Você está na página 1de 19

Penurunan Kadar Total Suspended Solid (TSS) Air Limbah Pabrik Tahu dengan

Metode Fitoremediasi
Tati Ruhmawati, Denny Sukandar

Abstrak
Karakteristik air limbah pabrik tahu mengandung bahan organik yang ditandai
dengan tingginya kadar TSS. Tanaman air mempunyai kemampuan menyaring
bahan-bahan yang larut dalam air limbah sehingga potensial untuk dijadikan bagian
dari usaha pengolahan air limbah. Tujuan penelitian ingin mengetahui pengaruh
berbagai lama waktu kontak proses fitoremediasi terhadap penurunan kadar TSS air
limbah pabrik tahu. Hipotesis penelitian semakin lama waktu kontak tanaman air
hydrilla (Hydrilla verticillata) semakin besar penurunan kadar TSS. Populasi adalah
seluruh air limbah yang diambil dari pabrik tahu Cibuntu Kota Bandung, sedangkan
sampel adalah sebagian air limbah pabrik tahu yang diambil dari populasi, dengan
teknik pengambilan sampel sesaat. Jenis penelitian eksperimen semu dengan
rancangan Pretest-Postest dengan kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara pengukuran dan pemeriksaan laboratorium. Data yang telah terkumpul diolah
dan dianalisis menggunakan uji anova. Hasil penelitian menunjukkan terjadi
penurunan kadar TSS setelah kontak dengan tanaman air hydrilla dengan rata-rata
persentase penurunan untuk waktu kontak 2 hari adalah sebesar 47,43 %, waktu
kontak 4 hari penurunan kadar TSS sebesar 74,85 %, dan waktu kontak 6 hari
penurunan kadar TSS sebesar 80,63 %. Hasil uji Anova diperoleh nilai p (p-value)
sebesar 0,002 lebih kecil dari 0,05 ( 5%). Dengan demikian terdapat pengaruh
yang bermakna antara variasi waktu kontak tanaman air hydrilla terhadap penurunan
kadar TSS air limbah pabrik tahu.
Kata Kunci : Fitoremediasi, Tanaman Air Hydrilla, TSS

ABSTRACT
Characteristics of wastewater containing organic matter to know which is
characterized by high levels of TSS. Water plants have the ability to filter out
dissolved substances in the waste water so that the potential to be used as part of
the wastewater treatment business. The purpose of the study wanted to determine
the effect of various contact time phytoremediation process to decreased levels of
TSS tofu factory waste water. The research hypothesis of contact time the water
plant Hydrilla (Hydrilla verticillata) in the phytoremediation process the greater the
reduction in TSS levels. The population is all the waste water from the plant is taken
out Cibuntu Bandung, while the sample is most wastewater treatment plants are
taken out of the population, with grab sampling technique. This type of research is
quasi-experimental pretest-posttest design with the control. Data collection was done
by means of measurements and laboratory tests. The data have been collected
processed and analyzed using ANOVA test. The results showed decreased levels of
TSS after contact with water Hydrilla plants with an average percentage decline for 2
days contact time amounted to 47.43%, the contact time of 4 days decreased levels
of TSS was 74.85%, and the contact time of 6 days of decline TSS levels 80.63%.
ANOVA test results obtained p value (p-value) of 0.002 is smaller than 0.05 ( 5%).
Thus there is a significant effect of the variation of contact time between the water
plant Hydrilla to decreased levels of TSS tofu factory wastewater.
Keywords: Phytoremediation, Plant AirHydrilla, TSS

Latar Belakang
Industri tahu di Indonesia memiliki peran yang sangat penting. Selain tahu
merupakan makanan yang biasa dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat,
industri yang memproduksi tahu merupakan industri berskala kecil yang menghidupi
banyak sekali warga masyarakat dari kalangan ekonomi mengengah ke bawah.
Sehingga tak heran jika jumlah industri tahu di Indonesia mencapai sekitar 84.000
unit usaha dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun dan dengan
jumlah tenaga kerja yang sangat banyak dari masyarakat sekitar. Seperti dijelaskan
di atas bahwa Industri tahu pada umumnya beroperasi dalam bentuk usaha rumah
tangga, dan limbah yang dihasilkannya pada dasarnya tidak dikelola dan dialirkan
langsung ke dalam perairan terdekat. Limbah cairnya yang dibuang ke lingkungan
sekitar 20 juta meter kubik per tahun. 1
Pabrik tahu menghasilkan limbah cair dalam jumlah yang cukup banyak.
Limbah cair tahu dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan dan
pencetakan tahu sehingga kuantitas limbah cair yang dihasilkan sangat tinggi.
Limbah cair tahu mengandung polutan organik yang cukup tinggi serta padatan
tersuspensi maupun terlarut yang akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan
biologi.
Tanaman

air

mempunyai

kemampuan

untuk

menetralisir

komponen-

komponen tertentu di dalam perairan yang sangat bermanfaat dalam proses


pengolahan air limbah.

