Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Balaghah merupakan suatu disiplin ilmu yang berdasarkan kepada kejernihan jiwa
dan ketelitian menangkap keindahan dan kejelasan perbedaan yang samar diantara uslub
(gaya bahasa) dalam ungkapan-ungkapan. Secara etimologi balaghah ialah sampai atau
mencapai. Sedangkan secara terminologi ialah sifat bagi kalam (kalam baligh) dan
mutakallim (pembicara baligh). Atau suatu penyampaian pengertian yang indah dan jelas,
dengan ungkapan yang jelas dan fasich. Dengan mempelajari ilmu balaghah maka kita akan
merasakan apa yang di sampaikan oleh penyair, juga menangkap keindahan-keindahannya
baik dari segi lafadz, makna dan juga fungsinya. Balaghah terbagi menjadi tiga bagian yakni:
Ilmu Bayan, Ilmu Maani Dan Ilmu Badi.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan konsep badi yang dikhususkan pada bab
saja. Saja terbagi menjadi tiga jenis yakni, Saja Mutharraf, Saja Mutawazi dan Saja
Murassha. Sedangkan objek yang diteliti adalah syair Abu Qasim as Syabi (
). Peneliti memilih syair tersebut sebagai objek karena dalam syair ini
menggambarkan semangat penyair dalam memperjuangkan hidupnya serta meningkatkan
kualitas hidupnya, beliau menuangkan nasihat-nasihatnya melalui syair tersebut dengan
bahasa yang dikemas dengan indah. Selain itu peneliti juga menemukan keindahan bahasa
dari segi lafadznya yang memiliki irama yang sama antara bait yang pertama dan bait
selanjutnya.
Dari latar belakang permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti saja dalam
syair Abu Al Qasim As Syabi. Karena dalam syair tersebut banyak ditemukan macam-macam
saja yang memiliki fungsi dan makna berbeda-beda. Oleh karena itu penulis akan mencari,
memetakan dan menganalisis syair yang terdapat sajanya dengan penelitian yang berjudul
SAJA DALAM SYAIR ABU AL QASIM AS-SYABI (
BAB II
KAJIAN TEORI
A. PENGERTIAN SAJA DAN JENISNYA
Saja adalah persesuaian dua akhir kata pada huruf akhirnya. 1 Fashilah adalah
kata terahir dari suatu kalimat yang dibandingkan dengan kalimat lain. Dua kalimat
yang dibandingkan ini disebut qarinah, kemudian qarinah yang dibandingkan disebut
faqrah. Saja mempunyai beberapa jenis, yaitu:
1) Saja Almutharraf
Saja yang sama dalam qafiyah akan tetapi berbeda wazannya.
2) Saja Mutawazi
Saja yang sama dalam qafiyah dan wazannya.
3) Saja Murassha
Saja yang dua faqrah atau lebih sama dalam qafiyah dan wazannya.
B. BIOGRAFI ABU AL QASIM AS-SYABI
Nama lengkapnya adalah Abu al Qasim as-Syabi bin Muhammad bin Abi
Qasim bin Ibrahim al Syabi. Beliau lahir pada rabu tanggal 3 Syafar tahun 1327 H
atau bertepatan pada 24 februari 1909 M, di kabupaten Syabiah atau Syabah dari
provinsi Tauzan yaitu kota yang terletak di sebelah selatan Tunisia. Sebuah kota indah
yang penuh dengan keindahan alam, yaitu diantara dua kebun jeruk dan tengah-tengah
oase pohon kurma serta dikelilingi oleh perairan yang menyejukkan. Pada awal abad
ke-20 abu Qasim As-Syabi melanjutkan ke perguruan tinggi Zaituna di Tunis sampai
memperoleh ijazah Tathwi.2 Setelah menyelesaikan studinya beliau di beri jabatan
sebagai Qadhi (hakim) yang tugasnya berpindah-pindah dari satu provinsi ke provinsi
lain.
