Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
edu/12971116/Asuhan_Keperawatan_pada_CKD
Disusun Oleh :
Kelompok 8
Kelas A-2 Angkatan 2012
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah SGD (Small Group Discussion) Keperawatan Perkemihan
yang membahas tentang Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gagal Ginjal
Kronik (Choronic Kidney Disease).
Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Ucapan
terima kasih kami ucapkan kepada :
1. Ibu Ika Yuni Widyawati, S. Kep,Ns, Sp.KMB selaku PJMA Keperawatan
Perkemihan yang telah membimbing pembuatan makalah ini;
2. Ibu Ika Yuni Widyawati, S. Kep,Ns, Sp.KMB selaku fasilitator dalam
pembuatan makalah asuhan keperawatan pada klien Gagal Ginjal Kronik
(Choronic Kidney Disease);
3. Teman-teman yang ikut membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Harapannya makalah ini dapat memberikan ilmu bagi insan keperawatan
untuk memberikan asuhan keperawatan. Sebagai penulis kami menyadari bahwa
masih ada kekurangan dari penampilan dan penyajian makalah ini, oleh karena itu
kami menginginkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Kami
berharap makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.
.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................
Kata Pengantar...............................................................................................
ii
1
1
2
2
3
5
6
6
7
9
9
11
13
21
22
25
39
43
45
46
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan............................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................54
BAB 1
PENDAHULUAN
Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu
1 Menjelaskan anatomi dan fisiologi ginjal
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui tentang gagal ginjal kronik sehingga
perawat akan lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal
dan menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga gagal
ginjal kronik tidak semakin berat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
peritoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Pada sisi ini, terdapat hilus ginjal, yaitu tempat
struktur-sturuktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter
menuju dan meninggalkan ginjal. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi
tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi lain.
Ukuran ginjal rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm
(tebal). Beratnya bervariasi sekitar 120-170 gram (Aziz dkk.2008).
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan berkilau yang disebut true
capsule (kapsul fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak
peri renal. Di sebelah kranial terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula
adrenal/suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama
ginjal dan jaringan lemak perineal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini
berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari
parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urin pada saat terjadi trauma
ginjal. Selain itu, fasia gerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam
menghambat metastasis tumor ginjal ke organ sekitarnya. Di luar fasia gerota
terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jarinagn lemak pararenal
(Aziz dkk. 2008).
sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Smeltzer 2008). Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau
penurunan kemampuan filtrasi glomelurus (Glomerular Filtration Rate/GFR)
kurang dari 60 ml/min/1,73 m2 yang terjadi selama lebih dari 3 bulan
(Kallenbach et al. 2005). Menurut KDIGO (2013) Gagal ginjal kronik
merupakan suatu keadaan abnormalitas dari struktur atau ginjal yang terjadi
selama lebih dari 3 bulan yang mempengaruhi kesehatan, dengan kriteria
sebagai berikut:
1. Adanya kerusakan ginjal (satu atau lebih):
a. Albuminuria (AER 30 mg/24 jam; ACR 30 mg/g [3 mg/mmol])
b. Abnormalitas sedimen urin
c. Abnormalitas elektrolit dan lainnya akibat dari kerusakan pada tubulus
ginjal
d. Adanya abnormalitas yang diketahui dari histologi
e. Abnormalitas struktural yang diketahui dari pencitraan
f. Mempunyai riwayat transplantasi ginjal
2. Penurunan GFR
GFR 60 ml/min/1,73 m2 (Kategori GFR G3a-G5)
Kondisi ginjal yang gagal melaksanakan fungsi utamanya akan terjadi
gangguan pembuluh darah dan penyakit lebih mudah merusak pembuluh
darah tersebut. Akibatnya, darah yang diterima unit penyaring menjadi lebih
sedikit, dan tekanan darah di dalam ginjal tidak bisa dikendalikan. Bila unit
penyaring yang terganggu, maka suplai darah kurang dan gangguan tekanan
darah akan membuat ginjal tidak mampu membuang zat-zat tidak terpakai
lagi. Selain itu ginjal juga tidak bisa mempertahankan keseimbangan cairan
dan zat-zat kimia di dalam tubuh, sehingga zat buangan bisa masuk kembali
ke dalam darah. Juga mungkin terjadi, zat kimia yang dibutuhkan tubuh dan
protein akan ikut keluar bersama urin (Syamsir & Iwan 2007).
Pada gagal ginjal kronik penderita hanya dapat berusaha menghambat laju
tingkat kegagalan fungsi ginjal tersebut, agar tidak menjadi gagal ginjal
terminal (GGT), suatu kondisi dimana ginjal sudah tidak dapat berfungsi lagi.
Kondisi gagal ginjal kronik ini biasanya timbul secara perlahan dan sifatnya
menahun, dengan sedikit gejala pada awalnya, bahkan lebih sering penderita
tidak merasakan adanya gejala dan diketahui fungsi ginjal sudah menurun
25% dari normal. Beberapa penyakit yang memicu terjadinya penyakit aggal
ginjal kronik, antara lain diabetes, hipertensi, dan batu ginjal (Syamsir & Iwan
2007).
