Você está na página 1de 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan
dari orang ke orang. Data PTM dalam Riskesdas2013 meliputi : (1) asma; (2)
penyakit paru obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6)
hipertensi; (7) jantung koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal
kronis; (11) batu ginjal; (12) penyakit sendi/rematik. Data penyakit
asma/mengi/bengek dan kanker diambil dari responden semua umur, PPOK dari
umur 30 tahun, DM, hipertiroid, hipertensi/tekanan darah tinggi, penyakit jantung
koroner, penyakit gagal jantung, penyakit ginjal, penyakit sendi/rematik/encok dan
stroke ditanyakan pada responden umur 15 tahun.
Data Riskesda (Riset Kesehatan Dasar), data resmi Kementerian Kesehatan RI.
Data tahun 2013 adalah data terakhir riset kesehatan dasar kita sampai tahun 2015.
Didata tersebut, ada 5 penyakit yang tinggi sekali prevalensinya di Indonesia salah
satunya yaitu penyakit tidak menular rematik.
Prevalensi penyakit sendi/rematik pada tahun 2013 berdasarkan pernah
didiagnosis nakes di Indonesia 11,9 persen dan berdasarkan diagnosis atau gejala
24,7 persen. Penyakit sendi/encok/rematik. Penyakit ini prevalensinya juga tertinggi
kedua, yaitu 24,7. Selain data nasional tersebut, provinsi dengan prevalensi tertinggi
adalah Nusa Tenggara Timur (NTT) 33,1, Jawa Barat (32,1) dan Bali (30,0).
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas, maka yang akan kita bahas terkait penyakit rematik,
data penyakit disalah satu puskesmas kota Kendari, dan epidemiologi penyakit
rematik.
C. Tujuan
Untuk mengetahui apa itu rematik, berapa prevalensi penyakit rematik di
puskesmas puuwatu kota Kendari, dan epidemiologi penyakit rematik.

iii

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Rematik
Penyakit rematik meliputi cakupan luas dari penyakit yang dikarakteristikkan
oleh kecenderungan untuk mengefek tulang, sendi, dan jaringan lunak (Soumya,
2011). Penyakit rematik dapat digolongkan kepada 2 bagian, yang pertama diuraikan
sebagai penyakit jaringan ikat karena ia mengefek rangka pendukung (supporting
framework) tubuh dan organ-organ internalnya. Antara penyakit yang dapat
digolongkan dalam golongan ini adalah osteoartritis, gout, dan fibromialgia.
Golongan yang kedua pula dikenali sebagai penyakit autoimun karena ia terjadi
apabila sistem imun yang biasanya memproteksi tubuh dari infeksi dan penyakit,
mulai merusakkan jaringan-jaringan tubuh yang sehat. Antara penyakit yang dapat
digolongkan dalam golongan ini adalah rheumatoid artritis, spondiloartritis, lupus
eritematosus sistemik dan skleroderma.
B. Osteoartritis
Osteoartritis (OA) merupakan suatu penyakit yang berkembang dengan perlahan
tetapi merupakan penyakit aktif degenerasi kartilago artikular yang berhubungan
dengan simptom-simptom seperti nyeri sendi, kekakuan, dan keterbatasan
pergerakkan (Dubey, S., & Adebajo, A., 2008). OA membutuhkan pertimbangan dari
3 area yang bertumpang tindih, yaitu, perubahan patologis, ciriciri radiologi dan
konsekwensi klinis. Secara patologis, terjadi perubahan dalam struktur kartilago,
secara radilogi, terdapat osteofit dan terjadi penyempitan ruang sendi, dan secara
klinis pula terjadi ketidakmampuan dan nyeri. (Kumar, P., & Clark, M., 2005) OA
dapat terjadi pada semua sendi dalam tubuh, tetapi paling sering terjadi di pinggul,
lutut, dan sendi-sendi pada tangan, dan kaki.
1. Epidemiologi
OA merupakan penyakit dengan prevalensi yang tertinggi dalam kelompok
masyarakat kita dan penyebab kedua tersering dalam ketidakmampuan pada
orang tua di negara-negara barat. Prevalensi OA meningkat dengan usia karena
kondisi yang tidak reversible. Pada usia kurang dari 45 tahun, laki-laki lebih
rentan kena penyakit ini jika dibandingkan dengan wanita, tetapi wanita lebih
rentan kena OA pada usia lebih dari 55 tahun. Pada dekad seterusnya, didapati
kasus OA akan semakin meningkat akibat daripada peningkatan orang usia
lanjut, obesitas, dan kurangnya kebiasaan berolahraga. (Dubey, S., Adebajo, A.,
2008).