Beliau termasuk penyair yang sangat jenius yang mampu menghafal AlQuran dengan sempurna ketika ia berusia 9 tahun, selain itu beliau mampu
memahami tentang bahasa arab dengan sangat baik. Sehingga ketika umur 11 tahun
beliau mampu menerbitkan buku-buku, diantaranya buku agama, dan buku filsafat
klasik yang memenuhi perbendaharaan perpustakaan ayahnya. Semua kemampuan
273 : , ,
Abu Qasim Muhammad Kirru, as-Syabi Hayatuhu wa Syiruhu, h.30-31
itu beliau dapatkan dari bimbingan ayahnya yang selalu mengajarkannya mengenai
ushul al arabiyah dan pelajaran-pelajaran mendasar lainnya.
Kemudian pada saat umurnya 12 tahun, beliau dipindah sekolah ke Zaituna,
salah satu nama sekolah di Tunis. Beliau juga mendapat ijazah Tathwi ketika belajar
di perguruan tinggi Zaituna pada tahun 1927 bulan Juni. Dan pada tahun berikutnya
beliau melanjutkan studinya untuk mendapatkan gelar magester selama 3 tahun.
Setelah menyelesaikan studinya, dengan mandiri Abu Qasm as Syabi melatih dan
mengasah otaknya dalam mengolah sastra. Pada saat ada pertemuan, majelis dan
seminar-seminar disitulah beliau mengembangkan dan menyalurkan bakatnya, dengan
mengubah puisi klasik menjadi puisi yang lebih moderen serta membahas sastra dan
problematikanya.3
Akan tetapi pada tahun 1929 M beliau mengidap penyakit jantung, sehingga
ayahnya menganjurkannya untuk menikah. Dan dari pernikahannya itu beliau
dikaruniai dua putra yang bernama Mohammad Sadiq, yang menjadi kolonel tentara
di Tunisia dan Jelal, yang kemudian menjadi insinyur. Namun setelah pernikahannya
keadaan Abu Qasim tak lantas membaik, melainkan semakin memburuk, karna pada
tahun itu pula ayahnya meninggal dunia, sosok yang sangat ia kagumi sebagai guru,
pemberi kasih sayang dan yang selalu melindunginya. Oleh karena kepedihan,
kesedihan, kerinduan dan rasa sakit yang ia derita membuat keadaannya semakin lama
semakin memmburuk.
Abu Qasim as Syabi menuangkan semua yang ia rasakan dalam bentuk syiir,
karena hanya dengan cara inilah yang mampu mengurangi rasa duka yang terpendam
itu. Pada masa ini pulah beliau banyak menciptakan syair-syair yang membangun
semangat bagi semua orang terutama nasihat untuk dirinya sendiri, untuk semangat
hidup dan semangat berjuang. Kemudian
pengawasan dokter, dimana diantara dokter tersebut berasal dari prancis kota solo.
Segala pengobatan telah beliau lakukan akan tetapi keadaannya tak juga membaik.
Hingga pada tahun 1934 M, ketika penyakitnya sudah semakin parah, akhirnya beliau
pergi ke ibu kota Tunesia untuk melakukan pengobatan lagi, namun disana beliau
dirujuk ke rumah sakit Itali pada tanggal 26 Agustus, namun penyakit beliau tak juga
membaik hingga akhirnya beliau meninggal pada tanggal 9 oktober 1934 M.4
C. KUMPULAN KARYA ABU AL QASIM AS-SYABI
3
4
Muhammad Ali Baidlon, Diwan Abi al Qasim as Syabi, (Beirut: Dar al kutub al ilmiyah, 2005) h.5
Ibid, hal. 7
Ibid, hal. 8
Apabila suatu hari, suatu bangsa ini hidup, hendaknya dapat merespon takdir Allah
SWT.
Majid tharad, Diwan Abi al Qasim as Syabi Wa Rasailihi, (Birut: Dar al Kutub al Arab,
1994) hal: 29-195
Barang siapa yang tidak dipeluk kerinduan hidup, maka terbanglah ke udara jauh dan
menghilanglah.
Celakalah orang yang tidak rindu kehidupan ini, karena telah terpukul oleh
kemusnahan.
Demikian itu, alam jagad raya ini telah mengatakan padaku dan membisiki aku,
tentang ruh jiwanya yang masih bersinar.
