Você está na página 1de 15

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap tahunnya di Indonesia, berjuta-juta perempuan mengalami kehamilan yang


tidak direncanakan, dan sebagian besar dari perempuan tersebut memilih untuk mengakhiri
kehamilan mereka, walaupun dalam kenyataannya aborsi secara umum adalah ilegal. Seperti
di negara negara berkembang lainnya dimana terdapat stigma dan pembatasan yang ketat
terhadap aborsi, perempuan Indonesia sering kali mencari bantuan untuk aborsi melalui
tenaga tenaga non medis yang menggunakan cara cara antara lain dengan meminum
ramuan ramuan yang berbahaya dan melakukan pemijatan pengguguran kandungan yang
membahayakan.
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram. Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena banyak kasus abortus
provokatus tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak
jelas umur kehamilannya hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu
tidak melapor atau berobat. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini disebabkan oleh
kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi oosit).
Di Indonesia saat ini hukum tentang aborsi didasarkan pada hukum kesehatan tahun
1992. Walaupun bahasa yang digunakan untuk aborsi adalah samar samar, secara umum
hukum tersebut mengizinkan aborsi bila perempuan yang akan melakukan aborsi mempunyai
surat dokter yang mengatakan bahwa kehamilannya membahayakan kehidupannya, surat dari
suami atau anggota keluarga yang mengijinkan pengguguran kandungannya, test
laboratorium yang menyatakan perempuan tersebut positif dan pernyataan yang menjamin
bahwa setelah melakukan aborsi perempuan tersebut akan menggunakan kontrasepsi.

BAB II
LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Tanggal lahir
Umur
Alamat
Agama
Suku
Pendidikan terakhir
Golongan darah
Pekerjaan
Tanggal masuk RS
Tanggal keluar
Nomor RM

II.

IDENTITAS SUAMI
Nama
Umur
Alamat
Pekerjaan

III.

: Ny. Winarsih
: 1 April 1983
: 29 tahun
: Bojong, Wringinputih, RT 06 / 04, Borobudur
: Islam
: Jawa
: SD
:A
: Karyawan
: 23 Maret 2013 pukul 12.00
: 24 Maret 2013 pukul 10.00
: 2279 - 084479

: Tn. Fatah Yasin


: 30 tahun
: Bojong, Wringinputih, RT 06 / 04, Borobudur
: Karyawan

ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis di bangsal Anggrek pada tanggal 23 Maret 2013 pukul
12.00 WIB.
Keluhan utama :
Perdarahan dari jalan lahir sejak 7 jam SMRS, prongkol-prongkol (+), nyeri perut
bawah (+).
Riwayat Penyakit Sekarang :
G2P1A0 mengaku hamil 10 minggu, datang dengan keluhan perdarahan dari jalan
lahir sebanyak + 200 cc sejak 7 jam SMRS. Darah yang keluar berwarna merah
segar disertai keluarnya gumpalan merah seperti daging. Pasien juga mengeluh
mulas-mulas dan nyeri perut bawah. Pasien mengaku mendapat haid terakhir
tanggal 28 Desember 2012. Riwayat berhubungan terakhir berhubungan dengan
suami 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, riwayat trauma disangkal, riwayat
infeksi disangkal. Selama ini pasien melakukan pemeriksaan kehamilan secara
teratur ke puskesmas.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien menyangkal mempunyai riwayat paru, darah tinggi, kencing manis,
penyakit hati dan ginjal.
Riwayat Menstruasi :
- Menarche
- Siklus
- Lama haid
- Dismenorhea
- HPHT
- HPL

: 11 tahun
: 28 30 hari
: 3 5 hari
: (-)
: 28 Desember 2012
: 5 September 2013

Riwayat Pernikahan :
Menikah satu kali, dengan suami sekarang sudah menikah selama dua tahun.
Riwayat Obstetri :
- Anak I

: 2012, perempuan, 3000 gr, spontan, bidan

- Anak II

: Hamil ini

Riwayat Kontrasepsi :
Tidak pernah menggunakan kontrasepsi.

IV.

STATUS GENERALIS
Keadaan umum
Kesadaran / GCS
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
Suhu
Kepala

: Baik
: Compos mentis / 15
: 120 / 80 mHg
: 84x / menit
: 20 x / menit
: 36,7oC
: Normochepale, konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)

Thoraks
- Cor

: Bunyi jantung I-II murni, reguler, gallop (-),


murmur (-)
- Pulmo
: VBS (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen
: Cembung dan lembut
Hepar dan lien sulit dinilai
Bising usus (+), normal
Ekstremitas
: Tidak ada edema dan tidak ada varises

V.