Penggunaan tanaman air dalam proses bioremediasi ini

biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi. Fitoremediasi merupakan suatu sistem


yang menggunakan tumbuhan, dimana tumbuhan tersebut bekerjasama dengan
mikroorganisme dalam media untuk mengubah, menstabilkan, atau menghancurkan
zat kontaminan menjadi kurang atau tidak berbahaya sama sekali bahkan menjadi
bahan yang berguna secara ekonomi. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
proses fitoremediasi, antara lain jenis tanaman, faktor cuaca/iklim, suhu, dan pH. 3
Penataan tanaman air di dalam suatu bedengan-bedengan kecil dalam kolam
pengolahan dapat berfungsi sebagai saringan hidup bagi air limbah yang dilewatkan
pada bedengan. Biofilter sebagai salah satu cara di dalam pengolahan buangan
dengan menggunakan tanaman yang memiliki mikroba rhizosfera mempunyai
kemampuan untuk mengurai benda-benda organik maupun anorganik dalam air
buangan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan tanaman air untuk

menyaring bahan-bahan yang larut dalam air limbah potensial untuk dijadikan

bagian dari usaha pengolahan air limbah.

Reed mengemukakan bahwa proses

pengolahan air limbah dalam kolam yang menggunakan tanaman air terjadi proses
penyaringan dan penyerapan oleh akar dan batang tanaman air, proses pertukaran
dan penyerapan ion, selain itu tanaman air juga berperan dalam menstabilkan
pengaruh iklim, angin, cahaya matahari, dan suhu.

Kajian penanganan limbah dengan menggunakan tanaman air sudah banyak


dilakukan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Guntur, menunjukkan bahwa dari
empat macam tanaman yang diujikan (mendong, kiambang, teratai, dan hydrilla)
ternyata tanaman air hydrilla (Hydrilla verticillata) mampu menurunkan kadar
kekeruhan sebesar 78,24% dan kadar COD sebesar 43,36% dengan waktu kontak
48 jam.7 Penelitian yang dilakukan oleh Anis Artiyani menggunakan tanaman hydrilla
verticilata dengan kerapatan tanaman 70 mg/cm 2, 80 mg/cm2 dan 90 mg/cm2 dengan
detensi waktu 2 hari, 4 hari, dan 6 hari, mampu menurunkan konsentrasi N-Total
sebesar 72,76% dan P-Total sebesar 60,40% dengan menggunakan reaktor batch. 2
Tanaman air dapat menurunkan kadar pencemar secara langsung, yaitu dengan
menyerap unsur-unsur pencemar sebagai sumber nutrien, atau secara tidak
langsung dengan cara menyediakan tempat tumbuh bagi mikroorganisma yang akan
mengurai bahan pencemar serta memasok oksigen untuk proses-proses penguraian
yang bersifat aerobik.8
Identifikasi Masalah
Mengingat tingginya potensi pencemaran perairan akibat limbah cair industri
pembuatan tahu, maka diperlukan strategi pengendalian pencemaran perairan
tersebut dengan mengolah limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan. Dewasa ini
banyak teknologi pengolahan air limbah (IPAL) yang berjalan kurang efektif, karena
mahalnya biaya operasional dan rumitnya sistem pengoperasian. Mengingat
karakteristik air limbah pabrik tahu mengandung banyak buangan organik yang
ditandai dengan tingginya kadar total suspended solid (TSS), maka alternatif sistem
pengolahan air limbah secara biologis dapat dijadikan pilihan utama. Tanaman air
mempunyai kemampuan untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam
perairan yang sangat bermanfaat dalam proses pengolahan air limbah.

Atas dasar

pertimbangan tersebut di atas, maka diperlukan sistem pengolahan air limbah yang
sederhana,

mudah

dioperasionalkan

serta

murah

biaya

pembuatan

dan

operasionalnya. Salah satu alternatif sistem pengolahan air limbah tersebut adalah
pengolahan dengan menggunakan tanaman air (aquatic plant).
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, perlu dilakukan
penelitian tentang Penurunan Kadar Total Suspended Solid (TSS) Air Limbah Pabrik
Tahu dengan Metode Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Hydrilla verticillata.
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui pengaruh
berbagai lama waktu kontak proses fitoremediasi menggunakan tanaman air hydrilla
(Hydrilla verticillata) terhadap penurunan kadar TSS air limbah pabrik tahu.
Sedangkan tujuan khususnya adalah diketahui pengaruh variasi lama waktu kontak
proses fitoremediasi, serta persentase penurunan kadar TSS air limbah pabrik tahu
setelah kontak dengan tanaman air hydrilla (Hydrilla verticillata).
Tinjauan Pustaka
Bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Selain dengan
memanfaatkan mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan
tanaman air. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir
komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam
proses pengolahan limbah cair. Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan
istilah fitoremediasi. Jenis-jenis tanaman yang dapat melakukan remediasi disebut
dengan tanaman hiperakumulator.

Kerangka teori penelitian didasarkan pada teori

yang dikemukakan oleh Reed, bahwa proses pengolahan air limbah dalam kolam
yang menggunakan tanaman air terjadi proses penyaringan dan penyerapan oleh
akar dan batang tanaman air, proses pertukaran dan penyerapan ion, selain itu
tanaman air juga berperan dalam menstabilkan pengaruh iklim, angin, cahaya
matahari, dan suhu. Bahan organik yang terkandung dalam air limbah dimanfaatkan
tanaman air untuk proses fotosintesis dari hasil penguraian oleh bakteri.

Penguraian bahan organik maupun anorganik dilakukan oleh mikroba rhizosfera


yang hidup pada akar tanaman air. Untuk mengetahui kemampuan satu jenis
tanaman yang dapat digunakan sebagai biofilter dapat dilakukan percobaan dengan
interval waktu tertentu.4

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses fitoremediasi, antara


lain jenis tanaman, faktor cuaca/iklim, suhu, dan pH.