Jika saya tidak mempunyai ambisi mencapai puncak, dengan mengendarai cita-cita
dan melupakan hati-hati.
Tidak mau menghindari lembah-lembah yang menakutkan, dan kobaran api yang
menyala.
Siapa yang tak senang mendaki ketinggian bukit, maka akan hidup sepanjang masa
diantara lubang-lubang.
Oleh karena itu, saya memekikkan semboyan hatiku, sebagai darah muda, dan
meneriakkan yel-yel kepemudaan yang lain.
Sayapun menunduk, untuk mendengarkan teriakan halilintar dan gemuruh angin dan
rintik air hujan.
Ketika bumi menjawab kepadaku, dan pertanyaanku: hai ibu, apakah anda membenci
manusia?
saya memberkahi untuk manusia yang mempunyai ambisi dan orang-orang yang bisa
menikmati pada saat mengarungi bahtera bahaya
Sayapun melaknati / mengutuk pada orang yang tidak sejalan dengan masa dan hanya
menerima kehidupan sebagai kehidupan batu.
#
,
Inilah alam, yang hidup, yang mencintai kehidupan, dan menghina kestatisan
(kematian), meskipun sudah tua / besar.
Tiada alam yang mau memangku bangkai burung burung dan tiada lebah yang mau
menjilati bangkai bunga bunga.
Kalau bukan karena hatiku yang bersikap kasih keibuan pada mayat, pasti saya
tidak mau merangkul mayat-mayat yang sudah ditaruh dilubang-lubang kubur.
Celakalah orang yang tidak rindu kehidupan, termasuk mengetuk menggerutu
terhadap kepunahan.
Pada suatu malam dari malam-malam musim gugur, merasakan keberatan dengan
kesedihan dan mencaci maki.
Saya termabuk oleh bintang-bintang, dan saya pun benyanyi karena kesedihan sampai
mabuk.7
Muhammad Ali Baidlon, Diwan Abi al Qasim as Syabi, (Beirut: Dar al kutub al ilmiyah, 2005) h. 70
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
1) Data
Dalam penelitian ini penulis meneliti saja dalam syair yang berjudul iradatu
al hayat karya Abu al Qasim as Syabi. Penulis menemukan sembilan belas data saja.
Empat belas saja berjenis Mutawazi dan lima saja berjenis Mutharraf
2) Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam mengumpulkan data-data adalah diwan
Abu Qasim As Syabi.
C. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
1) Observasi
Sebelum mengamati penulis membaca sumber data yang akan dijadikan penelitian
dan buku-buku yang digunakan sebagai referensi penelitian secara berulang-ulang.
2) Mengumpulkan Data
Dalam mengumpulkan data penulis menandai setiap bait syair yang mengandung saja
3) Memilah dan Mengidentifikasikan
10 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
Sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian maka penulis memilah dan
memetakan data, mencari bentuk saja dalam syair Abu Qasim as Syabi,
mengidentifikasikan dan mengelompokkannya sesuai jenis-jenis saja yang berupa Saja
Mutawazi (sama dalam wazan dan qafiyahnya), Saja Mutharraf (sama dalam qafiyah
akan tetapi berbeda wazannya) dan Saja Murassha (fashilah dua bait atau lebih yang
sama dalam qafiyah dan wazannya).
5) Menganalisis Data
Setelah memilah, memetakan dan mengidentifikasikan data maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis data berdasarkan sumber data yang telah dikaji sebelum melakukan
penelitian.
6) Menyimpulkan Hasil Penelitian
Kesimpulan dalam penelitian terletak pada bab terakhir, yang berisi rangkuman
jawaban dari rumusan masalah.