STATUS GINEKOLOGI
Pemeriksaan luar :

TFU 2 jari diatas simfisis


Ballotement (-)
His (-)
BJA (-)

Pemeriksaan dalam :

VUV DBN
Portio tebal lunak
Pembukaan 1 2 cm
Teraba jaringan

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
KOMPONEN DARAH
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
PP test

HASIL
10,7 g/dL
6500 / L
28,2 %
216.000 / L
(+)

VII. DIAGNOSIS
Abortus Inkompletus pada G2P1A0dengan umur kehamilan 10 minggu.

VIII. TERAPI
-

IX.

Observasi KU + TTV
Informed consent rencana operasi kuretase
Infus RL 20 tpm

LAPORAN OPERASI
Tanggal operasi
Nama ahli bedah
Nama ahli anestesi
Jenis anestesi
Diagnosa pra bedah

: 23 Maret 2013
: dr Heriyono, SpOG
: dr Qoerniawan, SpAn
: GA
: Abortus inkompletus

Diagnosa pasca bedah


: Abortus inkompletus
Jenis operasi
: Kuretase
Lama operasi
: 15 menit
Prosedur operasi :
- Prosedur op rutin
- Stadium narkose, posisi litotomi
- Desinfeksi vulva
- Pasang spekulum sims
- Pasang tenakulum
- Desinfeksi portio
- Lakukan kuretase dengan sendok kuret searah jarum jam sampai bersih
-

X.

hasil : didapatkan jaringan + 50 cc


Vagina dibersihkan
Lepas spekulum
Operasi selesai KU pasien baik

PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad cosmeticam

XI.

: Bonam
: Bonam
: Bonam

FOLLOW UP PASIEN
1. Post-op (23 Maret 2013)
S
: Tidak ada keluhan
O
: TD
: 100 / 60 mmHg
Nadi
: 72 x / menit
Pernapasan : 16 x / menit
Suhu
: 36,9oC
A
: P1A1 post op kuretase a.i. abortus inkomplit
P
: Observasi KU + TTV
Inj. Cefotaxime 2 x 1gr I.V.
Inj. Ketorolac 2 x 1 I.V.
2. Post op H+1 (24 Maret 2013)
S
: Tidak ada keluhan
O
: TD
: 100 / 60 mmHg
Nadi
: 90 x / menit
Pernapasan : 24 x / menit
Suhu
: 36,9oC
A
: Post op kuretase H+1
P
: Aff infus
Boleh pulang
Obat ganti oral
: Amoxicillin 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Sulfas Ferosus 2 x 1

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I.

DEFINISI
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

II.

EPIDEMIOLOGI
Insidensi dari aborsi bervariasi tergantung dari variabel yang digunakan untuk
menentukan status aborsi dari suatu kehamilan. Menurut penelitian yang
dilakukan Aan Guttmacher Institute, angka kejadian aborsi di Amerika Serikat
adalah 1.287.000 kasus pada tahun 2003 dengan rasio 20.8 per 1000 kelahiran
pada wanita usia produktif (15 49 tahun). Di Indonesia sendiri, sebuah penelitian
menunjukkan angka kejadian aborsi sebesar 2.000.000 kasus pada tahun 2000
dengan rasio 37 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif (15 49 tahun).
Penelitian ini dilakukan pada fasilitas kesehatan dari 6 wilayah. Dari penelitian
yang telah dilakukan, terbukti sebagian besar perempuan yang melakukan aborsi
memiliki profil khusus yaitu mereka yang cenderung sudah menikah dan hampir
dua pertiga sudah pernah duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Hal ini
bertentangan dengan kenyataan bahwa hanya 38% dari perempuan pernah kawin
yang pernah duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Selanjutnya ditemukan
bahwa hampir setiap klien yang melakukan aborsi berusia lebih dari 20 tahun
(58% berusia lebih dari 30 tahun). Dan hampir separuh dari perempuan
perempuan tersebut sudah memiliki paling sedikit dua anak. Hampir sebagian
besar dari mereka yang melakukan praktek aborsi mengaku karena sudah tidak
ingin memiliki anak lagi.

III.