2.3 Tahapan Perkembangan Gagal Ginjal Kronik
Tahapan perkembangan gagal ginjal kronik, yaitu (Baradero dkk. 2005):
1. Penurunan cadangan ginjal
a. Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal
c. BUN dan kreatinin serum masih normal
d. Pasien asimtomatik
2. Gagal ginjal
a. 75-80% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
c. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
d. Anemia ringan dan azotemia ringan
e. Nokturia dan poliuria
3. Gagal ginjal
a. Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
b. BUN dan kreatinin serum meningkat
c. Anemia, azotemia, asidosis metabolik
d. Berat jenis urin
e. Poliuria dan nokturia
f. Gejala gagal ginjal
4. End-stage renal disease (ESRD)
a. Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal
c. BUN dan kreatinin tinggi
d. Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik
e. Berat jenis urin tetap 1,010
f. Oliguria
g. Gejala gagal ginjal
2.4 Etiologi
Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik adalah diabetes
mellitus (tipe 1 atau tipe 2) dan hipertensi, sedangkan penyebab End-stage
Renal Failure (ERFD) di seluruh dunia adalah IgA nephropathy (penyakit
inflamasi ginjal). Komplikasi dari diabetes dan hipertensi adalah rusaknya
pembuluh darah kecil di dalam tubuh, pembuluh darah di ginjal juga
mengalami dampak terjadi kerusakan sehingga mengakibatkan gagal ginjal
kronik.
Etiologi gagal ginjal kronik bervariasi antara negara yang satu dengan
yang negara lain. Di Amerika Serikat diabetes melitus menjadi penyebab
paling banyak terjadi gagal ginjal kronik yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti
oleh hipertensi sebanyak 27% Dan glomerulonefritis sebanyak 10% (Thomas
2008). Di Indonesia penyebab gagal ginjal kronik sering terjadi karena
glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan infeksi pada ginjal,
hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al. 2009).
Penyebab dari gagal ginjal kronis yang tersering dibagi menjadi 8 kelas,
antara lain (Price & Wilson 2003):
Tabel 1.
Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik (Price & Wilson 2003):
Klasifikasi Penyakit
Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstitial
Pielonefritis kronis/refluks nefropati
Penyakit peradangan
Glomerulonefritis
Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
SLE
Poliarteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
DM
Gout, hiperparatiroidisme
Amilodosis
Penyalahgunaan analgesik, obat TBC
Nefropati timah
Traktus urinarius bagian atas: batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika urinaria
dan uretra
2.5 Stadium
Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan CGA sistem
yaitu Cause, GFR category, dan Albuminuria category. Gagal ginjal kronik
merupakan stadium 5 dari CKD atau biasa disebut dengan End-stage Renal
Disease (ESRD). Dikatakan gagal ginjal kronik apabila dari hasil tes nilai
eGFR < 15 mL/min/1.73 m2.
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) dalam Kidney Disease:
Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group (2013) KDIGO 2
clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic
kidney disease:
Tabel 2. Kategori GFR (KDIGO 2013)
GFR category
Terms
G1
>90
Normal or high
G2
6089
Mildly decreased*
G3a
4559
G3b
3044
G4
1529
Severely decreased
G5
<15
Kidney failure
ACR
(mg/mmol)
AER (mg/24hrs)
Terms
A1
< 30
<3
Normal to mildly
increased
A2
30-300
330
Moderately increased*
A3
> 300
>30
Severely increased**
2.6 Patofisiologi
Ginjal merupakan salah satu organ ekskretori yang berfungsi untuk
mengeluarkan sisa metabolisme didalam tubuh diantaranya ureum, kreatinin,
dan asam urat sehingga terjadi keseimbangan dalam tubuh. Penyakit ini
diawali dengan kerusakan dan penurunan fungsi nefron secara progresif akibat
adanya pengurangan masa ginjal. Pengurangan masa ginjal menimbulkan
mekanisme kompensasi yang mengakibatkan terjadinya hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa. Perubahan ini mengakibatkan
hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Selanjutnya penurunan fungsi ini akan disertai dengan penurunan
laju filtrasi glomerulus (GFR) dan peningkatan sisa metabolisme dalam tubuh.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium satu dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini
kreatin serum dan BUN dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik
(tanpa gejala). Gangguan fungsi ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini
BUN baru mulai stadium insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria
diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam hari)
sebanyak 700 ml atau berkemih lebih dari beberapa kali. Pengeluaran urin
normal sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang
diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar
90% dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh.
Nilai GFR nya hanya 10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar
5-10 ml/menit. Penderita biasanya oliguri (pengeluaran urien kurang dari 500
ml/hari) karena kegagalan glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk
akhir metabolisme protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh.
Menurut Sudoyo et al. (2009) stadium paling dini dari penyakit gagal
ginjal kronis, akan menyebabkan penurunan fungsi yang progresif ditandai
dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Pasien dengan GFR
60% belum merasakan keluhan, tetapi sudah ada peningkatan kadar ureum
dan kreatinin, sampai GFR 30% keluhan nokturia, badan lemas, mual, nafsu
makan berkurang, dan penurunan berat badan mulai terjadi.
2.7 Manifestasi Klinis
Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal kronis adalah penurunan secara
lambat dan progresif dari fungsi ginjal. Biasanya terjadi akibat komplikasi dari
kondisi medis lain yang serius. Tidak seperti gagal ginjal akut yang terjadi
dengan cepat dan tiba-tiba, gagal ginjal kronis terjadi secara bertahap. Gagal
ginjal kronis terjadi dalam hitungan minggu, berbulan-bulan, atau bahkan
bertahun-tahun sampai ginjal perlahan berhenti bekerja, mengantarkan pada
stadium akhir penyakit ginjal (ESRD). Perkembangan yang sangat lambat
inilah yang mengakibatkan gejala tidak muncul sampai adanya kerusakan
besar.