Tidak semua tanaman dapat

digunakan dalam proses fitoremediasi, karena tidak semua tanaman dapat


melakukan metabolisme, volatilisasi dan akumulasi semua polutan dengan
mekanisme yang sama. Tanaman yang dapat digunakan dalam proses fitoremediasi
mempunyai sifat 3 :
1. Cepat tumbuh,
2. Mampu mengkonsumsi air dalam jumlah yang banyak pada waktu yang singkat,
3. Mampu meremediasi lebih dari satu polutan.
Selain jenis tanaman, kondisi lingkungan sangat erat kaitannya dengan
proses pertumbuhan tanaman yang digunakan untuk metode fitoremediasi, karena
apabila tanaman yang digunakan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik,
maka proses akumulasi pencemaran dengan fitoremediasi akan berjalan dengan
optimal. Faktor lingkungan yang mempengaruhi dalam proses fitoremediasi antara
lain : 3
1. Faktor cuaca/iklim
Keadaan cuaca/iklim

setempat

sangat

berpengaruh

terhadap

metode

fitoremediasi, yaitu pada proses fotosintesis tanaman memerlukan intensitas


cahaya matahari dan oksigen secara maksimal. Karena fotosintesis merupakan
proses dasar pada tanaman untuk menghasilkan makanan, kemudian makanan
yang dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman tersebut. Selain itu fotosintesis merupakan proses yang
menjadi kunci dapat berlangsungnya proses metabolisme di dalam tanaman
yang berfungsi sebagai fitodegradasi.
2. Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan baik langsung maupun
tidak langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena
suhu mempengaruhi beberapa proses fisiologis penting yaitu laju transpirasi,
bukaan stomata, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis dan respirasi.
Adapun suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman pada proses fitoremediasi
yaitu antara 270C 30 0C, sehingga di daerah tropik penggunaan tumbuhan
untuk metode fitoremediasi dapat berkembang dengan baik.
3. pH
Nilai pH sangat menentukan pertumbuhan dan produksi pada tanaman karena
pada pH rendah pertumbuhan tanaman akan menjadi terhambat akibat
rendahnya ketersediaan unsur hara penting seperti fosfor dan nitrogen. Selain

itu, apablia pH rendah dapat berdampak secara fisik pada tanaman yaitu
merusak sistem perakaran terutama akar-akar muda, sehingga proses
rizhofiltrasi menjadi terhambat. Untuk pH optimum dalam penggunaan tanaman
pada proses fitoremediasi yaitu antara 6-8.
Total Suspended Solid (TSS) atau total padatan yang tersuspensi di dalam air
berupa bahan-bahan organik dan anorganik yang dapat disaring dengan kertas
millipore berpori 0,45 m. TSS adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang
ada di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran
berukuran 0,45 mikron. Material tersuspensi (suspended solid) dapat dibagi menjadi
zat padat dan koloid.10 Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah semua
zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam
air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton,
bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel
anorganik. Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi
kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang
paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu
perairan. Penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih dalam
tidak berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi, sehingga
fotosintesis tidak berlangsung sempurna. Materi yang tersuspensi mempunyai
dampak

buruk

terhadap

kualitas

air.

Padatan

tersuspensi

mempengaruhi

ketransparanan dan warna air. Sifat transparan ada hubungan dengan produktivitas
tinggi. Cahaya tidak dapat tembus banyak jika konsentrasi bahan tersuspensi tinggi.
Warna air juga berhubungan dengan kualitas air. Padatan tersuspensi terdiri dari
partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada sedimen,
misalnya bahan organik dan sel-sel mikroorganisme.11
Beberapa jenis tanaman diketahui mempunyai kemampuan sebagai pengolah
senyawa organik maupun anorganik yang terdapat di dalam
Berdasarkan tempat

hidupnya

tersebut dikelompokkan ke dalam

jenis
12

air

limbah.

tanaman

1) Kelompok tanaman mengambang atau mengapung, seperti eceng gondok,


kayambang, dan sebagainya.
2) Kelompok tanaman di dalam air, seperti elodia, hydrilla,
3) Kelompok tanaman amfibius, seperti kangkung, genjer, seladah air, dan
sebagainya.

Tumbuhan hydrilla merupakan tumbuhan air yang berasal dari daerah Asia
beriklim tropis. Tumbuhan hidrilla adalah tumbuhan yang mempunyai daya
penyebaran yang sangat cepat dan merupakan tumbuhan liar. Daun hydrilla
mempunyai lebar 2-4 mm, dan panjangnya 6-20 mm, dan tumbuhan ini biasanya
tumbuh pada sedimen yang kaya akan bahan organik menyebabkan warna menjadi
merah kecoklatan, dan dapat berubah warna menjadi hijau karena adanya sinar
matahari yang menghasilkan zat hijau daun.
Habitat pertumbuhan hydrilla memungkinkan untuk berkompetensi secara
efektif dengan adanya sinar matahari, hal ini dapat mempercepat petumbuhannya
sampai kira-kira 1 inci perhari dan tumbuh sampai mendekati permukaan air. Pada
permukaan air cabangnya tumbuh sangat banyak dan menghasilkan batang yang
sangat kuat dibanding tumbuhan perairan lainnya. Hydrilla mampu menyerap
cahaya matahari dan mampu bersaing dengan tumbuhan lainnya serta mampu juga
menggunakan nutrisi secara efisien. Jaringan hydrilla terdiri dari 90% air, oleh
karena itu tumbuhan ini dapat berkembang biak sekalipun dengan persediaan nutrisi
esensial yang terbatas seperti karbon, nitrogen, dan fospor. Hydrilla mampu tumbuh
dibawah kondisi range kimia yang sangat lebar. Hal ini pada umumnya di temukan
pada danau yang rendah nutrisi hingga yang tinggi nutrisi. Tumbuhan ini juga dapat
bertahan hidup pada salinitas 7% pada air laut dan dapat juga bertahan pada range
pH yang lebar. Hidrilla dapat beradaptasi dengan level sinar matahari yang sangat
rendah untuk fotosintesis, hal ini berarti hydrilla dapat melakukan fotosintesis lebih
awal pada pagi hari sehingga berhasil bersaing dengan tumbuhan yang lainnya.

