong Penjamin dalam akta, di dalam penjualan yang
dilakukan di depan umu / lelang. Sepanjang penjualan itu dapat dilakukan dihadapan notaris,
persewaan, pengepahan dan pemborongan dikonstatir.
2) Aggota rapat diman dari apa yang dibicarakan oleh Notaris dibuat Berita Acaranya.
3.
Pasal 52 ayat 3 UUJN Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut mengakibatkan akta kehilangan
otententitasnya, dan hanya mempunyai kekuatan sebgai akta di bawah tangan.
4.
Notaris tidak boleh membuat akta seperti tersebut diatas karena Notaris tidak boleh menjadi pihak
dalam akta yang dibuat oleh Notaris itu sendiri.
5. Seseorang dapat menjadi pihak dalam suatu akta dengan 3 cara, yaitu :
1) Kehadiran Sediri
Pihak yang berkepentingan hadir dan bertindak untuk diri sendiri, apabla :
Ia dalam akta yang bersangkutan dengan jalan menanda tanganinya memberikan suatu keterangan,
atau;
Dalam akta itu dinytakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukannya untuk dirinya sendiri dan
untuk mana ia menghendaki akta itu menjadi buktina, atau
Dalam akta itu dinyatkan, ahwa ia ada meminta untuk dibuatkan akta itu bagi kepentingan sendiri.
2)
3)
6.
7.
Dalam hal pada Perseroan Terbatas (PT) dimana Notaris sebagai pemegang saham, maka harus
dilihat, sebagai berikut :
1) Jika Perseroan Terbatas SUDAH menjadi Badan Hukum, maka Notaris yang bersangkutan boleh
membuat akta untuk Perseroan Terbatas tersebut. Karena Direksi tidak lagi mewakili persero tetapi
mewakili Badan hukum yang bersangkutan.
2)
Jika Perseroan Terbatas BELUM menjadi Badan Hukum maka Notaris yang bersangkutan TIDAK
DAPAT membuat akta untuk Perseroan Terbatas yang bersangkutan.
8.
Pasal 53 UUJN Akta Notaris tidak boleh memuat penetapan atau ketentuan yang memberikan
sesuatu hak dan/atau keuntungan bagi :
1) Notaris, istri atau suami Notaris
2) Saksi, istri atau suami saksi, atau
3) Orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris atau saksi, baik hubungan darah
dalam garis lurus keatas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat maupun hubungan perkawinan
sampai dengan derajat ketiga.
9.
Apa yang bertentangan dengan itu dianggap sebagai tidak tertulis, sedang untuk selebihnya akta
itu tetap berlaku sah.
10. Akta tersebut dapat menjadi alat bukti terhadap orang-orang yang disebut dalam pasal 53 UUJN,
akan tetapi tidak boleh dipergunakan jadi alat bukti oleh dan bagi kepentingan mereka
11. Ketentuan Pasal 53 UUJN tidak berlaku terhadap ketentuan dalam Surat Wasiat Rahasia dan Surat
Wasiat Oligrafis untuk keuntungan Notaris, kepada siapa surat wasiat itu diserahkan untuk disimpan,
atau untuk saksi dan orang-orang yang disebut dalam pasal 53 UUJN.
12. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 907 jo. 911 KUH Perdata dan pasal 53 UUJN mempunyai
akibat bahwa ketentuan-ketentuan itu dianggap sebagai tidak tertulis.
13. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 944 KUH Perdata mempunyai akibat batalnya surat
wasiat (pasal 953 KUH Perdata)
14. Surat Wasiat Umum mempunyai 2 kualitas :
1) Sebagai SURAT WASIAT (Uiterste Wil), maka kepadanya berlaku ketentuan KUHPerdata;
2) Sebagai AKTA NOTARIS, kepadanya berlaku ketentuan UUJN
15.
IV.
1.
SAKSI adalah seseorang yang memberikan kesaksian, baik dengan lisan maupun secara tertulis
(yang dimaksud adalah menanda tangani), baik itu berupa Perbuatan atau Tindakan dari orang lain
atau suatu keadaan ataupunsuatu kejadian.
