Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung.
Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu abuan, mengkilat, lunak
karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama
dapat berubah menjadi kekuning kuningan atau kemerah merahan, suram dan
lebih kenyal (polip fibrosa).
Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan
dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh
ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koanal.
Polip antrokoanal adalah suatu lesi polipoid jinak yang berasal dari
mukosa antrum sinus maksila yang inflamasi dan udematus, dapat meluas ke
koana. Terbanyak berasal dari mukosa dinding antrum bagian posterior. Polip ini
juga dikenal sebagai Killians polyps karena ia pertama kali ditemukan oleh
Killian pada tahun 1753. Polip antrochoanal (ACP) terdiri dari 2 komponen yaitu
komponen kistik dan padat. Etiopatogenesis polip antrokoanal sampai saat ini
masih kontroversi. Polip antrokoanal banyak ditemukan pada anak dan dewasa
muda dengan gejala utama hidung tersumbat unilateral dan rinore. Nasoendoskopi
dan tomografi komputer merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosis
polip antrokoanal.
ANATOMI
1. HIDUNG LUAR
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari atas ke
bawah :
a) Pangkal hidung (bridge)
b) Dorsum nasi
c) Puncak hidung
d) Ala nasi
e) Kolumela
3
ii.
iii.
Persarafan :
i.
ii.
2. KAVUM NASI
Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan
yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi
ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan
fossa kranial media. Batas batas kavum nasi :
a) Posterior : berhubungan dengan nasofaring
b) Atap
horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada
bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum
durum.
d) Medial
ruangan (dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum
nasi dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor.
Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai
septum pars membranosa = kolumna = kolumela.
e) Lateral
3. MUKOSA HIDUNG
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan
terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh
epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel
sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal
dan kadang kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam
keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena
diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir
ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang
penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi
akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya
untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda
asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan
menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung
tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara
yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu
dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium).
Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel
reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.
FISIOLOGIS
1. Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi
konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga
aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk
melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara
inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain
5. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung
akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara
sengau.
6. Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana
rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk
aliran udara.
7. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung
menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
ETIOLOGI
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau
reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip
hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu raguan bahwa infeksi
dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan
adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa
hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung
oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang
(neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah.
Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak anak. Pada
anak anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.
Etiologi polip antrochoanal (ACP) belum diketahui pasti. Sinusitis kronis
(65%) dan alergi seperti rinitis alergi (70%) ditemukan mempunyai hubungan
dengan terjadinya ACP. Sinusitis maksila dan penyakit kompleks ostiomeatal
menghalangi fungsi mukosiliar dari
mukosa
sinus.
Beberapa
penelitiann
dan peran metabolit asam arakidonat dalam patogenesis ACP. Yang dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. infeksi
5. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan
hipertrofi konka.
PATOFISIOLOGI
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat
di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler,
sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut,
mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga
hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab
tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama,
vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa.
Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya
membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila,
kemudian sinus etmoid. Setelah polip terus membesar di antrum, akan turun ke
kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang
yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada
rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia
karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun.
Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa
menyebabkan obstruksi di meatus media.
Beberapa teori tentang pembentukan polip yaitu:
1. Ketidakseimbangan vasomotor
Teori ini tersirat karena mayoritas polip hidung pasien tidak atopik dan tidak
ada alergen yang jelas yang dapat ditemukan. Pasien sering memiliki periode
10
eosinofil, berhubungan dengan asma, dan mempunyai gejala dan tanda mirip
dengan alergi
3. Fenomena Bernoulli
Hasil Fenomena Bernoulli dalam Penurunan tekanan yang menyebabkan
vasokonstriksi. Tampaknya bahwa tekanan negatif menginduksi mukosa yang
meradang pada rongga hidung mengakibatkan pembentukan polip. Jika ini
satu-satunya faktor, mukosa terdekat katup hidung akan membentuk
polypoidal.