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Long 1996):
1. Gejala dini: lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.
2. Gejala yang lebih lanjut: anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Smeltzer & Bare 2001):
Kardiovaskuler
a. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
b. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
c. Edema periorbital
d. Friction rub pericardial
e. Pembesaran vena leher
2. Dermatologi
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Kulit kering bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
1.
4.
5.
6.
7.
a. Krekels
b. Sputum kental dan liat
c. Nafas dangkal
d. Pernafasan kussmaul
Gastrointestinal
a. Anoreksia, mual, muntah, cegukan
b. Nafas berbau ammonia
c. Ulserasi dan perdarahan mulut
d. Konstipasi dan diare
e. Perdarahan saluran cerna
Neurologi
a. Tidak mampu konsentrasi
b. Kelemahan dan keletihan
c. Konfusi/perubahan tingkat kesadaran
d. Disorientasi
e. Kejang
f. Rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan perilaku
Muskuloskeletal
a. Kram otot
b. Kekuatan otot hilang
c. Kelemahan pada tungkai
d. Fraktur tulang
e. Foot drop
Reproduktif
a. Amenore
b. Atrofi testekuler
2.9 Penatalaksanaan
Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya
menurut Suwitra (2007) antara lain:
Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya
Derajat LFG (ml/mn/1,73m2)
Rencana Tatalaksana
1
90
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,evaluasi
perburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil
risiko kardiovaskuler
2
60-80
Menghambat perburukan (progession) fungsi ginjal
3
30-59
Evaluasi dan terapi komplikasi
4
15-29
Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5
15
Terapi pengganti ginjal
Di bawah ini merupakan penjelasan dari penatalaksanaan penyakit ginjal
kronik berdasarkan tabel diatas adalah:
1. Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi.
Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan
pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat
terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 2030% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak
bermanfaat.
2. Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG
pada pasien Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi
komorbid (superimposed factors) yang dapat memperburuk keadaan
pasien. Faktor-faktor komorbid antara lain, gangguan keseimbangan
cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi
traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau
peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.
3. Menghambat Perburukan Fungsi Ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus dengan cara penggunaan obat-obatan nefrotoksik,
hipertensi berat, gangguan elektrolit (hipokalemia). Dua cara penting
untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah:
(Rosdiana 2011).
1. Hipotensi
Dapat terjadi selama dialisis ketika cairan dikeluarkan.
2. Emboli udara
Jarang terjadi, namun bisa terjadi akibat udara yang memasuki
sistem vaskular pasien.
3. Nyeri dada
Terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sikulasi
di luar tubuh.
4. Pruritus
Selama terapi adanya produk akhir metabolisme yang tersisa di
dalam kulit
5. Gangguan keseimbangan dialisis
Akibat perpindahan cairan cerebral dan muncul sebagai serangan
kejang, berpotensi besar jika terdapat uremia yang berat.
6. Malnutrisi
Akibat kontrol diet dan kehilangan nutrient selama hemodialisa.
7. Fatigue dan kram
Pasien dapat mengalami kecapean akibat hipoksia yang disebabkan
edema pulmoner. Hipoksia pulmoner terjadi akibat retensi cairan
dan sodium.
b. Peritoneal Dialisis
Pada dialisis ini membran dialisis menggunakan membran peritoneal
pasien sendiri. Cairan dialisis diletakkan pada rongga peritoneal
menggunakan kateter yang dimasukkan dan dibiarkan selama 4-6 jam
untuk mencapai kesetimbangan. Dialisat kemudian dibuang dan
digantikan dengan fluida dialisis yang baru. Perubahan konsentrasi
glukosa pada dialisat akan mengubah osmolaritas dan hal ini mengatur
perpindahan air secara osmosis dari darah ke dialisat. Proses ini dapat
dilakukan sendiri oleh pasien di rumah. Komplikasi yang sering terjadi
adalah peritonitis.
complex):
1. Kelas (I) antigen :
* HLA A
* HLA B
* HLA-C
2. Kelas (II) antigen : * HLA - D (DR)
3. Seleksi pasien (resipien) dan donor hidup keluarga
2.10 Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare
(2002) yaitu:
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
renin-angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut OCallaghan (2009)
yaitu:
1. Komplikasi Hematologis
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi
eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan
pemberian eritropoietin subkutan atau intravena. Hal ini hanya bekerja
bila kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam
keadaan baik. Sangat jarang terjadi, antibodi dapat terbentuk melawan
eritropoietin yang diberikan sehingga terjadi anemia aplastik.
2. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal
ginjal kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi
mungkin merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar
hipertensi pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat
retensi natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk
bisa menimbulkan edema, namun mungkin terdapat ritme jantung tripel.
Hipertensi seperti itu biasanya memberikan respons terhadap restriksi
natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi
ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat.
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air
4.
5.
6.
7.
8.