12

Kerangka Berpikir
Mekanisme kerja fitoremediasi terdiri dari beberapa konsep dasar yaitu, fitoekstraksi,
fitovolatilisasi, fitodegradasi, fitostabilisasi, rhizofiltrasi
mikroorganisme pendegradasi polutan.

dan interaksi

dengan

Secara skema kerangka teori penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut
ini :

Fitoekstraksi
Fitovolatilisasi

Pengolahan
Limbah Cair

Menggunakan
tanaman Air

Fitodegradasi

(FITOREMEDIASI)

Fitostabilisasi
Rhizofiltrasi
interaksi dengan
mikroorganisme
Rhizofiltrasi

Jenis tanaman
Suhu
pH
Tingkat kepadatan/kerapatan tanaman air
Waktu kontak
Gambar 1 : Kerangka Teori

Metode
Jenis penelitian termasuk penelitian eksperimen dengan rancangan pretestpostest dengan kontrol. Rancangan penelitian ini pengelompokan anggota kontrol
dan kelompok perlakuan dilakukan secara acak, adanya penelitian pendahuluan
(pretest)

pada

kelompok

kontrol

dan

kelompok

perlakuan

diikuti

dengan

intervensi/perlakuan pada kelompok perlakuan dan dilakukan postest setelah


perlakuan.13
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu ingin mengetahui pengaruh berbagai
waktu kontak tanaman hydrilla terhadap kadar TSS air limbah tahu, maka dilakukan
intervensi/perlakuan dengan cara mengontakkan tanaman hydrilla pada air limbah
tahu yang akan diolah/diturunkan kadar TSS-nya. Sebelum dilakukan eksperimen,
terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi, yang bertujuan untuk penyesuaian tumbuhan
terhadap iklim atau suhu pada lingkungan yang baru dimasukinya. Tanaman hydrilla
ditanam pada kontainer yang berisi air bersih selama satu minggu. Setelah
dilakukan aklimatisasi selanjutnya air limbah tahu dilakukan pengenceran dengan air
bersih yang digunakan pada proses aklimatisasi dengan konsentrasi 25% (satu liter
air limbah tahu diencerkan dengan tiga liter air bersih hasil aklimatisasi). Kadar TSS
awal (sebelum dikontakkan dengan tanaman air hydrilla adalah 291 mg/L), kadar
-

Temperatur
pH
Kualitas air
Tingkat kepadatan/kerapatan
tanaman air

TSS setelah dicampur dengan air hasil aklimatisasi 73,55 mg/L, sehingga diperoleh
konsentrasi pengenceran ((73,55 : 291) x 100% = 25%). Setelah Air limbah tahu
yang sudah diencerkan selanjutnya disimpan dalam kontainer untuk dikontakkan
dengan tanaman hydrilla (masing-masing kontainer ditanami hydrilla dengan
biomassa 50 gram) dengan variasi waktu 2 hari, 4 hari, dan 6 hari. Selanjutnya
dilakukan pengukuran kadar TSS pada air baku (sebelum kontak dengan tanaman
hydrilla), pada kontrol, dan air yang sudah dikontakkan dengan tanaman hydrilla.
Penelitian dilakukan di laboratorium bengkel kerja Jurusan Kesehatan
Lingkungan Poltekkes Bandung. Pemeriksaan sampel air hasil penelitian dilakukan
di Laboratorium Pengendalian Kualitas Lingkungan PDAM Tirta Wening Kota
Bandung. Populasi adalah seluruh air limbah yang diambil dari pabrik tahu Cibuntu
Kota Bandung, sedangkan sampel adalah sebagian air limbah pabrik tahu yang
diambil dari populasi, dengan teknik pengambilan sampel sesaat.

Banyaknya

pengulangan (reflikasi) dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan banyaknya


perlakuan yang dilakukan. Ada tiga perlakuan dalam penelitian ini yaitu waktu kontak
selama 48 jam (2 hari), 96 jam (4 hari), dan 144 jam (6 hari). Waktu kontak ini
diambil berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. 2,7
Jumlah pengulangan diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

14

t (r-1) 15

Dimana :
t
r

= banyaknya perlakuan
= banyaknya pengulangan

Berdasarkan rumus tersebut, perhitungannya sebagai berikut :


t (r-1) 15
3 (r-1) 15
3r
r

18
6

maka berdasarkan perhitungan di atas banyaknya pengulangan adalah enam kali,


ditambah kontrol untuk masing-masing perlakuan. Dalam penelitian ini setiap

perlakuan membutuhkan air limbah pabrik tahu sebanyak 3 liter sehingga jumlah
sampel yang dibutuhkan adalah :
(6 pengulangan x 3 (perlakuan) x 3 lt )+(3 kontrol x 3 lt) + baku 3 lt = 66 lt
Tanaman air hydrilla yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang
memiliki karakteristik jumlah daun, rumpun akar, umur, serta tinggi tanaman yang
relatif sama, dengan biomassa sebesar 50 gram. Berat bimassa ini diambil
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Fachrurozi, dkk.