ETIOLOGI

Aborsi memiliki banyak faktor penyebab, tetapi beberapa studi menunjukkan 60%
disebabkan oleh kelainan kromosom. Berikut adalah penyebab yang umum
didapatkan dalam kasus aborsi :
1. Faktor janin
a. Aborsi aneuploidi
95% dari kelainan kromosom yang berkaitan dengan aborsi disebabkan
oleh kesalahan gametogenesis. Trisomi autosomal paling sering ditemukan
berkaitan dengan kelainan kromosom pada aborsi pada trimester pertama.
Sedangkan monosomi X adalah kelainan kromosom tunggal spesifik yang
paling sering ditemukan.
b. Aborsi euploidi
Janin dengan kromosom normal cenderung untuk aborsi lebih jauh di
kemudian hari dibandingkan dengan aborsi aneuploidi. Angka kejadian
dari aborsi euploidi berkurang dramatis setelah umur ibu lebih dari 35
tahun.
2. Faktor ibu
a. Infeksi
Infeksi tidak umum menyebabkan aborsi. Studi yang dilakukan Simpson
dan teman teman (1996) tidak menemukan bukti aborsi akibat infeksi.
Studi lain yang dilakukan Oakshet dan teman teman (2002)
menunjukkan hubungan antara aborsi pada trimester kedua dengan
bakterial vaginosis.
b. Hipotiroid
Defisiensi tiroid yang berat mungkin berkaitan dengan aborsi. Efek dari
hipotiroid sendiri terhadap aborsi belum banyak diteliti namun
peningkatan autoantibodi terhadap tiroid berkaitan dengan peningkatan
angka kejadian dari aborsi.
c. Diabetes mellitus
Kadar gula darah yang tidak terkontrol meningkatkan angka kejadian
aborsi.
d. Merokok
Kebiasaan merokok berkaitan dengan meningkatnya resiko dari aborsi
euploidi. Resiko ini meningkat sesuai dengan peningkatan frekuensi dan
dosis dari merokok itu sendiri.
e. Alkohol

Konsumsi alkohol pada 8 minggu pertama kehamilan berkaitan erat


dengan peningkatan angka kejadian aborsi.
f. Kafein
Peningkatan resiko aborsi baru terjadi pada mereka yang mengkonsumsi
kafein lebih dari 500 mg per hari.
g. Defek uterus
Resiko aborsi meningkat pada sindrom Asherman.
h. Servik inkompeten
Servik inkompeten adalah terjadinya dilatasi servik yang tidak sakit pada
trimester kedua. Kejadian tersebut bisa diikuti oleh prolap dan
penggembungan dari membran ke vagina sehingga terjadi ekspulsi dari
janin prematur.

IV.

KLASIFIKASI
Secara umum, aborsi dibagi menjadi :
1. Abortus spontan
a. Abortus yang mengancam (iminens)
Ditandai oleh terjadinya perdarahan pada awal kehamilan yang tidak
disertai dengan dilatasi servix dan pengeluaran janin.
b. Abortus insipiens
Ditandai oleh terjadinya perdarahan pada awal kehamilan yang disertai
dengan dilatasi servix dan nyeri.
c. Abortus inkomplit
Ditandai oleh pengeluaran sebagian hasil konsepsi dari cavum uterus.
d. Abortus komplit
Ditandai oleh pengeluaran seluruh hasil konsepsi.
e. Abortus tertunda
Ditandai oleh kematian janin tanpa disertai pengeluaran hasil konsepsi.
f. Abortus habitualis
Dirandai oleh abortus yang berlangsung selama 3 kali atau lebih secara
berurutan.
g. Abortus septik
Abortus yang disertai dengan infeksi pada uterus.
2. Abortus yang diinduksi
Abortus yang dicetuskan karena pertimbangan medis atau secara elektif.

V.

PATOGENESIS
Walaupun sebagian besar kasus abortus spontan disebabkan oleh karena
kelainan kromosom, pada prakteknya banyak ditemukan anak lahir dengan

kelainan kromosom tersebut. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami
proses terjadinya abortus secara umum. Dalam sebagian besar dari kasus aborsi,
terdapat plasentasi yang tidak adekuat sehingga menyebabkan kegagalan dari sel
sel trofoblast untuk masuk dalam arteri spiralis. Kegagalan dari sel sel trofoblast
tersebut mengakibatkan terjadinya perdarahan dari ibu ke anak yang prematur.
Masuknya darah ibu tersebut lama kelamaan menyebabkan terjadinya ekspulsi
dari kantung kehamilan. Selain hal tersebut, kegagalan sel sel trofoblast di atas
mengakibatkan peningkatan tekanan olsigen di ruang intervilli sehingga terjadi
peningkatan stress dan berkurangnya fungsi dari plasenta.

VI.

GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada abortus pada umumnya sama, antara lain :
a. Perdarahan atau bercak darah dari jalan lahir pada trimester pertama
b. Jumlah darah umumnya sedikit
c. Warna darah bervariasi dari kecoklatan hingga merah segar
d. Perdarahan bisa berlangsung hingga beberapa hari
e. Biasa didahului oleh mulas mulas atau sakit pinggang

VII. DIAGNOSIS
a. Abortus iminens
Anamnesis
- Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
- Bisa berupa bercak bercak
- Bisa atau tidak disertai dengan mulas atau nyeri pinggang
- Tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
Pemeriksaan fisik
- Inspekulo :
Ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina
Portio tertutup
Tidak ditemukan jaringan
b. Abortus insipiens
Anamnesis
- Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
- Biasa berupa darah segar yang mengalir
- Disertai dengan mulas atau nyeri pinggang
- Tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
Pemeriksaan fisik
- Inspekulo :
Ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina
Portio terbuka
Tidak ditemukan jaringan

c. Abortus inkomplit
Anamnesis
- Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
- Bisa berupa darah segar yang mengalir
- Disertai dengan mulas atau nyeri pinggang
- Ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
Pemeriksaan fisik
- Inspekulo :
Ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina
Portio terbuka
Bisa ditemukan jaringan di jalan lahir
d. Abortus komplit
Anamnesis
- Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
- Darah biasa berupa bercak bercak
- Disertai dengan mulas atau nyeri pinggang
- Ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
Pemeriksaan fisik
- Inspekulo :
Ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina
Portio tertutup
Tidak ditemukan jaringan
e. Abortus tertunda
Anamnesis
- Uterus yang

berkembang

lebih

rendah

dibandingkan

usia

kehamilannya
- Bisa tidak ditemukan perdarahan atau hanya bercak bercak
- Tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
Pemeriksaan fisik
- Inspekulo :
Bisa ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina
Portio tertutup
Tidak ditemukan jaringan
f. Abortus septik
Anamnesis
- Ditemukan satu atau lebih tanda tanda abortus di atas
- Riwayat sedang menggunakan IUD
- Riwayat percobaan aborsi sendiri
Pemeriksaan fisik
- Demam > 38oC
- Inspekulo : ditemukan salah satu tanda abortus seperti di atas
Pemeriksaan penunjang :
- Serum -hCG
Serum -hCG > 6500 IU per mL disertai dengan USG abdomen
-

merefleksikan 90% kehamilan intrauterin


USG

Gerakan jantung janin harusnya sudah bisa dilihat sejak masa gestasi 6 7
minggu

VIII. PENATALAKSANAAN
Secara umum, tatalaksana aborsi dibagi 2, yaitu :
a. Terapi medikasi
Terapi medikasi menggunakan mifepristone yang disusul dengan penggunaan
misoprostol atau mungkin hanya misoprostol saja. Terapi medikasi ini
digunakan pada aborsi dengan masa gestasi 4 9 minggu dan lebih dari 14
minggu. Terapi bedah cenderung digunakan pada masa gestasi 9 14 minggu.
Regimen lain seperti metothrexate disusul dengan misoprostol juga sering
digunakan.
Indikasi penggunaan terapi medikasi :
- Pilihan pasien
- Masa gestasi yang kecil
- Obesitas (BMI > 30) tanpa kelainan kardiovaskular
- Fibroma uterus
- Malformasi uterus
- Riwayat bedah servik sebelumnya
Kontraindikasi terapi medikasi
- Riwayat alergi mifepristone, misoprostol, atau obat terapi medikasi
-

lainnya
Mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang
Gagal ginjal kronik
Kelainan pembekuan darah
IUD yang masih terpasang
Infeksi daerah panggul yang berat

Rekomendasi WHO dan IPPF


- Mifepristone 200 mg oral diikuti misoprostol 800 g 36 48 jam
setelahnya (oral, sublingual, bukal atau intravaginal) dalam satu dosis
atau dibagi menjadi dua dosis 400 g yang diberikan selang 2 jam.
Rekomendasi FAA Amerika Serikat
- Hari pertama : Mifepristone 600 mg per oral dalam satu kali minum
- Hari kedua : Rh-imunoglobin 50g tidak lebih dari 48 jam sesudah
-

terjadinya tanda - tanda aborsi pada pasien dengan RhHari ketiga : bila proses aborsi belum selesai dan dikonfirmasi dengan
USG, berikan misoprostol 400 g

Hari keempat belas : cek kembali keadaan aborsi pasien dengan USG
atau serum -hCG. Serum -hCG seharusnya berada dibawah 1.000
IU/L setelah 2 minggu pemberian mifepristone. Bila proses aborsi
belum selesai, dilanjutkan dengan aspirasi vakum.

b. Terapi bedah
Indikasi terapi bedah
- Pilihan pasien
- Sterilisasi
- Terdapat kontraindikasi pada pemakaian terapi medikasi
- Pasien tidak mampu datang untuk kontrol setelah terapi medikasi
Pendekatan terapi bedah yang umum dilakukan yaitu :
- Aspirasi vakum
Aspirasi vakum adalah prosedur yang aman dan efektif dan menjadi
terapi pilihan sebelum teknik dilatasi dan kuretase. Teknik ini bisa
digunakan hingga masa gestasi 12 minggu dan 99,5% efektif.
Komplikasi teknik ini lebih rendah dibandingkan teknik dilatasi dan
kuretase, dilatasi servik yang dibutuhkan lebih kecil, harga yang lebih
-

murah, tidak diperlukan anestesi umum.