2.
Pasal 40 ayat 1 UUJN menyebutkan bahwa Setiap akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling
sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain.
3.
Macam-macam saksi yaitu Saksi Intrumentair (Instrumentaire Getulgen) dan saksi Pengenal
(Attesterend Getulgen).
4.
SAKSI
PENGENAL
(ATTESTTEREND
BETULGEN) Adalah
untukmemperkenalakan Para Penghadap kepada Notaris.
5.
saksi
6. Syarat-syarat sebagai saksi diatur dalam Pasal 40 ayat 2 UUJN sebagai berikut :
1) Paling sedikit berumur 18 (delapan belas tahun) tahun atau sudah menikah;
2) Cakap melakukan perbuatan hukum;
3) Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan
yang
bertugas
4)
Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis llurus keatas atau
kebawah tanpa batasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris
atau para pihak.
7.
Saksi harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang
identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh Penghadap.
8.
Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam
akta
V.
1. Para pihak yang ikut ambil bagian dalam terciptanya suatu akta adalah :
1) Para Penghadap
2) Para Saksi Intrumentair
3) Notaris
2. Pasal 39 ayat 1 UUJN Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Paling sedikit berumur 18 (delapan belas tahun) tahun atau telah menikah; dan
2) Cakap melakukan perbuatan hukum
3.
Pasal 39 ayat 2 dan 3 UUJN Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan oleh 2 (dua)
orang saksi Pengenal (Attestterend Betulgen) yang berumur paling sedikit 18 (delapan belas) tahun
atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum dan atau diperkenalkan oleh 2 (dua)
penghadap lainnya. Pengenalan ini dinyatakan secara tegas dalam akta
Analisis Beberapa Pasal Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
Pasal 1 butir 5 juncto Pasal 82 ayat (1) :
Pasal 1 butir 5 :
Organisasi Notaris adalah organisasi profesi jabatan notaris yang berbentuk perkumpulan yang berbadan
hukum.
Pasal 82 ayat (1) :
Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris.
Analisis :
Satu Wadah Organisasi Notaris tersebut bisa berarti beranggotakan Notaris secara pribadi atau beranggotakan
Organisasi-organisasi Notaris (seperti wadah tunggal Advokat). Pasal tersebut menimbulkan lahirnya organisasiorganisasi profesi notaris selain organisasi yang keberadaannya diakui oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia, yaitu INI (Ikatan Notaris Indonesia). Sebaiknya organisasi profesi notaris disebut
dengan jelas dalam pasal tersebut, agar tidak menimbulkan kerancuan organisasi dan agar para notaris berjalan
dengan satu kode etik dan standar profesi yang berlaku bagi seluruh Notaris di Indonesia serta mendapatkan
kepastian hukum. Di antara organisasi non INI adalah PERNORI (Persatuan Notaris Reformasi Indonesia), HNI
(Himpunan Notaris Indonesia), ANI (Asosiasi Notaris Indonesia).
Pasal 15
ayat (2) f :
Notaris berwenang pula membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.
ayat (2) g :
Notaris berwenang pula membuat akta risalah lelang.
Analisis :
Pasal ini bertolak belakang dengan kewenangan khusus PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan Pejabat
Lelang, sehingga tidak dapat dilaksanakan, karena sampai saat ini Badan Pertanahan Nasional, Kantor Badan
Pertanahan Nasional Wilayah Propinsi dan Kantor Pertanahan di Kota/Kabupaten di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia hanya bersedia untuk mendaftar akta-akta yang dibuat di hadapan Pejabat
Pembuat Akta Tanah dan bukan akta-akta yang dibuat di hadapan Notaris.
Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan dalam
angka 24 bahwa: "Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi
kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu.