iii

2. Etiologi
OA primer penyebabnya tidak diketahui. OA sekunder pula penyebabnya
adalah karena kerusakan sendi yang ada sebelumnya (artritis rematik, gout,
artritis sepsis, penyakit Paget, spondiloartropati seronegatif), penyakit metabolik
(kondrokalsinosis, hemokromatosis bawaan, akromegali) dan penyakit sistemik
(hemofilia, hemoglobinopati, neuropati). (Kumar, P., & Clark, M., 2005)
Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang sering dapat dilihat adalah, nyeri
sendi, kekakuan sendi selepas tidak bergerak (terutamanya pada waktu pagi),
sendi yang tidak stabil, kehilangan fungsi, kelembutan pada sendi (joint
tenderness), krepitus pada pergerakkan, pergerakkan terbatas, tahap inflamasi
yang bervariasi, dan pembengkakan tulang. (Kumar, P., & Clark, M., 2005)
3. Diagnosis
Diagnosis OA biasanya berdasarkan tanda-tanda klinis dan radiogafi. Pada
tahap awal, radiografinya bisa normal tetapi penyempitan ruang sendi tampak
nyata apabila kartilago artikuler semakin menghilang. Selain itu, karakteristik
yang dapat diketemui adalah sklerosis tulang subkondral, kista subkondral, dan
osteofitosis. Tetapi, biasanya dapat ditemukan perbedaan yang besar diantara
tingkat keparahan radiografi, tingkat keparahan simptom, dan abilitas fungsional.
Pemeriksaan laboratorium biasanya tidak digunakan untuk mendiagnosa OA,
tetapi pemeriksaan ini dapat membantu untuk menentukan penyebab OA
sekunder. Oleh karena OA primer bukan sistemik, laju endap darah, serum
kimia, dan urinalisis adalah normal. Analisa cairan sinovial dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan lain seperti gout atau artritis sepsis. Pemeriksaan
MRI dan ultrasonografi tidak digunakan untuk mendiagnosa OA ataupun untuk
pemantauan perkembangan penyakit. (Fauci, A.S., & Langford, C.A., 2006)
4. Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan OA adalah untuk mengurangkan nyeri,
memperbaiki mobilitas, dan meminimalkan disabilitas. Pada penderita dengan
OA ringan, proteksi sendi dan pengambilan analgesik sekali-kali menjadi cukup;
tetapi untuk pasien dengan OA berat, gabungan terapi non-farmakologi dan
suplemen analgesik dan/atau obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) adalah
lebih sesuai. Walau bagaimanapun, terapi non-farmakologis merupakan
penatalaksanaan yang paling penting, malah lebih penting dari terapi dengan
obat-obatan.
a. Non-farmakologi
Secara non-farmakologi, tatalaksana yang dapat dilakukan adalah dengan
cara mengurangkan beban pada sendi (memperbaiki postur tubuh yang salah,
beban berlebihan pada sendi yang terlibat harus dihindarkan, pasien OA

