Você está na página 1de 74

LAPORAN ANTARA

Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan


RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

BAB ~ 3
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL
Bab ini akan menguraikan tinjauan terhadap Provinsi Sulawesi Selatan
berupa identifikasi terhadap karakteristik kondisi wilayah meliputi, kondisi
umum wilayah karakteristik kondisi fisik dasar dan sumberdaya alam, sosial
kependudukan, perekonomian, prasarana dan sarana kota serta sistem
transportasi. Tinjauan terhadap kondisi provinsi ini ini menjadi dasar kajian
dalam tahapan analisis penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Sulsel.
3.1 UMUM
Secara geografis Pulau Sulawesi berbentuk unik mirip bunga
anggrek atau jari tangan dengan pegunungan di punggung jari-jari
tangan dengan tiga teluk besar di antara jari-jarinya yaitu Teluk Tomini,
Teluk Tolo dan Teluk Bone. Selain pulau utama terdapat pulau-pulau kecil
seperti P. Banggai, P. Wawoni, P. Buton, P. Muna, P. Kabaena dan P.
Selayar. Di sekitar pulau utama terhampar juga kepulauan-kepulauan
kecil seperti Kepulauan Sangihe Talaud di dekat perbatasan Philipina,
Kepulauan Batudaka di Teluk Tomini, Kepulauan Banggai di Teluk Tolo,
Kepulauan Wakatobi yang mempunyai taman laut dan habitat perikanan
yang termasuk terindah di dunia, kepulauan Kapoposang di Kabupaten
Pangkep, Kepulauan Balabalangan di Provinsi Sulbar, sedangkan di
wilayah Provinsi Sulsel terdapat Kepulauan Taka Bonerate di sebelah
Selatan Pulau Selayar yang keindahan taman lautnya juga termasuk
terindah di dunia. Secara kasar gambaran pulau Sulawesi dapat dilihat
pada Gambar 3.1. Pegunungan dan gunung-gunung tinggi terletak pada
punggung jari-jari pulau, sehingga secara umum sungai-sungai tidak
begitu panjang, kecuali beberapa sungai yang mengalir searah dengan
punggung bukit dan melewati beberapa wilayah provinsi atau kabupaten
seperti Sungai Saddang dan Sungai Karama. Secara umum sungaisungai belum secara optimal dimanfaatkan baik untuk irigasi maupun
untuk pembangkit listrik, baik dalam skala makro wilayah provinsi atau
skala mikro lingkungan perdesaan. Selain daripada itu terjadi proses
degradasi kawasan lindung yang sebagian hutan lindung baik di hulu
maupun di hilir daerah sungai. Indikator fenomena ini adalah terjadinya
bencana banjir setiap musim penghujan di berbagai tempat dan bencana
kekekeringan dan krisis air di musim kemarau.
DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3-1

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.1 Landsat image Pulau Sulswesi


Sumber: The Nature Conservancy

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3-2

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Selain dari pada itu, berdasarkan daya jangkau para pelaut Sulsel
yang sangat jauh membentuk komunitas-komunitas di ratusan pulaupulau kecil yang jauh dari kota besar, terutama di wilayah Kabupaten
Pangkep yang lokasinya sampai perbatasan Kalimantan Selatan yang
merupakan kepulauan paling Barat berupa Kepulauan Masalima yang
terdiri dari P. Sabaru, P. Masalima, P. Saliriang, P. Pamantauwang dan P.
Pamalikang, dengan jarak 275km dari Kota Pangkep atau 260km
dari Kota Makassar. Kepulauan yang berada paling Selatan adalah
Kepulauan

Satanger

yang

terdiri

dari

P.

Kapoposang

Bali,

P.

Marabatuang, P. Satuko, P. Satanger, P. Sallus Besar, P. Sallus Caddi, P.


Karang Dondo, P. Sakonci, P. Sarimpo dan P. Sadapur di perbatasan NTT
yang berjarak 420km dari Kota Pangkep atau 380km dari Kota
Makassar. Batimetri laut di Selat Makassar sampai kedalaman -2000m di
sebelah barat Kepulauan Kapoposang, dan sampai kedalaman -3400m di
sebelah selatan Kepulauan Sabalana yang terdiri dari gugusan 20 pulaupulau kecil. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 3.2.

Peta 3.2 Wilayah Sulsel dengan pulau-pulau kecilnya


DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3-3

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai luas darat kurang lebih


45.575 km2 yang sebagian besar wilayah daratnya adalah jasirah atau
jari pulau barat daya Sulawesi ditambah sebagian wilayahnya di
bentuk telapak tangan dan jari pulau tenggara, lihat Gambar 3.2 di
atas. Secara geografis wilayah darat Provinsi Sulawesi Selatan terletak
antara 0012~80 lintang selatan dan 1160 48~1220 36 bujur timur,
yang berbatasan dengan Provinsi Sulbar di sebelah utara dan teluk
bone di sebelah timur, serta berbatasan dengan Selat Makassar di
sebelah barat dan Teluk Bone di sebelah timur. Terdapat sekitar 65
sungai yang mengalir di provinsi ini, dengan jumlah sungai terbesar
ada di bagian utara wilayah provinsi ini. Lima danau besar menjadi
rona spesifik wilayah ini, yang tiga di anatarnya yaitu Danau Matana,
Danau Towuti dan Danau Mahalona di Kabupaten Luwu Timur, serta
dua danau lainnya yaitu Danau Tempe dan Danau Sidenreng yang
berada di Kabupaten Wajo.
Seperti yang dijelaskan pada RPJPD Provinsi Sulsel, wilayah ini
mempunyai keunikan alam sebagai berikut.

Dari sisi fisik, Sulawesi

Selatan memiliki kondisi dan potensi yang sangat beragam. Dengan


luas wilayah 45.574,48 km persegi, yang meliputi 20 kabupaten dan
tiga

kota

serta

263

kecamatan,

topografi

Sulawesi

Selatan

membentang mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Wilayah


daratan ini dikelilingi oleh laut, di sebelah selatan terdapat laut Flores,
di sebelah barat terdapat selat Makassar dan di sebelah Timur terdapat
Teluk Bone. Pulau-pulau tersebar pada perairan tersebut.
Kawasan

ketinggian

di

Sulawesi

Selatan

terbentuk

melalui

keberadaan sejumlah gunung. Pada perbatasan Kabupaten Gowa,


Bantaeng, Sinjai dan Bulukumba membentang Gunung Lompobattang
dengan ketinggian 2.871 meter, juga terdapat Gunung Bawakaraeng
dengan ketinggian 2.830 meter di perbatasan Kabupaten Gowa dan
Sinjai. Di wilayah Luwu terdapat Gunung Bukit Rantai Kombala dengan
ketinggian 3.103 meter, Gunung Kambuno (2.900 meter) dan Gunung
Balease (3.016 meter). Pada wilayah perbatasan Kabupaten Luwu dan
Enrekang terdapat Gunung Rante Mario dengan ketinggian 3.470 meter
dan Gunung Latimojong dengan ketinggian 3.305 meter. Sulawesi
Selatan juga ditandai oleh keberadaan bukit Kars di sekitar Kabupaten
Pangkep dan Maros.
Ada sekitar 65 sungai mengalir dari dataran tinggi tersebut. Di wilayah
Luwu terdapat 25 aliran sungai. Kabupaten Tana Toraja, Enrekang, dan
DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3-4

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Pinrang dialiri oleh sungai terpanjang yakni Sungai Saddang (150 km).
Sungai WalanaE mengalir di kawasan Bone dan Wajo, sementara di
Gowa dan Makassar mengalir Sungai Jeneberang. Danau Tempe dan
Sidenreng terdapat di Kabupaten Wajo dan sekitarnya, sementara di
wilayah Luwu terdapat Danau Matana dan Towuti.
Berdasarkan proses terbentuknya Pulau Sulawesi, maka terdapat garis
sesar gempa memanjang dari perairan kanan dan kiri Pulau Selayar
menuju ke utara melewati Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Soppeng,
Kabupaten Sidrap, bercabang di Kabupaten Enrekang menuju ke
Kabupaten Toraja dan menuju ke Kabupaten Mamasa dan Mamuju di
Provinsi Sulbar. Lihat Gambar 3.3. Garis sesar gempa ini menunjukkan
daerah rawan gempa di daerah yang dilewatinya. Selain daripada itu
garis sesar di sebelah barat Kabupaten Pinrang dan di sebelah selatan
Kabupaten Majene di Selat Makassar menyebabkan daerah pantai di
dua kabupaten ini rawan terhadap bencana Tsunami. Sistem mitigasi
bencana alam terutama di daerah rawan yang dilewati garis sesar ini
perlu dibangun, baik berupa sosialisasi dan latihan-latihan terutaa di
sekolah-sekolah dasar dan menengah, maupun berupa prasarana fisik
seperti hutan mangrove dan atau tanggul dan atau penataan ruang
wilayah

yang

mengantisipasi

bencana

Tsunami,

seperti

dengan

mengeliminasi aglomerasi kegiatan dan bangunan di pantai serta


pembangunan bukit-bukit penyelamatan (escape hills) dengan akses
yang mudah dicapai dari daerah pantai.
Dalam pada itu, kurun waktu 1999-2006, IPM Sulawesi Selatan terus
meningkat dari 63,6 (1999), menjadi 65,3 (2002), 67,8 (2004), 68,1
(2005), dan 68,7 (2006). Meskipun demikian, capaian itu masih di
bawah rata-rata nasional 71,10. Selain itu, laju peningkatan IPM
Sulawesi Selatan masih lebih rendah dari propinsi lain sehingga secara
nasional, dalam kurun waktu tersebut, peringkat IPM Sulawesi Selatan
terus menurun dari 17 (1999) menjadi 21 (2002), dan ranking 23 pada
tahun 2005. Fakta ini menunjukkan bahwa pembangunan manusia di
Sulawesi Selatan relatif tertinggal.
Kondisi kualitas hidup itu bermuara pada kualitas wawasan dan sikap
masyarakat

Sulsel.

Kalangan

masyarakat

berpendapatan

rendah

cenderung menjadi price-taker. Itu karena perhatian mereka tersita


untuk

bagaimana

sertahan

hidup

atau

bagaimana

memenuhi

kebutuhan dasar sehari-hari. Akhlak dan moral kalangan ini memang


masih banyak dipengaruhi oleh ajaran agama dan kearifan budaya

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3-5

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

lokal, tetapi sangat labil. Dalam arti, mereka sangat rentan untuk
dimanfaatkan oleh kalangan lain.
Kalangan menengah, khususnya yang hidup di kawasan perkotaan,
mengalami pergeseran sikap dan wawasan yang cukup signifikan.
Kearifan lokal secara pelan tetapi pasti terpinggirkan dan digantikan
oleh nilai-nilai baru yang dibawa oleh modernisasi yang bernuansa
materialisme dan individualisme. Dalam hal ini, wawasan sosial yang
sebelumnya mengedepankan kepentingan bersama yang dipenuhi
secara

bersama

(semangat

gotong

royong)

telah

digeser

oleh

semangat individualisme dan kompetisi.


Aspek

ekologis

yang merupakan
sendi utama dari
kearifan

lokal

budaya
juga

Sulsel

mengalami

pergeseran.
Eksploitasi
sumberdaya
yang

dilakukan

seakan

tanpa

batas

tanpa

memperhatikan
kemampuan
lingkungan untuk
memperbaharui
dirinya
menunjukkan
pergeseran
wawasan ini..
Uraian

di

atas

menunjukkan
bahwa

pada

umumnya
wawasan

dan

sikap masyarakat
Sulawesi Selatan
telah banyak bergeser akibat pengaruh yang dibawa oleh modernisasi.
Pada satu sisi, proses ini membuka peluang kepada Sulawesi Selatan
Gamba
r 3.1
DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3-6

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

untuk menjaga interkoneksitas dengan lingkungan strategisnya, tetapi


pada

sisi

lain,

sangat

berpotensi

untuk

membuat

masyarakat

melupakan identitas atau jati diri mereka yang spesifik yang justru
merupakan modal utama dalam menjaga atau bahkan meningkatkan
kualitas interkoneksitas dengan lingkungan global dimasa-masa yang
akan datang.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3-7

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

3.2 RONA FISIK WILAYAH


Kondisi fisik dasar merupakan aspek penting dalam penyusunan suatu
penataan ruang. Setiap wilayah memiliki karakteristik kondisi fisik yang
berbeda sehingga akan berpengaruh pada rencana struktur ruang dan alokasi
pola ruang. Beberapa aspek yang dibahas dalam sub bahasan ini, diuraikan
sebagai berikut.
3.3

Letak Geografis dan Administasi

Provinsi Sulawesi Selatan berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI), terletak


pada 0o12 sampai 8o Lintang Selatan dan 116o48 sampai 122o36 Bujur
memiliki wilayah seluas tercatat 45.574,48 km2. Provinsi Sulawesi Selatan
yang beribukota di Makassar memiliki lokasi yang strategis karena dilalui oleh
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II yang merupakan jalur lalu lintas kapalkapal nasional maupun internasional.
Sulawesi Selatan memiliki kondisi dan potensi yang sangat beragam Secara
administrasi, wilayah Provinsi Sulawesi Selatan

terdiri atas 23 wilayah

administrasi kabupaten/kota yang meliputi 20 kabupaten dan 3 kota serta


263 kecamatan. Kabupaten Luwu Utara merupakan kabupaten terluas dengan
yaitu

14.788,96 km2 atau

32,45%, yang,

topografi

Sulawesi Selatan

membentang mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Wilayah


daratan ini dikelilingi oleh laut, di sebelah selatan terdapat laut Flores, di
sebelah barat terdapat selat Makassar dan di sebelah Timur terdapat teluk
Bone. Pulau-pulau tersebar pada perairan tersebut.dari seluruh wilayah
Sulawesi

Selatan

sebelum

dimekarkan

menjadi

dua

kabupaten

yaitu

Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur.


Provinsi Sulawesi Selatan memiliki batas-batas wilayah administrasi, yaitu:
di sebelah utara dengan Provinsi Sulawesi Barat
di sebelah timur dengan Teluk Bone dan Provinsi Sulawesi Tenggara
di sebelah barat dengan Selat Makassar
di sebelah selatan dengan Laut Flores

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3-8

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.1
Peta Administrasi Provinsi Sulawesi Selatan

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3-9

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Tabel 3.1
Luas Wilayah, Nama Ibu Kota, Jumlah Kecamatan dan Desa/Kelurahan
di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005
No.

Kabupaten/ Kota

Ibukota

1.

Selayar

Benteng

2.

Bulukumba

Bulukumba

3.

Bantaeng

4.

Kec.

903,35

10

1.154,67

10

Bantaeng

395,83

Janeponto

Bontosunggu

749,79

10

5.

Takalar

Pattalasang

566,51

6.

Gowa

Sungguminasa

1.883,33

16

7.

Sinjai

Sinjai

819,96

8.

Maros

Maros

1.619,15

14

9.

Pangkep

Pangkajene

1.112,29

12

10.

Barru

Barru

1.174,71

11.

Bone

Watampone

4.559,00

27

12.

Soppeng

Watansoppeng

1.500,00

13.

Wajo

Sengkang

2.506,19

14

14.

Sidrap

Sidenreng

1.883,25

11

15.

Pinrang

Pinrang

1.961,77

12

16.

Enrekang

Enrekang

1.786,01

12

17.

Luwu

Belopa

3.000,25

13

18.

Tana Toraja

Makale

3.205,77

40

19.

Luwu Utara

Masamba

7.502,58

11

20.

Luwu Timur

Malili

6.944,88

21.

Makassar

Makassar

175,77

14

22.

Parepare

Parepare

99,33

23.