Mengenai kewenangan Notaris untuk membuat risalah lelang juga bertentangan dengan Vendu Reglement
(S.1908 No . 189) yang sampai saat ini masih berlaku dan juga tidak dicabut oleh UUJN, karena pendaftaran
peralihan hak melalui lelang disyaratkan risalah lelang yang dibuat oleh Kantor Lelang Negara. Pejabat lelang
sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan adalah pihak yang paling berwenang dalam
pembuatan risalah lelang. Hal ditegaskan dengan penggunaan azas hukum lex specialist derogat lex generalis,
dimana Peraturan Menteri Keuangan nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang, berkedudukan sebagai
peraturan yang lebih khusus dan spesifik dalam peraturan mengenai pembuatan risalah lelang.
Pasal 17 huruf g :
Notaris dilarang merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris.
Analisis :
Ketentuan tersebut mengandung satu pernyataan yang positif dalam hubungannya dengan eksistensi lembaga
jabatan PPAT dalam tata hukum kita. Tetapi disamping unsurnya yang positif, rumusan pasal tersebut justru
menciptakan suatu ketidakpastian mengenai hubungan institusional jabatan Notaris dan jabatan PPAT. Dalam
Peraturan Jabatan PPAT pun PPAT dilarang merangkap jabatan Notaris, yang ada di luar daerah kerjanya.
Notaris mempunyai wilayah jabatan yang meliputi satu Propinsi dan wajib mempunyai satu kantor di wilayah
Propinsi yang bersangkutan. PPAT juga mempunyai daerah kerja yang meliputi satu Kabupaten atau Kota, dan
juga wajib mempunyai satu kantor di daerah kerjanya. Sekarang ini Notaris boleh merangkap jabatan PPAT dan
sebaliknya. Tetapi wajib berkantor satu, yang berarti berkedudukan dan berkantor di tempat yang sama. Tetapi
dengan adanya larangan yang dirumuskan dengan kalimat tersebut tanpa disertai penjelasan justru
memungkinkan adanya tafsiran yang berbeda.
Yang dilarang adalah Notaris merangkap jabatan PPAT di luar wilayah jabatannya. Misalnya, Notaris di Kota
Bandung dengan wilayah jabatan Propinsi Jawa Barat, dilarang merangkap jabatan PPAT Kabupaten Tangerang,
yang termasuk Propinsi Banten. Tetapi larangan tersebut juga dapat diartikan bahwa notaris Kota Bandung tidak
dilarang merangkap jabatan PPAT yang daerah kerjanya dalam wilayah Jawa Barat. Dengan demikian
dimungkinkan Notaris tersebut merangkap jabatan PPAT untuk Kabupaten Bekasi yang termasuk wilayah
Propinsi Jawa Barat.
Pasal 36 ayat (2) :
Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap
akta yang dibuatnya.
Analisis :
Kode etik notaris melarang seorang notaris menetapkan honorarium lebih rendah dari yang ditetapkan oleh
organisasi. Tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran pasal tersebut, ditambah dengan banyaknya
notaris saat ini, mengakibatkan persaingan yang sangat ketat.
Pasal 38 ayat (2) :
Awal akta atau kepala akta memuat:
a. judul akta;
b. nomor akta;
c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
Analisis :
Pasal ini tidak membedakan antara format akta partij dan akta relaas, sehingga sebagai standar/acuan awal
kepala akta setiap akta partij secara redaksional akan berbunyi sebagai berikut:
(JUDUL)
Nomor:
Pada jam
( pukul ) ... .....................hari..., tanggal......bulan,
.. hadir di hadapan saya,
..., Notaris di .
dan
tahun
Seharusnya perlu dibakukan untuk keseragaman akta antar Notaris, seperti frasa hadir di hadapan saya atau
menghadap kepada saya atau berhadapan dengan saya. Begitu juga untuk akta relaas seharusnya dijelaskan
formatnya dalam pasal tersebut.
Pasal 38 ayat (2) a :
Awal akta atau kepala akta memuat judul akta.
Analisis :
Judul akta adalah awal dari sebuah akta, misalnya Akta Jual Beli, Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Adanya
ketentuan ini, maka akta notariil syariah tidak boleh diawali dengan basmalah atau ayat-ayat Al-Quran dan
hadist, karena bukan merupakan judul, dan akibat hukumnya sebuah akta tadi akan mengalami cacat formal.