15

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) karena bahan


percobaan dianggap homogen. Penelitian ini ada tiga perlakuan (A, B, dan C) serta
enam pengulangan (1,2,3,4,5, dan 6). Pengacakan dilakukan dengan cara
diundi/dikocok, yaitu membuat 18 kertas gulungan yang sudah diberi kode (A1, A2,
A3, A4, A5, A6, B1, B2, B3, B4, B5, B6, C1, C2, C3, C4, C5, C6), kemudian dikocok,
dan kode yang keluar dimasukkan ke dalam bagan rancangan acak. Setelah
melakukan pengacakan maka bagan rancangan acak adalah sebagai berikut :
B1
C2
B5
A1
B2
A5
C3
A4
B6
C6
A6
A2
A3
B4
C5
C4
B3
C1
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel
air sebelum dan sesudah dikontakkan dengan tanaman air hydrilla juga pada
kontrol. Selanjutnya dilakukan pengukuran pH dan suhu serta pemeiksaan kadar
TSS di laboratorium.
Instrumen dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini :
a. Tanaman air hydrilla,
b. Air limbah pabrik tahu,
c. Kontainer/wadah,
d. Botol sampel, Termometer, pH meter,
e. Alat dan bahan untuk pemeriksaan kadar TSS di laboratorium.
Cara kerja penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengisi kontainer dengan air limbah pabrik tahu yang sudah diencerkan
dengan air bersih hasil proses aklimatisasi masing-masing sebanyak 4
liter untuk dikontakkan dengan tanaman air hydrilla. Air limbah yang
sudah diencerkan dikontakkan dengan tanaman air hydrilla selama 48
jam (2 hari), 96 jam (4 hari), dan 144 jam (6 hari).

b. Mengambil sampel air limbah pabrik tahu yang sudah diencerkan


sebelum dan setelah dikontakkan dengan tanaman air hydrilla selama 2
hari, 4 hari dan 6 hari, serta kontrol.
c. Memeriksa kadar TSS, pH dan temperatur sampel air limbah pabrik tahu
yang sudah diencerkan sebelum dikontakkan dengan tanaman air
hydrilla,
d. Memeriksa kadar TSS, pH dan temperatur sampel air limbah pabrik tahu
yang sudah diencerkan setelah dikontakkan dengan tanaman air
hydrilla,
e. Memeriksa kadar TSS, pH dan temperatur pada kontrol.
f. Air limbah pabrik tahu setelah penelitian tetap disimpan pada
wadah/kontainer sampai kadar bahan pencemar dalam air limbah
tersebut (khususnya paramaterTSS) memenuhi baku mutu yang
dipersyaratkan, baru dibuang ke lingkungan.
g. Tanaman hydrilla setelah digunakan dalam penelitian akan dibuat
kompos.
Data yang telah terkumpul diolah menggunakan software kemudian dilakukan
analisis univariat untuk melihat rata-rata kadar TSS sebelum dan sesudah kontak
dengan tanaman air, serta persentase penurunan kadar TSS setelah kontak dengan
tanaman air. Selanjutnya dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan anova.

16

Uji Anova dilakukan untuk melihat variasi penurunan kadar TSS setelah dikontakkan
dengan tanaman hydrilla dengan tiga waktu kontak yang berbeda (2 hari, 4 hari, dan
6 hari). Untuk menghitung persentase penurunan kadar TSS menggunakan rumus
sebagai berikut :
Kadar TSS sebelum kontak - Kadar TSS setelah kontak
% penurunan TSS = ---------------------------------------------------------------------------- x 100%
Kadar TSS sebelum kontak

Hasil
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, data kadar TSS pada kontrol,
sebelum dan sesudah kontak dengan tanaman hydrilla dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.1
Kadar TSS pada Kontrol, Sebelum dan Sesudah Kontak dengan Tanaman Hydrilla
dalam Air Limbah Tahu

Pengulangan
ke

1
2
3
4
5
6

Hasil Pengukuran Kadar TSS Air Limbah Tahu pada


Air Baku Kontrol Waktu Kontrol Waktu Kontro
(sebelum
2 hari
kontak
4 hari
konta
l
kontak)
(mg/L)
2 hari
(mg/L)
k4
6 hari
(mg/L)
(mg/L)
hari
(mg/L)
(mg/L)
73,55
60,25
59,75
31,00
6,00
36,00
73,55
60,25
49,50
31,00
28,00
36,00
73,55
60,25
25,75
31,00
20,00
36,00
73,55
60,25
37,00
31,00
32,00
36,00
73,55
60,25
25,50
31,00
18,00
36,00
73,55
60,25
34,50
31,00
7,00
36,00

Waktu
kontak
6 hari
(mg/L)
10,00
18,50
21,00
16,00
9,00
11,00

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kadar TSS pada air sebelum
perlakuan (air baku) adalah 73,55 mglL, pada kontrol sebesar 60,25 mg/L, waktu
kontak 2 hari berkisar antara 25,50 mg/L 59,75 mg/L, waktu kontak 4 hari berkisar
antara 6,00 mg/L 32,00 mg/L, dan waktu kontak 6 hari berkisar antara 9,00 mg/L
21,00 mg/L.
Hasil pengukuran nilai suhu pada kontrol, sebelum dan sesudah kontak
dengan tanaman hydrilla dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2
Nilai Suhu pada Kontrol, Sebelum dan Sesudah Kontak dengan Tanaman Hydrilla
dalam Air Limbah Tahu
Pengulangan
ke
1
2
3
4
5
6