2.12
WOC
Vaskuler
Diabetes melitus
kadar gula
dalam darah
Darah menjadi
kental
tekanan
kapiler dalam
ginjal
Kerusakan
pembuluh darah di
ginjal
Kista ginjal
hipertensi
Vasokonstriksi
pembuluh darah,
tekanan darah
dalam arteri
autoimun
Terdapat rongga
dalam gijal yang
disebabkan oleh
kista
Jumlah nefron
yang sehat
menurun
Merusak pembuluh
darah nefron secara
langsung
Ginjal kehilangan
kemampuan laju
filtrasi glomerulus
GFR menurun
Hipertrofi struktural dan fungsional
Terjadi peningkatan renin angiotensin
aldosteron intra renal
Eritropoitin
infeksi
Reaksi antigen
anti bodi
Toksik :
obat TB
jamu
nefrotoksik
Terjadi
kerusakan pada
nefron
hiperfiltrasi
Peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus
Adaptasi fungsi
Mal adaptasi nefron
Sklerosis nefron
Penurunan fungsi nefron progresif
CKD
asimtomatik
Proteinuria/
albuminuria
BUN, Kreatinin
meningkat
Sekresi protein
terganggu
MK: kelebihan
volume cairan
Retensi Na
anemia
Total CES
MK:
Keletihan
Tekanan
kapiler
Sindroma uremia
kegagalan mengubah
bentuk inaktif Ca
hipoalbuminuria
Pembengkakan
pergelangan
kaki, tangan,
wajah, perut
MK: kelebihan
volume cairan
Syndrome
uremia
Pruritus
Volume interstitial
oedema
Preload
MK: gangguan
integritas kulit
Hipertrofi
ventrikel kiri
perpospater
nia
pruritus
MK:
gangguan
integritas
kulit
Gangguan
keseimban
gan asam
basa
Kegagalan
mengubah
bentuk inaktif
Ca
As.
Lambung
absorbsi Ca
hipokalsemia
dan
osteodistrofi
Nausea,
vomiting
MK: mual
Tekanan vena
pulmonalis
Kapiler paru naik
Edema paru
MK : gangguan
pertukaran gas
Iritasi
lambung
MK:
Ketidaks
eimbang
an
nutrisi:
kurang
dari
MK:
Hambatan
Mobilitas
Fisik
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara wawancara atau
interview. Mengetahui kondisi klien untuk saat ini dan masa lalu.
Anamnesa mencakup identitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dantempat tinggal.
a. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
suku/bangsa, golongan darah, tangggal MRS, tanggal pengkajian,
no.RM, diagnose medis, alamat.
b. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah
secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan
untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine
output sedikit sampai tidak ada BAK, glisah sampai penurunan
kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa
kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
c. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di
anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region,
radiation, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, dan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja
klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic
Hiperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu
saluran kemih, infeksi system perkemihan yang berulang. Penyakit
diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap
jenis obat kemudian dokumentasikan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit
yang sama. Baaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam
keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang
berulang dan riwayat alergi, penyait hereditas dan penyakit menular
pada keluarga.
f. Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis
akan menyebabkan enderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan klien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri
(gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga.
g. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tmpat tinggal klien, mengenai kebersihan
lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun esuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. Sistem pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa
kusmaul. Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk
melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
c. Sitem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial.
Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif. TD meningkat,
akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak napas,
gangguan irama jantung, edem penurunan perfusi perifer sekunder dari
penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi
elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia
sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoitin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan
kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami
perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d. Sistem neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan
adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, retless
leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
e. Sistem kardiovaskuler
f.
g.
h.
i.
NOC:
Kelebihan
Fluid balance
volume cairan Tujuan :
berhubungan
Setelah
dilakukan
dengan
tindakan
keperawatan
mekanisme
selama
3x24
jam
pengaturan
kelebihan volume cairan
melemah
teratasi dengan kriteria:
1. Tekanan darah (4)
2. Nilai nadi radial dan
perifer (4)
3. MAP (4)
4. CVP (4)
5. Keseimbangan intake
dan output dalam 24
jam (4)
6. Kestabilan
berat
badan (4)
7. Serum elektrolit (4)
8. Hematokrit (4)
9. Asites (4)
10. Edema perifer (4)
Intervensi
NIC:
Fluid Management:
1. Pertahankan intake dan
output secara akurat
2. Kolaborasi
dalam
pemberian diuretik
3. Batasi intake cairan pada
hiponatremi dilusi dengan
serum Na dengan jumlah
kurang dari 130 mEq/L
4. Atur dalam pemberian
produk darah (platelets
dan fresh frozen plasma)
5. Monitor status hidrasi
(kelembaban membrane
mukosa, TD ortostatik,
dan keadekuatan dinding
nadi)
6. Monitor
hasil
laboratorium
yang
berhubungan
dengan
retensi
cairan
(peningkatan kegawatan
spesifik,
peningkatan
BUN,
penurunan
hematokrit,
dan
peningkatan osmolalitas
urin)
7. Monitor
status
hemodinamik
(CVP,
MAP, PAP, dan PCWP)
jika tersedia
8. Monitor tanda vital
Hemodialysis Therapy:
1. Timbang BB sebelum dan
sesudah prosedur
2. Observasi
terhadap
3.
4.
5.
6.
2.
Resiko
ketidakseimba
ngan elektrolit
berhubungan
dengan
disfungsi
renal
3.