Adapun sanksi terhadap pelanggaran akta formal tidak dijelaskan di dalam UUJN tetapi dikembalikan kepada
Pasal 1868, 1869, dan 1870 KUH Perdata dengan konsekuensi akta notariil tadi berubah menjadi akta di bawah
tangan.
Pasal 38 ayat (2) c :
Awal akta atau kepala akta memuat jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun.
Analisis :
Tidak adanya aturan baku mengenai format kepala akta ini menimbulkan ketidakseragaman di kalangan Notaris.
Ada yang menggunakan format kata jam dengan dasar bahwa UUJN menggunakan pilihan kata jam, ada pula
yang menggunakan pukul dengan dasar penggunaan kaidah Bahasa Indonesia yang benar bahwa pukul itu
digunakan untuk menunjukkan waktu.
Pasal 39 ayat (1) :
Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan
b. cakap melakukan perbuatan hukum.
Analisis :
Terdapat beberapa perbedaan mengenai batas usia dewasa dari berbagai undang-undang. Pasal 330 KUH
Perdata (21 tahun dan belum kawin), Pasal 6 ayat (2) UU Perkawinan (sebelum 21 tahun harus ijin orang tua),
Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan (pria: 19 tahun, wanita:16 tahun), Pasal 1 ayat (1) UU Perlindungan Anak (18
tahun).
Pasal 39 ayat 1 UUJN memang tidak diragukan lagi bahwa seseorang untuk dapat bertindak sebagai penghadap
untuk membuat akta harus telah berusia 18 tahun. Akan tetapi apakah dengan adanya ketentuan Pasal 39 ayat 1
UUJN tersebut berarti UUJN menentukan bahwa usia dewasa bagi seseorang untuk melakukan perbuatan
hukum adalah 18 tahun?
UUJN tidak menentukan bahwa usia dewasa untuk melakukan perbuatan hukum adalah 18 tahun. Kenapa
demikian? Disamping karena UUJN tidak menyatakan secara tegas hal tersebut, juga karena di dalam Pasal 39
ayat 1 UUJN tersebut disyaratkan bahwa disamping telah mencapai usia 18 tahun, seseorang untuk dapat
bertindak sebagai penghadap harus memenuhi syarat lain yaitu cakap melakukan perbuatan hukum.
Pendapat tersebut didasarkan pada ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata, yang menentukan pada asasnya
setiap orang dianggap cakap untuk membuat perjanjian ("cakap untuk melakukan perbuatan hukum"), kecuali
jika oleh UU dinyatakan tidak cakap (Pasal 1329 KUHPerdata).Orang-orang yang tidak cakap membuat
perjanjian (tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum) antara lain adalah anak yang belum dewasa (Pasal
1330 KUHPerdata).
Di samping masalah tersebut, masalah lain adalah masalah dalam praktik pembuatan akta PPAT. Masalah yang
ada adalah masalah perbedaan pendapat di kalangan Badan Pertanahan Nasional berkaitan dengan batas usia
dewasa tersebut. Hal tersebut berdampak ditolaknya pendaftaran atas akta-akta yang dibuat oleh mereka yang
belum mencapai usia 21 tahun.
Jika kita tetap menganut usia dewasa adalah 21 tahun, akan timbul jika yang akan membuat akta tersebut
adalah anak yang telah mencapai usia 18 tahun atau lebih tapi belum mencapai 21 tahun. Permasalahannya
adalah menyangkut siapa yang berwenang melakukan perbuatan hukum tersebut.
Pertanyaan tersebut timbul oleh karena bagi mereka yang telah berusia 18 tahun akan tetapi belum mencapai 21
tahun tidak lagi berada dibawah kekuasaan orang tua atau walinya. Jadi karena mereka belum dewasa maka
mereka tidak dapat melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan, sedangkan orang tua mereka tidak dapat
mewakili mereka karena mereka tidak lagi berada dibawah kekuasaan orang tua atau perwalian. Bagaimana
dengan pembuatan akta yang bersangkutan? Apakah harus ditolak atau bagaimana? atau tetap berjalan yang
terjadi dalam praktik sekarang ini, di mana anak yang bersangkutan diwakili oleh orang tuanya (tanpa disadari
oleh PPAT ybs bahwa orangtuanya tersebut bukan lagi sebagai walinya)? Apa akibat hukum terhadap aktanya?