4. Teori Ruptur Epitel
Rupturnya epitel mukosa hidung akibat alergi atau infeksi dapat menyebabkan
prolaps mukosa lamina propria sehingga polip terbentuk. Mungkin cacat
diperbesar oleh efek gravitasi atau obstruksi drainase vena.
5.
Intoleransi Aspirin
Banyak konsep yang canggih untuk menjelaskan patogenesis intoleransi
aspirin dan asosiasi dengan polip hidung. Sebuah entitas klinis terkenal yang
merupakan produk dari tiga kondisi: asma, aspirin sensitivitas dan polip
hidung. Ini adalah sindrom klinis yang berbeda, ditandai dengan presipitasi
serangan rhinitis dan asma oleh aspirin dan kebanyakan nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID). Rinitis persisten muncul di usia rata-rata 30
tahun, maka asma, intoleransi aspirin, dan hidung polip. COX1 atau COX2
mungkin lebih rentan terhadap ASA atau bisa menghasilkan metabolit yang
tidak diketahui yang merangsang cysteinyl leukotrien (Cys-LT). Metabolisme
asam arakidonat merangsang jalur inflamasi leukotrien. Hal ini menyebabkan
penurunan di tingkat PGE2, PG antiinflamasi. LTC4 sintase berlebih
selanjutnya akan meningkatkan jumlah dari LTS cysteinyl, memiringkan
keseimbangan ke arah peradangan. Hal ini dapat berkontribusi untuk respon
peradangan tidak terkendali dan peradangan kronis.
11
6. Cystic fibrosis
Cystic fibrosis adalah merupakan gangguan autosomal resesif populasi kulit
putih. Cystic fibrosis disebabkan oleh mutasi pada gen tunggal pada
kromosom 7, nama transmembran cystic fibrosis regulator (CFTR). Hal ini
menyebabkan adanya siklik AMP-regulated saluran klorida dan abnormal
regulasi natrium, klorida menghasilkan impermeabilitas dan penyerapan
natrium meningkat. Poeningkatan penyerapan natrium dan penurunan sekresi
klorida menyebabkan pergerakan cairan ke dalam sel dan ruang interstitial
yang menyebabkan retensi cairan, pembentukan polip, dan dehidrasi.
7.
Nitrat oksida
Oksida nitrat adalah gas radikal bebas, yang dihasilkan dari L-arginin oleh
keluarga enzim oksida nitrat synthases (Noss). Nitrat oksida memainkan peran
utama dalam reaksi imun spesifik, regulasi vaskular, pertahanan tubuh, dan
peradangan jaringan. Radikal bebas dipertahankan dalam keseimbangan oleh
sistem pertahanan antioksidan superoksida dismutase (SOD) peroksidase,
katalase dan glutation. Meskipun transien, radikal bebas bisa membanjiri
antioksidan yang mengakibatkan kerusakan sel, cedera jaringan dan penyakit
kronis. Karlidag et al melaporkan peningkatan dalam kadar oksida nitrat dan
penurunan enzim (SOD) pada pasien polip hidung dibandingkan dengan
kontrol, menunjukkan adanya radikal bebasyang menyebabkan
kerusakan
12
menyebabkan aktivasi dan klon perluasan dari limfosit dengan dalam dinding
lateral hidung. Ini diaktifkan limfosit menghasilkan sitokin Th1 dan Th2 baik
(IFN-,
IL-2,
IL-4,
IL-5),
menyebabkan
penyakit
kronis
RANTES
dan
eosinofil. Peningkatan
eotaxin
kadar
dapat
IL-8
berkontribusi
dapat
untuk
menginduksi
migrasi
infiltrasi
13
14
15
besar
sel-sel
sedikit.
Tipe
ini
ditandai
neutrofil
dengan
tidak
jaringan ikat
stroma
berisi sel inflammatori. Stroma membengkak dan sangat vaskular terdiri dari
jaringan ikat longgar disisipi sel plasma dan sedikit eosinofil. Infiltrasi sel
inflamasi lebih parah daripada
memiliki sedikit
atau
tidak
ada silia, dan stroma berisi sejumlah minimal kelenjar lendir dengan eosinofil.
GEJALA KLINIS
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung.
Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya.
Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila
polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi
16
sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore. Bila penyebabnya adalah alergi,
maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung.
Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari
konka hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaan antara polip
dan konka polipoid ialah:
i.
ii.
Polip :
Bertangkai
Mudah digerakkan
Konsistensi lunak
Polip antrokhoanal :
Epistaksis
Mendengkur
Sleep apneu
Nyeri kepala
Timbulnya gejala biasanya pelan dan insidius, dapat juga tiba-tiba dan cepat
setelah infeksi akut. Sumbatan di hidung adalah gejala utama yang dirasakan
semakin memberat. Sering juga ada keluhan pilek lama yang tidak sembuhsembuh, suara sengau, serta sakit kepala. Pada sumbatan hidung yang hebat dapat
menimbulkan gejala hiposmia bahkan anosmia, dan rasa berlendir di tenggorok.
17
DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesa, keluhan uatama pasien adalah hidung tersumbat dari
ringan ke berat, rinore yang mulai dari jernih sampai purulen, hiposmia/ anosmia,
dapat disertai bersin-bersin, nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah
frontal. Bila disertai infeksi sekunder didapatkan post nasal drip dan rinore
purulen.
Pada pemeriksaan fisik, hidung tampak mekar karena pelebaran batang
hidung akibat polip nasi yang masif yang menyebabkan deformitas hidung luar.
Pada rinoskopi anterior, dilihat adanya massa berwarna pucat, berasal dari meatus
medius dan mudah digerakkan. Stadium polip ( Mackey dan Lund, 1997):
i.
ii.
iii.
iv.
18
dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.
Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan biopsi.
2) Pemeriksaan radiologi
Foto polos sinus paranasal (AP, caldwell, dan
lateral)
dapat
DIAGNOSIS BANDING
Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri cirinya sebagai
berikut :
-
Tidak bertangkai
Sukar digerakkan
Mudah berdarah
Angiofibroma
Angiofibroma adalah neoplasmavaskuler jinak yang memiliki potensi
untuk penghancuran lokal, dan ini timbul dari pterygoideus plate
ii.
Glioma hidung
iii.
Meningoencephalocele
iv.
Limfoma
v.
vi.
Hemangioma
Lesi vaskuler jinak di rongga hidung dan sinus paranasal. Kebanyakan
muncul dari septum hidung anterior dan turbinat hidung
vii.
Mukokel
Mucocele mengandung lendir dan epitel desquamated dan mucoceles
dapat
mengisi
rongga
sinus. Ini
biasanya
terjadi
di
20
REMODELING JARINGAN
Pembentukan polip hidung diduga akibat inflamasi yang berlangsung
secara kronis. Berikut penjelasananya :
a
Fase Inflamasi
Selama fase ini, sel-sel inflamasi akan mengaktifkan leukosit terutama
neutrofil sebagai komponen dengan densitas yang lebig tinggi di dalam
sirkulasi. Neutrofil ini akan memfagosit bakteri yang masuk ke dalam
jaringan dan juga mensekresikan beberapa sitokin yang kemudian akan
mengaktifkan fibroblas dan keratinosit. Neutrofil juga mengaktifkan
makrofag yang berperan dalam proses fagositosis bakteri dan makrofag
ini juga mensekresikan sitokin dan faktor pertumbuhan seperti Fibroblast
Growth Factor (FGF), Epidermal Growth Factor (EGF), Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF), Tumor Necrosis Factor- (TNF- ),
Interferon- (IFN-), dan Interleukin-1 )IL-1). Mediator ini akan
merangsang proliferasi dan migrasi dari fibroblas dan sel endotel yang
dikenal dengan proses angoigenesis. Proses inflamasi ini adalah suatu
mekanisme perlawanan terhadap infeksi dan sebagai jembatan pada
jaringan yang mengalami cedera untuk pertumbuhan sel-sel baru.
Fase Proliferasi
Apabila tidak ada infeksi dan kontaminasi pada fase inflamasi, maka fase
proliferasi akan cepat terjadi. Pada fase proloferasi ini terjadi proses
granulasi dan kontraksi. Dalam proses granulasi, makrofag dan limfosit
turut berperan untuk proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel, fibroblast
dan endotel.