BAB IV
11 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
ANALISIS DATA
A. BENTUK SAJA DALAM SYAIR ABU AL QASIM AS-SYABI (
a) Pada bait pertama dan kedua terdapat fashilah (kata terahir) yang
memiliki akhiran huruf yang sama, ke dua bait tersebut memiliki
kesamaan dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf ( ),
namun terdapat perbedaan pada wazannya. Fashilah bait pertama ( )
)
mengikuti wazan (
) sedangkan fashilah bait kedua (
mengikuti wazan (
) , maka saja yang terdapat dalam kedua bait
ini adalah Saja Mutharraf.
b) Pada bait kedua dan ketiga terdapat fashilah (kata terahir) yang memiliki
akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam qafiyah
(huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , namun terdapat perbedaan
wazannya, pada fashilah bait kedua (
) mengikut wazan
12 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
sedangkan
maka
) mengikut wazan
Mutharraf.
yang
wazan
sedangkan
) mengikut
SajaMutharraf.
yang
13 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
mengikut wazan
begitu juga
yang
sedangkan
maka
SajaMutharraf.
yang
14 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
wazan
maka saja yang terdapat pada kedua bait ini adalah Saja
Mutawazi.
g) Pada bait ketujuh dan kedelapan terdapat fashilah (kata terahir) yang
memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam
qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , namun terdapat
perbedaan wazannya, pada fashilah bait ketujuh ( ) mengikut
wazan
sedangkan
wazan
SajaMutharraf.
15 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
h) Pada bait kedelapan dan kesembilan terdapat fashilah (kata terahir) yang
memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam
qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , namun terdapat
wazannya, pada fashilah
bait kedelapan (
)
mengikut wazan
sedangkan
mengikut wazan
perbedaan
adalah SajaMutharraf.
i) Pada bait kesembilan dan kesepuluh terdapat fashilah (kata terahir) yang
memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam
qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , dan juga kesamaan
pada wazannya, pada fashilah
bait kesembilan (
) mengikut
wazan
maka saja yang terdapat pada kedua bait ini adalah Saja
Mutawazi.
16 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
j) Pada bait kesepuluh dan kesebelas terdapat fashilah (kata terahir) yang
memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam
qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , dan juga kesamaan
,
,
k) Pada bait kesebelas dan kedua belas terdapat fashilah (kata terahir) yang
memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam
qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , dan juga kesamaan
) mengikut wazan
pada wazannya, pada fashilah bait kesebelas (
) juga mengikut wazan
begitu juga bait kedua belas (
maka saja yang terdapat pada kedua bait ini adalah Saja Mutawazi.
l) Pada bait kedua belas dan ketiga belas terdapat fashilah (kata terahir)
yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan
17 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
)
bait kesebelas (
mengikut wazan
mengikut wazan
m) Pada bait ketiga belas dan keempat belas terdapat fashilah (kata terahir)
yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan
dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , dan juga
kesamaan pada wazannya, pada fashilah bait ketiga belas (
)
mengikut wazan
mengikut wazan
18 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
n) Pada bait keempat belas dan kelima belas terdapat fashilah (kata terahir)
yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan
dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , namun
terdapat perbedaan wazannya, pada fashilah bait keempat belas (
) mengikut wazan
mengikut wazan
adalah SajaMutharraf.
o) Pada bait kelima belas dan keenam belas terdapat fashilah (kata terahir)
yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan
dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , namun
terdapat perbedaan wazannya, pada fashilah bait kelima belas (
)
mengikut wazan
mengikut wazan
adalah SajaMutharraf.
#
#
19 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
p) Pada bait keenam belas dan ketujuh belas terdapat fashilah (kata terahir)
yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan
dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , namun
terdapat perbedaan wazannya, pada fashilah bait keenam belas ( )
mengikut wazan
mengikut wazan
adalah SajaMutharraf.
q) Pada bait ketujuh belas dan kedelapan belas terdapat fashilah (kata
terahir) yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki
kesamaan dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) ,
namun terdapat perbedaan wazannya, pada fashilah bait ketujuh belas (
) mengikut wazan sedangkan
) mengikut wazan
20 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
r) Pada bait kedelapan belas dan kesembilan belas terdapat fashilah (kata
terahir) yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki
kesamaan dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) ,
namun terdapat perbedaan wazannya, pada fashilah bait keenam belas (
s) Pada bait kesembilan belas dan kedua puluh terdapat fashilah (kata
terahir) yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki
kesamaan dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) ,
dan juga kesamaan pada wazannya, pada fashilah bait kesembilan (
21 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
Apabila suatu hari, suatu bangsa ini hidup, hendaknya dapat merespon takdir
Allah SWT.
