Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
LEARNING OBJECTIVES
1. Mempelajari etiologi, epidemiologi, pathogenesis, gejala klinik, diagnosis
(pemeriksaan
fisik
dan
penunjang),
tatalaksana,
prognosis,
dan
(pemeriksaan
fisik
dan
penunjang), tatalaksana,
dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi.Pada asma alergi, antibodi IgE
terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang
berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil.Bila seseorangmenghirup
alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat.Alergen
kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan
menyebabkan
sel
ini
berdegranulasi
mengeluarkan
berbagai
macam
(CGRP).
Neuropeptida
itulah
yang
menyebabkan
terjadinya
keluarga.
Pemeriksaan fisik inspeksi ditemukan keadaan pasien yang tampak
gelisah, sesak, pernapasan cuping hidung, retraksi sela iga, sianosis. Pada
palpasi dan perkusi tidak ditemukan kelainan nyata. Sedangkan pada
Diagnosis banding dari asma pada orang dewasa meliputi : PPOK, bronkitis
kronik, gagal jantung kongestif, disfungsi laring, obstruksi mekanis jalan napas,
dan emboli paru. Sedangkan diagnosis banding pada anak meliputi: rinosinusitis,
refluks esophageal, ISPA, TB, aspirasi benda asing, penyakit jantung bawaan.
Klasifikasi asma
Tatalaksana Asma
Tatalaksana asma bertujuan untuk :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
b. Status Asmatikus
Status asmatikus adalah kegawatan medis dimana gejala asma tidak membaik
pada pemberian bronkodilator inisial di unit gawat darurat. Biasanya, gejala
muncul beberapa hari setelah infeksi virus di saluran napas, diikuti pajanan
terhadap alergen atau iritan, atau setelah beraktivitas saat udara dingin. Pasien
biasanya mengeluh rasa berat di dada, sesak napas yang semakin bertambah,
batuk kering dan mengi dan penggunaan beta-agonis yang meningkat (baik
inhalasi maupun nebulisasi) sampai hitungan menit. Prevalensi dan severity kasus
asma semakin meningkat, sejalan dengan peningkatan kasus asma yang
membutuhkan perawatan rumah sakit dan kematian akibat status asmatikus.
Pasien yang terlambat mendapatkan perawatan medis, khususnya perawatan
dengan steroid sistemik, memiliki resiko kematian yang besar. Pasien dengan
kondisi penyerta (misal: penyakit paru restriksi, CHF, deformitas dinding dada)
memiliki resiko kematian yang lebih besar karena status asmatikus, demikian juga
perokok yang biasanya terkena PPOK.
Diagnosis
Gambaran klinis Status Asmatikus :
Penderita tampak sakit berat dan sianosis.
Sesak nafas, bicara terputus-putus.
Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab
alveolar
memegang
peranan
penting
dalam
patogenesis
makrofag dan proses selanjutnya sangat tergantung pada sifat toksisitas partikel
debu. Reaksi jaringan terhadap debu bervariasi menurut aktivitas biologi
debu.Jika pajanan terhadap debu anorganik cukup lama maka timbul reaksi
inflamasi awal.Gambaran utama inflamasi ini adalah pengumpulan sel di saluran
napas bawah.Alveolitis dapat melibatkan bronkiolus bahkan saluran napas besar
karena dapat menimbulkan luka dan fibrosis pada unit alveolar yang secara klinis
tidak diketahui.Sebagian debu seperti debu batubara tampak relatif inertdan
menumpuk dalam jumlah relatif banyak di paru dengan reaksi jaringan yang
minimal. Debu inert akan tetap berada di makrofag sampai terjadi kematian oleh
makrofag karenaumurnya, selanjutnya debu akan keluar dan difagositosis lagi
oleh makrofag lainnya, makrofag dengan debu di dalamnya dapat bermigrasi ke
jaringan limfoid atau ke bronkiolus dan dikeluarkan melalui saluran napas. Pada
debu yang bersifat sitoktoksik, partikel debu yang difagositosis makrofag akan
menyebabkan kehancuran makrofag tersebut yang diikuti dengan fibrositosis.