iii

pinggul/lutut harus hindarkan berdiri lama, berlutut dan jongkok, dan


istirahat secukupnya tanpa imobilisasi total). Selain itu, dilakukan modalitas
termis dengan aplikasi panas pada sendi OA atau mandi dengan air hangat.
Pasien juga disuruh berolahraga. Untuk OA pada ekstremitas bawah,
dilakukan olahraga sedang 3 hari per minggu. Seterunya diberikan edukasi
pada pasien (edukasi tentang manejemen diri, motivasi, nasehat tentang
olahraga, rekomendasi untuk mengurangkan beban pada sendi yang terlibat).
Operasi artroskopi pula dilakukan jika tidak ada manfaat daripada terapi
farmakologi.
b. Farmakologi
Obat yang sering diresepkan untuk pasien OA adalah OAINS untuk
mengurangkan nyeri dan memperbaiki mobilitas dalam OA, N-AcetylPAminophenol (APAP) sebagai anlagesik untuk nyeri OA ringan sampai
sedang (efektivitas sama seperti OAINS), dan inhibitor selektif COX-2 jika
terjadi efek samping gastrointestinal dengan penggunaan OAINS. Injeksi
glukokortikoid diinjeksi intra/ periartikuler untuk kelegaan simptomatis
untuk beberapa minggu hingga bulan. Opiod diberikan pada nyeri OA akut.
Diberi opioid lemah (kodein peroral) jika APAP atau OAINS tidak
memberikan manfaat dan dapat juga digunakan untuk nyeri OA kronis.
Rubefacient/Capsaicin merupakan obat topical pada sendi dan otot yang
nyeri yang memberikan bahang local. Operasi ortopedik yaitu operasi
penggantian sendi dilakukan pada OA tahap lanjut dimana terapi agresif
gagal. Selain itu, bisa juga dilakukan artoplasti sendi total atau osteotomi.
Regenerasi kartilago adalah perbaikan kartilago dengan sel mesenchymal
(efektivitas belum dibuktikan).
C. Reumatoid Artritis
Reumatoid artritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun dimana etiologinya
tidak diketahui dan biasanya mengefek sendi kecil dan besar. (Dubey, S., & Adebajo,
A., 2008).
1. Epidemiologi
Kira-kira 20% dari pasien, onset RA adalah akut. Beberapa pasien akan rasa
tidak enak untuk beberapa bulan, tetapi yang lain mengalami disabilitas yang
parah. Remisi spontan bisa terjadi, tetapi jika penyakit berlanjutan lebih dari 2
tahun, maka remisi spontan tidak bisa terjadi.
2. Etiologi