Pasal 66 ayat (1) :
Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis
Pengawas Daerah berwenang:
a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris
dalam penyimpanan Notaris; dan
b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau
Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
Analisis :
Pasal tersebut dapat menimbulkan kendala bagi Penyidik Kepolisian dalam menentukan/mengungkap pelaku
dugaan Tindak Pidana Membuat Keterangan Palsu ke Dalam Akta Autentik, jika Penyidik tidak mendapatkan
ijin/persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah Notaris bersangkutan.
Pasal tersebut bertolak belakang dengan Pasal 16 ayat (1) huruf f UU Kepolisian dan Pasal 7 ayat (1) huruf g
KUHAP, pada pokoknya menyatakan: Dalam rangka menyelenggarakan tugas, Penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia berwenang untuk: f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
Frasa dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah pada pasal tersebut sudah dicabut karena bertentangan
dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 28 Mei 2013.
1.
2.
3.
1.
2.
Selain itu:
Penghadap harus dikenal oleh Notaris, atau
Diperkenalkan oleh 2 orang Saksi Pengenal atau diperkenalkan oleh 2 Penghadap lainnya.
Pengenalan tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam Akta.
Pasal 53 UUJN
Akta Notaris tidak boleh memuat ketetapan- ketetapan/ ketentuan- ketentuan untuk keuntungan dari Notaris,
dihadapan siapa akta itu dibuat, para saksi, isteri Notaris/ isteri para saksi/ keluarga sedarah/ semenda dari
Notaris dan parasaksi dalam garis lurus tanpa pembatasan dan dalam garis kesamping sampai dengan derajad
ke-3
Kepala Akta dan Akhir Akta merupakan bagian yang mengandung unsur kata otentik artinya dari apa yang
tercantum dalam kepala akta dan akhir akta akan menentukan apakah akya itu dibuat menurut ketentuan UU.
Pencantuman judul dalam suatu akta tidak diatur secara jelas dalam UUJN,
tetapi mengingat hal itu penting untuk dimasukkan dalam buku repertorium
dan buku buku lainnya, maka judul selalu termuat dalam setiap akta
Notaris.
2. Nomor akta
Mengenai nomor akta dimulai dengan pembuatan akta pada awal bulan,
mulai daro no 1 dst sampai akhir bulan. Pada bulan berikutnya dimulai
dengan no 1 lagi dst.
Untuk pemberian nomor akta berdasarkan register yang termasuk protokol
notaris disebut buku Repertorium.
Pola II
Bertindak sebagai kuasa
Pola III
Bertindak sebagai wakil
Pola IV
Yang menbantu/ diwakili turut menghadap
Pola I,II,III dilanjutkan perkataan sebagai berikut:
b.
Tuan
.........,
pekerjaan.........,
bertampat tinggal di......., menurut
2. Keterangan mengenai
Bertindak untuk diri sendiri
kedudukan bertindak
Apabila seseorang bertindak untuk diri sendiri maka tidak usah
dicantumkan keterangan mengenai kedudukan bertindak, tetapi jika ia
bertindak untuk 2 kualitas atau lebih maka masing- masing kedudukan
bertindaknya wajib disebutkan.
Tetapi bila tempat kedudukan seseorang diluar kedudukan Notaris yang
bersangkutan maka sebaiknya diberi kata- kata untuk dimaksud ini
sementara berada di Semarang .
Hal ini untuk menunjukan tempat tinggalnya di kota lain tetapi
menghadapnya di Semarang.
3. Isi akta (keinginan/ kehendak
para pihak)
Bagian dari akta yang memuat pasal- pasal dari perjanjian atau hal- hal
yang dikonstantir oleh notaris di dalam menjalankan jabatannya dan
biasanya memuat:
a. Ketentuan- ketentuan mutlak (essensialia) dalam suatu perjanjian.
b. Syarat- syarat yang dikehendaki para pihak.