NOC:
Electrolyte Balance
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan
selama
3x24
jam
ketidakseimbangan
elektrolit teratasi dengan
kriteria hasil:
1. Peningkatan sodium
(4)
2. Peningkatan
potassium (4)
3. Peningkatan klorida
(4)
NOC:
Gangguan
pertukaran
gas
berhubungan
dengan
perubahan
membran
kapiler paru
4.
NOC:
Tissue Integrity : Skin
Kerusakan
integritas kulit and Mucous membrane
berhubungan
Tujuan :
dengan
Setelah
dilakukan
gangguan
tindakan
keperawatan
sirkulasi
selama
3x24
jam
Oxygen Therapy
1. Pertahankan
kepatenan
jalan napas
2. Kelola pemberian oksigen
tambahan sesuai resep
3. Anjurkan pasien untuk
mendapatkan
resep
oksigen
tambahan
sebelum perjalanan udara
atau perjalanan ke dataran
tinggi yang sesuai
4. Konsultasi dengan tenaga
kesehatan lain mengenai
penggunaan
oksigen
tambahan saat aktivitas
dan/atau tidur
5. Pantau efektivitas terapi
oksigen (pulse oximetry,
BGA)
6. Observasi tanda pada
oksigen yang disebabkan
hipoventilasi
7. Monitor aliran oksigen
liter
8. Monitor posisi dalam
oksigenasi
9. Monitor
tanda-tanda
keracunan oksigen dan
atelektasis
10. Monitor peralatan oksigen
untuk memastikan bahwa
tidak mengganggu pasien
dalam bernapas
NIC:
Pressure Management
Anjurkan
klien
untuk
menggunakan pakaian yang
longgar.
1. Hindari kerutan pada
tempat tidur
2. Jaga kebersihan kulit agar
5.
Nyeri
akut
berhubungan
dengan agen
injury
NOC :
Pain Control
Setelah dilakukan asuhan
selama
2x24,
nyeri
teratasi dengan kriteria
hasil:
1. Kenali awitan nyeri
(2)
2. Jelaskan
faktor
penyebab nyeri (2)
3. Gunakan
obat
analgesik dan non
analgesik (2)
6.
Mual
berhubungan
dengan
paparan
toksin
NOC:
Nausea and Vomitting
Control
Tujuan:
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2x24 jam mual
teratasi dengan kriteria
hasil:
1. Mengenali
awitan
mual (4)
2. Menjelaskan faktor
penyebab (4)
3. Penggunaan
anti
emetik (4)
menyebabkan
respon
ketidaknyamanan
klien
(misalnya
temperature
ruangan,
pencahayaan,
suara).
3. Pilih
dan
terapkan
berbagai
cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal)
untuk
meringankan nyeri.
4. Observasi
tanda-tanda
non
verbal
dari
ketidaknyamanan,
terutama pada klien yang
mengalami
kesulitan
berkomunikasi.
NIC:
Nausea Management
1. Dorong pasien untuk
memantau mual secara
sendiri
2. Dorong pasien untuk
mempelajari
strategi
untuk mengelola mual
sendiri
3. Lakukan
penilaian
lengkap mual, termasuk
frekuensi, durasi, tingkat
keparahan,
dengan
menggunakan
alat-alat
seperti jurnal perawatan,
skala analog visual, skala
deskriptif
duke
dan
indeks rhodes mual dan
muntah (INV) bentuk 2.
4. Identifikasi pengobatan
awal
yang
pernah
dilakukan
5. Evaluasi dampak mual
pada kualitas hidup.
6. Pastikan bahwa obat
antiemetik yang efektif
7.
Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
gangguan
ketidakseimba
ngan suplay
oksigen
NOC:
Activity Tolerance
Tujuan
Setelah
dilakukan
keperawatan selama 3x24
jam pasien bertoleransi
terhadap aktivitas
Kriteria hasil:
1. Saturasi Oksigen saat
aktivitas (4)
2. Nadi saat aktivitas (4)
3. RR saat aktivitas (4)
4. Tekanan darah sistol
dan
diastol
saat
istirahat (4)
5. Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
(ADLs)
secara
mandiri (4)
diberikan
untuk
mencegah
mual
bila
memungkinkan.
7. Identifikasi strategi yang
telah
berhasil
menghilangkan mual
8. Dorong pasien untuk
tidak mentolerir mual tapi
bersikap tegas dengan
penyedia
layanan
kesehatan
dalam
memperoleh
bantuan
farmakologis
dan
nonfarmakologi
9. Promosikan istirahat yang
cukup dan tidur untuk
memfasilitasi
bantuan
mual
10. Dorong makan sejumlah
kecil
makanan
yang
menarik bagi orang mual
11. Bantu untuk mencari dan
memberikan
suport
emosional
NIC:
Activity Therapy
1. Kolaborasikan
dengan
Tenaga
Rehabilitasi
Medik
dalam
merencanakan program
terapi yang tepat.
2. Bantu
klien
untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai
dengan
kemampuan
fisik,
psikologi dan social
4. Bantu
untuk
mengidentifikasi
dan
mendapatkan
sumber
yang diperlukan untuk
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
Tn. U berumur 55 tahun, datang ke RSUA dengan keluhan nyeri, lemas,
sesak tanpa aktifitas, disertai batuk. Lalu klien juga mengeluh mual dan badannya
terasa sangat lemah, dan merasa sering gelisah. Dari pemeriksaan perawat
ditemukan adanya edema pada ekstremitas bawah (kedalamannya 6 mm, waktu
kembali 7 detik). Tanda tanda vital ketika masuk rumah sakit yaitu tekanan darah :
170/100, Nadi : 88x/menit, RR: 28 x/menit, S: 36,7 C. klien pernah masuk ke
rumah sakit dengan keluhan hipertensi. Dari diagnosa medis yaitu Gagal Ginjal
stadium IV.