Palopo

Palopo

247,52

45.751,91

263

Jumlah
Sumber: Sulawesi Selatan dalam Angka 2006

3.4

Luas Wilayah

Topografi

Kondisi topografi Provinsi Sulawesi Selatan ditandai dengan bentuk wilayah


yang datar sampai bergunung dengan rentang yang cukup lebar, mulai dari
dataran dengan ketinggian 0 m di atas permukaan laut hingga dataran yang
memiliki ketinggian di atas 1000 m di atas permukaan laut (dpl). Dataran
yang terletak pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut sebagian besar
terletak di bagian tengah hingga utara Provinsi Sulawesi Selatan.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 10

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Adapun kondisi topografi Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan kemiringan


lereng dikelompokkan atas:
Kemiringan 0 3 %
Wilayah ini memiliki lahan yang relatif datar yang sebagian besar
terletak di kawasan pesisir Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah yang
memiliki kondisi topografi ini adalah Kabupaten Selayar, Bulukumba,
Bantaeng, Janeponto, Takalar, Gowa, Maros, Makassar, Barru, Pangkep,
Parepare, Sinjai, Bone, Wajo, dan Luwu.
Kemiringan >3 8 %
Wilayah ini memiliki permukaan datar yang relatif bergelombang.
Wilayah yang memiliki karakteristik topografi demikian terdiri dari
Kabupaten Soppeng, Enrekang, Sidrap, dan Luwu Utara.
Kemiringan >8 45 %
Wilayah ini memiliki permukaan yang bergelombang sampai agak
curam. Wilayah yang memiliki karakteristik topografi seperti ini adalah
Kabupaten Tana Toraja, Enrekang, serta sebagian wilayah Maros dan
Gowa.
Kemiringan > 45 %
Wilayah ini memiliki permukaan curam yang bergunung-gunung.
Wilayah yang memiliki karakteristik topografi ini meliputi wilayahwilayah kaki pegunungan seperti Pegunungan Bawakareng, Latimojong
dan Lompobatang.
Dalam pada itu, kawasan ketinggian di Sulawesi Selatan terbentuk melalui
keberadaan sejumlah gunung. Pada perbatasan kabupaten Gowa, Bantaeng,
Sinjai dan Bulukumba membentang gunung Lompobattang dengan ketinggian
2.871 meter, juga terdapat gunung Bawakaraeng dengan ketinggian 2.830
meter di perbatasan Kabupaten Gowa dan Sinjai. Di wilayah Luwu terdapat
gunung Bukit Rantai Kombala dengan ketinggian 3.103 meter, gunung
Kambuno (2.900 meter) dan gunung Balease (3.016 meter). Pada wilayah
perbatasan Kabupaten Luwu dan Enrekang terdapat gunung Rante Mario
dengan ketinggian 3.470 meter dan gunung Latimojong dengan ketinggian
3.305 meter. Sulawesi Selatan juga ditandai oleh keberadaan bukit Kars di
sekitar Kabupaten Pangkep dan Maros.
Lebih jelasnya klasifikasi topografi di Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan
ketinggian di atas permukaan air laut (dpl), dikelompokkan sebagai berikut:

Ketinggian 0 100 m dpl


DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 11

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Klasifikasi ketinggian antara 0-100 m dpl pada umumnya Wilayah yang


terletak di wilayah pesisir yang meliputi; Makassar, Bulukumba, Bantaeng,
Janeponto, Takalar, Gowa, Selayar, Maros, Pangkajene Kepulauan
(Pangkep), Barru, Bone, Soppeng, Wajo, Parepare, Pinrang, Luwu, Luwu
Utara, dan Luwu Timur.
Ketinggian 100 400 m dpl
Wilayah yang termasuk ke dalam daerah dengan ketinggian ini meliputi
beberapa kabupaten, yaitu Enrekang, Tana Toraja, Gowa, Maros, Bone,
Luwu, Luwu Utara, dan Luwu Timur.
Ketinggian 400 1000 m dpl
Wilayah yang termasuk ke dalam klasifikasi ketinggian ini sebagian kecil
wilayah Kabupaten Gowa, Janeponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai,
Bone, dan Maros yang merupakan Gunung Lompobatang. Selain itu
daerah yang termasuk ke dalam klasifikasi ketinggian ini adalah
Kabupaten Luwu, Enrekang, Tana Toraja, Luwu Utara, dan Luwu Timur.
Ketinggian di atas 1000 m dpl
Wilayah yang termasuk ke dalam klasifikasi ketinggian ini terdiri dari
sebagian Kabupaten Bulukumba, Sinjai, Gowa, Maros, Enrekang, Tana
Toraja, Luwu, Luwu Utara, dan Luwu Timur.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 12

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.2
Peta topografi

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 13

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

3.5

Geologi

Struktur geologi batuan di provinsi Sulsel memiliki karakteristik geologi yang


kompleks dicirikan oleh adanya jenis satuan batuan yang bervariasi akibat
pengaruh struktur geologi. Formasi-formasi geologi di Provinsi Sulawesi
Selatan terdiri dari:
volkan tersier
Sebaran formasi volkantersier ini relatif luas mulai dari Cenrana sampai
Mamuju, daerah Pegunungan Salapati (Quarles) sampai Pegunungan
Molegraf, Pegunungan Perombengan sampai Palopo, dari Makale
sampai utara Enrekang, di sekitar Sungai Mamasa, Sinjai sampai
Tanjung Pattiro, di deretan pegunungan sebelah barat dan timur Ujung
Lamuru sampai Bukit Matinggi.
Batuan volkan kwarter
Formasi batuan ini ditemukan di sekitar Limbong (Luwu Utara), sekitar
Gunung Karua (Tana Toraja) dan di Gunung Lompobatang (Gowa).
Kapur kerang
Kapur kerang terdapat di sebelah memanjang antara Enrekang sampai
Rantepao, utara Parepare, di Pegunungan Bone Utara sebelah barat
Watampone, bagian barat Pulau Selayar, dan
di Tanjung Bira
(Bulukumba).
Alluvium kwarter
Alluvium terdiri dari endapan laut dan sungai yang dapat dijumpai di
dataran sepanjang lembah sungai antara Sungai Saddang dan Danau
Tempe, Sungai Cenrana di dataran antara Takalar Sumpang Binange
(Barru), di selatan Parepare, di dataran Palopo Malili, di selatan Palopo
sampai Umpu, di sekitar Sinjai serta di Rantepao (Tana Toraja) dan
Camba (Maros). Dataran Camba merupakan depresi yang dikelilingi
formasi eruptif yang terdiri dari endapat liat. Di sekitar Danau Tempe
dan dataran Bone tertutup endapan laut.
Sekis hablur:
Formasi sekis hablur merupakan formasi geologi tertua di Provinsi
Sulawesi Selatan. Formasi ini ditemukan di beberapa tempat seperti di
bagian barat Sabbang (Luwu Utara), Pegunungan Latimojong, di
sebelah tenggara Barru dan di Bukit Tanjung Kerambu di Kabupaten
Pangkep.
Batuan sedimen mesozoikum
Formasi ini terdapat berdampingan dengan sekis hablur, terdapat
antara lain di Pegunungan Kambung, di bagian barat Masamba, di hulu
Sungai Maki, lereng barat Pegunungan Latimojong, di bagian timur
DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 14

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Bukit Tanjung Kerambu. Batuan terdiri dari grouwake batu pasir kwarsa,
napal, dan batu gamping. Di daerah Tana Toraja (Peg. Kambung dan di
sebelah barat Masamba) batuan terdiri dari serpih, napal, batu tulis,
batu pasir, konglomerat yang umumnya berwarna merah, ungu, biru,
dan hijau.
Batuan plutonik basa
Batuan plutonik basa yang merupakan batulit dijumpai di kompleks
Peg. Veerbek di bagian timur Malili dan tersebar sebagai intrusi antara
lain di bagian utara Palopo, di Guning Maliowo dan Gunung Karambon.
Batuan plutonik masam
Batuan yang terdiri dari granit sampai diorit terdapat di Peg. Quaries
dan Peg. Molegraff. Batuan mencakup granit, kwarsa diorite sampai
diorit termasuk profiritnya. Profirit dijumpai di sekitar Sungai Mamasa,
sedangkan granodiorit dijumpai di barat laut Sasak. Di antara Masamba
dan Leboni dijumpai granit boitik. Mineral yang menyusun batuan
terdiri dari biotic dan ampibol dengan zircon dan turmalin sebagai
aksesoris.
Batuan sediment paleogen
Tersebar di bagian utara Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu di Lembah
Lebani dan Seko. Di sebelah timur Sumpang Binange memanjang ke
arah utara dan selatan, di bagian timur Pangkajene sampai di timur
Maros, memanjang di bagian timur lembah Walane dan di tengara
Sungai Sumpatu.
Batuan sedimen neogen
Penyebaran formasi ini terletak di bagian utara Provinsi Sulawesi
Selatan sampai ke Tampalabua sekitar Lodong, sebelah timur Masamba
memanjang dari utara Enrekang sampai Pompanua, dari Sengkang ke
tenggara sampai Rarek dan ke selatan sampai Sinjai, di Pulau Selayar
bagian timur dan di selatan Sinjai sampai Kajang
Tabel 3.2
Nama Gunung di Provinsi Sulawesi Selatan
No.

Nama Gunung

Tinggi

Lokasi

1.

Gunung Lompobattang

2.871 m

Perbatasan Kabupaten Gowa, Kabupaten


Bantaeng, Kabupaten Sinjai dan
Kabupaten Bulukumba

2.

Gunung Bawakareng

2.830 m

Perbatasan Kabupaten Gowa dan


Kabupaten Sinjai

3.

Gunung Rante Mario

3.470 m

Perbatasan Kabupaten Luwu dan


Kabupaten Enrekang

4.

Gunung Latimojong

3.305 m

Perbatasan Kabupaten Enrekang dan


Kabupaten Luwu

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 15

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

5.

Gunung Kambuno

2.900 m

Kabupaten Luwu Utara

6.

Gunung Balesae

3.016 m

Perbatasan Kabupaten Lutra dan


Kabupaten Luwtim

7.

Gunung Bukit Rantai Kombala

3.103 m

Kabupaten Luwu

Sumber: Sulawesi Selatan dalam Angka, 2006

Gambar 3.3
Peta Geologi

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 16

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

3.6

Hidrologi

Keadaan hidrologi Provinsi Sulawesi Selatan sangat berkaitan dengan tipe


iklim dan kondisi geologi yang ada di wilayah ini. Kondisi hidrologi permukaan
ditentukan oleh sungai-sungai yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Sungaisungai yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan umumnya berdebit besar
karena beberapa hal yaitu (1) wilayah ini merupakan daerah tadah hujan
yang dan memiliki sistem sungai yang baik, (2) sistem pengaliran langsung
ke laut, (3) kondisi batuan yang berkelurusan sedang, serta (4) curah hujan
yang mendukung.
Di Sulawesi Selatan, terdapat sekitar 65 sungai mengalir dari berbagai
kabupaten khususnya yang berada di dataran tinggi. Di wilayah Luwu
terdapat 25 aliran sungai. Kabupaten Tana Toraja, Enrekang, dan Pinrang
dialiri oleh sungai terpanjang yakni sungai Saddang (150 km). DAS
Jeneberang meliputi wilayah 8 (delapan) kabupaten di bagian selatan
Sulawesi Selatan, termasuk kota Makassar, mencakup wilayah seluas 825,607
Ha dan kawasan hutan seluas 204,427 Ha. Data tahun 2004 menunjukkan
bahwa lahan kritis dalam kawasan hutan mencakup lebih dari 61,43% atau
sekitar 15,21% dari seluruh wilayah cakupan DAS. Dampaknya terlihat pada
meningkatnya kerentanan wilayah terhadap banjir. Lonsor dalam skala besar
tercatat terjadi pada tahun 2006 yang sangat mungkin membuat umur pakai
bendungan Bili-Bili harus dikoreksi. Sungai WalanaE mengalir di kawasan
Bone dan Wajo, sementara di Gowa dan Makassar mengalir sungai
Jeneberang. Danau Tempe dan Sidenreng terdapat di Kabupaten Wajo dan
sekitarnya, sementara di wilayah Luwu terdapat danau Matana dan Towuti.
Pada wilayah bagian tengah wilayah Sulawesi Selatan, Formasi Walanae
merupakan suatu formasi lapisan batuan pembawa air yang bersifat tertekan
dengan debit kecil sampai sedang. Air tanah bebas dijumpai pada endapat
alluvial dan endapan pantai, endapan formasi walanae serta pada lembahlembah yang ditempati oleh endapan batuan formasi Camba.
Pada saat sekarang, kualitas lingkungan dari hampir semua DAS itu
mengalami proses degradasi. Konsekuensinya, keterkaitan sosial ekonomi
yang ada juga mengalami degradasi atau bahkan terancam keberlangsungan
keberadaannya. Kualitas lingkungan yang mengalami penurunan di bagian
hulu DAS, misalnya berupa erosi dan longsor serta penurunan kemampuan
untuk menampung air hujan, mengakibatkan menurunnya ketersediaan air
irigasi yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pertanian. Bahkan,
erosi yang berkepanjangan dapat membawa dampak negatif terhadap
kawasan pesisir,antara lain berupa meningkatkan proses sedimentasi
(pendangkalan perairan) dan kualitas pengairan tambak. Contoh paling anyar
adalah erosi di hulu DAS Jenebereng yang tidak saja memengaruhi kualitas air
baku bendungan Bili-Bili yang memasok kebutuhan air bersih bagi penduduk
kota Makassar dan sekitarnya,tetapi juga memaksa pengelola bendungan
DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 17

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

untuk merevisi umur pakai bendungan dimaksud. Hal yang kurang lebih sama
telah terjadi pula di Bendungan Bakaru (Sungai Saddang) yang terbukti telah
mengancam pasokan listrik bagi seluruh wilayah Sulawesi Selatan.
Menurunnya kualitas lingkungan pada kebanyakan DAS terutama dipicu oleh
semakin maraknya pembukaan lahan yang semakin tidak terkendali, baik
yang dilakukan oleh masyarakat mau pun oleh kalangan pengusaha
menengah dan besar, untuk tujuan ekonomi, seperti pertanian, terutama
perkebunan, termasuk kegiatan pertambangan dan penggalian. Pada satu
sisi, kegiatan itu memberikan nilai tambah pada perekonomian Sulsel, tetapi
pada sisi lain--terutama untuk jangka panjang-- kegiatan-kegiatan itu justru
mengancam sustainabilitas perekonomian.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa, walaupun sedikit terlambat,
kebijakan penataan ruang wilayah perlu diprioritaskan. Produk kebijakan yang
mewujud dalam bentuk Rencana Tata Ruang semestinya dijadikan acuan
secara konsisten dalam setiap kegiatan pembangunan, khususnya dalam
kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan dalam skala menengah
ke atas.
Kedalaman air tanah sangat bervariasi dan sangat bergantung pada keadaan
medan dan jenis lapisan batuan. Pada endapan alluvial dan endapan pantai
kedalaman muka air tanahnya berkisar antara 0,5 6,0 meter yang sangat
dipengaruhi oleh intrusi air laut. Air tanah bebas ini dijumpai pula pada
daerah yang ditutupi oleh endapan batu gamping Selayar dan Formasi
Walanae yang berupa aliran tanah terbatas rekahan ataupun ruang akibat
pelarutan yang membentuk sungai bawah tanah.
Sedangkan untuk sebaran -danau yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan
tersebar pada tiga kabupaten yaitu Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Wajo
dan Kabupaten Sidrap. Sebagian besar danau terletak di Kabupaten Luwu
Timur yaitu Danau Matana, Danau Towuti, dan Danau Mahalona. Danau
Towuti merupakan Danau terluas di Provinsi Sulawesi Selatan.
Demikian pula dengan gugusan kepulauan kecil yang terdapat di wilayah
Provinsi Sulawesi Selatan terdiri ats; Gugusan Kepulauan Pabiring dan
Kepulauan Sangkirang yang terletak di Kabupaten Pangkep, serta gugusan
pulau kecil yang terdapat di Perairan Selat Makassar yaitu Gugusan
Kepulauan Macan dan Kepulauan Bonerate yang terletak di Kabupaten
Selayar di Perairan Laut Flores.
Tabel 3.3
Nama Danau di Provinsi Sulawesi Selatan
No.

Nama Danau

Luas

Lokasi

1.

Danau Tempe

30.000 m

2.

Danau Sidenreng

15.000 m

Kabupaten Sidrap

3.

Danau Matana

18.000 m

Kabupaten Luwu Timur

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

Kabupaten Wajo

3 - 18

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

4.

Danau Towuti

5.