Misalnya:
Dalam perjanjian jual beli, hal yang mutlak adalah harga- harga barang,
bila harga tidak ditulis dalam akta maka akta tersebut bukan merupakan
akta perjanjian jual beli tetapi akta hibah.
Diatur dalam pasal 39 ayat 2 UUJN
Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya
oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur lebih sedikit 18 (delapan
belas) tahun atau telah menikah dan cakap mlakukan hukum atau
diperkenalkan oleh 2 (dua) orang penghadap lainnya.
Akhir Akta memuat:
1.
2.
3.
4.
1.
2.
Dari segala sesuatu yang tersebut di atas ini dibuatlah akta ini, dibuat sebagai minuta.
Dimana dan kapan akta dibuat, penandatanganan dan/ atau penerjemahan akta apabila ada.
Berdasarkan pasal 38 ayat 4 UUJN maka supaya memenuhi syarat otentik dari akta maka harus dicantumkan
waktu dan tempat pembuatan akta.
Karena apabila ada suatu hal yang ditulis oleh notaris dan tidak sesuai dengan keadaan senyatanya pada saat
pembuatan akta tersebut, misal: penandatanganan akta rumah , maka Notaris dianggap berbohong dan demi
hukum membuat akta palsu (valse akte) dengan hukuman yang telah diatur oleh UU.
Penandatanganan suatu akta sepintas lalu mudah, akan tetapi bila tidak mengetahui akan ketentuan- ketentuan
maka akan kehilangan otentisitasnya.
Berdasarkan pasal 44 UUJN maupun pasal 28 (ayat 3 dan 5) PJN, penandatanganan akta diatur berurutan sbb:
1.
2.
3.
1.
2.
3.
3.
Penghadap
Saksi- saksi
Notaris
Dalam akta wasiat penandatanganannya mempunyai tata tertib dalam peraturan dan urutannya, diharuskan
berturut- turut:
Penghadap
Notaris
Saksi- saksi
Untuk akta pejabat atau akta relaas, tandatangan pada akta relaas/ akta pejabat tidak merupakan suatu
keharusan. Meskipun tidak ada tanda tangan pera penghadap, kekuatan pembuktian akta pejabat/ relaas
tersebut tidak hilang dan tetap merupakan akta otentik.
Penyebutan saksi
Setiap akta yang dibacakan Notaris harus dihadiri paling sedikit 2 orang saksi (kecuali PERPU menentukan
lain)
(Pasal 40 UUJN)
Pengertian mengenai Saksi
Saksi adalah seseorang yang memberikan kesaksian, baik dengan lisanmaupun secara tertulis(dalam hal
yang tersebut terakhir ini dengan menandatanganinya), yakni menerangkan apa yang ia saksikan sendiri
(waarnemen), baik itu berupa perbuatanatau tindakan orang lain atau suatu keadaan maupun suatu kejadian.
Syarat- syarat sebagai saksi dalam akta otentik
(pasal 40 UUJN)
Minimum berumur 18 tahun
Cakap melakukan perbuatan hukum
Mengerti bahasa yang digunakan dalam akta
Dapat membubuhkan tandatangan dan paraf
Tidak mempunyai hubungan:
Perkawinan
Hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajad dari garis ke samping sampai
dengan derajad ketiga dengan Notaris atau para pihak
Saksi- saksi dalam UUJN
Saksi instrumentair
Saksi pengenal/ attesterende getuigen
Saksi instrumentair
membubuhkan tanda tangan merka, memberikan kesaksian tentang kebenaran adanya dilakukan dan
dipenuhinya formalitas yang diharuskan oleh UU, yang disebutkan dalam akta itu dan yang disaksikan oleh para
a.
b.
saksi itu.
Tugas para saksi instrumentair:
Sepanjang yang mengenai akta partij (partij akten), mereka harus hadir pada pembuatan akta itu, dalam arti
pembacaan dan penandatanganan (verlijden) dari akta itu.
Turut menandatangani akta itu.