Diagnosis
Diagnosis pneumokoniosis tidak dapat ditegakkan hanya dengan gejala
klinis.Ada tiga kriteria mayor yang dapat membantu untuk diagnosis
pneumokoniosis. Pertama, pajanan yang signifikan dengan debu mineral yang
dicurigai dapat menyebabkan pneumokoniosis dan disertai dengan periode laten
yang mendukung. Oleh karena itu, diperlukan anamnesis yang teliti mengenai
kadar debu di lingkungan kerja, lama pajanan dan penggunaan alat pelindung diri
serta kadang diperlukan pemeriksaan kadar debu di lingkungan kerja. Gejala
seringkali timbul sebelum kelainan radiologisseperti batuk produktif yang
menetap dan atau sesak napas saat aktivitas yang mungkin timbul 10-20 tahun
setelah pajanan.Kedua, gambaran spesifik penyakit terutama pada kelainan
radiologi dapat membantu menen-tukan jenis pneumokoniosis.Gejala dan tanda
gangguan respirasi serta abnormalitas faal paru sering ditemukan pada
pneumoconiosis tetapi tidak spesifik untuk mendiagnosis pneumokoniosis.Ketiga,
tidak dapat dibuktikan ada penyakit lain yang menyerupai pneumokoniosis.
Pneumokoniosis kemungkinan mirip dengan penyakit interstisial paru difus
penunjang
diperlukan
untukmembantu
dalam
diagnosis
bentuk
pneumokoniosis
subakut
dengan
manfaat
yang
didapatuntuk efek jangka panjangnya terutama jika bahan penyebab masih ada di
paru.
d. Bronkitis Kronis
Bronkitis kronis di defnisikan sebagai adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut. Kondisi ini
terutama berkaitan dengan perokok sigaret atau pemajan terhadap polutan. Pasien
mengalami peningkatan kerentanan terhadap terjadinya infeksi saluran pernapasan
bawah (Brunner & Sudarth, 1996).
Patofisiologi
Bronkitis kronis terjadi ketika unsur-unsur iritan terhirup selama waktu yang
lama. Unsur-unsur iritan ini menimbulkan inflamasi pada percabangan
trakeobronkial, yang menyebabkan peningkatan produksi mukus dan penyempitan
atau penyumbatan jalan nafas. Seiring berlanjutnya proses inflamasi, pada sel-sel
yang membentuk dinding trakturs respiratorius akan menyebabkan resistensi jalan
nafas yang kecil dan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (V/Q) yang berat
obstruksi
jalan
nafas
pada
percabangan
1) Foto
rontgen
toraks
dapat
memperlihatkan
hiperinflasi
dan
penurunan
parsial
melaporkan
peningkatan
gejala
gangguan
saluran
kerja
waktu
malam.
Obat
ini
dapat
menimbulkan
ansietas,
desensitisasi reseptor dan kerusakan mukosa.1 agonis yang selektif lebih kecil
kemungkinannya untuk menimbulkan kerusakan mukosa.
b. Penggolongan dan Penggunaan Dekongestan
1) Macam-macam dekongestan:
Dekongestan Sistemik, seperti pseudoefedrin, efedrin, dan fenilpropanolamin.
Dekongestan sistemik diberikan secara oral (melalui mulut). Meskipun efeknya
tidak secepat topikal tapi kelebihannya tidak mengiritasi hidung. Dekongestan
sistemik harus digunakan secara hati-hati pada penderita hipertensi, pria dengan
hipertrofi prostat dan lanjut usia. Hal ini
disebabkan dekongestan memiliki efek samping sentral sehingga menimbulkan
efek
samping
takikardia
(frekuesi
denyut
jantung
berlebihan),
aritmia
Pseudoefedrin
Isomer dekstro dari efedrin dengan mekanisme kerja yang sama, namun daya
bronkodilatasinya lebih lemah, tetapi efek sampingnya terhadap SSP dan jantung
lebih ringan. Obat ini, jika masuk ke dalam sistem saraf pusat, dapat
menyebabkan kecemasan, peka rangsangan, dan gelisah. Efek samping lainnya
berupa denyut jantung lebih cepat, insomnia, efek alergi pada kulit, kulit kering,
retensi urin, anoreksia, halusinasi, sakit kepala, mual, dan sakit perut.
Pseudoefredin juga dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke. Obat ini banyak
digunakan dalam sediaan kombinasi untuk flu. Dosis : oral 3-4 dd 60 mg (HCl,
sulfat) Nama Paten : Sinutab, Sudafed, Polaramin
Fenilpropanolamin
Derivat tanpa gugus C-H pada atom N dengan khasiat yang menyerupai efedrin.
Kerjanya lebih panjang, efek sentral dan efek jantungnya lebih ringan. Namun,
berdasarkan Food and Drug Administration Amerika (FDA) menganjurkan untuk
tidak menggunakan tiap produk yang mengandung fenilpropanolamin. Dosis : oral
3-4 dd 15-25 mg. Nama Paten : Triaminic, Sinutab, Rhinotusal Dekongestan
Topikal, digunakan untuk rinitis akut yang merupakan radang selaput lendir
hidung. Bentuk sediaan dekongestan topikal berupa balsam, inhaler, tetes hidung
atau semprot hidung. Dekongestan topikal (semprot hidung) yang biasa digunakan
yaitu oxymetazolin, xylometazolin, tetrahydrozolin, nafazolin yang merupakan
derivat imidazolin. Penggunaan dekongestan topikal dilakukan pada pagi dan
menjelang tidur malam, dan tidak boleh lebih dari 2 kali dalam 24 jam.
Dekongestan topikal terutama berguna untuk rhinitis akut karena tempat kerjanya
yang lebih selektif,tetapi obat-obat ini cenderung untuk digunakan secara
berlebihan
oleh
penderita,sehingga
berlebihan.Dekongestan
oral
jauh
menimbulkan
lebih
kecil
penyumbatan
yang
kemungkinannya
untuk
Senyawa ini memiliki efek alfa adrenergik langsung dengan vasokonstriksi tanpa
stimulasi SSP. Khususnya digunakan sebagai dekongestan pada selaput lendir
yang bengkak di hidung dan mata, pilek, selesma (rhinitis, coryza), hay fever,
sinusitis, dsb. Bayi dan anak kecil sebaiknya jangan diberikan dalam jangka
waktu lama untuk obat ini karena dapat diabsorbsi dari mukosa dengan
menimbulkan depresi SSP. Gejalanya berupa rasa kantuk, pening, hipotermi,
bradikardi, bahkan juga koma pada kasus overdosis. Sifat ini bertentangan dengan
kebanyakan adrenergik yang justru menstimulasi SSP.
Yang paling banyak digunakan adalah :
Naphazolin
Xylometazolin
Oksimetazolin
Tetrahidrozolin
Oxymetazolin
Derivate imidazolin ini bekerja langsung terhadap reseptor alfa tanpa efek
reseptor beta. Setelah diteteskan di hidung, dalam waktu 5-10 menit terjadi
vasokonstriksi mukosa yang bengkak dan kemampatan hilang. Efeknya bertahan
hingga 5 jam. Efek sampingnya dapat berupa rasa terbakar dan teriritasi pada
selaput lender hidung dengan menimbulkan bersin.
Dosis : anak-anak di atas 12 tahun dan dewasa 1-3 dd 2-3 tetes larutan 0,05%
(HCl) di setiap lubang hidung; anak-anak 2-10 tahun larutan 0,025% (HCl)
Nama Paten : Afrin, Iliadin, Nasivin
Xylometazolin
Adalah derivate dengan daya kerja dan penggunaan yang sama. Dosis : nasal 1-3
dd 2-3 tetes larutan 0,1% (HCl), maksimum 6 kali sehari. Anak-anak 2-6 tahun
larutan 0,05%.
Nama Paten : Otrivin
Nafazolin
Adalah derivate yang paling tua dengan sifat yang sama, tetapi kerjanya lebih
singkat rata-rata 3 jam. Naphazolin adalah senyawa simpatomimetik yang ditandai
dengan aktivitas alfa adrenergiknya. Naphazoline adalah vasokontriktor dengan
kerja cepat dalam mengurangi pembengkakan pada pemakaian membran mukosa.
Naphazoline bekerja pada reseptor di arteri konjungtiva yang menjadi konstriksi
sehingga menghasilkan penurunan
penyumbatan/kongesti.
Dosis : okuler 1-4 dd 1-2 tetes larutan 0,05-0,1% (HCl).
Nama Paten : Albalon, Privin, Vasacon
Tetrahidrozolin
Merupakan derivate dari imidazolin yang bekerja dengan cara menyebabkan
vasokonstriksi pada saluran darah di mata. Efek samping : menyebabkan
kemerahan persisten dengan penggunaan berlebih, merusak pembuluh darah
dalam mata akibat penggunaan berlebih, dapat terjadi glaucoma secara tiba-tiba
(namun, jarang terjadi ).
Nama Paten : Visine, Murine Plus
Daftar Pustaka
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2015. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses
Prose Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC Penerbit Buku
Setiati dkk., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI, Percetakan Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta, 2014