Danau Mahalona

65.000 m2

Kabupaten Luwu Timur

Kabupaten Luwu Timur

Sumber: - Sulawesi Selatan dalam Angka, 2004

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 19

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.4
Peta Geologi

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 20

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.5
Peta Hidrologi

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 21

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.6
Peta DAS

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 22

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

3.7
Klimatologi
Seperti halnya di Indonesia secara umum, Provinsi Sulawesi Selatan juga
mengenal dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Lama dan
bulan jatuhnya awal setiap musim sangat bervariasi dari satu daerah ke
daerah yang lain. November sampai Maret angin bertiup sangat banyak
mengandung uap air yang berasal dari Benua Asia dan Samudera Pasifik
sehingga pada bulan-bulan tersebut terjadi musim hujan.
Klasifikasi tipe iklim yang digunakan untuk mengetahui tipe iklim pada setiap
kabupaten adalah klasifikasi iklim menurut Oldeman. Berdasarkan klasifikasi
tersebut, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 5 jenis iklim,yaitu:
Tipe Iklim A
Tipe iklim ini ditandai dengan bulan kering kurang dari dua bulan dan
bulan basah yang lebih dari sembilan kali berturut-turut setiap tahunnya.
Curah hujan rata-rata pada iklim tipe A adalah antara 3500 4000
mm/tahun. Tipe iklim A termasuk kategori iklim sangat basah. Wilayah
yang termasuk ke dalam tipe ini adalah Kabupaten Enrekang, Luwu, Luwu
Utara dan Luwu Timur.
Tipe iklim B
Untuk tipe iklim B ini dibedakan atas tipe iklim B1 yang ditandai dengan
bulan kering < 2 bulan, dan tipe iklim B2 dengan bulan kering antara dua
sampai
empat bulan. Keduanya memiliki bulan basah antara tujuh
sampai sampai kali berturut-turut setiap tahunnya dengan curah hujan
rata-rata 3000 3500 mm/tahun. Tipe iklim ini dinyatakan sebagai iklim
basah. Wilayah yang memiliki karakteristik iklim basah antara lain, yaitu:
Kabupaten Tana Toraja, Luwu Utara, Luwu Timur, (B1) serta Gowa,
Bulukumba, dan Bantaeng (B2).
Tipe iklim C
Tipe iklim ini dibagi menjadi iklim C1 dengan bulan kering <2 bulan, iklim
C2 dengan bulan kering 2 3 bulan, dan iklim dengan bulan kering 3
bulan. Ketiganya memiliki bulan basah antara 5 6 bulan secara berturutturut dalam satu tahun dengan curah hujan rata-rata 2500 3000
mm/tahun. Tipe ini merupakan tipe iklim agak basah. Wilayah yang masuk
ke dalam iklim C1 terdiri dari Kabupaten Wajo, Luwu, dan Tana Toraja.
Wilayah yang masuk ke dalam iklim C2 terdiri dari Kabupaten Bulukumba,
Bantaeng, Barru, Pangkep, Enreakang, Maros dan Janeponto. Wilayah yang
masuk ke dalam iklim C3 terdiri dari Makassar, Bulukumba, Janeponto,
Pangkep, Barru, Maros, Sinjai, Gowa, Enrekang, Tana Toraja, Parepare,
Selayar.
Tipe iklim D
DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 23

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Tipe iklim ini dibagi menjadi iklim D1 dengan bulan kering <2 bulan, iklim
D2 dengan bulan kering 2 3 bulan, iklim D3 dengan bulan kering 3 5
bulan, serta iklim D4 dengan bulan kering > 5 bulan. Iklim ini memiliki
bulan basah antara 3 4 bulan secara berturut-turut dalam satu tahun
dengan curah hujan rata-rata 2000 2500 mm/tahun. Wilayah yang
masuk ke dalam iklim D1 meliputi Kabupaten Wajo, Bone, Soppeng, Luwu,
Tana Toraja, dan Enrekang. Wilayah yang termasuk ke dalam iklim D2
terdiri dari Kabupaten Wajo, Bone, Soppeng, Sinjai, Luwu, Enrekang, dan
Maros. Wilayah yang memiliki karakteristik iklim D3 meliputi Kabupaten
Bulukumba, Gowa, Pangkep, Janeponto, Takalar, Sinjai dan Kota Makassar
Tipe iklim E
Tipe ikilim ini terbagi atas tipe iklim E1 yang memiliki bulan kering < 2
bulan, tipe iklim E2 dengan bulan kering antara 2 3 bulan, dan tipe iklim
E3 dengan bulan kering antara 3 5 bulan. Ketiga tipe iklim ini memiliki
bulan basah kurang dari 3 bulan setiap tahunnya dengan curah hujan ratarata antara 1500 2000 mm/tahun. Tipe iklim ini disebut sebagai iklim
kering. Tipe iklim E2 terdapat di Kabupaten Maros, Bone dan Enrekang.
Tipe iklim E3 terdapat di Kabupaten Maros, Bantaeng, dan Selayar.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 24

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.7
Peta Curah Hujan

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 25

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

3.8

Jenis Tanah

Jenis tanah yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari:


Tanah entisol
Tanah entisol adalah tanah solum dangkal kurang dari 0,5 m yang
terbentuk dari pelapukan di atas batuan keras. Tanah entisol memiliki
tekstur tanah lempung berpasir halus dan pasir kuarsa serta peka
terhadap erosi. Pada umumnya tanah ini merupakan tanah dengan baha
induk endapan pasir dari tufa dan bahan alkali. Tanah ini mengalami
perkembangan dari bahan lepas, endapan mineral lunak, penampang
tanah dalam, namun tidak memiliki horizon yang tegas dengan lapisan
atas berwarna coklat tua sampai coklat tua sampai coklat, pasir granuler
berbulir tunggal lepas lapisan bawah kelabuh muda. Jenis tanah ini
terdapat di Kabupaten Barru, Pangkep, Bukukumba, Bantaeng, Janeponto,
Sinjai, Soppeng, dan Pinrang.
Tanah rendoll
Tanah rendoll terdapat pada batuan tua dan batu gamping koraldan
tersebar pada daerah yang beriklim kering. Tanah ini memiliki lapisan
bahan organik yang tipis yang diikuti dengan lapisan tanah tipis berwarna
coklat tua kekelabuan sampai coklat tua, teksturnya lempung berliat,
remah dan gembur. Keadaan tanah sampai pada kontak batuan yaitu
berkisar antara 50 cm dan terletak di atas bahan induk kapur lunak. Tanah
ini terdapat di Kabupaten Barru, Pangkep dan Tana Toraja.
Tanah alfisol
Tanah mediteran merah-kuning memiliki penampang tanah cukup dalam
dengan horizon A sebagai lapisan atas setebal 45 cm berwarna coklat
dengan tekstur lempung sampai liat, strukutur gumpal sampai kubus.
Tanah ini merupakan tanah-tanah dewasa dan biasanya terdapat pada
lapisan argilik (penimbunan liat) di horizon B pada kedalaman 50 cm yang
ditandai dengan peningkatan kandungan liat pada lapisan tersebut. Tanah
ini mempunyai nilai pH yang mendekati netral. Tanah ini dapat ditemui di
Kabupaten Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Janeponto, Takalar, Gowa,
Sinjai, Maros, Pangkep, Barru, Bone, Soppeng, Wajo, Pinrang, Enrekang,
Luwu, Makassar dan Parepare.
Tanah oxisol
Tanah ini merupakan tanah yang terbentuk di bawah kondisi-kondisi hutan
tropis lembab yang dicirikan oleh rasio silica/sesqui oksida yang rendah
dan fraksi litany yang memiliki tipe 1 : 1, pH tanah masam, kapasitas
tukar kation rendah, aktivitas liat rendah, kadungan mineral primer
DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 26

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

rendah, dan tingkat stabilitas agregat tinggi. Tanah oxisol memiliki lapisan
tanah yang cukup dalam dan potensial membentuk plintit yang
merupakan lapisan keras mengandung senyawa logal Al yang teroksidasi
dan menjadi faktor penghambat dalam pengembangan usaha pertanian.
Tanah oxisol banyak terdapat di Kab Luwu Timur seperti Soroako dan
Malili.
Tanah inceptisol
Tanah ini merupakan tanah yang berasal dari endapan sungai dan pantai
yang banyak mengandung liat marin jika terdapat pada daerah muara
sungai. Kadang-kadang berada pada kondisi tergenang untuk selang
waktu yang cukup lama pada kedalaman 40 50 cm. Tanah ini memiliki
horizon cambic pada horizon B yang dicirikan dengan adanya kandungan
liat yang belum terbentuk dengan baik akibat proses basah kering dan
proses penghanyutan pada lapisan tanah. Tanah ini terdapat di Kabupaten
Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Takalar, Maros, Barru, Wajo, Bone, Sidrap,
Pinrang, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Pare-pare.
Tanah vertisol
Tanah ini memiliki karakteristik kandungan liat yang tinggi dan berwarna
hitam pada solum tanah yang cukup dalam. Pada tanah ini pembentukan
horizon tidak jelas karena adanya proses pedoturbasi yaitu proses
pemindahan bahan tanah dan solumnya yang terjadi karena kapasitas
mengembangn dan mengerut dari mineral liat tipe 2:1 yang cukup tinggi,
sehingga terbentuk rekahan-rekahan pada permukaan tanah yang biasa
terjadi pada musim kemarau, dan musim hujan biasanya terbentuk
gundukan-gundukan tanah yang disebut mikrorelief gilgai, sehingga
horizoniasi tidak terbentuk dengan jelas karena peristiwa mengembang
dan mengerut tersebut. Proses tersebut dapat memutuskan perakaran
tanaman dan menjadi factor pembatas dari penggunaanya. Tanah ini
terdapat di Selayar dan Janeponto.
Tanah ultisol
Tanah ultisol terdapat pada daerah yang memiliki curah hujan yang cukup
tinggi. Tanah ini memiliki kandungan liat yang tinggi dengan reaksi tanah
masam. Kandungan bahan organic dan unsur hara lainnya sangat rendah
sehingga tanah ini cenderung kurang subur. Tanah ini menyerupai tanah
alfisol yang memiliki horizon argilik, namun dibedakan dengan kejenuhan
basa yang < 35%. Tanah ini terdapat di Kabupaten Gowa, Maros, Sidrap,
Enrekang, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Tana Toraja.
Tanah andosol

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 27

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Tanah andosol merupakan tanah yang berasal dari bahan vulkanik hasil
letusan gunung berapi. Tingkat kesuburan tanah ini dapat diandalkan
untuk usaha budidaya tanaman hortikultura dan perkebunan. Sifat fisik
tanah ini cukup baik tetapi sangat peka terhadap erosi. Tanah andosol
terdapat di Kabupaten Gowa.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 28

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.8
Peta Jenis Tanah
Gambar 3.9

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 29

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

3.9 PENGGUNAAN LAHAN


Penggunaan lahan di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dikelompokkan
menjadi lahan sawah dan lahan bukan sawah. Lahan sawah dikelompokkan
kembali berdasarkan cara pengairan sawah tersebut. Klasifikasi jenis
pemanfaatan ruang wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat dalam
Tabel 3.4 dan Tabel 3.5. Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan mencapai
45.751,91 km2 yang terdiri dari lahan sawah seluas 5.983,89 km 2 dan lahan
bukan sawah seluas 39.768,91 km2. Penggunaan lahan sawah.
Sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
adalah hutan negara yang luasnya mencapai 28,45% dari total wilayah atau
mencapai 13.014,56 km2. Penggunaan lahan dalam jumlah yang cukup besar
adalah lahan sawah secara keseluruhan yang luasnya mencapai 5.983,89 km 2
atau 13,08% dari total luas lahan di Provinsi Sulawesi Selatan. Penggunaan
lahan lain yang cukup signifikan adalah kebun/tegalan yang luasnya
mencapai 12,10% dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan secara
keseluruhan yaitu 5.534,24 km2. Penggunaan lahan terendah yang terdapat di
Provinsi Sulawesi Selatan adalah kolam/empang yang hanya terdapat sebesar
145,79 km2 (0,32%) dan rawa seluas 194,12 km2 (0,42%).
Penggunaan lahan sebagai hutan negara terluas terdapat di Kabupaten Luwu
Utara yang mencapai 3.732,79 km2 atau 28,68% dari total luas hutan negara
yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan. Selain Kabupaten Luwu Utara,
daerah yang memiliki hutan negara yang reletif luas adalah Kabupaten Luwu
Timur 2.311,25 km2 (17,75% dari total luas hutan negara) dan Kabupaten
Bone yang memiliki hutan seluas 1.489,71 km 2 atau 11,45% dari total luas
hutan negara di Provinsi Sulawesi Selatan. Terdapat dua kabupaten/kota di
Provinsi Sulawesi Selatan yang tidak memiliki hutan negara yaitu Kota
Makassar dan Kabupaten Takalar.
Penggunaan lahan sebagai sawah terbesar terdapat di Kabupaten Bone dan
Kabupaten Wajo. Luas lahan sawah di Kabupaten Bone mencapai 983,46 km 2
(16,44% dari total luas sawah) sedangkan luas lahan sawah di Kabupaten
Wajo mencapai 861,42 km2 atau 14,40% dari total luas sawah di Provinsi
Sulawesi Selatan. Dari keseluruhan luas sawah di kedua kabupaten tersebut,
sebagian besar berupa sawah tadah hujan yang luasnya mencapai 641,95
km2 di Kabupaten Bone dan 657,80 km 2 di Kabupaten Wajo. Penggunaan
lahan sebagai sawah yang menggunakan irigas teknis terbesar terdapat di
Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Sidenreng Rappang. Penggunaan lahan
sawah irigasi mencapai 375,75 km2 di Kabupaten Pinrang dan 298,90 km 2 di
Kabupaten Sidenreng Rappang. Penggunaan lahan sawah terendah terdapat
di Kabupaten Parepare yang lahan sawahnya hanya mencapai 9,33 km 2.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 30

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Selain Kabupaten Parepare, daerah yang memiliki lahan sawah yang relatif
sedikit adalah Kabupaten Selayar, Kota Palopo, dan Kota Makassar. Luas areal
sawah yang terdapat di ketiga wilayah tersebut masing-masing 26,18 km 2 di
Kabupaten Selayar, 29,84 km2 di Kota Palopo, dan 30,33 km2 di Kota Makassar.

Tabel 3.4
Penggunaan Lahan di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005
No.

Kabupaten/Kota

1.

Selayar

2.

Bulukumba

3.

Lahan Sawah

Lahan Bukan
Sawah

Jumlah

26,18

877,17

903,35

240,56

914,11

1.154,67

Bantaeng

72,53

323,30

395,83

4.

Janeponto

168,98

580,81

749,79

5.

Takalar

163,14

403,37

566,51

6.

Gowa

343,68

1.539,65

1.883,33

7.

Sinjai

138,36

681,60

819,96

8.

Maros

257,21

1.361,94

1.619,15

9.

Pangkep

161,67

950,62

1.112,29

10.

Barru

134,16

1.040,55

1.174,71

11.

Bone

983,46

3.575,54

4.559,00

12.

Soppeng

250,75

1.249,25

1.500,00

13.

Wajo

861,42

1.644,77

2.506,19

14.

Sidrap

469,85

1.413,40

1.883,25

15.

Pinrang

466,15

1.495,62

1.961,77

16.

Enrekang

88,19

1.697,82

1.786,01

17.

Luwu

362,51

2.637,74

3.000,25

18.

Tana Toraja

271,26

2.934,51

3.205,77

19.

Luwu Utara

247,82

7.254,76

7.502,58

20.

Luwu Timur

206,51

6.738,37

6.944,88

21.

Makassar

30,33

145,44

175,77

22.

Parepare

9,33

90,00

99,33

23.

Palopo

29,84

217,68

247,52

5.983,89

39.768,02

45.751,91

Jumlah
Sumber:

BPS Sulawesi Selatan 2005

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 31

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.10
Peta Pengunaan Lahan/Tutupan Lahan

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 32

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.11
Peta Perkebunan

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 33

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.12
Peta permukiman
Gambar 3.13

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 34

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Tabel 3.5
Luas Lahan Sawah (km2) di Provinsi Sulawesi Selatan
Kabupaten/
Irigasi
Irigasi 1/2
Irigasi
Irigasi Non
Tadah
Kota
Teknis
Teknis
Sederhana
PU
Hujan
1. Selayar
0,00
0,00
3,75
0,00
22,43
2. Bulukumba
0,00
59,44
100,36
54,49
26,25
3. Bantaeng
0,00
31,90
23,57
12,24
4,82
4. Janeponto
48,15
21,97
27,02
7,61
64,23
5. Takalar
75,07
6,40
1,17
3,65
76,85
6. Gowa
97,91
45,67
22,86
75,54
101,70
7. Sinjai
0,00
22,53
26,22
53,01
36,60
8. Maros
46,33
15,01
25,11
40,15
130,38
9. Pangkep
60,25
14,08
4,43
18,73
64,18
10. Barru
0,00
18,74
6,85
21,27
87,30
11. Bone
134,97
51,91
70,31
72,90
641,95
12. Soppeng
102,51
44,82
45,42
13,56
44,44
13. Wajo
90,12
0,00
10,60
102,90
657,80
14. Sidrap
298,90
32,01
5,00
52,10
81,84
15. Pinrang
375,75
8,52
10,13
35,10
36,65
16. Enrekang
0,00
1,92
21,62
27,11
37,54
17. Luwu
148,02
47,59
106,60
34,71
25,59
18. Tana Toraja
23,67
4,58
27,55
57,09
158,37
19. Luwu Utara
27,71
44,63
16,84
49,10
107,54
20. Luwu Timur
94,36
58,71
0,00
18,86
15,64
21. Makassar
0,00
0,00
4,50
1,00
24,68
22. Parepare
0,00
3,00
0,00
0,00
6,33
23. Palopo
0,00
10,50
7,16
4,24
7,94
Jumlah
1.623,72
543,93
567,07
755,36
2.461,05
Sumber: Luas Lahan & Alat-alat Pertanian Sulawesi Selatan, BPS Sulawesi Selatan 2005
No.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

Pasang Surut
0,00
0,02
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,23
0,00
0,00
11,42
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
11,67

Lebak/Polder
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,00
18,94
0,15
0,00
0,00
21,09

Jumlah
26,18
240,56
72,53
168,98
163,14
343,68
138,36
257,21
161,67
134,16
983,46
250,75
861,42
469,85
466,15
88,19
362,51
271,26
247,82
206,51
30,33
9,33
29,84
5.983,89

3 - 35

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Tabel 3.6
Luas Lahan Bukan Sawah (km2) di Provinsi Sulawesi Selatan

1.
2.
3.
4.
5.