Saksi pengenal/ attesterende getuiden
Yaitu saksi yang memperkenalkan penghadap, sehubungan dengan penghadap yang datang untuk membuatkan
akta tidak dikenal oleh Notaris.
Untuk dapat dikenal oleh Notaris biasanya penghadap diperkenalkan oleh 2 orang saksi pengenal dan dalam
prektek Notaris biasanya minta diperlihatkan tanda pengenal (KTP) atau passport
Pasal 40 UUJN menjelaskan bahwa:
Akta- akta otentik, dengan tidak mengurangi ketentuan- ketentuan yang telah ada atau yag akan ditetapkan
dikemudian hari mengenai bentuk dari beberapa diantaranya, dibuat dihadapan notaris, dengan dihadiri oleh 2
orang saksi.
Para saksi harus dikenal oleh notaris , pernyataan mengenai identitas atau wewenang mereka dinyatakan
secara tegas dalam akta.
Apabila tidak terpenuhi hanya sebagai akta dibawah tangan
Apakah pada pembuatan suatu akta notaris boleh bertindak lebih dari 2 orang saksi?
Di dalam UUJN tidak ada satu pasalpun yang melarang untuk membuat suatu akta notaris dengan lebih dari
2 orang saksi dan notaris tdak melampaui wewenangnya atau dengan perkataan lain tidak melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan dalam UUJN.
Hanya dengan hadirnya mereka pada pembuatan akta itu, mereka dapat memberikan kesaksian, bahwa
benar telah dipenuhi formalitas- formalitas yang ditentukan oleh undang- undang,yaknibahwa akta itu
sebelum ditanda tangani oleh para pihak, telah terlebih dahulu dibacakan oleh notaris kepada para penghadap
dan kemudian ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan , hal mana semuanya itu dilakukan oleh
notaris dan para pihak dihadapan para saksi- saksi.
Para saksi tidak bertanggung jawab terhadap isi akta, oleh UU tidak diwajibkan secara tegas kepada para
saksi untuk merahasiakan isi akta itu, sehingga terhadap mereka tidak dapat diberlakukan ketentuan dalam pasal
322 KUHPidana.
Dalam kedudukannya sebagai saksi tidak menjabat suatu jabatan atau pekerjaan sebagai yang dimaksud dalam
pasal tersebut.
Akan tetapi bila para saksi membocorkan isi akta itu, perbuatan itu dapat merupakan suatu perbuatan
melawn hukum (onrechtmatige daad) sepert yang dimaksud dalam pasal 1365 KUHPerdata.
4.
Pembacaan akta
Pembacaan akta dan penandatanganan akta oleh/ kepada penghadap wajib, kecuali penghadap tidak bisa
menandatanganinya karena alasan tertentu maka pada akhir aktanya berbunyi sebagai berikut:
Jika penghadap tidak dapat menandatangani akta kerena alasan tertentu, maka bunyi akhir akta:
.......segera setelah akta ini saya, Notaris bacakan kepada para penghadap dan saksi- saksi, maka akta ini
ditandatangani oleh saksi- saksi dan saya, Notaris, sedangkan penghadap Tuan X menerangkan tidak dapat
membubuhkan tandatangannya pada akta ini karena penghadap Tuan X tidak pernah belajar membaca dan
menulis, maka penghadap Tuan X membubuhkan cap ibu jari kirinya.
Jika penghadap tidak paham bahasa yang digunakan, maka bunyi akhir akta:
Demikian akta ini dibuat sebagai minuta, segera setelah akta ini saya, Notaris bacakan kepada para penghadap
dan saksi- saksi serta dijelskan oleh saya, Notaris dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap Tuan .......yang
menurut keterangannya kerang paham bahasa Indonesia , maka akta ini ditandatangani oleh para penghadap dan
saksi- saksi........