Pada fashilah bait pertama penyair menggunakan kata ( )mempunyai arti
takdir. Kata tersebut merupakan kunci pada syair ini. Penyair mengungkapkan
bahwa Allah akan mengubah nasib suatu bangsa jika penduduk pada bangsa
tersebut mengubah takdir yang ditetapkanNya. Takdir yang dimaksud adalah
takdir sughra (takdir yang masih bisa dirubah) bukan takdir kubra yang tidak bisa
dirubah misalnya (maut, rizqi dan jodoh). Karena sejatinya Allah tidak akan
mengubah nasib hambanya kecuali orang tersebut mau mengubahnya, artinya
Allah akan mengubah takdir seseorang yang mau berusaha dengan sungguhsungguh dan tidak hanya mengandalkan takdir yang telah ditetapkanNya. Untuk
mengetahui
lebih
lanjut
makna
pada
fashilah
bait
pertama
penyair
) yang memiliki
Pada fashilah bait kedua penyair menggunakan kata (
arti mengikat, namun pada fashilah ini kata mengikat bukanlah makna asli
melainkan makna majazi. Ikatan yang dimaksud diantaranya adalah nafsu untuk
bermalas-malasan atau hal buruk yang merugikan manusia itu sendiri.
Sebagaimana telah dijelaskan pada potongan bait kedua (
22 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
.
kata dengan kata
c) Makna fashilah pada bait ketiga
Barang siapa yang tidak dipeluk kerinduan hidup, maka terbanglah ke udara jauh
dan menghilanglah.
Pada fashilah bait ketiga penyair menggunakan kata (
) yang mempunyai
arti menghilanglah. Penyair juga mengungkapkan dengan kalimat majazi yang
mengandung uslub bayan yakni kinayah dengan mengkiaskan kata
kata
dengan
Celakalah orang yang tidak rindu kehidupan ini, karena telah terpukul oleh
kemusnahan.
Pada fashilah bait keempat penyair menggunakan kata (
) yang
mempunyai arti kemusnahan. Kata kemusnahan pada bait ini memiliki makna
penyesalan yang sangat mendalam atas kelalaian yang dilakukan orang-orang
yang menyia-nyiakan masa hidupnya. Pada potongan bait ini penyair
menggunakan uslub bayan yakni kinayah, dengan mengkiaskan kata
pada kata
23 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
Demikian itu, alam jagad raya ini telah mengatakan padaku dan membisiki aku,
tentang ruh jiwanya yang masih bersinar.
Pemilihan kata
mempunyai arti pancaran, akan tetapi kata
dan kata
keduanya
cenderung memberi
disandarkan kepada sifat alam. Secara konkrit alam tidak memancarkan cahaya,
akan tetapi yang memancarkan cahaya adalah matahari, bulan ataupun bintang.
) menyebutkan
secara umum tetapi yang dimaksudkan adalah sebagian (bumi) sedangkan dilihat
dari segi makna penyair lebih memilih kata
karena
penyair ingin
mengungkapkan kepada semua orang bahwasanya tanpa kita sadari alam bangga
atas kerja keras dan perjuangan setiap manusia, sebaliknya bumi juga melaknat
setiap manusia yang menyia-nyiakan hidupnya selama didunia.. Selain itu kata
pada bait
24 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
,
Jika saya tidak mempunyai ambisi mencapai puncak, dengan mengendarai citacita dan melupakan hati-hati.
Pada fashilah bait ketujuh penyair menggunakan kata ( )yang mempunyai
arti hati-hati. Kata
didalam uslub badi kedua kalimat ini termasuk jama dengan adanya huruf
sebagai tandanya. Sedangkan jika dilihat dari potongan kedua pada bait (
Tidak mau menghindari lembah-lembah yang menakutkan, dan kobaran api yang
menyala.
25 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
Siapa yang tak senang mendaki ketinggian bukit, maka akan hidup sepanjang
masa diantara lubang-lubang.