Selayar
Bulukumba
Bantaeng
Janeponto
Takalar

9,01
52,52
20,21
22,43
55,98

171,27
335,81
154,09
366,91
110,79

104,05
0,00
0,00
7,59
0,00

77,35
0,32
0,00
0,00
3,60

0,00
1,89
0,00
0,00
0,01

8,35
30,97
0,36
21,82
28,75

0,00
1,42
0,12
0,03
7,74

Lahan
Tidak
Digunaka
n
118,60
3,58
0,82
0,61
5,00

6.
7.

Gowa
Sinjai

93,75
36,95

335,82
135,18

105,37
35,39

18,01
6,63

4,44
8,47

0,03
7,14

23,87
0,69

8.

Maros

31,37

187,82

12,48

37,20

60,29

9.

Pangkep

135,29

108,24

20,77

8,17

2,13
11,2
1

No.

Kabupaten/
Kota

Pekarangan

Tegala
n/Kebu
n

Ladang
/ Huma

Padang
Rumput

Rawa

Tambak

Kolam/

Lahan
Tanam-an
Kayu

Hutan
Negara

Kebun

Lainlain

Jumlah

0,00
35,36
8,85
23,02
47,35

93,75
81,37
62,22
68,42
0,00

163,21
322,24
71,44
6,34
62,82

131,58
48,63
5,19
63,64
81,33

150,02
3,36

44,31
47,75

618,37
104,66

79,37
253,72

66,29
41,66

0,09

26,91

216,86

424,19

51,75

310,85

119,69

0,26

13,76

133,93

169,21

169,04

61,05

70,69

370,07

624,45

163,41

10.

Barru

69,05

134,46

65,43

12,57

1,05

26,18

0,20

11,20

105,43

11.

Bone

177,34

677,89

15,25

14,46

0,75

86,01

26,80

123,15

176,32

174,22
1.489,7
1

12.

Soppeng

26,40

288,39

34,70

11,21

0,00

0,50

99,51

273,78

253,16

77,15

184,25

13.

Wajo

100,99

332,26

25,47

273,45

0,20
28,3
9

84,75

23,57

116,75

131,61

46,18

221,16

260,19

14.

Sidrap

44,95

192,41

2,81

119,42

3,60

28,96

4,22

21,90

48,36

671,86

137,01

137,90

15.

Pinrang

67,47

239,20

31,18

67,27

2,62

132,19

5,35

26,48

86,09

667,87

97,18

72,72

16.

Enrekang

30,40

387,69

48,93

72,27

0,00

1,63

34,18

245,95

463,04

306,68

107,05

17.

Luwu

122,09

95,02

130,21

15,83

87,86

10,00

39,33

452,78

896,23

475,93

292,71

18.
19.

Tana Toraja
Luwu Utara

162,57
136,67

517,93
267,74

30,52
156,98

129,78
81,84

0,00
19,7
5
21,0
0
22,9

0,00
30,51

0,27
8,51

141,54
164,96

540,01
273,18

612,13
3.732,7

194,77
469,32

583,99
1.909,3

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

877,17
914,11
323,30
580,81
403,37
1.539,6
5
681,60
1.361,9
4
950,62
1.040,5
5
3.575,5
4
1.249,2
5
1.644,7
7
1.413,4
0
1.495,6
2
1.697,8
2
2.637,7
4
2.934,5
1
7.254,7

3 - 36

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

20.
21.
22.
23.

Luwu Timur
Makassar
Parepare
Palopo
Jumlah

104,17
384,12
64,88
13,11
4,24
18,49
25,77
79,60
1.594,50 5.534,24

30,04
77,45
0,00
0,13
0,00
0,00
14,99
0,00
872,16 1.026,96

1
60,5
1
1,19
0,01
3,99
194,12

67,85
8,71
0,72
7,01
838,15

29,27
1,24
0,01
0,00
145,79

46,15
2,65
0,00
8,25
1.158,71

9
5
6
2.311,2
2.974,8
6.738,3
225,51
5
427,23
2
7
0,00
0,00
0,51
53,02
145,44
1,11
42,53
0,00
22,89
90,00
6,65
31,40
29,81
10,21
217,68
3.124,21 13.014,56 4.311,82 7.952,80 39.768,02

Sumber: Luas Lahan & Alat-alat Pertanian Sulawesi Selatan, BPS Sulawesi Selatan 2006

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 37

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

3.10 KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN


3.11 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan BPS Provinsi Sulsel Tahun 2006, jumlah penduduk Provinsi
Sulawesi Selatan pada Tahun 2001 adalah sebesar 7.006.066 jiwa, kemudian
berkembang

menjadi

7.494.702

pada

Tahun

2005

atau

mengalami

pertambahan sebesar 488.635 jiwa periode waktu 5 tahun terakhir (20012005), atau tumbuh rata-rata sebesar 1,74% pertahun. Jumlah tersebut
mengalami kenaikan sebesar 509.836 jiwa dari jumlah penduduk pada tahun
1999 yang berjumlah 6.869.534 jiwa.

Tabel 3.7
Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2001 2005
No
.

Kabupaten/Ko
ta

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Selayar
Bulukumba
Bantaeng
Janeponto
Takalar
Gowa
Sinjai
Maros
Pangkep
Barru
Bone
Soppeng
Wajo
Sidrap
Pinrang
Enrekang
Luwu
Tana Toraja
Luwu Utara
Luwu Timur

2002

2003

2004

2005

104.079
104.205
353.970
354.796
160.072
160.840
320.426
321.754
232.178
232.681
522.105
528.313
205.423
207.416
275.548
278.833
265.290
268.008
151.464
152.412
651.746
654.213
218.943
218.859
357.742
358.677
238.926
239.795
312.124
313.801
168.337
169.812
403.931
407.277
395.744
398.796
442.267
449.836
1.116.83
1.127.78
21. Makassar
4
5
22. Parepare
108.917
111.660
23. Palopo
7.006.06 7.059.76
Jumlah
6
9
Sumber: Sulawesi Selatan dalam Angka 2006

109.415
371.453
164.841
323.245
240.578
552.293
216.589
286.260
275.151
156.661
679.904
224.121
362.683
246.259
331.592
175.962
311.005
416.610
462.437
1.145.40
6
113.057
7.279.79
8

111.458
374.247
167.284
327.489
244.582
565.252
217.374
290.173
277.223
157.680
686.986
225.183
363.508
247.723
334.090
178.658
309.588
420.733
475.092
1.164.38
0
114.933
125.734
7.379.37
0

111.220
379.371
169.102
331.848
248.162
575.295
220.141
296.336
279.801
158.500
694.320
229.292
364.290
246.993
335.554
182.174
315.294
427.286
287.295
206.180

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

2001

1.193.451
115.221
127.575
7.494.70
1

3 - 38

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kota Makassar yang merupakan pusat


kegiatan nasional dengan jumlah penduduk sebesar 1.193.451 jiwa, sedang
yang paling rendah adalah di Kabupaten Selayar sebesar 111.220 jiwa pada
tahun 2005. Kabupaten/kota yang menjadi pusat-pusat kegiatan wilayah
seperti

Parepare,

Barru,

Pangkajene,

Palopo,

Bulukumba,

dan

Bone

(Watampone) memiliki jumlah penduduk yang jauh lebih rendah dibandingkan


dengan Kota Makassar.
3.12 Kepadatan dan Disrtribusi Penduduk
Distribusi penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan masih belum merata.
Sebagian besar penduduk masih terkonsentrasi di bagian selatan Provinsi
Sulawesi Selatan. Mayoritas penduduk pada tahun 2005 terkonsentrasi di
Kota Makassar dengan proporsi penduduk sebesar 15,92%. Konsentrasi
penduduk yang relatif tinggi juga terdapat di Kabupaten Bone dengan
proporsi penduduk sebesar 9,26% dari total penduduk Provinsi Sulawesi
Selatan. Distribusi penduduk dengan konsentrasi terendah terdapat di
Kabupaten Selayar yang letaknya berada di luar Pulau Sulawesi dengan
proposi sebesar 1,48% dari total penduduk.
Kepadatan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2005 adalah
165 jiwa/km2. Angka kepadatan penduduk tersebut bervariasi pada setiap
kabupaten/kota yang ada. Kepadatan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan
masih belum merata. Kota Makassar yang memiliki luas wilayah sebesar
175,77

km2

dihuni

oleh

1.193.451

jiwa

penduduk.

Hal

tersebut

mengakibatkan kepadatan penduduk di Kota Makassar berada jauh lebih


tinggi dibandingkan dengan kepadatan penduduk di Provinsi Sulawesi
Selatan. Kepadatan penduduk di Kota Makassar pada tahun 2005 mencapai
6.789 jiwa/km2. Sedangkan daerah yang memiliki kepadatan penduduk
sangat rendah adalah Kabupaten Kabupaten Luwu Timur yaitu 30 jiwa/km2.
Angka tersebut berada jauh di bawah kepadatan penduduk Provinsi Sulawesi
Selatan secara keseluruhan.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 39

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.14
Peta pertumbuhan Penduduk Tahun 2005

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 40

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Tabel 3.8
Kepadatan dan Distribusi Penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2005
Jumlah
No
Pendudu
.
Kabupaten/Kota
k
(Jiwa)
2. Bulukumba
379.371
3. Bantaeng
169.102
4. Janeponto
331.848
5. Takalar
248.162
6. Gowa
575.295
7. Sinjai
220.141
8. Maros
296.336
9. Pangkep
279.801
10. Barru
158.500
11. Bone
694.320
12. Soppeng
229.292
13. Wajo
364.290
14. Sidrap
246.993
15. Pinrang
335.554
16. Enrekang
182.174
17. Luwu
315.294
18. Tana Toraja
427.286
19. Luwu Utara
287.295
20. Luwu Timur
206.180
21. Makassar
1.193.451
22. Parepare
115.221
23. Palopo
127.575
7.494.70
Jumlah
1
Sumber: Hasil Analisis, 2005

Luas
Wilayah
(km2)
1.154,67
395,83
749,79
566,51
1.883,33
819,96
1.619,15
1.112,29
1.174,71
4.559,00
1.500,00
2.506,19
1.883,25
1.961,77
1.786,01
3.000,25
3.205,77
7.502,58
6.944,88
175,77
99,33
247,52

Kepadata
n
Penduduk
(Jiwa/km2)
329
427
443
438
305
268
183
252
135
152
153
145
131
171
102
105
133
38
30
6790
1160
515

Distribus
i
Pendudu
k
(%)
5,06%
2,26%
4,43%
3,31%
7,68%
2,94%
3,95%
3,73%
2,11%
9,26%
3,06%
4,86%
3,30%
4,48%
2,43%
4,21%
5,70%
3,83%
2,75%
15,92%
1,54%
1,70%

45.751,91

164

100,00%

3.13 Komposisi Penduduk


Uraian mengenai komposisi penduduk terdiri dari komposisi penduduk
menurut umur dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin.
Struktur umur penduduk di suatu daerah akan dapat menentukan tingkat
produktivitas penduduk di daerah tersebut karena hal ini berkaitan dengan
jumlah penduduk usia produktif di suatu daerah. Penduduk usia produktif
artinya penduduk yang masih memiliki kemampuan untuk melakukan
pekerjaannya dan tidak bergantung kepada orang lain. Kelompok usia
produktif meliputi usia 15 64 tahun.
Sebagian besar penduduk Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2005 berada
dalam kelompok umur 5 - 9 tahun yaitu sebesar 809.221 jiwa. Sedangkan
kelompok umur dengan jumlah terkecil adalah kelompok penduduk usia di

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 41

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

atas 60 tahun yaitu sebesar 612.094 jiwa. Lebih dari 50% penduduk di
Provinsi Sulawesi Selatan berada di kelompok usia produktif.
Tabel 3.9
Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005
Kelompok Umur

Laki-laki

Perempua
n

Jumlah

Rasio Jenis
Kelamin

0-4

367.541

349.150

716.691

105,27

5-9

421.054

388.197

809.221

108,46

10 - 14

419.723

383.197

802.920

109,53

15 - 19

366.074

374.226

740.300

97.82

20 - 24

289.492

347.544

637.036

83,30

25 - 29

276.180

329.640

605.820

83,78

30 - 34

289.708

314.632

604.340

92,08

35 - 39

268.273

295.714

563.987

90,72

40 - 44

215.566

230.580

446.146

93,49

45 - 49

184.282

196.427

380.709

93,82

50 - 54

153.949

167.853

321.802

91,72

55 - 59

114.968

138.677

253.635

82,90

60 +

275044

337.050

612.094

81,60

Jumlah

3.641.844

3.852.857

7.494.701

94,52

Sumber: Sulawesi Selatan dalam Angka 2006

3.14 Sosial Budaya


Keragaman sosial budaya dalam tatanan Sulawesi Selatan sangat tinggi.
Sulawesi Selatan pada awalnya mencakup empat etnis besar yakni Bugis,
Makassar, Toraja, dan Mandar serta berbagai sub-etnis seperti Duri, Konjo,
Bajo dan sebagainya. Dalam perkembangannya, Sulawesi Selatan mengalami
pemekaran wilayah, Kabupaten, Polewali Mamasa, Mamuju dan Majene yang
dominan etnis Mandar tergabung dalam propinsi baru yakni Sulawesi Barat.
Etnis Bugis dominan berada di Kabupaten pada wilayah Utara Sulawesi
Selatan, sementara etnis Makassar dominan berada di Kabupaten pada
wilayah Selatan Sulawesi Selatan. Etnis Toraja tersebar di Kabupaten Tana
Toraja dan Luwu, etnis Duri di Kabupaten Enrekang.
Gambaran ini menunjukkan keragaman etnis yang tersebar secara relatif
pada keragaman wilayah pula. Di balik keragaman etnis tersebut, terdapat
pula keragaman dalam sistem nilai dan norma serta adat-istiadat yang
spesifik. Masing-masing etnis memiliki bahasa daerah dan mengembangkan
pengetahuan asli sesuai setting ekologinya. Variasi-variasi ini terkait pula
dengan potensi kearifan lokal yang bisa berkembang dalam tatanan. Selain
DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 42

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

itu, terkandung pula potensi berkembangnya interaksi sosial dan komunikasi


lintas budaya, yang dapat mendorong dinamika perubahan secara lebih
kreatif dalam menanggapi spirit zaman.
Latar belakang agama dan kepercayaan juga cukup besar. Walaupun di
kawasan perdesaan agama Ialam sangat dominan, tetapi di kawasan
perkotaan, keragaman dari sisi ini cukup tinggi. Potensi keragaman tersebut
bermuara pada berkembangnya beberapa komunitas, seperti komunitas
nelayan dan petambak di sepanjang pantai Selat Makassar, komunitas petani
garam di pesisir pantai Selatan, serta komunitas petani yang tersebar di
seluruh wilayah Sulsel. Bahkan ada beberapa komunitas yang berbasis pada
aktivitas ekonomi sekunder, seperti pengrajin besi di Massepe dan pengrajin
perahu di daerah kabupaten Bulukumba.
Umumnya, komunitas-komunitas itu berskala kecil, tetapi memiliki kearifan
lokal yang berkaitan dengan sumberdaya alam yang ada disekitarnya.
Komunitas petani misalnya, memahami kapan waktu yang tepat untuk mulai
menanam serta bagaimana menangani hama, demikian pula halnya dengan
komunitas nelayan yang bahkan telah begitu akrab dengan pantai dan laut,
sehingga mengetahui peluang terjadinya badai.
Pada saat sekarang, kualitas peran atau bahkan eksistensi komunitaskomunitas dimaksud sedang dan terus mengalami degradasi. Komunitas
pengrajin besi di Massepe kehilangan eksistensinya karena tidak mampu
bersaing

dengan

berbagai

pilihan

yang

ditawarkan

oleh

lingkungan

strategisnya. Demikian pula halnya dengan komunitas nelayan dan petambak


di sepanjang Selat Makassar yang mengalami krisis akibat soft-structure-nya
yang berbasis pada sistem Punggawa-Sawi mengalami kegoyahan karena
tidak mampu mempertahankan diri terhadap altenatif kelembagaan ekonomi
baru, seperti Bank Perkreditan Rakyat, yang ditawarkan pemerintah melalui
berbagai program pembangunan.
Komunitas tradisional yang mampu sertahan saat ini tinggal segelintir, salah
satu di antaranva adalah Komunitas Kajang di Kabupaten Bulukumba.
Senyatanya, komunitas ini benar-benar merupakan suatu komunitas yang
unik dengan identitas yang unik pula. Walaupun, secara sosial ekonomi
komunitas ini tidak menunjukkan keunggulan lokal (dari perspektif ekonomi
modern),

tetapi

mungkin

saja,

mereka

memang

tidak

mengarahkan

pengembangan komunitas mereka ke arah itu. Komunitas ini mampu


sertahan karena berhasil menutup diri atau setidaknya membatasi interaksi
dengan lingkungannya.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 43