Hasil Pengukuran Nilai Suhu Air Limbah Tahu pada


Air Baku
Kontrol
2 hari
4 hari
6 hari
(0C)
(0C)
(0C)
(0C)
(0C)
26,9
26,8
28,7
26,4
25,6
26,9
26,8
28,9
26,4
25,7
26,9
26,8
28,8
26,5
25,7
26,9
26,8
28,6
26,2
25,5
26,9
26,8
28,7
26,3
25,5
26,9
26,8
28,8
26,4
25,4

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai suhu pada air sebelum
perlakuan (air baku) adalah 26,9 0C, pada kontrol sebesar 26,8 0C, waktu kontak 2
hari berkisar antara 28,6 0C 28,9 0C, waktu kontak 4 hari berkisar antara 26,2 0C
26,5 0C, dan waktu kontak 6 hari berkisar antara 25,4 0C 25,7 0C.
Hasil pengukuran nilai derajat keasaman (pH) pada kontrol, sebelum dan
sesudah kontak dengan tanaman hydrilla dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3
Nilai pH pada Kontrol, Sebelum dan Sesudah Kontak dengan Tanaman
Hydrilla dalam Air Limbah Tahu

Pengulangan
ke
1
2
3
4
5
6

Hasil Pengukuran Nilai pH Air Limbah Tahu pada


Air Baku
Kontrol
2 hari
4 hari
6 hari
5,95
5,95
5,95
5,95
5,95
5,95

6,30
6,30
6,30
6,30
6,30
6,30

7,38
7,29
7,30
7,24
7,57
7,74

7,97
7,95
7,96
7,94
7,96
8,02

8,09
8,11
8,22
8,07
8,21
8,32

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai pH pada air sebelum
perlakuan (air baku) adalah 5,95, pada kontrol sebesar 6,30, waktu kontak 2 hari
berkisar antara 7,24 7,74, waktu kontak 4 hari berkisar

antara 7,94 8,02, dan

waktu kontak 6 hari berkisar antara 8,07 8,32.


Hasil Analisis Pengaruh Variasi Waktu Kontak Tanaman Hydrilla terhadap
Penurunan Kadar TSS dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut :
Tabel 4.4
Hasil Uji Analisis Varians (ANOVA) untuk Kadar
Total Suspended Solid (TSS)

Between
Groups
Within Groups
Total

Sum of Squares
2041,861
1608,583
3650,444

df
2

Mean Square
1020,931

15
17

F
9,520

Sig.
,002

107,239

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari hasil uji Anova diperoleh nilai p
(p-value) sebesar 0,002 lebih kecil dari 0,05 ( 5%). Dengan demikian terdapat
pengaruh yang bermakna antara variasi waktu kontak tanaman air hydrilla terhadap
penurunan kadar TSS air limbah pabrik tahu.
Persentase Penurunan Kadar TSS Setelah Kontak Tanaman Hydrilla dapat
dilihat pada tabel 4.5 berikut :
Tabel 4.5
Persentase Penurunan Kadar TSS Sesudah Kontak dengan Tanaman Hydrilla dalam
Air Limbah Tahu
Pengulangan
ke
1
2
3

Persentase Penurunan Kadar TSS Air Limbah Tahu selama


Waktu Kontak
2 hari
4 hari
6 hari
(%)
(%)
(%)
18,76
91,84
86,40
32,70
61,93
74,85
64,99
72,81
71,45

4
5
6
Jumlah
Rata-rata

49,69
65,33
53,09
284,56
47,43

56,49
75,53
90,48
449,08
74,85

78,25
87,76
85,04
483,75
80,63

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat rata-rata persentase penurunan kadar TSS
setelah kontak dengan tanaman hydrilla selama 2 hari adalah sebesar 47,43 %,
waktu kontak 4 hari penurunan kadar TSS sebesar 74,85 %, dan waktu kontak 6 hari
penurunan kadar TSS sebesar 80,63 %.
Bahasan
Hipotesis dalam penelitian ini adalah semakin lama waktu kontak tanaman air
hydrilla (Hydrilla verticillata) dalam proses fitoremediasi semakin besar penurunan
kadar TSS air limbah pabrik tahu. Berdasarkan hasil penelitian, seperti dapat dilihat
pada tabel 4.1, terjadi penurunan kadar TSS setelah air limbah pabrik tahu
dikontakkan dengan tanaman air hydrilla, baik pada waktu kontak 2 hari, 4 hari,
maupun 6 hari. Melihat data hasil penelitian semakin lama waktu kontak penurunan
kadar TSS semakin besar. Dengan rata-rata persentase penurunan waktu kontak 2
hari adalah sebesar 47,43 %, waktu kontak 4 hari penurunan kadar TSS sebesar
74,85 %, dan waktu kontak 6 hari penurunan kadar TSS sebesar 80,63 %. Dari hasil
analisis statistik menggunakan uji analisis varians (Anova) diperoleh nilai p (p-value)
sebesar 0,002 lebih kecil dari 0,05 ( 5%). Dengan demikian terdapat pengaruh
yang bermakna antara variasi waktu kontak tanaman air hydrilla terhadap penurunan
kadar TSS air limbah pabrik tahu, dengan kata lain hipotesis penelitian diterima. Hal
ini membuktikan bahwa tanaman air hydrilla mempunyai kemampuan untuk
menurunkan kadar TSS dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan air limbah
khususnya air limbah pabrik tahu.
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa bioremediasi adalah satu satu
teknologi alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan
bantuan

mikroorganisme.