iii

RA mungkin merupakan suatu manifestasi dari respon terhadap suatu agen


infeksi dalam individu yang rentan terkena secara genetik (genetically
susceptible host). Agen-agen yang mungkin menjadi penyebab adalah
Mycoplasma, virus Epstein-Barr (EBV), cytomegalovirus, parvovirus, dan
rubella.
3. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda kardinal pada penyakit RA adalah nyeri, pembengkakan,
kekakuan pagi (biasanya lebih dari satu jam), hangat, kemerahan, dan
keterbatasan fungsi. Tanda-tanda tambahan pula adalah malaise, kelelahan,
nodul rheumatoid, dan nyeri pada waktu malam. Apabila penyakit RA ini
berlanjutan, tanda-tanda sinovitis kronis menjadi lebih dominan. Sinovitis kronis
dengan proliferasi sinovial atenden dan efusi sendi dapat membawa kepada
instabilitas sendi. Pada masa yang sama, pannus destruktif memusnahkan
kartilago dan tulang subkondral yang menyebabkan terjadinya deformitas sendi.
4. Diagnosis
RA didiagnosis berdasarkan kombinasi dari penyajian sendi yang terlibat,
karakteristik kekakuan sendi pada pagi hari, adanya faktor darah artritis, serta
temuan nodul reumatoid dan perubahan radiografi (sinar-X). Dalam RA, sendi
kecil tangan, pergelangan tangan, kaki, dan lutut biasanya meradang dalam
distribusi simetris. Deteksi nodul reumatoid pula paling sering sekitar siku dan
jari. Antibodi abnormal yang disebut faktor rematik, dapat ditemukan pada
80% pasien. Antibodi lain yang disebut antibodi citrulline dan antibodi
antinuklear (ANA) juga sering ditemukan pada orang dengan RA. Biasanya tes
darah yang dilakukan adalah laju sedimentasi (Tingkat sed). Tingkat sed
biasanya lambat selama remisi. Tes darah lain yang digunakan adalah untuk
mengukur tingkat hadir peradangan dalam tubuh dengan protein C-reaktif . Tes
darah juga dapat mengungkapkan anemia, karena anemia adalah umum di RA,
terutama karena Universitas Sumatera Utara peradangan kronis. Apabila
penyakit berlanjutan sinar-X dapat memperlihatkan erosi tulang yang khas dari
RA pada sendi. (Shiel, W.C., 2010) Penatalaksanaan Pengobatan yang optimal
adalah kombinasi obat, istirahat, latihan penguatan sendi, perlindungan sendi,
dan edukasi pasien (dan keluarga). Obat yang digunakan untuk mengobati RA
ada 2 jenis, yaitu obat lini pertama yang cepat bertindak seperti aspirin dan
kortison (kortikosteroid) digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan
peradangan. Obat lini kedua yang lambat bertindak (juga disebut sebagai
disease-modifying antirheumatic drugs atau DMARDs) seperti emas,
metotrexete, dan hidrokloroquine, dapat mempromosikan remisi penyakit dan
mencegah terjadinya kerusakan sendi yang progresif.
iii

D. Gout
Gout adalah penyakit yang berhasil dari kelebihan asam urat dalam tubuh.
Kelebihan asam urat ini mengarah pada pembentukan kristal kecil asam urat yang
terakumulasi di jaringan tubuh, terutama sendi. Ketika kristal membentuk pada
sendi, ia menyebabkan serangan berulang dari peradangan sendi (artritis). Biasanya
endapan kristal asam urat terjadi dalam cairan sendi (cairan sinovial) dan lapisan
sendi (lapisan sinovial). Gout dianggap sebagai penyakit kronis dan progresif. Gout
kronis juga bisa menyebabkan endapan gumpalan keras asam urat dalam jaringan,
khususnya di dan sekitar sendi dan dapat menyebabkan kerusakan sendi, penurunan
fungsi ginjal, dan batu ginjal (nefrolisiasis).
1. Epidemiologi
Lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Hal ini terutama
menyerang pria setelah pubertas, dengan usia puncak 75. Pada wanita, serangan
gout biasanya terjadi setelah menopause. Banyak pasien dengan hyperuricemia
tidak mengembangkan gout (hyperuricemia asimtomatik), sementara beberapa
pasien dengan serangan gout berulang mempunyai kadar asam urat darah yang
normal atau rendah. Di antara penduduk laki-laki di Amerika Serikat, sekitar
10% memiliki hyperuricemia. Namun, hanya sebagian kecil dari mereka yang
benarbenar akan mengembangkan gout.
2. Etiologi
Penyakit gout sering berhubungan dengan kelainan yang diwarisi dalam
kemampuan tubuh untuk memproses asam urat. Asam urat merupakan produk
rincian purin yang merupakan bagian dari makanan yang kita makan. Kelainan
dalam menangani asam urat dapat menyebabkan serangan artritis yang
menyakitkan (serangan gout), batu ginjal, dan penyumbatan pada penyaringan
tubulus ginjal dengan kristal asam urat, menyebabkan gagal ginjal.
3. Manifestasi klinis
Sendi kecil di pangkal jempol kaki adalah situs yang paling umum dari
serangan artritis gout akut yang disebut sebagai podagra. Sendi lain yang
umumnya terkena termasuk pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan, jari,
dan siku. Serangan gout akut ditandai dengan onset yang cepat dengan nyeri di
sendi yang Universitas Sumatera Utara terkena diikuti oleh kehangatan,
pembengkakan, perubahan warna kemerahan, dan kelembutan. Pasien dapat
mengembangkan demam dengan serangan gout akut. Serangan-serangan yang
menyakitkan biasanya mereda dalam beberapa jam ke hari, dengan atau tanpa
pengobatan. Kebanyakan pasien dengan gout akan mengalami serangan berulang
dari arthritis selama bertahun-tahun. Dalam kronis (tophaceous) gout, massa