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

a. Ketenagakerjaan
Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan sebagian besar bekerja di sektor
pertanian. Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan yang bekerja pada
sektor pertanian mencapai 54,20% (1.530.385 jiwa) dari jumlah penduduk
yang berumur di atas 10 tahun. Tingginya jumlah penduduk yang bekerja di
sektor pertanian menunjukkan bahwa tingkat kebergantungan penduduk
terhadap sektor pertanian masih sangat tinggi. Sebagian besar daerah di
Provinsi Sulawesi Selatan penduduknya bekerja pada sektor pertanian.
Hanyak penduduk Kota Makassar dan Kota Pare-pare yang sebagian besar
penduduknya bekerja di sektor non pertanian yaitu sektor perdagangan,
hotel, dan restoran. Jumlah penduduk di Kota Makassar dan Kota Pare-pare
yang bekerja pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran masing-masing
sebesar 161.583 jiwa dan 12.171 jiwa.
3.15 PEREKONOMIAN WILAYAH
Pada sektor perekonomian wilayah, lembaga-lembaga yang mengkhususkan
diri di bidang ini menunjukkan kecenderungan bertumbuh dengan laju yang
cukup tinggi. Walaupun, dari sisi identitas umumnya mirip satu dengan
lainnya. Dengan kata lain, kebanyakan lembaga dimaksud menyandang
identitas sebagai lembaga ekonomi modern yang memposisikan keuntungan
sebagai

orientasi

utama

dengan

seperangkat

aturan

dan

nilai

yang

cenderung serupa pula. Keberadaan lembaga ini bukannya, menambah


kualitas keragaman, tetapi justru sebaliknya, karena memarginalkan lembaga
tradisional. Kehadiran lembaga ekonomi modern dalam bentuk Bank dan
Koperasi telah menggeser lembaga tradisional. Demikian pula kehadiran
lembaga pasar modern cenderung meminggirkan eksistensi pasar tradisional.
Kehadiran pasar modern yang mestinya menambah keragaman, justru
melemahkan entitas yang sudah ada. Kehadiran perusahaan besar sebagai
lembaga ekonomi yang lebih terkonsentrasi pada bidang otomotif dan
konstruksi, kurang mendorong produksi manufaktur dan agroindustri, juga
menjadi fenomena di balik rendahnya keragaman dalam kelembagaan
ekonomi. Lembaga ekonomi dalam perdagangan komoditas utama seperti
Kakao, Beras dan Rumput Laut, belum bergeser dari sekedar pedagang
pengumpul kearah pencipta nilai tambah melalui industri pengolahan.
3.16 Struktur Ekonomi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu pencerminan
kemajuan ekonomi suatu daerah. Sementara itu, potensi ekonomi yang suatu
wilayah dapat diukur dari kontribusi masing-masing sektor terhadap nilai
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Variabel yang digunakan dalam
DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 44

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

PDRB terdiri dari 9 (sembilan) sektor lapangan usaha, yaitu sektor pertanian,
pertambangan dan penggalian, industri dan pengolahan, listrik, gas dan air
minum, bangunan, perdagangan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa.
PDRB Sulsel atas dasar harga berlaku pada tahun 2005 sekitar 51.912.881,19
Milyar Rupiah, dengan konstribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian
sebesar 31,60% dan disusul oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel
yaitu sebesar 15,15%. Sedangkan PDRB Sulsel atas dasar harga konstan 2000
pada Tahun 2005 sebesar 36.424.018,02 milyar rupiah. Secara umum
pertumbuhan tersebut diatas rata-rata pertumbuhan PDRB Nasional.
Karakteristik penting yang melekat dalam proses pertumbuhan ekonomi
yaitu dari tingkat perubahan struktural dan sektoral yang tinggi. Komponen
utama dari perubahan struktural ini meliputi pergeseran secara bertahap
kegiatan-kegiatan dari bidang pertanian ke bukan pertanian. Struktur
perekonomian Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun 2000 - 2004 tidak
mengalami banyak perubahan.
Tabel 3.10
Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta)
Lapangan Usaha

Tahun
2001

2002

2003

2004

2005

1
.

Pertanian

11.785.1
84

12.328.0
38

12.432.5
41

12.313.0
64

11.337.5
54

2
.

Pertambangan & Penggalian

3.002.79
4

2.886.81
4

3.205.95
0

3.498.30
8

3.649.46
9

3
.

Industri Pengolahan (tanpa


migas)

4.219.28
3

4.344.97
7

4.688.36
1

4.980.59
5

5.112.43
3

4
.

Listrik dan Air Bersih

293.216

325.842

407.791

408.719

342.428

5
.

Bangunan

1.347.46
3

1.432.88
8

1.519.45
5

1.684.33
1

1.712.29
4

6
.

Perdagangan, Hotel dan


Restoran

4.556.76
1

4.775.92
6

5.094.17
3

5.420.04
1

5.388.58
0

7
.

Pengangkutan dan Komunikasi

2.149.31
5

2.275.76
9

2.526.73
6

2.830.59
9

2.757.77
6

a. Angkutan

1.624.40
4

1.714.84
5

1.918.55
8

2.141.17
6

2.215.22
4

505.299

540.262

584.858

663.124

542.551

b. Komunikasi
8
.

Keuangan, Persewaan & Jasa


Perusahaan

1.298.56
3

1.408.48
7

1.705.13
2

2.198.25
5

2.152.67
5

9
.

Jasa-jasa

3.791.65
5

4.011.89
8

4.064.10
0

4.195.13
2

3.970.80
4

a. Pemerintahan Umum

3.563.17

3.772.83

3.810.71

3.923.11

3.678.17

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 45

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

228.480

239.062

253.383

272.016

294.629

32.444.2
33

33.790.6
40

35.644.2
39

37.529.0
45

36.424.0
18

b. Swasta
Total Sektor

Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan, 2006

3.17 Pertumbuhan Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diartikan sebagai kemampuan
daerah tersebut dalam jangka panjang untuk menyediakan berbagai benda
ekonomi yang terus meningkat kepada penduduknya. Tingkat pertumbuhan
ekonomi ini ditentukan oleh pertambahan yang sebenarnya dari barang dan
jasa

yang

diproduksi

oleh

kegiatan

ekonomi.

Berdasarkan

tingkat

pertumbuhan yang dicapai dari tahun ke tahun maka secara kasar dapat
dinilai prestasi dan kesuksesan suatu daerah serta kemampuan daerah untuk
mengendalikan kegiatan ekonomi jangka panjang.
Pertumbuhan

PDRB

merupakan

salah

satu

indikator

penting

untuk

mengetahui perkembangan ekonomi suatu wilayah dalam suatu periode


tertentu. Pertumbuhan rata-rata Provinsi Sulawesi Selatan selama kurun
waktu tahun 2001-2005 sekitar 5.78%.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 46

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Tabel 3.11
Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2000 - 2004
(%)
Lapangan Usaha
1
.
2
.
3
.
4
.
5
.
6
.
7
.

8
.
9
.

20012002

Tahun
200220032003
2004

20042005

RataRata

Pertanian
4,61

0,85

-0,96

-7,92

-0,86

-3,86

11,05

9,12

4,32

5,16

2,98

7,90

6,23

2,65

4,94

11,13

25,15

0,23

-16,22

5,07

6,34

6,04

10,85

1,66

6,22

4,81

6,66

6,40

-0,58

4,32

5,88
5,57
6,92

11,03
11,88
8,25

12,03
11,60
13,38

-2,57
3,46
-18,18

6,59
8,13
2,59

8,47

21,06

28,92

-2,07

14,09

5,81
5,88
4,63
4,15

1,30
1,00
5,99
4,61

3,22
2,95
7,35
0,85

-5,35
-6,24
8,31
-0,96

1,25
0,90
6,57

Pertambangan & Penggalian


Industri Pengolahan (tanpa
migas)
Listrik dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
a. Angkutan
b. Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
Jasa-jasa

a. Pemerintahan Umum
b. Swasta
Total Sektor
Sumber : Hasil perhitungan

3.18 Pendapatan Masyarakat


Tingkat dan laju pertumbuhan PDRB per kapita dapat dipakai sebagai salah
satu indikator untuk mengukur ekonomi rakyat. Dimana PDRB per kapita atas
dasar harga berlaku menggambarkan besarnya nilai tambah domestik bruto
per penduduk. Sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga konstan dapat
digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan nyata ekonomi perkapita.
Angka Perkapita Bruto (atas dasar harga konstan tahun 2000) penduduk
Sulsel sebesar 4.859.318,51 rupiah.
3.19 Produksi Sektor-sektor Unggulan
Sektor-sektor yang dominan menjadi penggerak roda perekonomian dalam
pengembangan wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk mendapatkan
gambaran sektor-sektor perekonomian tersebut akan dilakukan kajian
terhadap produksi masing-masing sub-sektor, kemudian digambarkan secara
spasial ke dalam bentuk peta penyebaran lokasi produksi untuk analisis
pemusatannya.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 47

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

a) Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura


Tanaman padi terutama padi sawah merupakan salah satu komoditas andalan
Provinsi Sulawesi Selatan. Produksi tanaman padi sawah di Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2005 mencapai sekitar 3.375.210 ton dari areal seluas
725.7663 Ha. Tingkat produktivitas pada tahun ini sebesar 4,65 ton/Ha.
Kabupaten penghasil padi sawah terutama adalah Kabupaten Bone, Soppeng,
Wajo, Sidrap, Pinrang dan Luwu yang dikenal dengan sebutan Kawasan
Bosowasipilu. Hal ini ditunjukan dengan besarnya nilai LQ lebih besar dari 1,
yang berarti disamping memenuhi kebutuhan di wilayah itu sendiri, produksi
padi juga dapat memenuhi kebutuhan di wilayah propinsi.
Produksi jagung di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki tingkat produktivitas
sebesar 3,42 ton/ha atau 705.995 ton/206.569 luas panen. Sentra tanaman
jagung terdapat di Kabupaten Bantaeng, Jeneponto, Gowa, Enrekang dan
Bulukumba. Tanaman ubi memiliki produktivitas cukup tinggi bila
dibandingkan dengan jenis tanaman pangan lainnya. Jenis tanaman ubi yang
ditanam yaitu ubi jalar dan ubi kayu. Produksi tanaman ubi jalar mencapai
produktivitas sekitar 13,38 ton/Ha ataum 53.513 on/4.000 luas panen,
sedangkan produktivitas tanaman ubi kayu sekitar 16,85 ton/Ha atau 464.436
ton/27.568 luas panen. Tanaman ubi jalar terutama terdapat di Kabupaten
Tana Toraja, Bulukumba, Selayar, Gowa dan Luwu Utara. Sedangkan tanaman
ubi kayu terdapat di Kabupaten Selayar, Gowa, Jeneponto, Takalar dan di
sekitar Makasar.
Tingkat produktivitas tanaman kacang-kacangan baik kacang tanah, kedelai
maupun kacang hijau berkisar sekitar 1 ton/ Ha. Luas lahan areal perkebunan
kacang-kacangan saat ini masih relatif kecil. Kabupaten penghasil kacang
kedelai terutama adalah Kabupaten Jeneponto, Bone, Soppeng, Wajo, Takalar,
Enrekang. Tanaman kacang tanah terdapat di Kabupaten Pare-pare, Selayar
dan Bone, sedangkan tanaman kacang hijau terutama terdapat di Kabupaten
Takalar, Pangkep, Selayar dan Jeneponto.
Disamping tanaman pangan, terdapat juga potensi sayur-sayuran dan buahbuahan. Jenis sayur-sayuran yang banyak diusahakan di wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan adalah kentang, kubis, sawi, bawang merah, kacang
panjang, cabe, ketimun, labu siam, kangkung, bayam dan wortel.
b) Sektor Perkebunan
Sektor perkebunan di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu sektor
yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap devisa negara melalui
beberapa komoditas eksport unggulan diantaranya kakao. Produksi tanaman
kakao tahun 2005 sebesar 222.566,82 ton. Demikian pula dengan produksi
kelapa dalam sebesar 101.375,40 ton. Biji kakao merupakan salah satu
komoditi utama ekspor dari Provinsi Sulawesi Selatan. Daerah penghasil
DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 48

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

kakao terutama adalah Kabupaten Luwu Utara, Luwu Timur dan Luwu.
Komoditas ekspor lainnya adalah kopi baik kopi arabika maupun robusta,
sentra penanaman kopi terutama di Kabupaten Tana Toraja. Komoditas
perkebunan lainnya adalah kelapa, cengkeh, pala, tembakau, tebu, kayu
manis, vanilli dan lada..
c) Sektor Perikanan
Usaha perikanan laut di Provinsi Sulawesi Selatan lebih dominan dibanding
perikanan darat. Produksi perikanan darat berasal dari perairan umum
(danau, sungai dan rawa) dan budidaya ikan (tambak air payau dan kolam/
sawah). Produksi perikanan dari perairan umum dan tambak air payau
terdapat hampir di seluruh wilayah kabupaten/ kota. Hasil perikanan laut
pada tahun 2005 mencapai 315.734 ton. Komoditas yang menonjol adalah
udang dengan total produksi sebesar 6.668 Ton, rumput laut 17.161 Ton,
lainnya 1.115.295 ton. Jenis komoditi perikanan lainnya adalah ikan cakalang,
tuna, tongkol, udang, rumput laut, teripang, cumi-cumi dan lain-lain. Produksi
perikanan laut terutama berasal dari Kabupaten Bone, Jeneponto dan Takalar.
Sedangkan produksi perikanan darat terutama terdapat di Kabupaten Wajo,
Bone, Sinjai dan Pinrang.
d) Sektor Peternakan
Jenis ternak yang diusahakan di Provinsi Sulawesi Selatan antara lain sapi,
kambing, ayam buras, itik. Arahan kawasan sentra peternakan di Provinsi
Sulawesi Selatan adalah Kawasan Bulukumba, Watampone, Pare-pare dan
sekitarnya.
e) Sektor Kehutanan
Kawasan hutan Provinsi Sulsel pada Tahun 2005 seluas 3.090.005 ha terdiri
atas 1.224.279,65 ha hutan lindung, 488.551,00 hutan produksi terbatas, dan
131.041,10 ha hutan produksi biasa. Produksi kayu di Provinsi Sulawesi
Selatan tahun 2005 mencapai 69.095,09 M 3. Hasil lainnya yakni rotan
5.031,02 M3 dan getah pinus 228,45 m3.
f) Sektor Pertambangan
Kontributor terbesar sektor pertambangan adalah pertambangan non migas.
Sejauh ini pertambangan yang dieksploitasi adalah nikel. Pertambangan nikel
terdapat di Soroako, Kabupaten Luwu Utara yang dikelola oleh PT.
International Nickel Company (INCO). Pada tahun 2004 volume export hasil
pertambangan nikel mencapai 73.283 ton dengan nilai eksport sekitar USD
386 juta.
Disamping nickel Provinsi Sulawesi Selatan juga memiliki potensi tambang
lainnya diantaranya tembaga, pasir besi hitam, kramit, emas, pirit, belerang,

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 49

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

batu bara, batu mulia dan bahan bangunan seperti batu gunung, endapan
lahar dan batu kasar.
Beberapa wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan juga memiliki cadangan
minyak bumi yaitu di Laut Sulawesi, Enrekang dan Selayar, yang saat ini
belum dieksploitasi.
g) Sektor Industri
Dari sektor industri tercatat sejumlah perusahaan industri pengolahan hasil
pertanian dan kehutanan, industri logam, mesin dan aneka, serta industri
kecil. Termasuk dalam kategori industri hasil pertanian adalah industri
makanan, industri pengolahan tembakau (industri rokok kretek), industri
kayu, bambu dan rotan. Termasuk dalam kategori industri aneka antara lain
adalah industri bordiran, penjahitan, service elektronik.
Perusahaan di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2004 tercatat sebanyak
65.906 buah dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 210.689 orang. Terjadi
penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya, dimana tercatat sebanyak
74.212 buah yang menyerap tenaga kerja sebanyak 209.319 orang.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 50

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Tabel 3.12
Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2004

No.