Pada pemeriksaan BGA ditemukan: PH: 7.15, pCO2 40, HCO3 18, SaO2 90%
BB pre edema : 65kg
BB post edema : 69kg
TB: 175 cm
4.1 Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas
Nama : Tn. U
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Mulyorejo
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : PNS
Sumber informasi : Klien dan keluarga
Tgl pengkajian : 22 Maret 2015
b. Keluhan utama
Klien mengeluhkan nyeri
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien masuk rumah sakit melalui IGD pada tanggal 22 maret 2015
dengan keluhan sesak tanpa aktifitas, mual, badan terasa lemah,
terdapat pitting edema pada ekstremitas bawah. Tanda-tanda vital
ketika masuk rumah sakit yaitu tekanan darah : 170/100, Nadi : 88x/i,
RR : 28 x/i, S : 36,7 C.
d. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga klien mengatakan klien pernah masuk rumah sakit
sebelumnya dengan keluhan sakit hipertensi. Klien mengkonsumsi
nifedipin 20mg 3x1, tapi sudah berhenti 2 minggu sebelum MRS
e. Diagnosa medis
Gagal ginjal stadium IV
f. Persepsi dan pemeliharan kesehatan
Keterangan:
0 : mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain 3: tergantung total
j. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien mulai tidur
malam sekitar jam 21.00 kemudian subuh jam 04.30 bangun untuk
melaksanakan solat subuh. Saat ini klien hanya terbaring ditempat
tidur, klien mengatakan badannya lemah.
k. Pola perceptual
Klien mengatakan nyeri tanpa beraktifitas, nafasnya sesak, batuk
tetapi tidak berdahak, badan terasa lemah, klien mengatakan sesak
nafas jika O2 dilepas, klien hanya mampu berbaring ditempat tidur,
semua kegiatan dilakukan di tempat tidur, termasuk toileting.
penglihatan tidak ada masalah, lapang pandang normal, pupil reaktif
terhadap cahaya. Pendengaran tidak ada masalah, klien masih bisa
merasakan rasa asin, manis, pahit, asam. Pengecapan klien masih
normal
sudah menopouse.
Pola peran dan hubungan
Saat ini klien tinggal bersama istri, klien mengatakan selama ini tidak
ada masalah dalam keluarga baik kepada istri maupun mertuanya.
Klien juga mengatakan selama ini berhubungan baik dengan semua
anggota keluarga dan tetangga. Saat klien dirawatpun keluarga
b.
c.
d.
e.
lemas
TD : 170/100mmHg
RR : 28x/menit
HR : 88x/menit
S :36,7C
BB pre edema : 65kg
BB post edema : 69kg
TB: 175 cm
B1 (Breathing)
RR : 28x/ menit, klien mengeluh sesak tanpa melakukan aktifitas
B2 (blood)
Wajah pucat, tekanan darah tinggi : 170/100mmhg, nadi :88x/menit
B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis
B4 (Baldder)
Nyeri tekan vesika urinaria (-). Urin per 24 jam 300 cc, warna kuning
pekat.
f. B5 (Bowel)
Klien mengeluh mual, nyeri tekan ulu hati (+). Pola BAB 1 kali per
hari, bising usus (+)
g. B6 (Bone and Integumen)
Terdapat pitting oedema pada ekstremitas grade 3, kekuatan otot
5
5
5
5
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah
Parameter
Hb
Urea
Kreatinin
BUN
K
Na
Cl
Uric Acid
HCT
Nilai normal
8,5 mg/dl
12-16
Rendah
197 mg/dl
10-50
Tinggi
12 mg/dl
0,5-1,2
Tinggi
132 mg/dl
5-25
Tinggi
6.2 mmol/dl
3,4-5,4
Tinggi
176 mmol/dl
135-155
Tinggi
120 mmol/dl
95-108
Tinggi
7,8 mg/dl
3,4-7
Tinggi
29,3%
35-50 %
Rendah
Pada pemeriksaan BGA ditemukan: PH: 7.15, pCO2 40, HCO3 18,
SaO2 90% (Asidosis Metabolis)
Etiologi
Masalah keperawatan
DS: DO:
Pasien tampak cemas
dan gelisah
Perubahan Tekanan
Darah (170/100
mmHg)
Penurunan Hb (8,5
mg/dl) dan Ht
(29,3%)
Edema pada tungkai
(derajat 3)
Sesak tanpa aktifitas
Ketidakseimbangan
CKD
Retensi Na
COP turun
Gangguan RAA
Kelebihan volume
elektrolit
Hipernatremia (176
mmol/dl)
Hiperkalemia (6,2
mmol/dl)