iii

nodular kristal asam urat (tofi) mengendap di daerah jaringan lunak tubuh yang
berbeda. Meskipun yang paling sering ditemukan sebagai nodul keras di sekitar
jari-jari, di ujung siku, di telinga, dan sekitar jempol kaki, nodul tofi dapat
muncul di mana saja di tubuh. Ketika tofi muncul di jaringan, kondisi gout
mewakili kelebihan beban asam urat dalam tubuh.
4. Diagnosis
Gout dicurigai ketika pasien melaporkan riwayat serangan artritis yang
menyakitkan, terutama di dasar jari-jari kaki. Gout biasanya menyerang satu
sendi pada satu waktu, sementara kondisi artritis lainnya, seperti lupus sistemik
dan reumatoid artritis, biasanya menyerang sendi secara bersamaan. Tes yang
paling diandalkan untuk gout adalah penemuan kristal asam urat dalam sampel
dari cairan sendi yang diperoleh melalui aspirasi sendi (arthrocentesis).
Diagnosis gout juga dapat dibuat dengan menemukan kristal-kristal asam urat
dari bahan diaspirasi dari nodular tofi. Sinar-X kadang-kadang bisa membantu
dan bisa menunjukkan pengendapan tofi-kristal dan kerusakan tulang sebagai
akibat serangan berulang dari peradangan. Sinar-X juga dapat membantu untuk
memantau dampak gout kronis pada sendi.
5. Penatalaksanaan
Menjaga asupan cairan yang cukup membantu mencegah serangan gout akut
dan menurunkan resiko pembentukan batu ginjal pada pasien dengan gout.
Pengurangan konsumsi alkohol, penurunan berat badan, perubahan pola makan
dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah (mengurangi hiperurisemia).
Alkohol memiliki dua dampak utama yang memperburuk gout, yaitu dengan
menghambat ekskresi asam urat dari ginjal serta dengan menyebabkan dehidrasi,
yang keduanya memberikan kontribusi pada pengendapan kristal asam urat pada
sendi dengan mengefek metabolisme asam urat. Ada tiga aspek untuk
pengobatan asam urat dengan obat-obatan. Pertama, penghilang rasa sakit seperti
asetaminofen (Tylenol) atau analgesik lain yang lebih kuat digunakan untuk
mengatasi rasa sakit. Kedua, agen anti-inflamasi seperti OAINS, colchicine , dan
kortikosteroid digunakan untuk mengurangi peradangan sendi. Akhirnya, obat
dipertimbangkan untuk mengelola kekacauan metabolisme kronis yang
menyebabkan hiperurisemia dan asam urat. Probenesid (Benemid) dan
sulfinpirazone (Anturane) adalah obat-obat yang biasa digunakan untuk
mengurangi kadar asam urat darah dengan meningkatkan ekskresi asam urat ke
dalam urin. Tetapi, obat penurun asam urat seperti alopurinol dan febuxostat
umumnya tidak dimulai pada pasien yang mengalami serangan akut gout karena
dapat memperburuk peradangan akut. Obat intravena baru yang digunakan untuk
menurunkan kadar asam urat darah pada pasien tertentu dengan gout kronis
iii

adalah pegylated uricase. Obat infus ini harus dipertimbangkan hanya untuk
pasien-pasien dengan gout yang telah gagal pengobatan dengan obat-obat
penurunan asam urat konvensional karena dapat menyebabkan reaksi anafilaksis
dan reaksi infus.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Daftar 10 Besar Penyakit di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu


Berdasarkan daftar 10 besar penyakit di wilayah kerja Puskesmas Puuwatu,
dalam rentang waktu Januari-September 2016, penyakit tertinggi adalah penyakit
ISPA dengan jumlah 7813 kasus.

iii

Tabel 1. Sepuluh Besar Penyakit di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu


Rentang Waktu Januari September 2016
N
NAMA PENYAKIT
JUMLAH
O
1 ISPA
7813
2 Infeksi Penyakit Usus yang lain
4844
3 Hipertensi
2886
4 Diare
1838
5 Tonsilitis
1390
6 Rematik
1311
7 Penyakit kulit infeksi
1274
8 Penyakit kulit alergi
1211
9 Penyakit Kelainan pada saluran pernapasan atas
1102
10 Penyakit Kelainan susunan syaraf
918
Sumber : Data Sekunder Puskesmas Puuwatu
B. Analisis Epidemiologi Penyakit Rematik
1. Frekuensi
Frekuensi merupakan upaya melakukan kuantifikasi proses pathologis atas
kejadian untuk mengukur besarnya kejadian/masalah serta untuk melakukan
perbandingan (Kasjono & Kristiawan, 2008).
Berdasarkan data yang diperoleh, pada bulan Januari-September 2016
ditemukan 1311 kasus rematik di wilayah kerja Puskesmas Puuwatu.
2. Distribusi
Distribusi menunjuk pada pengelompokan masalah kesehatan menurut suatu
keadaan tertentu. Keadaan tertentu dalam epidemiologi dibedakan atas 3 macam,
yaitu menurut ciri-ciri manusia (MAN), menurut tempat (Place) dan menurut
waktu (Time) (Husada, 2014).
a. Distribusi berdasarkan orang
Berdasarkan data penyakit rematik di Puskesmas Puuwatu, penderita
rematik paling banyak di derita oleh usia di atas 20 tahun. Selain itu,
penyakit rematik ini, lebih banyak diderita oleh perempuan, dibandingkan
dengan laki-laki. Hal ini terjadi karena adanya hormone estrogen yang
diproduksi oleh wanita, sehingga wanita lebih rentan untuk terkena penyakit
rematik.
b. Distribusi berdasarkan tempat

iii

Berdasarkan data yang diperoleh, penyakit rematik ini ditemukan di


wilayah kerja puskesmas Puuwatu.
c. Distribusi berdasarkan waktu
Berdasarkan data yang diperoleh, penyakit rematik paling sering terjadi
pada bulan September, yaitu sebanyak 545 kasus.
3. Determinan
Determinan adalah faktor yang mempengaruhi, berhubungan atau memberi
resiko terhadap terjadinya masalah kesehatan. Yang dimaksud disini adalah
menunjuk kepada faktor penyebab dari suatu penyakit / masalah kesehatan baik
yang menjelaskan Frekuensi, penyebaran ataupun yang menerangkan penyebab
munculnya masalah kesehatan itu sendiri.
Penyakit rematik dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Misalnya usia,
jenis kelamin, adanya riwayat penyakit hiperurecemia, diabetes mellitus, dan
gagal ginjal.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Rematik paling banyak diderita oleh wanita dengan rata-rata usia diatas
20 tahun. Hal ini disebabkan oleh hormone estrogen yang diproduksi oleh wanita,
sehingga wanita lebih rentan untuk terkena penyakit rematik.

iii

B. Saran
Sebaiknya kita menjaga aktivitas, pola tidur, diet dan yang lainnya agar
seimbang, untuk menghindari Rematik menyerang pada sistem imun kita.