Kabupaten

Jumlah

/ Kota

Indust
ri

Industri Kecil
Tenag
Nilai
a
Produksi
Kerja

Nilai
Investas
i
17.743,1

Selayar

6.013

11.633

57.551,31

Bulukumba

4.019

12.541

50.701,14

Bantaeng

2.169

7.980

22.532,50

7.095,51

Jeneponto

2.574

7.389

6.378,40

3.884,22

Takalar

3.314

9.070

11.642,50

Gowa

3.783

13.501

22.102,72

1.866,11
17.050,0

Sinjai

2.490

6.520

38.346,19

Maros

1.360

3.159

11.800,50

5
7.081,50

Pangkep

2.284

8.836

16.536,46

10

Barru

1.365

4.456

11.241,75

11

Bone

5.053

15.524

63.824,54

12

Soppeng

3.410

10.550

4.746,61

13

Wajo

10.239

29.294

65.752,24

14

Sidrap

3.704

11.229

17.018,48

15

Pinrang

2.402

7.891

55.109,11

16

Enrekang

2.793

6.666

24.065,10

17

Luwu

170

759

14.161,84

18

Tana Toraja

2.891

6.659

29.009,43

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3
20.866,9
7

Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan


Jumlah
Tenag
Nilai
Nilai
Indust
a
Produksi
Investasi
ri
Kerja
48.315.079,0
14.075.485,5
5.504
10.367
0
0
29.254.912,0
16.578.022,0
1.976
7.539
0
0
20.173.915,0
2.018
7.751
5.374.892,00
0
1.889
5.927
4.959.470,00
2.456.599,00
2.797

6.753

7.884.838,00

1.683

4.721

7.580.084,43

1.927

5.098

1.025

2.161

5.316,82

1.407

6.471

2.885,58
23.675,3

1.020

3.482

3.488

10.677

2.413

7.311

2.188

6.012

1.628

6.265

1
10.596,2

7
2.917,79
12.925,6
8
6.608,68
12.631,0

1.464

5.679

7.745,12

1.786

4.202

2.847,96

91

473

1.928

4.534

16.011,4
5

28.996.190,0
0
7.125.000,00
10.393.795,0
0
8.163.101,00
37.201.981,0
0
3.364.332,00
16.936.629,0
0
10.127.532,0
0
31.026.660,0
0
16.706.645,0
0
10.127.532,0
0
22.327.205,0
0

Industri Logam Mesin dan Aneka


Jumlah
Tenag
Nilai
Nilai
Indust
a
Produksi
Investasi
ri
Kerja
509

1.266

2.043

5.002

88

229

2.358.581,00

1.720.619,00

685

1.462

1.418.930,00

1.427.622,00

517

2.317

329.450,00

2.100

8.780

3.757.630,00
14.522.356,0

6.238.246,00

563

1.422

9.350.000,00

4.360.000,00

4.785.500,00

335

998

4.675.500,00

2.296.000,00

3.171.813,60

877

2.365

6.142.657,00

2.145.010,72

1.871.250,00
15.252.801,0

245

974

1.014.325,00

1.565

4.847

3.078.645,00
26.622.564,0

997

3.239

3.753.948,00

8.051

23.282

3.908.681,00

2.076

4.964

1.536.656,00
13.526.866,1
2

0
2.070.843,00

9.236.226,00

3.658.640,00

21.446.226,0

4.288.946,00

3.523.127,88

8.422.568,00

0
1.382.273,00
45.815.606,0

846.946,00
9.171.690,00

0
6.890.950,00

2.900.000,00

24.082.450,0

8.392.498,00

938

2.212

6.650.645,50

1.007

1.464

7.358.460,00

1.094.470,00

1.869.471,00

79

296

3.813.450,00

978.491,00

963

2.125

6.682.229,00

3.033.804,50

12.977.647,8
5

4.238.535,00

3 - 51

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

19.330,2

19

Luwu Utara

447

1.296

61.691,72

20

Luwu Timur

49

402

50.198,53

21

Makassar

4.211

31.108

586.168,46

22

Parepare

1.005

3.417

30.035,27

23

Palopo

161

899

123.489,56

4.308,70

TOTAL

65.906

210.77

1.374.104,

409.683,

9
36
Sumber: Dinas Perindustrian Prov. Sulawesi Selatan

76

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

0
450,00
191.875,
32
13.970,3
6

326

642

14

112

1.973

14.939

578

2.226

74

389

39.197

57.116.718,0

18.715.200,0

0
35.605.330,0

0
319.580.225,
00
19.327.800,0
0
28.912.750,0

123.73

0
781.207.723,

43

121

654

35

290

2.418

16.625

9.547.295,00

427

1.191

2.687.200,00

87

510

26.726

86.514

135.000,00
97.437.659,0
0

253.014.219,
57

4.575.000,00

615.000,00

14.593.200,0

290.000,00

0
266.588.239,

94.437.659,0

00
10.707.473,0

0
4.423.069,00

0
94.576.810,0

1.321.498,00

0
589.675.455,

156.537.471,

00

10

3 - 52

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

h. Sektor Pariwisata
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki banyak potensi obyek wisata, beberapa
diantaranya saat ini masih belum dipasarkan. Wilayah Sulawesi Selatan
memiliki pemandangan pantai yang indah, pegunungan, dan hamparan
sawah yang menghijau. Jalur jalan pesisir barat dari makasar sampai Parepare
dipenuhi dengan pemandangan yang indah, sebagian besar area ini adalah
pegunungan kapur yang dipisahkan oleh bukit-bukit yang rumit dan jurang
terjal dengan banyak goa yang dapat dijelajah. Beberapa tempat wisata di
Provinsi Sulawesi Selatan antara lain :
Lemo, di Tana Toraja
Merupakan goa alam batu yang dipahat oleh leluhur Toraja ratusan
tahun silam. Goa ini berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat yang
telah diupacarakan.
Sadan Tobarana
Salah satu perkampungan Tana Toraja yang memiliki ciri khas
tersendiri, baik dari arsitektur rumahnya (Tongkonan) maupun lumbung
padi (Alang Sura). Para pengunjung dapat menyaksikan jajaran rumahrumah adat yang berhadap-hadapan dengan jajaran lumbung padi.
Terletak 9 km arah utara Kota Rantepao.
Bira
Merupakan tempat wisata pantai di Selat Makasar dengan air laut yang
jernih. Pantai-pantai di sekitar Pulau Selayar dan batu karang di sekitar
Pulau Kambing merupakan pemandangan yang indah.
Malino
Merupakan taman wisata alam dengan udara yang sejuk karena
terletak 1500 m diatas permukaan laut. Taman ini terkenal dengan
bunga-bunga dan buah-buahan tropisnya terutama markisa. Taman
Wisata Malino terletak di Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa,
sekitar 70 km dari Kota Makasar.
Tanah Beru
Adalah salah satu desa di Kabupaten Bulukumba yang sangat terkenal
sebagai tempat pembuatan perahu tradisional Bugis atau Perahu
Phinisi baik dalam ukuran kecil maupun besar. Termasuk Perahu Phinisi
Nusantara yang telah melayari Samudera pasifik melalui Vancouver,
dan Ammna Gappa yang telah berlayar sampai ke Madagaskar.
Tana Towa Kajang
Adalah salah satu sub etnik dari etnik madagaskar. Pola hidup
penduduknya agak unik, dipimpin oleh kepala suku yang disebut
Ammatoa yang dianggap sebagai pemimpin politik dan spiritual.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 53

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Meraka hidup menyatu dengan alam dan tidak ada kehidupan dengan
peralatan modern. Pada saat-saat tertentu mengadakan upacaraupacara adat yang ritual dan sakral. Untuk bertemu muka dengan
Ammatoa tamu harus memakai pakaian hitam.
Benteng Makasar (Fort Rotterdam)
Terletak di Makasar. Benteng ini dibangun oleh Raja Gowa X Karaeng
Tunipalangga Ulaweng pada tahun 1545 untuk melawan Belanda. Tapi
pada tahun 1667 benteng ini berhasil direbut Belanda dan diberi nama
Fort Rotterdam dan digunakan sebagai pusat pemerintahan dan
perdagangan. Selama pendudukan Jepang, benteng ini berfungsi
sebagai pusat studi pertanian dan bahasa. Saat ini Benteng Fort
Rotterdam dimanfaatkan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan
Purbakala, juga dimanfaatkan sebagai musium (Musium La Galigo)
yang dahulu merupakan gudang rempah-rempah.
Makam Pahlawan Pangeran Diponegoro, terletak di Kota Makasar
Makam Pahlawan Sultan Hasanuddin dan Makam Raja-raja Gowa
Terletak di Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa sekitar 9 km dari
Kota Makasar. Di areal ini terdapat batu yang digunakan sebagai
tempat pelantikan raja-raja Gowa dan masjid kuno. Di luar lingkungan
makam terdapat sebuah batu dari Tomanurung yaitu batu tempat
semua raja Gowa dinobatkan.
Pulau Kayangan
Terletak di sebelah barat Kota Makasar yaitu di wilayah Kecamatan
Ujung Pandang. Di sini para pengunjung dapat menikmati kegiatan ski
air, memancing, berlayar dan berenang. Pada hari-hari besar biasanya
ada atraksi yang disajikan oleh pengelola Pulau Kayangan.
Pulau Samalona
Pulau ini memiliki tempat rekreasi seperti berenang, memancing,
menyelam dan berjemur di atas pasir putih yang bersih, sepi, aman,
dan airnya bebas polusi. Pulau Samalona terletak sekitar 9 mil dari
Kota Makasar.
Pulau Lae-lae
Di Pulau ini pengunjung dapat menyaksikan kehidupan para nelayan.
Pengunjung juga dapat berekreasi dengan mandi di laut dan menikmati
ikan bakar. Terletak sekitar 2 mil dari Kota Makasar, dapat juga
ditempuh sekitar 5 menit dari Pantai Losari
Taman Anggrek Clara L. Bundt
Merupakan hasil karya Mr. Bundt, dimana terdapat berbagai jenis
anggrek hasil persilangan, dan juga koleksi siput. Terletak di Makasar.
Museum Balla Lompoa
DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 54

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Musiem ini merupakan rekonstruksi bentuk istana tua raja Gowa, dalam
susunan kayu yang telah dibangun sejak tahun 1939 dan telah
direnovasi pada tahun 1978/1980. Musium ini terletak di Kecamatan
Somba Opu, Kabupaten Gowa, sekitar 11 km dari Kota Makasar.
Miniatur Sulawesi Benteng Somba Opu
Merupakan pusat budaya dan sejarah Sulawesi Selatan. Di sekitar
Benteng Somba Opu ini dibangun kembali berbagai rumah adat
tradisional dari beberapa etnis di Sulawesi Selatan antara lain rumah
adat Kajang (Makasar), Bugis, Mandar dan Toraja. Terletak sekitar 2 km
ke arah Selatan dari Kota Makasar.
Bantimurung
Merupakan hutan cagar alam yang dilindungi. Di kawasan ini
pengunjung dapat menikmati air terjun yang jernih serta menyaksikan
aneka spesies kupu-kupu. Di lokasi ini terdapat Goa Mimpi, yang kaya
akan keindahan stalaktit dan stalakmit. Cagar Alam Bantimurung
terletak di Kabupaten Maros.
Bisappu
Adalah air terjun yang sangat indah, yang membelah alam hutan
Bantaeng. Airnya mengalir deras dari ketinggian yang nampak dari
kejauhan seperti air terjun Niagara. Sebelum memasuki lokasi ini, para
pengunjung dapat menikmati panorama yang permai. Terletak di
Kecamatan Bisappu, Kabupaten Bantaeng.
3.20 SISTEM TRANSPORTASI WILAYAH
Seluruh ibukota kabupaten telah saling berhubungan melalui jalan raya yang
pada umumnya memiliki kualitas yang cukup baik, walaupun kapasitasnya
mulai dirasakan tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan arus
barang dan penumpang, khususnya poros Makassar-Parepare. Di samping itu,
keterpaduan sistem transportasi, khususnya antar moda, belum optimal.
Waktu menunggu di terminal antar moda--di pelabuhan dan bandara--relatif
lama. Kondisi seperti ini sangat tidak kondusif, terutama bagi komoditas
pertanian yang sangat rentan terhadap waktu. Ekspor komoditas pertanian,
udang segar misalnya, menghadapi kendala utama berupa tidak adanya
penerbangan reguler dari Bandara Hasanuddin ke luar negeri. Pembangunan
jalan tol pelabuhan diharapkan akan mengurangi hambatan ini. Demikian
pula halnya dengan pembangunan jalan lingkar luar Makassar yang akan
memperlancar arus barang antar daerah kabupaten di bagian Selatan dan di
bagian utara Sulsel, tanpa harus memasuki kota Makassar.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 55

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Penggunaan peti kemas sangat membantu khususnya di terminal antar


moda. Walaupun demikian, mengingat model angkutan ini membutuhkan
volume yang relatif besar, maka waktu pengumpulan akan meningkat yang
pada gilirannya akan meningkatkan pula waktu menunggu (waiting time)
yang selanjutnya bermuara pada peningkatan biaya transportasi. Kondisi
seperti ini, dalam banyak kasus membuat daya tarik komoditas ekspor Sulsel
di pasar global cenderung berkurang.
Transportasi antarpulau juga merupakan kendala bagi terwujudnya Sulsel
sebagai suatu komunitas yang utuh. Umumnya, transportasi antar pulau
hanya dilayani oleh pelayaran rakyat yang sangat rentan terhadap musim.
Dikombinasikan dengan fasilitas keselamatan pelayaran yang relatif sangat
tidak memadai. Ini mengakibatkan kebanyakan pulau menjadi wilayah
marginal (remote island) yang menelantarkan penduduknya dan sekaligus
menutup peluang untuk memanfaatkan sumberdaya perairan dan perikanan
yang cukup melimpah.
Transportasi udara di dalam wilayah Sulsel masih dalam taraf awal
pengembangannya. Bandara Pong Tiku di Tator dapat melayani kebutuhan
lalu lintas udara antara Makassar dengan wilayah Sulsel bagian Utara
(Kabupaten Tator dan sekitarnya). Sejak beberapa tahun sebelumnya,
bandara ini memberikan kontribusi bagi pengembangan sektor transportasi.
Kendala yang dihadapi adalah faktor musim/iklim yang tidak kondusif bagi
penerbangan pesawat kecil.
Bandara. di Soroako yang dioperasikan oleh PT. Inco memiliki posisi strategis
karena menghubungkan Makassar dengan wilayah Luwu yang relatif jauh jika
menggunakan transportasi darat. Pengembangan wilayah di kawasan itu
cukup terdorong oleh keberadaan Bandara itu. Sebaliknya juga benar, bahwa
pengembangan Luwu dan sekitarnya akan mendorong pengembangan
Bandara itu.
Bandara Hasanuddin merupakan Bandara terpenting di Kawasan Timur
Indonesia (regionanl hubs). Itu terutama disebablan oleh posisi geografis
Makassar yang merupakan jembatan antara Kawasan Barat dan Kawasan
Timur Indonesia dan tingkat perkembangan Sulsel yang relatif lebih baik
dibandingkan dengan wilayah lain di sekitarnya. Pada saat sekarang, fasilitas
Bandara sangat tidak memadai untuk melayani jumlah penumpang domestik
yang terus meningkat pesat. Pengoperasian Terminal baru pada tahun 2008,
diharapkan akan mengatasi masalah ini, termasuk angkutan barang (cargo).