Selain

dengan

memanfaatkan

mikroorganisme,

bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan tanaman air. Penggunaan tanaman air
dalam proses bioremediasi ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi.

Fitoremediasi didefinisikan sebagai pencucian polutan yang diremediasi oleh


tumbuhan, termasuk pohon, rumput-rumputan dan tumbuhan air. Pencucian ini bisa

berarti penghancuran, inaktivasi atau imobilisasi polutan ke bentuk yang tidak


berbahaya. Fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan tumbuhan untuk
menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan zat pencemar
baik itu senyawa organik maupun anorganik. Mekanisme kerja fitoremediasi terdiri
dari beberapa konsep dasar yaitu, fitoekstraksi, fitovolatilisasi, fitodegradasi,
fitostabilisasi, rhizofiltrasi dan interaksi dengan mikroorganisme pendegradasi
polutan. 9
Penurunan nilai TSS pada perlakukan dalam penelitian ini disebabkan karena
terjadinya proses penyerapan oleh tanaman, dekomposisi bahan organik, dan
mengendapnya hasil dekomposisi bahan organik.

17

Mekanisme tanaman air dalam

bioremediasi yaitu terjadinya proses fitodegradasi. Pada proses fitodegradasi terjadi


penguraian kontaminan dalam air oleh aktivitas mikroba pada perakaran tanaman
air. Mikroba dapat hidup dari pasokan sumber karbon organik dari tanaman. Zat-zat
yang dapat terurai oleh mikroba yang terdapat di dalam akar tanaman berupa zat
organik. Kontaminan yang terserap oleh tanaman air akan dilanjutkan dan
terdistribusi ke dalam berbagai organ tanaman. Proses penyerapan kontaminan
pada air limbah berlangsung sejalan dengan aliran transpirasi saat kejadian proses
transpirasi.

18

Penyerapan bahan organik pada tanaman juga dipengaruhi oleh

adanya mikroba rhizosfera yang terdapat pada akar tanaman


menguraikan bahan organik maupun anorganik.

19

yang mampu

Bahan organik yang terkandung

dalam air limbah pabrik tahu dimanfaatkan tanaman air hydrilla untuk proses
fotosintesis dari hasil penguraian oleh bakteri.

Kadar TSS pada kontrol mengalami penurunan tetapi relatif kecil, hal ini
terjadi semata-mata hanya disebabkan adanya gaya gravitasi pada saat
pengendapan. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai suhu relatif sama baik pada air
sebelum perlakuan (air baku), kontrol, maupun setelah perlakuan. Adanya
peningkatan nilai suhu, semata-mata karena dipengaruhi oleh suhu udara pada saat
penelitian. Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan baik langsung
maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena
suhu mempengaruhi beberapa proses fisiologis penting yaitu laju transpirasi, bukaan
stomata, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis dan respirasi. Adapun suhu
optimum untuk pertumbuhan tanaman pada proses fitoremediasi yaitu antara 27 0C300C. 3

Berdasarkan hasil pengukuran terjadi peningkatan nilai pH, seperti terlihat


pada tabel 4.3. Air limbah pabrik tahu bersifat asam karena pada proses
pembuatannya dilakukan penambahan asam cuka. Setelah kontak dengan tanaman
air hydrilla, nilai pH air menjadi meningkat yang awalnya asam menjadi basa.
Meningkatnya nilai pH disebabkan karena terjadi pemecahan protein yang
terkandung dalam air limbah pabrik tahu menjadi NH 4+. Ion NH4+ akan membentuk
senyawa basa dan sekaligus menaikkan alkalinitas.

18

Nilai pH sangat menentukan

pertumbuhan dan produksi pada tanaman karena pada pH rendah pertumbuhan


tanaman akan menjadi terhambat akibat rendahnya ketersediaan unsur hara penting
seperti fosfor dan nitrogen. Selain itu, apablia pH rendah dapat berdampak secara
fisik pada tanaman yaitu merusak sistem perakaran terutama akar-akar muda,
sehingga proses rizhofiltrasi menjadi terhambat. Untuk pH optimum dalam
penggunaan tanaman pada proses fitoremediasi yaitu antara 6-8. 3
Tidak semua tanaman dapat digunakan dalam proses fitoremediasi, karena
tidak semua tanaman dapat melakukan metabolisme, volatilisasi dan akumulasi
semua polutan dengan mekanisme yang sama. Tanaman yang dapat digunakan
dalam proses fitoremediasi mempunyai sifat ; cepat tumbuh, mampu mengkonsumsi
air dalam jumlah yang banyak pada waktu yang singkat, mampu meremediasi lebih
dari satu polutan. Selain jenis tanaman, kondisi lingkungan sangat erat kaitannya
dengan proses pertumbuhan tanaman yang digunakan untuk metode fitoremediasi,
karena apabila tanaman yang digunakan dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik, maka proses akumulasi pencemaran dengan fitoremediasi akan berjalan
dengan optimal.3 Tanaman air hydrilla mampu menyerap cahaya matahari dan
mampu bersaing dengan tumbuhan lainnya serta mampu juga menggunakan nutrisi
secara efisien. Jaringan hydrilla terdiri dari 90% air, oleh karena itu tumbuhan ini
dapat berkembang biak sekalipun dengan persediaan nutrisi esensial yang terbatas
seperti karbon, nitrogen, dan fospor. Hydrilla mampu tumbuh dibawah kondisi range
kimia yang sangat lebar. Hal ini pada umumnya di temukan pada danau yang rendah
nutrisi hingga yang tinggi nutrisi. Tumbuhan ini juga dapat bertahan hidup pada
salinitas 7% pada air laut dan dapat juga bertahan pada range pH yang lebar.
Hidrilla dapat beradaptasi dengan level sinar matahari yang sangat rendah untuk
fotosintesis, hal ini berarti hydrilla dapat melakukan fotosintesis lebih awal pada pagi
hari sehingga berhasil bersaing dengan tumbuhan yang lainnya.