Sel-sel epitel yang mencakup sebagian besar keratinosit akan bermigrasi
dan mengalami stratifikasi serta diferensiasi untuk menyusun kembali
barrier epidermis. Selain itu, proses epitelialisasi ini juga meningkatkan
produksi matriks ekstraseluler, faktor pertumbuhan, dan sitokin melalui
pelepasan Keratinocyte Growth Factor (KGF).
Pada fase proliferasi fibroblast, sel-sel ini akan mengahsilkan sejumlah
kolagen yang berperan dalam rekonstruksi jaringan.
Proliferasi dari sel endotel dalam membentuk struktur pembuluh darah
kapiler yang baru dikenal sebagai angiogenesis juga terjadi pada fase ini.
secara klinis, proses ini akan tampak sebagai kemerahan pada luka.
21
Fase Remodelling
Pada fase ini banyak terdapat komponen matriks ekstraseluler seperti
hyaluronic acid, proteoglycan, serta kolagen yang berdeposit selama
perbaikan untuk memudahkan perekatan pada migrasi seluler dan
menyokong jaringan. Serabut-serabut kolagen meningkat secara
bertahap dan bertambah tebal dan kemudian disokong oleh proteinase
untuk perbaikan sepanjang garis luka. Serabut kolagen menjadi unsur
utama pada matriks ekstraseluler dan menyebar dengan saling terikat
dan menyatu dan berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan.
Remodeling kolagen selama pembentukan jaringan parut tergantung
pada sintesis dan katabolisme dari kolagen yang berlangsung secara
simultan.
dalam populasi Cina, menunjukkan bahwa TGF-1 dan sinyal yang dapat menjadi
penanda kunci yang dilestarikan untuk diferensiasi CRS.
Remodeling adalah proses dinamis di kedua kesehatan dan penyakit,
menyeimbangkan produksi ECM dan degradasi. Pemecahan ECM diatur terutama
oleh matriks metaloproteinase (MMP) dan inhibitor mereka, inhibitor jaringan
metalloproteinase (TIMPs). Pada penyakit sinus, hasil yang berbeda dan banyak
subtipe MMP membuat sulit untuk menafsirkan data. Dalam CRSsNP, kadar
MMP-9 (gelatinase B) dan inhibitor yang, TIMP-1, meningkat. Temuan dari
peningkatan konsentrasi MMP-9 di polip hidung, tapi bukan dari TIMP-1,
menunjukkan bahwa keseimbangan MMP-9 / TIMP-1 berhubungan dengan
degradasi ECM di CRSwNP. Sekali lagi, seperti untuk TGF-1, hasil dalam
populasi Cina yang analog dengan orang-orang dalam populasi putih. Selain itu,
MMP-9 ditemukan untuk terlibat dalam penyembuhan luka dan memprediksi
penyembuhan yang lambat setelah operasi sinus. Hal ini digambarkan dengan
pengamatan bahwa doksisiklin-melepaskan stent, ditempatkan di reses frontal,
secara signifikan menurunkan konsentrasi MMP-9 dan dikaitkan dengan
penyembuhan pasca operasi perbaikan. Sebaliknya, peran MMP-2 dan MMP-7
yang kurang jelas. MMP-2 mungkin up-diatur dalam hidung jaringan polip,
sedangkan penelitian lain tidak bisa mendeteksi perubahan MMP-2 konsentrasi.
MMP-7 dapat ditemukan up-diatur terutama dalam polip hidung tetapi juga di
CRSsNP; Namun, di CRSsNP, metalloproteinase yang menetral lagi oleh TIMPs.
Lebih sistematis studi yang dirancang dengan baik yang berlangsung, yang
berkaitan MMPs berbeda dengan fenotip penyakit
PROGNOSIS
Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga
perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal
pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan
eliminasi.
Secara medika mentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa
dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid
atau tidak. Dan untuk alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah
berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan cara desensitasi dan
23
24