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 56

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

3.21 Transportasi Darat


Sistem transportasi darat tersusun atas jaringan transportasi jalan termasuk
jaringan pelayanan, terminal, dan sarana.
Jalan adalah prasarana perhubungan darat dalam bentuk apa pun yang
diperuntukkan bagi lalu lintas umum, kecuali jalan kereta api. Jaringan jalan
primer menurut peranannya berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan
Prasarana Wilayah No. 375 Tahun 2004 dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:
Jalan Arteri, yaitu jalan arteri primer yang melayani angkutan utama yang
merupakan tulang punggung transportasi nasional yang menghubungkan
pintu gerbang utama (pelabuhan utama dan atau bandar udara kelas
utama).
Jalan Kolektor 1, yaitu jalan kolektor primer yang menghubungkan
antar ibukota provinsi.
Jalan Kolektor 2, yaitu jalan kolektor primer yang menghubungkan
ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota.
Jalan Kolektor 3, yaitu jalan kolektor primer yang menghubungkan
antaribukota kabupaten/kota.
Panjang jalan 2005 mengalami peningkatan sepanjang 754 km atau
meningkat sebesar 2,40% dibandingkan denganpanjang jalan pada tahun
2004, yaitu dari 31.373 km menjadi 32.127 km. Peningkatan panjang jalan
tersebut disebabkan adanya pembangunan jalan baru yaitu jalan kabupaten
sepanjang 746 km dan jalan kota sepanjang 8 km. Dalam periode tahun 2003
2004, jalan kabupaten mengalami peningkatan sebesar 2,89% sedangkan
jalan kota mengalami peningkatan sebesar 0,41%.

Adanya peningkatan

panjang jalan sebesar 2,40% secara keseluruhan tersebut akan meningkatkan


aksesibilitas terhadap daerah-daerah yang sebelumnya belum terjangkau.
Selain

itu,

peningkatan

panjang jalan tersebut akan mengakibatakan

penurunan rata-rata tingkat kepadatan kendaraan di jalan-jalan.


Kondisi permukaan jalan di Provinsi Sulawesi Selatan diklasifikasikan menjadi
4 kondisi, yaitu baik, sedang, rusak, dan rusak berat. Keempat jenis kondisi
jalan tersebut memiliki karakterstik masing-masing, yaitu:
Jalan baik adalah jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan
kecepatan 60 km/jam dan selama dua tahun mendatang tanpa
pemeliharaan/rehabilitasi pada pengerasan jalan.
Jalan sedang adalah jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan
kecepatan 40 60 km/jam dan selama satu tahun mendatang tanpa
pemeliharaan/rehabilitasi pada pengerasan jalan.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 57

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Jalan rusak adalah jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan
kecepatan 20 40 km/jam dan perlu ditambah perbaikan fondasi jalan.
Jalan rusak berat adalah jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan
dengan kecepatan 0 20 km/jam
Kategori kelas jalan IIIC merupakan kelas jalan terpanjang yaitu sepanjang
7.114 km pada tahun 2003 dan turun menjadi 5.481 km pada tahun 2004.
Kedua angka tersebut berkontribusi sebesar 22,68% pada tahun 2003 dan
17,06% pada tahun 2004. Jalan dengan kategori kelas I merupakan jalan yang
paling pendek yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan. Panjang jalan kelas
jalan I pada tahun 2003 sepanjang 103 km (0,33%) dan meningkat menjadi
151 km (0,47%) pada tahun 2004.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 58

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.15
Peta Jaringan Jalan

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 59

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

3.22 Transportasi Laut


Keberadaan prasarana transportasi laut merupakan salah satu hal yang
penting bagi pengembangan wilayah Republik Indonesia yang merupakan
negara kepulauan. Pengembangan prasarana tranportasi laut khususnya
pelabuhan di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu hal yang
penting bagi pergerakan penumpang dan barang untuk menggerakkan roda
perekonomian di Provinsi Sulawesi Selatan. Pelabuhan laut yang terdapat di
Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan hirarkinya terdiri dari pelabuhan
internasional, pelabuhan nasional, dan pelabuhan regional.
Pelabuhan Makassar merupakan satu-satunya pelabuhan internasional yang
terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan. Karena fungsinya sebagai pelabuhan
internasional, pelabuhan tersebut memiliki volume bongkar muat barang dan
naik penumpang yang paling tinggi baik dari dalam maupun luar negeri.
Volume bongkar dan muat barang dari dalam negeri di Pelabuhan Makassar
pada tahun 2004 mencapai 1.327.330 ton dan 957,422 ton. Volume bongkar
dan muat barang dari luar negeri di pelabuhan tersebut mencapai 676.816
ton dan 1.087.440 ton. Jumlah kunjungan kapal di pelabuhan ini pun
merupakan yang tertinggi dibandingkan denngan jumlah kunjungan di
pelabuhan-pelabuhan lainnya. Kunjungan kapal di pelabuhan Makassar pada
tahun 2004 mencapai 3.598 unit yang berasal dari pelayaran dalam negeri
dan 319 unit yang berasal dari pelayaran luar negeri.
Tabel 3.13
Volume Bongkar Muat Barang dan Naik Turun Penumpang
Pelabuhan-pelabuhan di Provinsi Sulawesi Selatan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Nama
Pelabuhan

Volume Bongkar Muat Barang (ton)


Dalam Negeri

Benteng
Jampea
Bulukumba
Bantaeng
Janeponto
Sinjai
Tujuh-tujuh
Bajoe
Pattirobajoe

Bongkar
24.907
850
1.161
525
8.831
4.417
726
4.207
511

Biringkassi
Awerange
Siwa
Palopo
Malili
Makassar

750.193
12.356
18.553
334.054
457.140
1.327.33

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

Muat
13.362
2.323
17.674
687
1.923
6.290
30.367
27.775
837
1.427.68
6
113.324
8.125
113.324
8.125
957.422

Luar Negeri
Bongkar
354
359.560
676.816

Muat
310.330
485
15.896
1.087.44

Volume
Penumpang
(orang)
Naik
Turun
5.698
10.774
2.965
3.753
6.387
4.527
2.456
2.498
402
92.768
332.160

606
103.362
417.335

3 - 60

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

0
486.325
314.264
3.432.08
3.043.50
1.036.73
6
8
0
Sumber: Statistik Perhubungan Sulawesi Selatan
16

Parepare

0
1.414.15
1

202.904

292.145

645.740

835.000

Di samping pelabuhan umum, terdapat dua pelabuhan khusus yang tedapat


di Provinsi Sulawesi Selatan. Pelabuhan khusus yaitu pelabuhan yang dikelola
untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Kedua
pelabuhan tersebut yaitu Pelabuhan Malili yang terdapat di Kabupaten Luwu
Timur dan Pelabuhan Biringkasi yang terdapat di Kabupaten Pangkajene
Kepulauan. Pelabuhan Malili merupakan pelabuhan dikelola untuk menunjang
kegiatan pertambangan nikel sedangkan Pelabuhan Biringkasi merupakan
pelabuhan yang dikelola untuk menunjang kegiatan industri semen.
Tabel 3.14
Jumlah Kunjungan Kapal dan DWT/GT Pelabuhan-pelabuhan di Sulawesi
Selatan
No
.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Pelayaran
Nasional
Nama Pelabuhan
DWT/GR
Unit
T
Benteng
Selayar
1.713
77.661
Jampea
Selayar
330
12.694
Bulukumba
Bulukumba
1.291
49.205
Bantaeng
Bantaeng
125
811
Janeponto
Janeponto
754
10.579
Sinjai
Sinjai
1.272
19.636
Tujuh-tujuh
Bone
822
24.573
Bajoe
Bone
727
45.108
Pattirobajoe
Bone
100
2.375
Biringkassi
Pangkep
1.550 1.577.729
Awerange
Barru
674
53.487
Siwa
Wajo
2.630
255.071
Palopo
Palopo
315
372.985
Malili
Luwu Timur
295
531.722
29.528.13
Makassar
Makassar
3.598
9
Parepare
Parepare
1.156 4.829.269
17.35 37.391.04
2
4
Sumber: Statistik Perhubungan Sulawesi Selatan
Kabupaten
/
Kota

Pelayaran
Internasional
Uni
t
DWT/GRT
4
31.605
36
267.742
319
4

4.553.238
20.600

363

4.873.185

3.23 Transportasi Udara


Prasarana transportasi udara di Provinsi Sulawesi Selatan meliputi beberapa
bandar udara yang tersebar di beberapa wilayah kabupaten/kota. Bandar
udara utama yang menjadi pusat persebaran primer adalah Bandara
Hasanuddin yang terletak di Kabupaten Maros. Bandara Hasanuddin
DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 61

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

merupakan simpul utama transportasi udara di Provinsi Sulawesi Selatan.


Bandar udara ini diarahkan untuk melayani jalur penerbangan internasional
dan domestik, baik penerbangan antarprovinsi maupun penerbangan dalam
provinsi. Jalur penerbangan antarprovinsi yang berasal dari dan menuju ke
Bandara Hasanuddin meliputi beberapa kota yaitu Jakarta, Surabaya,
Denpasar, Balikpapan, Manado, Gorontalo, Palu, Kendari, Ternate, Ambon,
Biak, Timika, dan Mamuju. Jalur penerbangan dalam provinsi meliputi
penerbangan yang berasal dari dan menuju ke Selayar, Luwu Timur, Luwu
Utara, dan Tana Toraja.

Gambar 3.16
Peta Sistem Transportasi laut atau udara

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 62

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

3.24 PRASARANA WILAYAH


Uraian mengenai prasarana wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan meliputi
berbagai

prasarana

yaitu

prasarana

pengairan,

prasarana

air

bersih,

prasarana persampahan, prasarana telekomunikasi, serta prasarana listrik


dan energi.
3.25 Prasarana Pengairan
Kondisi fisik Daerah Aliran Sungai berupa kondisi ekosistem pada umumya
mengalami kerusakan, dan mengalami penurunan daya dukung lingkungan
khususnya sumberdaya hutan yang semakin mengalami penipisan dan
berdampak pada terjadinya erosi, banjir, dan longsor. Kerusakan yang terjadi
pada umumnya disebabkan oleh perambahan hutan, peladangan berpindah,
eksploitasi hutan yang berlebihan, pengelolaan lahan tanpa tindakan
konservasi, ekstensifikasi pertanian (pembangunan yang tidak mengikuti
rencana tata ruang).
Jaringan Irigasi Sulawesi Selatan yang mencakup 4 (empat) Satuan Wilayah
Sungai (SWS) dengan panjang sungai 1922,70 km dan mengairi 207.928 Ha
sawah dengan jaringan primer sepanjang 521,86 km dan sekunder 1.823,97
km. Ada 2 (dua) kewenangan. Kewenangan pemerintah pusat meliputi
jaringan primer sepanjang 371,34 km dan 1.617,16 km jaringan sekunder.
Sistem jaringan ini mampu mengairi areal sawah seluas 171.74 Ha. Jaringan
yang berada dibawah pemerintah propinsi adalah sepanjang 124,56 km untuk
jaringan primer dan jaringan sekunder 184,52 dengan luas cakupan area
31.168 Ha.
Di antara jaringan irigasi yang dikemukakan di atas terdapat sepanjang 25,96
km jaringan primer dan 21,61 km jaringan sekunder lintas Kabupaten/Kota
yang merupakan kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi yang
mengairi luas areal 5.016 Ha. Jaringan Irigasi yang ada saat ini untuk
mendukung pengairan khususnya pertanian lahan basah dan pertambakan
yang terdiri dari irigasi teknis, semi teknis, sederhana, perdesaan, rawa dan
tadah hujan. Sebagai konsekuensi pertambahan luas jaringan irigasi tersebut
menuntut pemeliharaan dan partisipasi masyarakat serta dukungan tenagatenaga profesional dalam pelayanan terhadap masyarakat.
Pembangunan prasarana pengairan memiliki beberapa tujuan yaitu antara
lain

peningkatan

produktivitas

pertanian,

penyediaan

air

baku,

dan

perlindungan terhadap areal produksi pertanian dan permukiman dari bahaya


banjir. Salah satu prasarana pengairan yang dikembangkan di Provinsi
Sulawesi Selatan adalah bendungan yang tersebar di beberapa daerah

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 63

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

kabupaten. Prasarana pengairan tersebut diarahkan untuk menunjang


pengembangan pertanian lahan basah (irigasi) yang meliputi beberapa
wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara,
Kabupaten Luwu, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Bone, Kabupaten Sidrap,
dan Kabupaten Soppeng.
Tabel 3.15
Bendungan dan Bendung di Provinsi Sulawesi Selatan
No
.

Nama

Kabupate
n

Keterangan

1.

Bendungan Larona

Luwu Timur

kapasitas 10 juta m3

2.

Bendungan Balambano

Luwu Timur

kapasitas 3,25 juta m3

3.

Bendungan
Kabenakoman

Luwu Timur

layanan 4226 Ha

4.

Bendungan Kalaena

Luwu Timur

layanan 17504 Ha

5.

Bendungan Lamasi

Luwu

layanan 9842 Ha

6.

Bendungan Taccipi

Pinrang

layanan 1668 Ha

7.

Bendung
Sadangsawitto

Pinrang

layanan 7058 Ha

8.

Bendung Sadang Utara

Pinrang

layanan 5427 Ha

9.

Bendung Bulutimorais

Sidrap

layanan 5692 Ha

10.

Bendung Bantimurung

Maros

layanan 6513 Ha

11.

Bendung Kompili

Gowa

layanan 17800 Ha

12.

Bendung Pamuluku

Takalar

layanan 5253 Ha

13.

Bendung Kelara

Janeponto

layanan 7400 Ha

14.

Bendung Bilibili

Gowa

kapasitas 375 m3 debit 33


m3/dt,

15.

Bendung Kalola

Wajo

kapasitas 375 m3 layanan 6193


Ha

16.

Bendung Sanrego

Bone

layanan 9457 Ha

Sumber: Peta Prasarana Wilayah Indonesia 2006

Jumlah daerah irigasi yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan secara


keseluruhan terdiri dari 1.101 daerah irigasi dengan luas areal irigasi
mencapai 188.611 Ha. Daerah irigasi yang luas terdapat di Kabupaten Gowa,
Kabupaten Bone, dan Kabupaten Luwu. Daerah irigasi yang terdapat di ketiga
kabupaten tersebut masing-masing terdiri dari 20.043 Ha, 20.256 Ha, dan
19.319 Ha dengan masing-masing jumlah daerah irigasi sebanya 93, 118, dan
75 buah. Kabupaten dengan jumlah daerah irigasi terbanyak adalah
Kabupaten Bone yang memiliki 118 daerah irigas,i dan Kabupaten Soppeng
yang memiliki 106 daerah irigasi.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 64

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Tabel 3.16
Jumlah dan Luas Daerah Irigasi Desa (Ha)
di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005
No
.

Kabupate
n/ Kota

Daera
h
Irigasi

Irigasi
Swaday
a

Irigasi
Non
PU

Peningkat
an Oleh PU

Belum
Ditingkatk
an

300

Luas
Total

1.

Selayar

2.

Bulukumba

62

1.920

200

6.957

2.548

11.625

3.

Bantaeng

89

551

92

5.890

6.174

12.707

4.

Janeponto

37

210

300

4.403

2.791

7.704

5.

Takalar

11

875

1.201

1.416

3.492

6.

Gowa

93

4.518

450

9.535

5.540

20.043

7.

Sinjai

85

1.073

8.696

2.720

12.489

8.

Maros

66

350

90

5.416

3.831

9.687

9.

Pangkep

33

446

250

2.167

1.909

4.772

10.

Barru

28

200

500

3.402

698

4.800

11.

Bone

118

447

268

12.534

7.007

20.256

12.

Soppeng

106

494

4.436

4.087

9.017

13.

Wajo

17

1.847

588

2.435

14.

Sidrap

42

1.509

368

5.582

1.612

9.071

15.

Pinrang

54

1.886

180

5.745

96

7.907

16.

Enrekang

46

1.560

3.880

944

6.384

17.

Luwu

75

1.199

200

11.805

6.115

19.319

18.

Tana Toraja

60

1.450

965

3.978

3.885

10.278

19.

Luwu Utara

51

3.898

6.753

882

11.533

20.

Luwu Timur

21

3.220

1.047

4.267

21.

Makassar

22.

Parepare

96

429

525

23.