12

Simpulan
Ada pengaruh variasi lama waktu kontak proses fitoremediasi menggunakan
tanaman air hydrilla terhadap penurunan kadar TSS air limbah pabrik tahu. Rata-rata
persentase penurunan kadar TSS setelah kontak dengan tanaman hydrilla selama 2
hari adalah sebesar 47,43 %, waktu kontak 4 hari penurunan kadar TSS sebesar
74,85 %, dan waktu kontak 6 hari penurunan kadar TSS sebesar 80,63 %.
Saran
Perlu dilakukan penelitian dalam skala lapangan sehingga hasil penelitian
diharapkan bisa menjadi suatu model pengolahan air limbah yang bisa digunakan
oleh masyarakat.
Daftar Pustaka
1. Darsono. 2007. Pengolahan Limbah Cair Tahu Secara Anaerob dan
Aerob.Jurnal Teknologi Industri,Vol.XI No.1.
2. Artiyani, Anis. 2011. Penurunan Kadar N-Total dan P-Total pada Limbah Cair
Tahu dengan Metode Fitoremediasi Aliran Batch dan Kontinyu Menggunakan
Tanaman Hydrilla Verticillata. Spectra, Nomor 18 Volume IX Juli 2011, hal 9-14.
3. Youngman (1999) dalam Siregar, Ulfah J., dan Chairil Anwar. 2010.
Fitoremediasi Prinsip dan Prakteknya dalam Restorasi lahan Paska Tambang
Indonesia. Jakarta : Southest Asian Regional Center for Tropical Biology.
4. Suriawiria, U., 2003, Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Buangan
secara Biologis, Alumni, Bandung.
5. Stowell, R.R., J.C. Ludwig and G. Thobanoglous. 2000. Towad the Rational
Design of Aquatic Treatment of Wastewater, Departement of Civil Enginnering
and Land, Air and Wastewater Resources, University of California, California.
6. Reed, S.C., E.J. Midlebrooks and R.W. Crites. 2005. Natural System of Waste
Management and Treatment, Mc. Graw Hill Book Company, New York.
7. Guntur, Y. Bioremediasi Limbah Rumah Tangga dengan Sistem Simulasi
Tanaman Air. Jurnal Bumi Lestari, Volume 8 Nomor 2 Agustus 2008, hal 136144.
8. Mc. Cutcheon & Schnoor (2003) dalam Sunanisari. Kemampuan Teratai
(Nymphaea Sp) dan Ganggeng (Hydrilla verticillata) dalam Menurunkan Kadar
Nitrogen dan Phosphor Air Limbah Pencucian Laboratorium Analisis Kimia.
Jurnal Limnotek, Volume XV Nomor 1 2008, hal 1-9.
9. Chaney, 1995 dalam Hidayati, Nuril. Ulasan Fitoremediasi dan Potensi
Tumbuhan Hiperakumulator. Jurnal Hayati, Volume 12 Nomor 1 tahun 2005, hal
35-40.
10. Mulia, Ricki. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilmu, Yogyakarta.
11. Sastrawijaya, Tresna. 2009. Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi). Rineka
Cipta, Jakarta.

12. Khiatuddin, M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air dengan Teknologi Rawa
Buatan, Gadjah Mada University Pers, Yogyakarta.
13. Sastroasmoro, S., 2008, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, CV. Sagung
Seto, Jakarta.
14. Gomez, Kwanchai A. Dan Arturo A. Gomez, 2007, Prosedur Statistik untuk
Penelitian. UI Press, Jakarta.
15. Fachrurozi, M., dkk. Pengaruh Variasi Biomassa Pistia stratiotes L. terhadap
Penurunan Kadar BOD, COD, dan TSS Limbah Cair Tahu di dusun Klero
Sleman Yogyakarta. Jurnal KES MAS, Volume 4, Nomor 1 Januari 2010, hal 175.
16. Sudjana. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito. 2002.
17. Puspita D. Penurunan Konsentrasi TSS pada Limbah Laundry Menggunakan
Reaktor Biosand Filter. FTSP. UII Yogyakarta. 2008
18. Mangkoedihardjo S., Ganjar S. Fitoteknologi Terapan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
2010.
19. Unus Suriawiria dalam Lutfiana sari Indah, dkk. Kemampuan Eceng Gondok ,
Kangkung Air, dan Kayu Apu dalam Menurunkan Bahan Organik Limbah Industri
Tahu. Diponegoro Journal of Maquares. Volume 3, Nomor 1, ahun 2014, hal 1-6.
Dokumentasi

Riwayat Penulis :
Tati Ruhmawati, SKM., M.Kes.
adalah Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Bandung,
menjabat sebagai Lektor, Pendidikan S2 Kesehatan Lingkungan
Drs. Denny Sukandar, M.Kes.
adalah Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Bandung,
menjabat sebagai Lektor Kepala, Pendidikan S2 Kesehatan Lingkungan

Você também pode gostar