DAFTAR PUSTAKA

Husada, D. (2014). Pengertian Distribusi Epidemiologi. Retrieved November 2016,


from http://mitadianhusada123.blogspot.co.id/p/blog-page_1406.html

iii

Kasjono, H., & Kristiawan, H. (2008). Intisari Epidemiologi. Yogyakarta: Mitra


Cendikia.

DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................................ii
Daftar Isi.......................................................................................................................iii

iii

Daftar Tabel...................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar belakang....................................................................................................1
B. Rumusan masalah...............................................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................2
A. Penyakit Rematik................................................................................................2
B. Osteoartritis........................................................................................................2
C. Reumatoid Artritis..............................................................................................4
D. Gout....................................................................................................................6
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................9
A. Daftar 10 Besar Penyakit di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu......................9
B. Analisis Epidemiologi Penyakit Rematik...........................................................9
1.

Frekuensi.........................................................................................................9

2.

Distribusi.........................................................................................................9

3.

Determinan....................................................................................................10

BAB IV PENUTUP.....................................................................................................11
A. Kesimpulan.......................................................................................................11
B. Saran.................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12

DAFTAR TABEL
1. Sepuluh Besar Penyakit di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Rentang Waktu Januari
September 2016................................................................................................... 9

iii

iii

Você também pode gostar

  • Daftar Pustaka Fix
    Daftar Pustaka Fix
    Documento4 páginas
    Daftar Pustaka Fix
    Rahmayuningsih
    Ainda não há avaliações
  • BAB II Fix
    BAB II Fix
    Documento26 páginas
    BAB II Fix
    Rahmayuningsih
    Ainda não há avaliações
  • Bab Iv Fix
    Bab Iv Fix
    Documento10 páginas
    Bab Iv Fix
    Rahmayuningsih
    Ainda não há avaliações
  • Bab Iii Fix
    Bab Iii Fix
    Documento11 páginas
    Bab Iii Fix
    Rahmayuningsih
    Ainda não há avaliações
  • Bab Ii-2
    Bab Ii-2
    Documento31 páginas
    Bab Ii-2
    Rahmayuningsih
    Ainda não há avaliações
  • JURNAL
    JURNAL
    Documento12 páginas
    JURNAL
    Rahmayuningsih
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Isi-1
    Daftar Isi-1
    Documento4 páginas
    Daftar Isi-1
    Rahmayuningsih
    Ainda não há avaliações
  • Laporan PBL II
    Laporan PBL II
    Documento34 páginas
    Laporan PBL II
    Rahmayuningsih
    Ainda não há avaliações
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Documento1 página
    Lembar Pengesahan
    Rahmayuningsih
    Ainda não há avaliações
  • Bab I-3
    Bab I-3
    Documento7 páginas
    Bab I-3
    Rahmayuningsih
    Ainda não há avaliações
  • Laporan PBL III
    Laporan PBL III
    Documento52 páginas
    Laporan PBL III
    Rahmayuningsih
    100% (1)
  • Teori Alam Bawah Sadar
    Teori Alam Bawah Sadar
    Documento16 páginas
    Teori Alam Bawah Sadar
    Rahmayuningsih
    Ainda não há avaliações
  • Demam Bolak-Balik
    Demam Bolak-Balik
    Documento5 páginas
    Demam Bolak-Balik
    Rahmayuningsih
    Ainda não há avaliações
  • KTI (Pengaruh Mie Instan Terhadap Otak Remaja)
    KTI (Pengaruh Mie Instan Terhadap Otak Remaja)
    Documento9 páginas
    KTI (Pengaruh Mie Instan Terhadap Otak Remaja)
    Rahmayuningsih
    Ainda não há avaliações
  • Resensi Bahasa
    Resensi Bahasa
    Documento2 páginas
    Resensi Bahasa
    Rahmayuningsih
    100% (1)
  • Penyakit Paru Obstruktif Kronis
    Penyakit Paru Obstruktif Kronis
    Documento11 páginas
    Penyakit Paru Obstruktif Kronis
    Rahmayuningsih
    Ainda não há avaliações