Você está na página 1de 2

Adab Makan

"Apabila Rasulullah selesai makan, beliau menjilat ketiga jari tangannya. Dan
beliau bersabda, 'Apabila ada sesuap dari makanan kalian terjatuh, hendaklah ia
mengambilnya dan menghilangkan kotoran yang melekat padanya, lalu
memakannya dan tidak membiarkannya untuk syetan.' Kami juga diperintahkan
untuk mengusapi piring (yang kami gunakan untuk makan). Sabda beliau, 'Kalian
tidak tahu, di bagian mana dari makanan kalian tersembunyi berkahnya.'"
Banyak kesalahan yang dilakukan kaum muslimin dalam memahami hadits-hadits
Rasulullah. Mereka tidak bisa membedakan, mana yang menjadi sasaran atau tujuan dan
mana yang menjadi sarana atau alat. Sasaran atau tujuan tentu tidak pernah berubah, tapi
sarana bisa berganti-ganti sesuai dengan situasi dan kondisi.
Dalam memaknai hadits di atas, bagi mereka yang hanya memahaminya secara tekstual
hanya akan memperoleh pengertian bahwa Rasulullah selalu makan dengan menggunakan
tiga jari, kemudian setelah selesai beliau menjilatnya hingga bersih. Mereka bersikeras
menyatakan bahwa itulah cara makan yang sesuai dengan sunnah Nabi.
Karena pemahaman seperti ini, bisa jadi orang tersebut menjadi sangat membenci mereka
yang makan dengan menggunakan sendok, sebab tidak sesuai sunnah. Sementara orang
yang menyelisihi sunnah Nabi sama dengan menyerupai orang kafir.
Berbeda halnya dengan mereka yang memahami hadits ini tidak hanya melalui teks atau
lafadznya belaka. Mereka bisa memperoleh makna yang jauh lebih banyak dan mendalam.
Bagi mereka persoalan makan dengan menggunakan jari tangan atau sendok itu sekadar
soal alat. Karena alat, maka setiap saat bisa berubah sesuai dengan tempat, waktu, dan
kemajuan teknologinya.
Yang dapat ditangkap dari hadits ini bahwa Rasulullah itu adalah sosok pemimpin yang
sangat bersahaja. Beliau makan sebagaimana halnya orang-orang kebanyakan. Beliau tidak
bersikap elitis, tidak juga bergaya ningrat.
Dalam soal makan, beliau tidak malu menggunakan jari-jari tangannya. Beliau juga tidak
enggan menghabiskan makanan yang ada di piring sampai bersih, tanpa sisa. Bahkan jika
ada makanan yang terjatuh, tak segan-segan beliau memungutnya. Setelah dibersihkan,
dengan senang hati dimakannya.
Perilaku makan seperti ini hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki sifat rendah hati.
Adapun bagi mereka yang tinggi hati, memungut makanan yang tercecer merupakan
perbuatan hina, merendahkan martabatnya, dan yang jelas akan mengurangi gengsinya.
Perilaku makan yang terakhir inilah yang paling banyak dipertontonkan orang ketika dalam
berbagai acara pesta, baik pesta pernikahan maupun pesta lainnya. Mereka merasa gengsi
jika harus menghabiskan seluruh makanan yang ada di piringnya. Ada gengsi tersendiri jika
makan tidak habis.
Melalui hadits ini Rasulullah mendidik kita untuk bersikap sederhana dan hemat. Ini
pelajaran kejiwaan sekaligus ekonomis. Andaikata sisa makanan yang terbuang di tempattempat sampah itu dihimpun, berapa penghematan konsumsi yang bisa dihitung? Nilai
ekonomisnya tentu besar sekali.
Perilaku Rasulullah dalam hal makan ini tentu saja didasari oleh rasa syukurnya atas rezeki
yang dikaruniakan Allah kepadanya. Karenanya beliau sangat berhati-hati, jangan sampai
ada sedikitpun karunia yang sia-sia tanpa faedah. Perbuatan menyia-nyiakan makanan itu
sama dengan laku syetan.

Kesimpulannya, kita boleh saja makan dengan menggunakan sendok, garpu, piring dan alatalat makan yang paling modern sekalipun, asal kita tetap bersikap sederhana dan rendah
hati. Syukuri nikmat Allah, sekecil apapun. Jangan sampai ada yang hilang percuma tanpa
faedah, sebab bisa jadi di situlah terletak berkahnya.
Sebaliknya, jangan sampai kita terjebak pada pola-pola berfikir sempit, yang mengharuskan
kita untuk menggunakan alat-alat yang sama sebagaimana yang dipakai Rasulullah,
sementara pada saat yang sama kita justru terjauh dari sifat tawadhu' dan sikap bersahaja.
Padahal itulah yang menjadi sasaran utamanya.

Você também pode gostar