Hiperkloremia (120
mmol/dl)
Penambahan berat
badan secara drastis
BB pre edema
:
65kg
BB post edema :
69kg
Oliguria (300 cc/24
jam)
DS : DO:
Ketidakseimbangan
elektrolit
Hipernatremia (176
mmol/dl)
Hiperkalemia (6,2
mmol/dl)
Hiperkloremia (120
mmol/dl)
DS :
Klien mengatakan
dadanya sesak saat
beraktifitas
DO:
- BGA pasien:
PH: 7.15
pCO2 40
HCO3 18
SaO2 90%
(Asidosis Metabolis)
- Takipnea (RR:
cairan
CKD
Gangguan aldosteron
Reabsorpsi air
Resiko
ketidakseimbangan
elektrolit
CKD
Retensi Na
Resiko
ketidakseimbangan
eletrolit
Gangguan Pertukaran
Gas
28x/menit)
- Takikardi (TD:
170/100mmHg)
- Hb rendah (8,5 mg/dl)
- Ht rendah (29,3%)
DS:
Klien mengeluh mual
DO:
Klien tidak nafsu
terhadap makanan
Klien mual
DS :
Klien mengatakan nyeri
di punggung kanan
DO:
Perubahan tonus otot
(badan terasa lemah)
Perubahan Tekanan
Darah
170/100
mmHg
Ekspresi klien gelisah
DS:
Klien
mengeluh
sesak
tanpa
melakukan aktifitas
Klien
mengatakan
tubuhnya
merasa
lemah
DO:
Edema paru
Gangguan pertukaran
gas
CKD
Gg.sekresi protein
Sindroma uremia
Gg.asam basa
As.lambung naik
Mual
CKD
Retensi Na
COP turun
Metabolisme anaerob
Fatigue,nyeri sendi
Nyeri akut
CKD
Retensi Na
COP turun
Mual
Nyeri akut
Intoleransi aktivitas
Peningkatan Tekanan
darah 170/100 mmHg
Sesak
tanpa
melakukan aktifitas
Metabolisme anaerob
Fatigue,nyeri sendi
Intoleransi aktivitas
No.
1.
Diagnosa
Keperawatan
NOC:
Kelebihan
volume Fluid balance
cairan berhubungan Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
dengan
mekanisme
keperawatan selama 3x24
pengaturan melemah
jam
kelebihan
volume
cairan
teratasi
dengan
kriteria:
1. Tekanan darah (4)
2. Nilai nadi radial dan
perifer (4)
3. MAP (4)
4. CVP (4)
5. Keseimbangan
intake
dan output dalam 24 jam
(4)
Intervensi
NIC:
Fluid Management:
1. Pertahankan intake dan output
secara akurat
2. Kolaborasi dalam pemberian
diuretik
3. Batasi intake cairan pada
hiponatremi dilusi dengan serum
Na dengan jumlah kurang dari
130 mEq/L
4. Atur dalam pemberian produk
darah (platelets dan fresh frozen
plasma)
5. Monitor
status
hidrasi
(kelembaban membrane mukosa,
TD ortostatik, dan keadekuatan
2.
Resiko
ketidakseimbangan
elektrolit berhubungan
dengan disfungsi renal
NOC:
Electrolyte Balance
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan
selama
3x24
jam
ketidakseimbangan
elektrolit teratasi dengan
kriteria hasil:
1. Peningkatan sodium (4)
2. Peningkatan potassium
(4)
3. Peningkatan klorida (4)
protokol
10. Kelola
perubahan
dialysis
(inflow, dwell, dan outflow)
sesuai protokol
11. Ajarkan pasien untuk memonitor
tanda
dan
gejala
yang
mebutuhkan
penatalaksanaan
medis (demam, perdarahan, stres
resipratori, nadi irreguler, dan
nyeri abdomen)
12. Ajarkan prosedur kepada pasien
untuk diterapkan dialisis di
rumah.
13. Monitor TD, nadi, RR, suhu, dan
respon klien selama dialisis
14. Monitor tanda infeksi (peritonitis)
NIC:
Electrolyte Management
1. Berikan cairan sesuai resep, jika
diperlukan
2. Pertahankan keakuratan intake
dan output
3. Berikan elektrolit tambahan
sesuai resep jika diperlukan
4. Konsultasikan dengan dokter
tentang
pemberian
obat
elektrolit-sparing
(misalnya
spiranolakton), yang sesuai
5. Berikan diet yang tepat untuk
ketidakseimbangan
elektrolit
pasien
6. Anjurkan pasien dan / atau
keluarga pada modifikasi diet
tertentu, sesuai
7. Pantau tingkat serum potassium
dari pasien yang memakai
digitalis dan diuretik
8. Atasi aritmia jantung
9. Siapkan pasien untuk dialisis
10. Pantau elektrolit serum normal
11. Pantau adanya manifestasi dari
ketidakseimbangan elektrolit
3.
Gangguan pertukaran
gas
berhubungan
dengan
perubahan
membrane
kapiler
paru
4.