Dilatasi dan kuretase
Teknik ini lebih berbahaya dan lebih sakit dibandingkan teknik aspirasi
vakum sehingga pemilihan teknik ini umumnya dibatasi bila aspirasi
dan terapi medikasi tidak bisa diberikan. Teknik ini bisa digunakan
hingga masa gestasi 12 minggu dan 99% efektif.

IX.

KOMPLIKASI
Komplikasi pada aborsi dibagi dua antara lain :
a. Komplikasi akut
Komplikasi ini terjadi selama prosedur atau 3 jam sesudah proses abortus
selesai :
- Perdarahan
- Luka serviks
- Perforasi uterus
- Hematometra
b. Komplikasi lanjut
- Infeksi
- Jaringan sisa
- Sensitisasi Rh

X.

FOLLOW UP

Pasien yang mendapat terapi medikasi sebaiknya diobservasi selama 4 6 jam


terlebih dahulu. Pada pasien dengan terapi medikasi yang ingin segera pulang,
minum obat di rumah, atau yang proses abortusnya belum selesai sebaiknya
kembali kontrol ke dokter 10 15 hari setelah mendapat terapi untuk
mengkonfirmasi status aborsinya.
Setelah terapi bedah, pasien idealnya kembali kontrol ke dokter 7 10 hari
setelah mendapat terapi. Pasien sebaiknya diberi informasi bahwa mungkin
terdapat tanda tanda perdarahan dari bercak hingga sebanyak darah menstruasi
untuk beberapa minggu ke depan. Pasien juga sebaiknya mendapat informasi
tentang gejala gejala klinis yang memerlukan intervensi medis segera dan
sebaiknya segera kembali ke rumah sakit seperti perdarahan yang banyak, demam
lebih dari satu hari disertai nyeri panggul.
Selain kontrol berkaitan dengan aborsinya, semua pasien sebaiknya mendapat
informasi mengenai kontrasepsi. Secara umum, semua jenis kontrasepsi aman
digunakan pada wanita post abortus. Penelitian menunjukkan bahwa kesuburan
akan kembali normal dalam 2 minggu dan 75% wanita akan mengalami ovulasi
dalam 6 minggu, setiap pasien sebaiknya diberi informasi bahwa ia bisa
melahirkan kembali sebelum menstruasi berikutnya.

XI.

PROGNOSIS
Resiko dari kematian atau komplikasi medis yang serius lebih banyak terjadi
pada wanita dengan kehamilan cukup bulan dibandingkan aborsi. Kesehatan
secara umum lebih baik pada pasien abortus dibandingkan kelahiran cukup bulan.
Resiko kematian yang berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran berkisar 7 8
per 100.000 kelahiran sedangkan bila dikaitkan dengan abortus, berkisar kurang
dari 1 per 100.000 kelahiran. Beberapa studi tidak menunjukkan hubungan yang
signifikan antara aborsi dengan penurunan kesuburan atau resiko terjadinya
kehamilan ektopik. Sebuah studi di Cina berkaitan dengan pemakaian
mifepristone dan misoprostol menunjukkan tidak ada hubungan antara pemakaian
obat tersebut dengan peningkatan resiko kehamilan prematur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guttmatcher Institute. Aborsi di Indonesia. Guttmatcher Institute. 2008


2. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2009
3. Norman F. Gant MD, Kenneth J., Md Leveno, Larry C., Iii, Md Gilstrap, John C., Md
Hauth, Katharine D., Md Wenstrom, John C. Hauth, J. Whitridge Obstetrics Williams
(Editor), Steven L. Clark, Katharine D. Wenstrom. Williams Obstetrics 23rd Ed: Mc
Graw-Hill Professional
4. McBride, Dorothy E. Abortion in United State. ABC-CLIO. 2008
5. Evans, Arthur T. Manual of Obstetric 7th ed. Lippincot Williams and Willkins. 2007
6. World Health Organization. Safe Abortion: Technical and Policy Guidance for Health
Systems. World Health Organization. 2003

Você também pode gostar