Jika penghadap tidak mengerti bahasa Indonesia dalam akta dan Notaris tidak mengerti bahasa yang
digunakan oleh penghadap, maka notaris dapat meminta kepada orang lain untuk menjelaskan, maka
bunyi akhir aktanya adalah:
"Demikian akta ini dibuat sebagai minuta dan dilangsungkan di......., pada hari dan tanggal tersebut dalam
kepala akta dengan dihadiri oleh......dan bertempat tinggal di Semarang, sebagai saksi- saksi. Kedua- duanya
adalah pegawai kantor saya, segera setelah notaris bacakan kepada para penghadap dan saksi- saksi serta
dijelaskan oleh Tuan.......yang menurut keterangannya kurang paham bahasa Indonesia, maka akta ini.........dan
seterusnya.
5.
Bila ada kesalahan pengetikan oleh Notaris, tetapi penghadap sudah pergi, maka notaris dapat merubah/
membetulkan dengan membuat Berita Acara.
Syarat Ukuran Kertas dari Akta Notaris
1.
Ukuran kertas yang digunakan
Lebar kertas
420 mm
Panjang kertas
297 mm
Luas
124, 740 mm
80 mg
3.
4.
5.
6,02 cm
Batas kanan
0,79 cm
Batas atas
1,4 cm
Bats bawah
2,01 cm
Terkait dengan tugas notaris maka salah satu kewajiban Notaris sebagaimana disebutkan dalam pasal 16
UUJN adalah menyimpan minuta akta sebagai bagian dari protokol Notaris.
Protokol Notaris
Kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris .
(pasal 1 ayat 13 UUJN)
Terdiri dari:
1. Bundel minuta akta (pasal 16 ayat 1 UUJN)
2. Repertorium / buku daftar akta (pasal 58 ayat 1 UUJN)
3. Buku daftar surat dibawah tangan yang dilegalisasi dan waarmerking (pasal 15 ayat 1 dan 2 UUJN)
4. Buku Daftar Surat Wasiat (pasal 16 ayat 1.h UUJN)
5. Buku daftar mengenai:
a.
b.
6.
7.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Akta yang dibuat dalam bentuk asli yang ditandatangani oleh penghadap,saksi- saksi
dan notaris
Selain minuta akta notaris dapat membuat akta dalam bentuk in originalli yaitu akta
yang sifatnya sederjana dan langsung diserahkan pada pihak yang berkepentingan.
Contoh : Persetujuan Kawin
Salinan adalah merupakan copy menurut kata- kata dari seluruh isi akta yang
sama bunyinya dengan minit akta yang telah ditandatangani oleh para pihak dan
Notaris.
Notaris atau para pemegang yang sah dari minuta wajib untuk memberikan Salinan ,
baik kepada orang- orang yang langsung berkepentingan, para ahli waris atau
penerima hak mereka.
Tentang kata- kata yang dicantumkan di bawah Salinan belum ada peraturan yang
mengaturnya, biasanya dicantumkan tulisan :
Diberikan sebagai Salinan
Tembusan akta
Kutipan akta
Mempunyai pengertian sama dengan Salinan/ turunan akta tetpi tidak terdapat tanda
tangan dari Notaris diatas meterai.
Kutipan yaitu salinan dari sebagian akta yang dikutip dan senantiasa harus ada
kepala dan penutup akta dan juga pemberitahuan tentang semua orang yang
bertindak (hanya orang- orang yang bertindak dalam hal yang menjadi pokok dari
kutipan itu),jabatan dan kedudukan mereka.
Selain dari itu tanda tangan dari para saksi dan notaris harus tetap ada.
Dibawah Kutipan dicantumkan kata- kata:
diberikan sebagai kutipan yang kata demi kata sama bunyinya
Copie collationee
Salinan yang dibuat notaris terhadap akta atau surat untuk keperluan tersebut
diserahkan kepada Notaris setelah disesuaikan/ dicocokan dengan salinan yang
dibuatnya tersebut.
Grosse, Salinan dan Kutipan hanya dapat diberikan oleh notaris kepadaorang
yang berkepentingan langsun g pada akta, ahli waris atau orang yang memperoleh
hak, kecuali ditentukan lain.
(Pasal 54 UUJN)
Grosse, Salinan dan Kutipan Akta Notaris, atau pengesahan surat di bawah tangan
yang dilekatkan pada akta yg di simpan dalam Protokol Notaris , hanya dapat