Pada fashilah bait kesembilan penyair menggunakan kata (
) yang berarti
lubang. Kata ini bukanlah makna haqiqi melainkan makna majazi, yakni dengan
mengkiaskan kata
yang
berarti lubang. Didalam ilmu balagho kalimat ini termasuk kinayah. Penyair
memberitahukan kepada semua orang bahwa, jika manusia tidak mempunyai
cita-cita serta berusaha menggapainya maka kelak ia akan hidup pada kesesatan
dan akan merasakan penyesalan yang sangat mendalam atas perbuatannya sendiri.
j)
Oleh karena itu, saya memekikkan semboyan hatiku, sebagai darah muda, dan
meneriakkan yel-yel kepemudaan yang lain.
dan
kalimat
26 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
yang menjelaskan tentang kegigihan sebagai dara
muda dengan meneriakkan yel-yel sebagai penyemangatnya. Dua kalimat ini
dihubungkan dengan huruf
k) Makna fashilah pada bait kesebelas
#
,
,
) yang memiliki
Pada fashilah bait kesebelas penyair menggunaka kata (
arti hujan. Terdapat kalimat
yang termasuk uslub
bayan yakni majaz istiarah makniyah. Dengan menyandarkan kata sifat teriakan
(
) pada kata halilintar ( ) penyair menggunakan uslub ini sebagai
peringatan bahwa alam mengamuk karena perbuatan manusia yang menyia-
yang melaknat setiap manusia yang merugi. Uslub tersebut ditandai dengan huruf
.
l) Makna fashilah pada bait kedua belas
Ketika bumi menjawab kepadaku, dan pertanyaanku: hai ibu, apakah anda
membenci manusia?
27 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
karena kata
digunakan untuk
dibandingkan kata
yang
digunakan untuk menyebutkan manusia dangan keadaan awalnya, selain itu kata
(fashilah) dalam syair juga seirama dengan fashilah pada bait sebelum
()
dan sesudahnya
()
yang berwazan
saya memberkahi untuk manusia yang mempunyai ambisi dan orang-orang yang
bisa menikmati pada saat mengarungi bahtera bahaya.
Pada fashilah bait ketiga belas penyair menggunakan kata (
) yang
mempunyai arti bahaya. jika dilihat dari segi lafadz terdapat sabab musabbab
pada lafadz
yang memberi mana bahwa yang diberkahi bumi adalah orang-orang yang
mempunyai semangat dan ambisi dan selalu mensyukuri nikmat pada saat
mengarungi bahtera bahaya.
n) Makna fashilah pada bait keempat belas
28 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
Sayapun melaknati / mengutuk pada orang yang tidak sejalan dengan masa dan
hanya menerima kehidupan sebagai kehidupan batu.
Penyair memilih kata
yang
,
,
Inilah alam, yang hidup, yang mencintai kehidupan, dan menghina kestatisan
(kematian), meskipun sudah tua / besar.
Pada fashilah bait ini penyair menggunakan kata (
) yang mempunyai arti
besar. Makna pada fashilah ini menjelaskan kepada semua manusia bahwa alam
ini tidak pernah membedakan antara yang muda dan yang tua dan kaya atau yang
miskin. Alam akan menlaknat dan menghina ataupun memberkahi dan mencintai,
sebagaimana yang manusia itu sendiri lakukan. Jika dilihat dari segi lafadz bait
ini juga terdapat uslub badi yakni jama. Dua kalimat yang menjelaskan tujuan
yang sama yakni perbuatan alam kepada setiap makhluk. Uslub ini terdapat pada
kalimat
dan
kedua
kalimat ini
29 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
Tiada alam yang mau memangku bangkai burung burung dan tiada lebah yang
mau menjilati bangkai bunga bunga.
Pada fashilah ini penyair menggunakan kata ( )yang mempunyai arti
bunga. Fashilah pada bait ini tidak mempunyai arti khusus melainkan sebagai
pelengkap kalimat sebelumnya. Kalimat tersebut merupakan majaz istiarah
makniyah yang merupakan kajian balaghah uslub bayan. Uslub tersebut terletak
pada kalimat
mempunyai arti Tiada alam yang mau memangku bangkai burung burung.