Palopo

1.101

22.586

3.863

107.843

54.319

188.61
1

Jumlah

300

Sumber: Sulawesi Selatan dalam Angka 2005

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 65

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.17
Peta Irigasi

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 66

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

3.26 Prasarana Air Bersih


Sumber air bersih di Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari air kemasan, PDAM,
pompa, sumur, mata air, air hujan, dan kategori lainnya. Sebagian besar
rumah tangga di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu 47,16% dari total jumlah
rumah

tangga di Provinsi Sulawesi Selatan (791.715 rumah

tangga)

memperoleh air bersih dari sumur. Jumlah rumah tangga yang memperoleh
air bersih dari PDAM baru mencapai 401.710 rumah tangga atau sekitar
23,93% jiwa. Sumber air bersih yang paling sedikit digunakan di Provinsi
Sulawesi Selatan adalah air kemasan yaitu sebesar 8.845 rumah tangga atau
sekitar 0,53% dari total jumalh rumah tangga di Provinsi Sulawesi Selatan.
Rumah tangga yang berada di kota seperti yaitu Makassar, Parepare, dan
Palopo sebagian besar telah memperoleh air bersih dari PDAM. Namun rumah
tangga yang berada di daerah kabupaten sebagian besar memperoleh air
bersih dari sumur. Jumlah rumah tangga yang memperoleh air bersih dari
PDAM di Makassar, Pare-pare, dan Palopo masing-masing adalah 211.335
rumah tangga (78,83%), 15.781 rumah tangga (62,94%), dan 14.385 rumah
tangga (55,50%) dari total jumlah rumah tangga di kota-kota tersebut.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 67

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Tabel 3.17
Sumber Air Bersih di Provinsi Sulawesi Selatan
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Kabupaten/Kota

Sumber Air Bersih

Selayar

Pariangan, Bontomanai, Ampabatu, Dalak, Ledong, Parangia


Tanutung, Kajang, Macin, Kalumpang, Tanjung Bira, Tanaberu,
Bulukumba
Tambangan, Simpanga, Ponre, Bulukumba, Matekko
Bonyorang, Panjang, Limbboa, Panaikang, Bantaeng (>100
Bantaeng
l/dt)
Tolo, Tagotogo, Botosunggu, Taman Raya, Punagaya, Botoranu,
Janeponto
Allu, Janeponto (20 - 50 l/dt)
Malolo, Lasurunda, Salangki, Takalar (>100 l/dt), Lassang,
Takalar
Batu-batu, Galesong
SP Malakaji, Malino, Parang, Malakaji, Bontomanai 2, Sapaya,
Gowa
Bilibili, Bontomanai, Kassi, Cambaya,
Sinjai
Jatie, Sinjai, Mangarabombang
Maros & Makassar
Bt Asai, Patene, Kuri
Pangkep
Sareang, Pangkajene, Matojeng
Barru
Palanro, Mangkoso, Takalasi, Pakke, Ralia, Pacceke
Pompanua, Ulowe, Palima, Beli, Lalabata, Apala, Tanabatu,
Bone
Camming, Mare, Garencing, Palattae, Bajo, Tanate,
Bontobulaeng, Bontoranu, Watampone (50 - 100 l/detik)
Madining, Acanre, Cangadi, Gunung Langie, Tampaning,
Soppeng
Cakalala, Kalempang, Watansoppeng (50 - 100 l/detik)
Belawa, Lowa, Tancung, Impaimpa, Paneki, Sengkang (50 - 100
Wajo
l/dt)
Rappang, Uluale, Buae, Amparita, Bilokka, Tanrutedong,
Sidrap
Pangkajene (20 - 50 l/dt)
B. Sanda, Majaka, Tosula, Langga, Barugae, Pinrang (20 - 50
Pinrang & Parepare
l/dt)
Belajeng, Barakka, Bulli, Pangsit, Maroangin, Enrekang, Cakke
Enrekang
(50 - 100 l/dt)
Luwu & Palopo
Palopo (50 - 100 l/dt), Lupa, Padangsappa, Rantebala
Tana Toraja
Sulukkan, Butu, Rantepao, Makale, Rembon, Bituang
Luwu Utara
Pincara, Pincara 1, Pincara 2, Pincara 3, Pincara 4
Luwu Timur
Angkona 1, Angkona 2, Angkona 3, Angkona 4, Wonorejo
Sumber: Peta Prasarana Wilayah Indonesia 2004

3.27 Prasarana Telekomunikasi


Pelayanan

telekomunikasi

di

Provinsi

Sulawesi

Selatan

menunjukkan

peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin


meningkatnya jumlah sambungan telepon dari tahun ke tahun. Jumlah
sambungan telepon di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2005 mencapai
254.356 sambungan. Jumlah sambungan telepon terbanyak terdapat di
Makassar yang mencapai 127.060 sambungan. Kabupaten Gowa memiliki
jumlah sambungan telepon yang relatif banyak dibandingkan dengan

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 68

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

kabupaten-kabupaten lain yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah


sambungan telepon di
3.28 Prasarana Energi
Sistem energi Sulawesi Selatan bertumpu sepenuhnya pada energi listrik
yang dipasok oleh beberapa pembangkit listrik yang bervariasi, dari yang
berbasis tenaga air (PLTA), minyak (PLTD) dan gas (PLTG). Pembangkit listrik
utama di Sulawesi Selatan letaknya tersebar. Di Makassar, Tello, ada PLTD/
PLTG dan PLTD, di Bakaru Pinrang terdapat PLTA, sedangkan di Sengkang Wajo
terdapat PLTGU dan di Suppa, Pinrang PLTD. Di samping itu terdapat
beberapa PLTD yang terinkoneksi melalui jaringan tegangan menengah 20 KV
yang beroperasi pada saat beban puncak. Pada saat ini, jaringan distribusi
listrik

telah

menjangkau

daerah-daerah

terpencil

melalui

jaringan

interkoneksitas 20 KV (termasuk Kab. Selayar). Sebagian Luwu Timur masih


belum masuk dalam Grid PLN namun sudah di pasok oleh PT. INCO.
Pada Tahun 2006 daya terpasang sebesar 619 MW, daya mampu 533,5 MW,
dengan Beban Puncak 448 MW. Kondisi ini menyebabkan kurang tersedianya
cadangan operasi dan cadangan pemeliharaan sehingga bila ada pembangkit
yang tidak berfungsi akan mengganggu aliran listrik di Sulawesi Selatan.
Daya mampu pembangkit tersebut sudah termasuk pembangkit milik swasta
sebesar 200 MW (PLTGU Sengkang 135 MW, PLTD Suppa 60 MW dan excess
power PT. INCO 5 MW) dan sewa sebesar 21 MW (PLTD Sewatama Tello 15 MW
dan Palopo 6 MW). Pada bulan Mei 2007 daftar tunggu bagi calon pelanggan
untuk pasang baru sebesar 46.414 atau sebesar 58,87 KVA dan penambahan
daya sebesar 942 pelanggan atau sebesar 3,36 KVA.
Energi listrik yang digunakan di Provinsi Sulawesi Selatan dihasilkan dari
beberapa unit pembangkit. Total produksi listrik yang dihasilkan oleh unit-unit
pembangkit tersebut pada tahun 2004 mencapai 1.239.869.234 kWh. Dari
total energi yang dihasilkan tersebut sebanyak 1.221.788.678 kWh disalurkan
untuk konsumsi masyarakat. Energi listrik paling besar dihasilkan oelh Unit
Pembangkit II (Sektor Bakaru) yang memproduksi listrik sebesar 882.071.434
kWh pada tahun 2005. Unit pembangkit yang menghasilkan listrik yang relatif
besar adalah Unit Pembangkit I (Sektor Tello) yang memproduksi 351.705.952
kWh pada tahun 2005.
Jumlah pelanggan PLN di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 1.168.580
pelanggan dengan total daya tersambung 1.207.443.201 VA dan energi
terjual sebesar 823.141.413.705 kWh. Jumlah pelanggan terbesar terdapat di
Unit Makassar dengan jumlah pelanggan sebanyak 417.126 pelanggan
dengan daya tersambung sebesar 669.647.950 VA dan energi terjual

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 69

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

sebanyak 821.184.621.691 kWh. Jumlah pelangggan terendah terdapat di


Unit Parepare yang memiliki 125.080 pelanggan dengan daya tersambung
sebesar 95.128.076 VA dan energi terjual sebesar 11.926.843 kWh.

Gambar 3.18
Peta Listrik

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 70

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

3.29 SARANA WILAYAH


Sarana wilayah yang akan diuraikan meliputi sarana kesehatan, sarana
pendidikan, sarana perdagangan, dan sarana pariwisata.
3.30 Sarana Kesehatan
Jumlah rumah sakit di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2004 sebanyak 53
rumah sakit yang terdiri dari 23 rumah sakit pemerintah, 12 rumah sakit
swasta, 2 rumah sakit militer, 1 rumah sakit umum pusat, 8 rumah sakit
khusus pemerintah, dan rumah sakit khusus swasta. Seluruh kabupaten/kota
di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki telah memiliki rumah sakit. Namun tidak
semua kabupaten/kota di memiliki rumah sakit pemerintah, yaitu Kabupaten
Luwu dan Kabupaten Luwu Timur. Pelayanan kesehatan di Kabupaten Luwu
difasilitasi dengan adanya 1 unit rumah sakit militer dan 1 unit rumah sakit
khusus pemerintah sedangkan pelayanan kesehatan di Kabupaten Luwu
Timur hanya difasilitasi oleh puskesmas.
Sarana

kesehatan

berupa

puskesmas

telah

tersebar

di

seluruh

kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah puskesmas di Provinsi


Sulawesi Selatan sebanyak 1.582 unit yang terdiri dari 338 puskesmas, 979
puskesmas pembantu, dan 265 puskesmas keliling. Jumlah puskesmas
terbanyak terdapat di Kabupaten Bone sebanyak 36 unit. Jumlah puskesmas
terendah terdapat di Kota Palopo sebanyak 4 unit puskesmas. Jumlah
puskesmas pembantu terbanyak terdapat di Kabupaten Luwu Utara sebanyak
95 unit sedangkan jumlah puskesmas pembantu terendah terdapat di
Kabupaten Luwu Timur yang tidak memiliki puskesmas pembantu.
3.31 Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan terdiri dari berbagai jenis sekolah yang dimulai dari
jenjang terendah yaitu taman kanak-kanak (TK) sampai tertinggi yaitu
sekolah menengah umum (SMU) dan madrasah aliyah (MA).
Jumlah sarana pendidikan mulai dari TK sampai SMU yang terdapat di Provinsi
Selatan Selatan sebanyak 10.805 buah yang terdiri dari 1.854 TK, 6.362 SD,
523 MI, 859 SLTP, 457 MTs, 351 SMU, 186 SMK, 191 MA, dan 22 SLB. Daerah
yang memiliki sarana pendidikan terbanyak adalah Kabupaten Bone yang
memiliki 1.170 unit sarana pendidikan. Daerah yang memiliki sarana
pendidikan paling sedikit adalah Kota Palopo yang memiliki 143 unit sarana
pendidikan.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 71

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

Gambar 3.19
Jumlah Sarana Pendidikan di Provinsi Sulawesi Selatan
No.

Kabupate
n/ Kota

TK

MT
S

SM
U

SM
K

M
A

SL
B

Jumla
h

18

10

243

33

33

38

12

11

639

SD

MI

53

138

14

158

351

SLT
P

1.

Selayar

2.

Bulukumba

3.

Bantaeng

20

132

14

15

22

13

222

4.

Janeponto

45

254

14

26

23

12

10

385

5.

Takalar

23

237

23

14

10

325

6.

Gowa

103

379

65

45

35

17

12

11

668

7.

Sinjai

53

241

27

22

26

14

391

8.

Maros

58

253

13

42

20

17

416

9.

Pangkep

40

308

30

18

10

428

10.

Barru

31

210

27

22

14

11

323

11.

Bone

271

672

79

66

45

21

10

1.170

12.

Soppeng

49

261

21

33

24

12

412

13.

Wajo

115

603

32

34

19

821

14.

Sidrap

242

10

31

12

12

325

15.

Pinrang

86

315

29

35

12

12

495

16.

Enrekang

59

213

17

30

20

10

362

17.

Luwu

229

226

33

38

30

11

10

578

18.

Tana Toraja

72

376

10

80

23

21

592

19.

Luwu Utara

20

215

19

23

27

11

323

20.

Luwu Timur

58

138

22

11

11

252

21.

Makassar

237

441

36

158

26

102

72

21

11

1.104

22.

Parepare

40

93

18

14

188

23.

Palopo

26

64

15

13

21

143

1.85
4 6.362

52
3

859

457

351

Jumlah

186 191

22 10.805

Sumber: Sulawesi Selatan dalam Angka 2006

Daerah yang memiliki jumlah TK tertinggi adalah Kabupaten Bone dengan


271 unit TK sedangkan daerah yang memiliki jumlah TK terendah adalah
Kabupaten Sidrap dengan 8 unit TK. Daerah yang memiliki jumlah SD
tertinggi adalah Kabupaten Bone dengan 672 unit SD sedangkan daerah yang
memiliki jumlah SD terendah adalah Kota Palopo dengan 64 unit SD. Daerah
yang memiliki jumlah MI tertinggi adalah Kabupaten Bone dengan 79 unit MI
sedangkan daerah yang memiliki jumlah MI terendah adalah Kota Palopo
dengan 2 unit MI. Daerah yang memiliki jumlah SLTP tertinggi adalah Kota
Makassar dengan 158 unit SLTP sedangkan daerah yang memiliki jumlah SLTP
terendah adalah Kota Palopo dan Kabupaten Bantaeng masing-masing
DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 72

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

dengan 15 unit SLTP. Daerah yang memiliki jumlah MTs tertinggi adalah
Kabupaten Bone dengan 45 unit MTs sedangkan daerah yang memiliki jumlah
MTs terendah adalah Kota Palopo dengan 1 unit MTs. Daerah yang memiliki
jumlah SMU tertinggi adalah Kota Makassar dengan 102 unit SMU sedangkan
daerah yang memiliki jumlah SMU terendah adalah Kabupaten Bantaeng
dengan 4 unit SMU. Daerah yang memiliki jumlah SMK tertinggi adalah Kota
Makassar dengan 72 unit SMK sedangkan daerah yang memiliki jumlah SMK
terendah adalah Kabupaten Luwu Utara yang tidak memiliki SMK. Daerah
yang memiliki jumlah MA tertinggi adalah Kota Makassar dengan 21 unit MA
sedangkan daerah yang memiliki jumlah MA terendah adalah Kabupaten
Selayar dan Kota Palopo dengan 1 unit MA.
3.32 Sarana Perdagangan
Sarana perdagangan yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari
pasar, supermarket/toserba, restoran, warung/kedai, dan toko kelontong.
Jumlah sarana perdagangan di Provinsi Sulawesi Selatan secara keseluruhan
sebanyak 138.146 unit yang terdiri dari 394 pasar, 182 supermarket/toserba,
1.214 restoran, 6.345 warung/kedai, dan 60.938 toko kelontong. Sarana
perdagangan terbanyak terdapat di Kota Makassar sebanyak 10.845 unit
sarana perdagangan sedangkan daerah yang memiliki sarana perdagangan
paling rendah adalah Kabupaten Tana Toraja yang memiliki 960 unit sarana
perdagangan.
Daerah yang memiliki jumlah pasar tertinggi dan terendah adalah Kabupaten
Bone yang memiliki 61 unit pasar dan Kota Parepare yang memiliki 2 unit
pasar. Kota Makassar merupakan daerah yang memiliki supermarket,
restoran, warung/kedai, dan toko kelontong yang paling banyak masingmasing 73 unit supermarket, 347 unit restoran, 1.167 unit warung/kedai, dan
9.199 unit toko kelontong. Kabupaten Bantaeng adalah daerah yang memiliki
supermarket dan warung/kedai paling sedikit yaitu 1 unit supermarket dan
115 unit warung/kedai. Kabupaten Sinjai merupakan daerah yang memiliki
restoran paling sedikit yaitu sebanyak 3 unit restoran sedangkan Kabupaten
Tana Toraja merupakan daerah yang memiliki toko kelontong yang paling
rendah yaitu 719 unit toko kelontong.
3.33 Sarana Pariwisata
Keberadaan obyek dan daya tarik wisata di Provinsi Sulawesi Selatan perlu
didukung dengan adanya sarana pendukung kegiatan pariwisata seperti
fasilitas penginapa. Kabupaten Tana Toraja sebagai daya tarik wisata utama di
Provinsi Sulawesi Selatan telah didukung oleh adany 12 hotel berbintang dan
749 hotel melati dengan jumlah kamar lebih dari 850 kamar. Jumlah hotel

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 73

LAPORAN ANTARA
Revisi RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
RONA WILAYAH PROVINSI SULSEL

terbanyak terdapat di Kota Makassar yang merupakan ibu kota Provinsi


Sulawesi Selatan dan pintu gerbang utama bagi Provinsi Sulawesi Selatan.
Jumlah hotel berbintang di Kota Makassar adalah sebanyak 25 hotel yang
memiliki 1.711 kamar dan 106 hotel melati yang memiliki 761 kamar.

DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN


PROVINSI SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007

3 - 74

Você também pode gostar