NOC:
Respiration
Exchange
status:
Gas
Tujuan:
Setelah
dilakukan
keperawatan selama 2x24
jam
klien
Gangguan
pertukaran
gas
teratasi
dengan kriteria hasil:
1. Tekanan oksigen di
darah arteri (PaO2) (4)
2. Tekan karbondioksida di
darah arteri (PaCO2) (4)
3. PH arterial (4)
4. Saturasi oksigen (4)
5. Keseimbangan perfusi
ventilasi (4)
6. Sianosis (4)
Nyeri
akut NOC :
berhubungan dengan Pain Control
agen injury
Setelah dilakukan asuhan
selama 2x24, nyeri teratasi
dengan kriteria hasil:
1. Kenali awitan nyeri (2)
2. Jelaskan
faktor
penyebab nyeri (2)
3. Gunakan obat analgesik
dan non analgesik (2)
4. Laporkan nyeri yang
terkontrol
NIC:
Oxygen Therapy
1. Pertahankan kepatenan jalan
napas
2. Kelola
pemberian
oksigen
tambahan sesuai resep
3. Anjurkan
pasien
untuk
mendapatkan
resep
oksigen
tambahan sebelum perjalanan
udara atau perjalanan ke dataran
tinggi yang sesuai
4. Konsultasi
dengan
tenaga
kesehatan
lain
mengenai
penggunaan oksigen tambahan
saat aktivitas dan/atau tidur
5. Pantau efektivitas terapi oksigen
(pulse oximetry, BGA)
6. Observasi tanda pada oksigen
yang disebabkan hipoventilasi
7. Monitor aliran oksigen liter
8. Monitor posisi dalam oksigenasi
9. Monitor tanda-tanda keracunan
oksigen dan atelektasis
10. Monitor peralatan oksigen untuk
memastikan
bahwa
tidak
mengganggu
pasien
dalam
bernapas
NIC :
Pain Management
1. Tentukan dampak nyeri terhadap
kualitas hidup klien (misalnya
tidur, nafsu makan, aktivitas,
kognitif, suasana hati, hubungan,
kinerja kerja, dan tanggung jawab
peran).
2. Kontrol faktor lingkungan yang
mungkin menyebabkan respon
ketidaknyamanan klien (misalnya
temperature
ruangan,
pencahayaan, suara).
3. Pilih dan terapkan berbagai cara
(farmakologi, nonfarmakologi,
Mual
berhubungan NOC:
and
Vomitting
dengan paparan toksin Nausea
Control
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24
jam mual teratasi dengan
kriteria hasil:
1. Mengenali awitan mual
(4)
2. Menjelaskan
faktor
penyebab (4)
3. Penggunaan anti emetik
(4)
NIC:
Nausea Management
1. Dorong pasien untuk memantau
mual secara sendiri
2. Dorong
pasien
untuk
mempelajari
strategi
untuk
mengelola mual sendiri
3. Lakukan penilaian lengkap mual,
termasuk
frekuensi,
durasi,
tingkat
keparahan,
dengan
menggunakan alat-alat seperti
jurnal perawatan, skala analog
visual, skala deskriptif duke dan
indeks rhodes mual dan muntah
(INV) bentuk 2.
4. Identifikasi pengobatan awal
yang pernah dilakukan
5. Evaluasi dampak mual pada
kualitas hidup.
6. Pastikan bahwa obat antiemetik
yang efektif diberikan untuk
mencegah
mual
bila
memungkinkan.
7. Identifikasi strategi yang telah
berhasil menghilangkan mual
8. Dorong pasien untuk tidak
mentolerir mual tapi bersikap
tegas dengan penyedia layanan
kesehatan dalam memperoleh
bantuan
farmakologis
dan
nonfarmakologi
9. Promosikan istirahat yang cukup
dan tidur untuk memfasilitasi
bantuan mual
10. Dorong makan sejumlah kecil
makanan yang menarik bagi
6.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
gangguan
ketidakseimbangan
suplay oksigen
NOC:
Activity Tolerance
Tujuan
Setelah
dilakukan
keperawatan selama 3x24
jam pasien bertoleransi
terhadap aktivitas
Kriteria hasil:
1. Saturasi Oksigen saat
aktivitas (4)
2. Nadi saat aktivitas (4)
3. RR saat aktivitas (4)
4. Tekanan darah sistol dan
diastol saat istirahat (4)
5. Mampu
melakukan
aktivitas
sehari-hari
(ADLs) secara mandiri
(4)
orang mual
11. Bantu untuk mencari dan
memberikan suport emosional
NIC:
Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi
Medik
dalam
merencanakan program terapi
yang tepat.
2. Bantu
klien
untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan
sumber
yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
5. Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek.
6. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
7. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan
dalam beraktivitas
8. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
9. Bantu
pasien
untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
10. Observasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas.
11. Monitor nutrisi dan sumber
energi yang adekuat
12. Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
13. Monitor respon kardiovaskular
terhadap aktivitas (takikardia,
disritmia,
sesak
nafas,
diaphoresis, pucat, perubahan
hemodinamik)
14. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
15. Monitor
responfisik,
emosi,
social dan spiritual.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan
kemampuan filtrasi glomelurus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Syamsir dan Hadibroto, Iwan. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama
Aziz, M. Farid, dkk. 2008. Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin
Penatalaksanaan kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal.
Baradero, Mary, dkk. 2005. Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser.
2000. Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Faiz, Omar dan Moffat, David. 2004. Anatomy at a Glance. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Ignatavicius, DD,. & Workman. L,. (2006). Medical surgical nursing, critical
thinking for collaborative care. Elsevier Saunders.
James, Joyce, dkk. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta:
Penerbit Erlangga
OCallaghan, Chris. 2009. At A Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta:
Erlangga.
Smeltzer, S.S.B. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (Ed). (2009).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Edisi 4). Jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Penyakit Dalam FKUI
Suwitra, Ketut. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
IPD FKUI.