Pada kalimat ini kata memangku yang (kata kerja) disandarkan kepada kalimat
alam (benda mati) secara ilmiah kata kerja disandarkan kepada makhluk hidup
baik itu manusia ataupun hewan, sedangkan pada bait ini penyair menggunakan
alam sebaga subjeknya, maka kalimat ini merupakan majaz istiarah makniyah
yang memberikan sifat makhluk hidup terhadap benda mati. Dan pada potongan
bait selanjutnya pada kalimat
terdapat
juga uslub bayan kinayah yang mempunyai arti tekstual tiada lebah yang mau
menjilati bangkai bunga bunga tetapi yang dimaksud dalam bait ini memiliki
makna majazi yakni alam yang menolak kehidupan yang telah di sia-siakan.
q) Makna fashilah pada bait ketujuh belas
Kalau bukan karena hatiku yang bersikap kasih keibuan pada mayat, pasti saya
tidak mau merangkul mayat-mayat yang sudah ditaruh dilubang-lubang kubur.
Pada fashilah bait ini penyair menggunakan kata (
) yang mempunyai arti
kubur. Fashilah ini juga tidak mempunyai makna khusus melainkan penjelasan
tentang alam yang melaknat manusia yang merugi bahkan ketika ia berada
30 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
didalam perut bumi (kubur) ketika orang tersebut telah mati. Akan tetapi hal itu
tidak terjadi karena sifat belas kasihan Allah.
r) Makna fashilah pada bait kedelapan belas
dan
sedangkan
.
untuk musabbab dijelaskan pada kata
s) Makna fashilah pada bait kesembilan belas
Pada suatu malam dari malam-malam musim gugur, merasakan keberatan dengan
kesedihan dan mencaci maki.
Pada fashilah bait ini penyair menggunakan kata (
) yang mempunyai
arti mencaci maki, fashilah ini tidak memberikan makna khusus melainkan
sebagai pelengkap kalimat sebelumnya. Jika dilihat dari segi lafadz penyair
menggunakan usub badi yakni jama dengan menggunakan huruf .
t) Makna fashilah pada bait kedua puluh
31 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
Saya termabuk oleh bintang-bintang, dan saya pun benyanyi karena kesedihan
sampai mabuk
Penyair memilih kata
yang mempunyai arti mabuk karena penyair ingin
mengungkapkan bahwa setiap manusia yang menyia-nyiakan masa hidupnya ia akan
termabuk dengan kesedihan karena penyesalan atas perbuatannya dimasa lampau.
Kata
( )dan berwazan
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
32 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi
yang
1. Saja adalah persesuaian dua akhir kata pada huruf akhirnya. 8 Fashilah adalah
kata terahir dari suatu kalimat yang dibandingkan dengan kalimat lain. Dua
kalimat yang dibandingkan ini disebut qarinah, kemudian qarinah yang
dibandingkan disebut faqrah. Saja terbagi menjadi tiga jenis yakni Saja
Almutharraf yaitu Saja yang sama dalam qafiyah akan tetapi berbeda
wazannya, Saja Mutawazi yaitu saja yang sama dalam qafiyah dan wazannya
kemudian Saja Murassha yaitu saja yang dua faqrah atau lebih mempunyai
qafiyah dan wazan yang sama. Adapun dalam syair Abu Qasim as Syabi pada
bab Iradat al Hayat terdapat dua macam bentuk saja yakni Saja Mutawazi
dan Saja Mutharraf. Lima saja berbentuk Saja Mutharraf dan empat belas
berbentuk Saja Mutawazi.
2. Makna yang terkandung dalam setiap fashilah syair dapat menyampaikan
perasaan, pesan dan kekecewaan penyair. Dalam setiap fashilah syairnya
beliau mengungkapkan pesan-pesannya dengan uslub yang sangat indah,
dilihat
dari
segi
pemilihan
katanya
(diksi)
dan
juga
unsur-unsur
273 : , ,
33 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi