Você está na página 1de 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Balaghah merupakan suatu disiplin ilmu yang berdasarkan kepada kejernihan jiwa
dan ketelitian menangkap keindahan dan kejelasan perbedaan yang samar diantara uslub
(gaya bahasa) dalam ungkapan-ungkapan. Secara etimologi balaghah ialah sampai atau
mencapai. Sedangkan secara terminologi ialah sifat bagi kalam (kalam baligh) dan
mutakallim (pembicara baligh). Atau suatu penyampaian pengertian yang indah dan jelas,
dengan ungkapan yang jelas dan fasich. Dengan mempelajari ilmu balaghah maka kita akan
merasakan apa yang di sampaikan oleh penyair, juga menangkap keindahan-keindahannya
baik dari segi lafadz, makna dan juga fungsinya. Balaghah terbagi menjadi tiga bagian yakni:
Ilmu Bayan, Ilmu Maani Dan Ilmu Badi.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan konsep badi yang dikhususkan pada bab
saja. Saja terbagi menjadi tiga jenis yakni, Saja Mutharraf, Saja Mutawazi dan Saja
Murassha. Sedangkan objek yang diteliti adalah syair Abu Qasim as Syabi (
). Peneliti memilih syair tersebut sebagai objek karena dalam syair ini
menggambarkan semangat penyair dalam memperjuangkan hidupnya serta meningkatkan
kualitas hidupnya, beliau menuangkan nasihat-nasihatnya melalui syair tersebut dengan
bahasa yang dikemas dengan indah. Selain itu peneliti juga menemukan keindahan bahasa
dari segi lafadznya yang memiliki irama yang sama antara bait yang pertama dan bait
selanjutnya.
Dari latar belakang permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti saja dalam
syair Abu Al Qasim As Syabi. Karena dalam syair tersebut banyak ditemukan macam-macam
saja yang memiliki fungsi dan makna berbeda-beda. Oleh karena itu penulis akan mencari,
memetakan dan menganalisis syair yang terdapat sajanya dengan penelitian yang berjudul
SAJA DALAM SYAIR ABU AL QASIM AS-SYABI (

1 | saja dalam syair Abu al Qasim as


Syabi

BAB II
KAJIAN TEORI
A. PENGERTIAN SAJA DAN JENISNYA
Saja adalah persesuaian dua akhir kata pada huruf akhirnya. 1 Fashilah adalah
kata terahir dari suatu kalimat yang dibandingkan dengan kalimat lain. Dua kalimat
yang dibandingkan ini disebut qarinah, kemudian qarinah yang dibandingkan disebut
faqrah. Saja mempunyai beberapa jenis, yaitu:
1) Saja Almutharraf
Saja yang sama dalam qafiyah akan tetapi berbeda wazannya.
2) Saja Mutawazi
Saja yang sama dalam qafiyah dan wazannya.
3) Saja Murassha
Saja yang dua faqrah atau lebih sama dalam qafiyah dan wazannya.
B. BIOGRAFI ABU AL QASIM AS-SYABI
Nama lengkapnya adalah Abu al Qasim as-Syabi bin Muhammad bin Abi
Qasim bin Ibrahim al Syabi. Beliau lahir pada rabu tanggal 3 Syafar tahun 1327 H
atau bertepatan pada 24 februari 1909 M, di kabupaten Syabiah atau Syabah dari
provinsi Tauzan yaitu kota yang terletak di sebelah selatan Tunisia. Sebuah kota indah
yang penuh dengan keindahan alam, yaitu diantara dua kebun jeruk dan tengah-tengah
oase pohon kurma serta dikelilingi oleh perairan yang menyejukkan. Pada awal abad
ke-20 abu Qasim As-Syabi melanjutkan ke perguruan tinggi Zaituna di Tunis sampai
memperoleh ijazah Tathwi.2 Setelah menyelesaikan studinya beliau di beri jabatan
sebagai Qadhi (hakim) yang tugasnya berpindah-pindah dari satu provinsi ke provinsi
lain.
Beliau termasuk penyair yang sangat jenius yang mampu menghafal AlQuran dengan sempurna ketika ia berusia 9 tahun, selain itu beliau mampu
memahami tentang bahasa arab dengan sangat baik. Sehingga ketika umur 11 tahun
beliau mampu menerbitkan buku-buku, diantaranya buku agama, dan buku filsafat
klasik yang memenuhi perbendaharaan perpustakaan ayahnya. Semua kemampuan

273 : , ,
Abu Qasim Muhammad Kirru, as-Syabi Hayatuhu wa Syiruhu, h.30-31

2 | saja dalam syair Abu al Qasim as


Syabi

itu beliau dapatkan dari bimbingan ayahnya yang selalu mengajarkannya mengenai
ushul al arabiyah dan pelajaran-pelajaran mendasar lainnya.
Kemudian pada saat umurnya 12 tahun, beliau dipindah sekolah ke Zaituna,
salah satu nama sekolah di Tunis. Beliau juga mendapat ijazah Tathwi ketika belajar
di perguruan tinggi Zaituna pada tahun 1927 bulan Juni. Dan pada tahun berikutnya
beliau melanjutkan studinya untuk mendapatkan gelar magester selama 3 tahun.
Setelah menyelesaikan studinya, dengan mandiri Abu Qasm as Syabi melatih dan
mengasah otaknya dalam mengolah sastra. Pada saat ada pertemuan, majelis dan
seminar-seminar disitulah beliau mengembangkan dan menyalurkan bakatnya, dengan
mengubah puisi klasik menjadi puisi yang lebih moderen serta membahas sastra dan
problematikanya.3
Akan tetapi pada tahun 1929 M beliau mengidap penyakit jantung, sehingga
ayahnya menganjurkannya untuk menikah. Dan dari pernikahannya itu beliau
dikaruniai dua putra yang bernama Mohammad Sadiq, yang menjadi kolonel tentara
di Tunisia dan Jelal, yang kemudian menjadi insinyur. Namun setelah pernikahannya
keadaan Abu Qasim tak lantas membaik, melainkan semakin memburuk, karna pada
tahun itu pula ayahnya meninggal dunia, sosok yang sangat ia kagumi sebagai guru,
pemberi kasih sayang dan yang selalu melindunginya. Oleh karena kepedihan,
kesedihan, kerinduan dan rasa sakit yang ia derita membuat keadaannya semakin lama
semakin memmburuk.
Abu Qasim as Syabi menuangkan semua yang ia rasakan dalam bentuk syiir,
karena hanya dengan cara inilah yang mampu mengurangi rasa duka yang terpendam
itu. Pada masa ini pulah beliau banyak menciptakan syair-syair yang membangun
semangat bagi semua orang terutama nasihat untuk dirinya sendiri, untuk semangat
hidup dan semangat berjuang. Kemudian

pada tahun 1930 ia berada dalam

pengawasan dokter, dimana diantara dokter tersebut berasal dari prancis kota solo.
Segala pengobatan telah beliau lakukan akan tetapi keadaannya tak juga membaik.
Hingga pada tahun 1934 M, ketika penyakitnya sudah semakin parah, akhirnya beliau
pergi ke ibu kota Tunesia untuk melakukan pengobatan lagi, namun disana beliau
dirujuk ke rumah sakit Itali pada tanggal 26 Agustus, namun penyakit beliau tak juga
membaik hingga akhirnya beliau meninggal pada tanggal 9 oktober 1934 M.4
C. KUMPULAN KARYA ABU AL QASIM AS-SYABI
3
4

Muhammad Ali Baidlon, Diwan Abi al Qasim as Syabi, (Beirut: Dar al kutub al ilmiyah, 2005) h.5
Ibid, hal. 7

3 | saja dalam syair Abu al Qasim as


Syabi

Abu al Qasim as-Syabi mengumpulkan semua karyanya dalam diwan yang


berjudul Aghani al Hayat pada tahun 1934 M, kemudian menatanya dengan rapi,
akan tetapi maut datang sebelum ia menyelesaikan kekurangan diwannya sehingga
disempurnakan oleh saudara laki-lakinya yang bernama Muhammad Amin as-Syabi.
Berikut data syair yang terdapat dalam diwan Aghani al Hayat:
1. Nadzratu Fi Al Hayat
2. Unsyudatu Ar Rad
3. Fi Adz Dzalam
4. Ayyuha Al Lail dengan bahar khafif
5. Syiri dengan bahar kamil
6. Ayyuha Al Hub dengan bahar khafif
7. Aghanniyatu Al Ahzan dengan bahar majzu ar ramal
8. Jadwalu Al Hub5
Dalam referensi buku lain juga disebutkan lebih banyak lagi karya beliau,
diantaranya:
1. Nasyid Al Jabbar dengan Bahar Kamil
2. Nasyid Al Asa dengan Bahar Majzu Al Kamil
3. Al Kaabatu Al Majhulah Dengan Bahar Musrih
4. As Saamah dengan Bahar Mutaqarib
5. Qabdlatu Min Dlababa dengan Bahar Majzu Al Kamil
6. Hadits As Syuyukh dengan Bahar Thawil
7. Falsafatu Al Tsuban Al Muqaddas dengan Bahar Kamil
8. Ad Dunya Al Maitatu dengan Bahar Kamil
9. Shautun Min As Samaa
10. Li At Tarikh dengan Bahar Kamil
11. Ila Al Qalbi At Taaih dengan Bahar Majzual Ramal
12. At Thufuulatu dengan Bahar Majzu Al Kamil
13. Ar Riwayatu Al Gharbiyyah dengan Bahar Thawil
14. Jamalu Al Hayat dengan Bahar Majzu Al Ramal
15. Hadits Al Maqbarah dengan Bahar Mutaqarib
16. Ila Al Maut dengan Bahar Mutaqarib
17. Qalbu As Syair dengan Bahar Ramal
18. Ritsau Fajri dengan Bahar Kamil
19. Al Majdu dengan Bahar Thawil
20. Shalawatu Fi Haikali Al Hubb dengan Bahar Khafif
21. Qultu Li Al Syiri dengan Bahar Khafif
22. Thariqatu Al Haawiyah dengan Bahar Khafif
23. Jamaalu Al Mansyud dengan Bahar Khafif
24. Ahlamu Al Syir dengan Bahar Khafif
25. Iradatu Al Hayat dengan Bahar Mutaqarib
26. Al Jannatu Al Dlaiah dengan Bahar Kamil
27. An Najwa dengan Bahar Majzu Al Ramal
28. As Shaihatu dengan Bahar Mun Sharikh
29. Syakwatu dlaiatu Dengan Bahar Basith
5

Ibid, hal. 8

4 | saja dalam syair Abu al Qasim as


Syabi

30. Munajatun Usfur dengan bahar kamil6

D. SYAIR ABU AL QASIM AS-SYABI


Beberapa syair dibawah ini menjelaskan tentang manisnya kehendak hidup,
bagi seseorang yang ingin memperjuangkan hidupnya itu memiliki nilai yang tinggi.
Hidup dan kehidupan itu merupakan amanat ilahi, agar benar-benar dihadapi dan
diperjuangkan dengan gigih. Agar dapat memncapai nilai atau derajat yang tinggi.
Karena tanpa cita-cita, hidup itu tak bernilai, bahkan tak berguna. Hidup yang tak
berguna berarti tiada artinya. Kalau tiada artinya berarti sampah. Abu Qasim as-Syabi
mengungkapkan dengan syair yang berqafiyah ra dan ber-Bahar Mutaqarib.

Apabila suatu hari, suatu bangsa ini hidup, hendaknya dapat merespon takdir Allah
SWT.

Hendaknya pada malam-malam berani muncul dan hendaknya berani mengurangi


ikatan-ikatan yang mengikat.

Majid tharad, Diwan Abi al Qasim as Syabi Wa Rasailihi, (Birut: Dar al Kutub al Arab,
1994) hal: 29-195

5 | saja dalam syair Abu al Qasim as


Syabi

Barang siapa yang tidak dipeluk kerinduan hidup, maka terbanglah ke udara jauh dan
menghilanglah.



Celakalah orang yang tidak rindu kehidupan ini, karena telah terpukul oleh
kemusnahan.

Demikian itu, alam jagad raya ini telah mengatakan padaku dan membisiki aku,
tentang ruh jiwanya yang masih bersinar.

Anginpun mengamuk disela-sela perbukitan dan diatas gunung-gunung dan dibawah


pohon-pohon.

Jika saya tidak mempunyai ambisi mencapai puncak, dengan mengendarai cita-cita
dan melupakan hati-hati.

6 | saja dalam syair Abu al Qasim as


Syabi



Tidak mau menghindari lembah-lembah yang menakutkan, dan kobaran api yang
menyala.

Siapa yang tak senang mendaki ketinggian bukit, maka akan hidup sepanjang masa
diantara lubang-lubang.

Oleh karena itu, saya memekikkan semboyan hatiku, sebagai darah muda, dan
meneriakkan yel-yel kepemudaan yang lain.

Sayapun menunduk, untuk mendengarkan teriakan halilintar dan gemuruh angin dan
rintik air hujan.

Ketika bumi menjawab kepadaku, dan pertanyaanku: hai ibu, apakah anda membenci
manusia?

7 | saja dalam syair Abu al Qasim as


Syabi

saya memberkahi untuk manusia yang mempunyai ambisi dan orang-orang yang bisa
menikmati pada saat mengarungi bahtera bahaya



Sayapun melaknati / mengutuk pada orang yang tidak sejalan dengan masa dan hanya
menerima kehidupan sebagai kehidupan batu.

#
,


Inilah alam, yang hidup, yang mencintai kehidupan, dan menghina kestatisan
(kematian), meskipun sudah tua / besar.

Tiada alam yang mau memangku bangkai burung burung dan tiada lebah yang mau
menjilati bangkai bunga bunga.

Kalau bukan karena hatiku yang bersikap kasih keibuan pada mayat, pasti saya
tidak mau merangkul mayat-mayat yang sudah ditaruh dilubang-lubang kubur.

8 | saja dalam syair Abu al Qasim as


Syabi


Celakalah orang yang tidak rindu kehidupan, termasuk mengetuk menggerutu
terhadap kepunahan.

Pada suatu malam dari malam-malam musim gugur, merasakan keberatan dengan
kesedihan dan mencaci maki.

Saya termabuk oleh bintang-bintang, dan saya pun benyanyi karena kesedihan sampai
mabuk.7

Muhammad Ali Baidlon, Diwan Abi al Qasim as Syabi, (Beirut: Dar al kutub al ilmiyah, 2005) h. 70

9 | saja dalam syair Abu al Qasim as


Syabi

BAB III
METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Yaitu


dengan mengumpulkan data-data berupa saja dalam syair Abu al Qasim as Syabi,
dengan dokumentasiberupa diwan, kamus-kamus dan buku-buku bahasa arab yang
memiliki hubungan dengan judul ini. Dalam penelitian syair peneliti menggunakan
metode bayani, yaitu metode yang menjelaskan tentang cara memetakan saja sesuai
dengan jenis-jenisnya.
B. Data Dan Sumber Data

1) Data
Dalam penelitian ini penulis meneliti saja dalam syair yang berjudul iradatu
al hayat karya Abu al Qasim as Syabi. Penulis menemukan sembilan belas data saja.
Empat belas saja berjenis Mutawazi dan lima saja berjenis Mutharraf
2) Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam mengumpulkan data-data adalah diwan
Abu Qasim As Syabi.
C. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
1) Observasi
Sebelum mengamati penulis membaca sumber data yang akan dijadikan penelitian
dan buku-buku yang digunakan sebagai referensi penelitian secara berulang-ulang.
2) Mengumpulkan Data
Dalam mengumpulkan data penulis menandai setiap bait syair yang mengandung saja
3) Memilah dan Mengidentifikasikan

10 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

Sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian maka penulis memilah dan
memetakan data, mencari bentuk saja dalam syair Abu Qasim as Syabi,
mengidentifikasikan dan mengelompokkannya sesuai jenis-jenis saja yang berupa Saja
Mutawazi (sama dalam wazan dan qafiyahnya), Saja Mutharraf (sama dalam qafiyah
akan tetapi berbeda wazannya) dan Saja Murassha (fashilah dua bait atau lebih yang
sama dalam qafiyah dan wazannya).

5) Menganalisis Data
Setelah memilah, memetakan dan mengidentifikasikan data maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis data berdasarkan sumber data yang telah dikaji sebelum melakukan
penelitian.
6) Menyimpulkan Hasil Penelitian
Kesimpulan dalam penelitian terletak pada bab terakhir, yang berisi rangkuman
jawaban dari rumusan masalah.

BAB IV

11 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

ANALISIS DATA
A. BENTUK SAJA DALAM SYAIR ABU AL QASIM AS-SYABI (

a) Pada bait pertama dan kedua terdapat fashilah (kata terahir) yang
memiliki akhiran huruf yang sama, ke dua bait tersebut memiliki
kesamaan dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf ( ),
namun terdapat perbedaan pada wazannya. Fashilah bait pertama ( )

)
mengikuti wazan (
) sedangkan fashilah bait kedua (
mengikuti wazan (
) , maka saja yang terdapat dalam kedua bait
ini adalah Saja Mutharraf.

b) Pada bait kedua dan ketiga terdapat fashilah (kata terahir) yang memiliki
akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam qafiyah
(huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , namun terdapat perbedaan
wazannya, pada fashilah bait kedua (

) mengikut wazan

12 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

sedangkan

maka

pada bait ketiga (

) mengikut wazan

saja yang terdapat dalam kedua bait ini adalah Saja

Mutharraf.

c) Pada bait ketiga dan keempat terdapat fashilah (kata terahir)

yang

memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam


qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , namun terdapat
perbedaan wazannya, pada fashilah bait ketiga (

wazan

wazan

sedangkan

) mengikut

pada bait ketiga (


) mengikut

maka saja yang terdapat dalam kedua bait ini adalah

SajaMutharraf.

d) Pada bait keempat dan kelima terdapat fashilah (kata terahir)

yang

memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam


qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , dan juga kesamaan

13 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

pada wazannya, pada fashilah bait keempat (


) mengikut

wazan

mengikut wazan

begitu juga

pada bait kelima (



) juga

maka saja yang terdapat dalam kedua bait ini

adalah Saja Mutawazi.

e) Pada bait kelima dan keenam terdapat fashilah (kata terahir)

yang

memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam


qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , namun terdapat
perbedaan wazannya, pada fashilah bait kelima (

) mengikut
wazan

sedangkan

maka

pada bait ketiga (


) mengikut wazan

saja yang terdapat dalam kedua bait ini adalah

SajaMutharraf.

f) Pada bait keenam dan ketujuh terdapat fashilah (kata terahir)

yang

memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam

14 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (


) , dan juga kesamaan
pada wazannya, pada fashilah

bait keenam ( )mengikut

wazan

begitu juga bait ketujuh ( )juga mengikut wazan

maka saja yang terdapat pada kedua bait ini adalah Saja

Mutawazi.

g) Pada bait ketujuh dan kedelapan terdapat fashilah (kata terahir) yang
memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam
qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , namun terdapat
perbedaan wazannya, pada fashilah bait ketujuh ( ) mengikut
wazan

sedangkan

wazan

pada bait kedelapan (



) mengikut

maka saja yang terdapat dalam kedua bait ini adalah

SajaMutharraf.

15 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

h) Pada bait kedelapan dan kesembilan terdapat fashilah (kata terahir) yang
memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam
qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , namun terdapat
wazannya, pada fashilah

bait kedelapan (

)

mengikut wazan

sedangkan

pada bait kesembilan (



)

mengikut wazan

perbedaan

maka saja yang terdapat dalam kedua bait ini

adalah SajaMutharraf.

i) Pada bait kesembilan dan kesepuluh terdapat fashilah (kata terahir) yang
memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam
qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , dan juga kesamaan
pada wazannya, pada fashilah

bait kesembilan (

) mengikut

wazan

begitu juga bait kesepuluh ( )juga mengikut wazan

maka saja yang terdapat pada kedua bait ini adalah Saja

Mutawazi.

16 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

j) Pada bait kesepuluh dan kesebelas terdapat fashilah (kata terahir) yang
memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam
qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , dan juga kesamaan

pada wazannya, pada fashilah bait kesepuluh (


) mengikut wazan

) juga mengikut wazan


begitu juga bait kesebelas (
maka saja yang terdapat pada kedua bait ini adalah Saja Mutawazi.





,
,

k) Pada bait kesebelas dan kedua belas terdapat fashilah (kata terahir) yang
memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan dalam
qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , dan juga kesamaan

) mengikut wazan
pada wazannya, pada fashilah bait kesebelas (
) juga mengikut wazan
begitu juga bait kedua belas (
maka saja yang terdapat pada kedua bait ini adalah Saja Mutawazi.

l) Pada bait kedua belas dan ketiga belas terdapat fashilah (kata terahir)
yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan

17 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (


) , dan juga
kesamaan pada wazannya, pada fashilah

)
bait kesebelas (

mengikut wazan

begitu juga bait kedua belas (


) juga

mengikut wazan

maka saja yang terdapat pada kedua bait ini

adalah Saja Mutawazi.




m) Pada bait ketiga belas dan keempat belas terdapat fashilah (kata terahir)
yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan
dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , dan juga
kesamaan pada wazannya, pada fashilah bait ketiga belas (
)

mengikut wazan

begitu juga bait empat belas (



) juga

mengikut wazan

maka saja yang terdapat pada kedua bait ini

adalah Saja Mutawazi.

18 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

n) Pada bait keempat belas dan kelima belas terdapat fashilah (kata terahir)
yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan
dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , namun
terdapat perbedaan wazannya, pada fashilah bait keempat belas (

) mengikut wazan
mengikut wazan

sedangkan pada bait kelima belas (


)

maka saja yang terdapat dalam kedua bait ini

adalah SajaMutharraf.

o) Pada bait kelima belas dan keenam belas terdapat fashilah (kata terahir)
yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan
dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , namun
terdapat perbedaan wazannya, pada fashilah bait kelima belas (
)
mengikut wazan

sedangkan pada bait keenam belas ()

mengikut wazan

maka saja yang terdapat dalam kedua bait ini

adalah SajaMutharraf.

#
#

19 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

p) Pada bait keenam belas dan ketujuh belas terdapat fashilah (kata terahir)
yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki kesamaan
dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) , namun
terdapat perbedaan wazannya, pada fashilah bait keenam belas ( )
mengikut wazan

sedangkan pada bait ketujuh belas (



)

mengikut wazan

maka saja yang terdapat dalam kedua bait ini

adalah SajaMutharraf.

q) Pada bait ketujuh belas dan kedelapan belas terdapat fashilah (kata
terahir) yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki
kesamaan dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) ,
namun terdapat perbedaan wazannya, pada fashilah bait ketujuh belas (


) mengikut wazan sedangkan

) mengikut wazan

pada bait kedelapan belas (

maka saja yang terdapat dalam

kedua bait ini adalah SajaMutharraf.

20 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

r) Pada bait kedelapan belas dan kesembilan belas terdapat fashilah (kata
terahir) yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki
kesamaan dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) ,
namun terdapat perbedaan wazannya, pada fashilah bait keenam belas (

) mengikut wazan sedangkan


(
) mengikut wazan

pada bait ketujuh belas

maka saja yang terdapat dalam kedua

bait ini adalah SajaMutharraf.

s) Pada bait kesembilan belas dan kedua puluh terdapat fashilah (kata
terahir) yang memiliki akhiran yang sama, ke dua tersebut memiliki
kesamaan dalam qafiyah (huruf terahir pada fashilah) yakni huruf (
) ,
dan juga kesamaan pada wazannya, pada fashilah bait kesembilan (

) mengikut wazan begitu juga bait kedua puluh (


)
juga mengikut wazan maka saja yang terdapat pada kedua bait ini
adalah Saja Mutawazi.
B. MAKNA SAJA DALAM SYAIR ABU AL QASIM AS-SYABI
Dalam syiir yang telah dianalisis dapat diketahui bahwa penyair menggunakan
qafiyah (ra) yang menyampaikan maksud betapa sangat membara semangat dari
penyair untuk tetap berjuang mempertahankan hidupnya dan semangat
meningkatkan kualitas hidupnya. Dari segi pelafalan sajak berfungsi untuk
memperindah irama dan bunyi, namun jika dipandang dari sudut lafadz penyair
memilih kata yang lebih tepat dan memiliki makna yang lebih mendalam.
a) Makna fashilah pada bait pertama

21 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

Apabila suatu hari, suatu bangsa ini hidup, hendaknya dapat merespon takdir
Allah SWT.
Pada fashilah bait pertama penyair menggunakan kata ( )mempunyai arti
takdir. Kata tersebut merupakan kunci pada syair ini. Penyair mengungkapkan
bahwa Allah akan mengubah nasib suatu bangsa jika penduduk pada bangsa
tersebut mengubah takdir yang ditetapkanNya. Takdir yang dimaksud adalah
takdir sughra (takdir yang masih bisa dirubah) bukan takdir kubra yang tidak bisa
dirubah misalnya (maut, rizqi dan jodoh). Karena sejatinya Allah tidak akan
mengubah nasib hambanya kecuali orang tersebut mau mengubahnya, artinya
Allah akan mengubah takdir seseorang yang mau berusaha dengan sungguhsungguh dan tidak hanya mengandalkan takdir yang telah ditetapkanNya. Untuk
mengetahui

lebih

lanjut

makna

pada

fashilah

bait

pertama

penyair

mengungkapkannya pada bait selanjutnya.


b) Makna fashilah pada bait kedua

Hendaknya pada malam-malam berani muncul dan hendaknya berani mengurangi


ikatan-ikatan yang mengikat.

) yang memiliki
Pada fashilah bait kedua penyair menggunakan kata (
arti mengikat, namun pada fashilah ini kata mengikat bukanlah makna asli
melainkan makna majazi. Ikatan yang dimaksud diantaranya adalah nafsu untuk
bermalas-malasan atau hal buruk yang merugikan manusia itu sendiri.
Sebagaimana telah dijelaskan pada potongan bait kedua (

22 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

) kalimat tersebut mengandung uslub bayan yakni kinayah mengkiaskan

.
kata dengan kata
c) Makna fashilah pada bait ketiga

Barang siapa yang tidak dipeluk kerinduan hidup, maka terbanglah ke udara jauh
dan menghilanglah.
Pada fashilah bait ketiga penyair menggunakan kata (
) yang mempunyai
arti menghilanglah. Penyair juga mengungkapkan dengan kalimat majazi yang
mengandung uslub bayan yakni kinayah dengan mengkiaskan kata
kata

dengan

. Penyair menyarankan kepada semua orang untuk menghilang atau

pergi merantau sejauh mungkin agar mendapatkan kesejahteraan hidup.


d) Makna fashilah pada bait keempat

Celakalah orang yang tidak rindu kehidupan ini, karena telah terpukul oleh
kemusnahan.
Pada fashilah bait keempat penyair menggunakan kata (
) yang

mempunyai arti kemusnahan. Kata kemusnahan pada bait ini memiliki makna
penyesalan yang sangat mendalam atas kelalaian yang dilakukan orang-orang
yang menyia-nyiakan masa hidupnya. Pada potongan bait ini penyair
menggunakan uslub bayan yakni kinayah, dengan mengkiaskan kata
pada kata

23 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

e) Makna fashilah pada bait kelima

Demikian itu, alam jagad raya ini telah mengatakan padaku dan membisiki aku,
tentang ruh jiwanya yang masih bersinar.

Pemilihan kata


mempunyai arti pancaran, akan tetapi kata

dan kata

keduanya

cenderung memberi

makna dalam bentuk tersirat, contohnya pada bait ini kata

disandarkan kepada sifat alam. Secara konkrit alam tidak memancarkan cahaya,
akan tetapi yang memancarkan cahaya adalah matahari, bulan ataupun bintang.

dari segi lafadz kalam ini mengandung uslub

bayan yakni majaz mursal (

) menyebutkan

secara umum tetapi yang dimaksudkan adalah sebagian (bumi) sedangkan dilihat
dari segi makna penyair lebih memilih kata


karena

penyair ingin

mengungkapkan kepada semua orang bahwasanya tanpa kita sadari alam bangga
atas kerja keras dan perjuangan setiap manusia, sebaliknya bumi juga melaknat
setiap manusia yang menyia-nyiakan hidupnya selama didunia.. Selain itu kata

(fashilah) dalam syiir juga seirama dengan fashilah

pada bait

sebelumnya ( )yang berwazan


f) Makna fashilah pada bait keenam

Anginpun mengamuk disela-sela perbukitan dan diatas gunung-gunung dan


dibawah pohon-pohon.

24 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

Pada fashilah bait keenam penyair menggunakan kata (


) yang
menpunyai arti pohon. Penyair mengungkapkan kemarahan bumi atas perilaku
manusia yang merugikan dirinya sendiri dengan uslub bayan yakni majaz
istiarah makniyah dengan menyandarkan kata kerja mengamuk ( ) pada
kata angin (
) yang merupakan kata benda.
g) Makna fashilah pada bait ketujuh

,
Jika saya tidak mempunyai ambisi mencapai puncak, dengan mengendarai citacita dan melupakan hati-hati.
Pada fashilah bait ketujuh penyair menggunakan kata ( )yang mempunyai
arti hati-hati. Kata

terletak setelah kata

didalam uslub badi kedua kalimat ini termasuk jama dengan adanya huruf

sebagai tandanya. Sedangkan jika dilihat dari potongan kedua pada bait (

,), kalimat ini mengandung uslub bayan kinayah,


yakni dengan mengkiaskan kata mengabaikan pada kata hati-hati.
h) Makna fashilah pada bait kedelapan

Tidak mau menghindari lembah-lembah yang menakutkan, dan kobaran api yang
menyala.

25 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

Pada fashilah bait ini penyair menggunakan kata (



) yang mempunyai

arti menyala. Jika dipandang dari setiap potongan pada maka terdapat uslub
badi yakni jama, mengungkapkan maksud yang sama yakni sifat manusia yang
tidak mau menghindari lubang kehancuran. Kedua kalimat ini dihubungkan
dengan huruf .
i) Makna fashilah pada bait kesembilan

Siapa yang tak senang mendaki ketinggian bukit, maka akan hidup sepanjang
masa diantara lubang-lubang.
Pada fashilah bait kesembilan penyair menggunakan kata (

) yang berarti

lubang. Kata ini bukanlah makna haqiqi melainkan makna majazi, yakni dengan
mengkiaskan kata

yang berarti kesesatan pada kata

yang

berarti lubang. Didalam ilmu balagho kalimat ini termasuk kinayah. Penyair
memberitahukan kepada semua orang bahwa, jika manusia tidak mempunyai
cita-cita serta berusaha menggapainya maka kelak ia akan hidup pada kesesatan
dan akan merasakan penyesalan yang sangat mendalam atas perbuatannya sendiri.
j)

Makna fashilah pada bait kesepuluh

Oleh karena itu, saya memekikkan semboyan hatiku, sebagai darah muda, dan
meneriakkan yel-yel kepemudaan yang lain.

Pada fashilah bait ini penyair menggunakan kata (


) yang memiliki arti lain.
Terdapat uslub badi jama yakni dengan menggabungkan dua kalimat pada
kalimat

dan

kalimat

26 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi


yang menjelaskan tentang kegigihan sebagai dara
muda dengan meneriakkan yel-yel sebagai penyemangatnya. Dua kalimat ini
dihubungkan dengan huruf
k) Makna fashilah pada bait kesebelas

#



,
,

Sayapun menunduk, untuk mendengarkan teriakan halilintar dan gemuruh angin


dan rintik air hujan.

) yang memiliki
Pada fashilah bait kesebelas penyair menggunaka kata (
arti hujan. Terdapat kalimat




yang termasuk uslub

bayan yakni majaz istiarah makniyah. Dengan menyandarkan kata sifat teriakan
(
) pada kata halilintar ( ) penyair menggunakan uslub ini sebagai
peringatan bahwa alam mengamuk karena perbuatan manusia yang menyia-

) juga merupakan uslub


nyiakan masa hidupnya. Selain itu fashilah (
badi jama dengan menggabungkan dua kalimat antara kalimat
dan kalimat

dengan tujuan yang sama yakni kondisi alam

yang melaknat setiap manusia yang merugi. Uslub tersebut ditandai dengan huruf

.
l) Makna fashilah pada bait kedua belas

Ketika bumi menjawab kepadaku, dan pertanyaanku: hai ibu, apakah anda
membenci manusia?

27 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

Penyair memilih kata

karena kata

digunakan untuk

menyebutkan manusia dalam keadaan lebih sempurna, sebagaimana yang telah


termaktub dalam surat (30:20) (dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu menjadi manusia
yang berkembang biak). Allah juga menyebutkan keadaan atau sifat-sifat positif,
pada umumnya dengan kata

dibandingkan kata

yang

digunakan untuk menyebutkan manusia dangan keadaan awalnya, selain itu kata

(fashilah) dalam syair juga seirama dengan fashilah pada bait sebelum

()

dan sesudahnya

()

yang berwazan

m) Makna fashilah pada bait ketiga belas

saya memberkahi untuk manusia yang mempunyai ambisi dan orang-orang yang
bisa menikmati pada saat mengarungi bahtera bahaya.


Pada fashilah bait ketiga belas penyair menggunakan kata (
) yang
mempunyai arti bahaya. jika dilihat dari segi lafadz terdapat sabab musabbab
pada lafadz

merupakan musabbab ang menjelaskan bahwa bumi turut

memberi berkah dan sabab dijelaskan dengan lafadz

yang memberi mana bahwa yang diberkahi bumi adalah orang-orang yang
mempunyai semangat dan ambisi dan selalu mensyukuri nikmat pada saat
mengarungi bahtera bahaya.
n) Makna fashilah pada bait keempat belas

28 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

Sayapun melaknati / mengutuk pada orang yang tidak sejalan dengan masa dan
hanya menerima kehidupan sebagai kehidupan batu.
Penyair memilih kata

yang mempunyai arti batu karena penyair

mengibaratkan kehidupan didunia layaknya kehidupan batu bagi setiap manusia


yang hanya mengikuti takdir tuhan. Penyair juga menyampaikan bahwa bumi
akan melaknat dan mengutuk setiap manusia yang tidak mau berusaha dan
berjuang, serta menghabiskan masa hidupnya dengan hal-hal yang tidak baik.
Kata

juga seirama dengan fashilah pada bait sebelum ( )dan pada
fashilah bait selanjutnya ( )yang berqafiyah ( )dan berwazan

yang

berfungsi untuk memperindah bait syair.


o) Makna fashilah pada bait kelima belas


,




,

Inilah alam, yang hidup, yang mencintai kehidupan, dan menghina kestatisan
(kematian), meskipun sudah tua / besar.
Pada fashilah bait ini penyair menggunakan kata (
) yang mempunyai arti
besar. Makna pada fashilah ini menjelaskan kepada semua manusia bahwa alam
ini tidak pernah membedakan antara yang muda dan yang tua dan kaya atau yang
miskin. Alam akan menlaknat dan menghina ataupun memberkahi dan mencintai,
sebagaimana yang manusia itu sendiri lakukan. Jika dilihat dari segi lafadz bait
ini juga terdapat uslub badi yakni jama. Dua kalimat yang menjelaskan tujuan
yang sama yakni perbuatan alam kepada setiap makhluk. Uslub ini terdapat pada
kalimat

dan

kedua

kalimat ini

dihubungkan dengan huruf .


p) Makna fashilah pada bait keenam belas

29 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

Tiada alam yang mau memangku bangkai burung burung dan tiada lebah yang
mau menjilati bangkai bunga bunga.
Pada fashilah ini penyair menggunakan kata ( )yang mempunyai arti
bunga. Fashilah pada bait ini tidak mempunyai arti khusus melainkan sebagai
pelengkap kalimat sebelumnya. Kalimat tersebut merupakan majaz istiarah
makniyah yang merupakan kajian balaghah uslub bayan. Uslub tersebut terletak
pada kalimat

yang secara tekstual



mempunyai arti Tiada alam yang mau memangku bangkai burung burung.
Pada kalimat ini kata memangku yang (kata kerja) disandarkan kepada kalimat
alam (benda mati) secara ilmiah kata kerja disandarkan kepada makhluk hidup
baik itu manusia ataupun hewan, sedangkan pada bait ini penyair menggunakan
alam sebaga subjeknya, maka kalimat ini merupakan majaz istiarah makniyah
yang memberikan sifat makhluk hidup terhadap benda mati. Dan pada potongan
bait selanjutnya pada kalimat

terdapat

juga uslub bayan kinayah yang mempunyai arti tekstual tiada lebah yang mau
menjilati bangkai bunga bunga tetapi yang dimaksud dalam bait ini memiliki
makna majazi yakni alam yang menolak kehidupan yang telah di sia-siakan.
q) Makna fashilah pada bait ketujuh belas

Kalau bukan karena hatiku yang bersikap kasih keibuan pada mayat, pasti saya
tidak mau merangkul mayat-mayat yang sudah ditaruh dilubang-lubang kubur.
Pada fashilah bait ini penyair menggunakan kata (

) yang mempunyai arti

kubur. Fashilah ini juga tidak mempunyai makna khusus melainkan penjelasan
tentang alam yang melaknat manusia yang merugi bahkan ketika ia berada

30 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

didalam perut bumi (kubur) ketika orang tersebut telah mati. Akan tetapi hal itu
tidak terjadi karena sifat belas kasihan Allah.
r) Makna fashilah pada bait kedelapan belas

Celakalah orang yang tidak rindu kehidupan, termasuk mengutuk menggerutu


terhadap kepunahan.
Pada fashilah ini penyair menggunakan kata (
) yang berarti

kepunahan. Fashilah ini tidak menjelaskan makna khusus pada bait, melainkan
melahirkan makna jika digabung dengan kaliat lain, dan jika diihat darisegi
lafadz, kalimat tersebut merupakan sabab musabbab. Sabab terletak pada kalimat







dan


sedangkan
.
untuk musabbab dijelaskan pada kata
s) Makna fashilah pada bait kesembilan belas

Pada suatu malam dari malam-malam musim gugur, merasakan keberatan dengan
kesedihan dan mencaci maki.
Pada fashilah bait ini penyair menggunakan kata (
) yang mempunyai
arti mencaci maki, fashilah ini tidak memberikan makna khusus melainkan
sebagai pelengkap kalimat sebelumnya. Jika dilihat dari segi lafadz penyair
menggunakan usub badi yakni jama dengan menggunakan huruf .
t) Makna fashilah pada bait kedua puluh

31 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

Saya termabuk oleh bintang-bintang, dan saya pun benyanyi karena kesedihan
sampai mabuk


Penyair memilih kata
yang mempunyai arti mabuk karena penyair ingin
mengungkapkan bahwa setiap manusia yang menyia-nyiakan masa hidupnya ia akan
termabuk dengan kesedihan karena penyesalan atas perbuatannya dimasa lampau.
Kata

juga seirama dengan fashilah pada bait sebelum ( )dan pada

fashilah bait selanjutnya ( )yang berqafiyah


berfungsi untuk memperindah bait syair.

( )dan berwazan

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN

32 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

yang

1. Saja adalah persesuaian dua akhir kata pada huruf akhirnya. 8 Fashilah adalah
kata terahir dari suatu kalimat yang dibandingkan dengan kalimat lain. Dua
kalimat yang dibandingkan ini disebut qarinah, kemudian qarinah yang
dibandingkan disebut faqrah. Saja terbagi menjadi tiga jenis yakni Saja
Almutharraf yaitu Saja yang sama dalam qafiyah akan tetapi berbeda
wazannya, Saja Mutawazi yaitu saja yang sama dalam qafiyah dan wazannya
kemudian Saja Murassha yaitu saja yang dua faqrah atau lebih mempunyai
qafiyah dan wazan yang sama. Adapun dalam syair Abu Qasim as Syabi pada
bab Iradat al Hayat terdapat dua macam bentuk saja yakni Saja Mutawazi
dan Saja Mutharraf. Lima saja berbentuk Saja Mutharraf dan empat belas
berbentuk Saja Mutawazi.
2. Makna yang terkandung dalam setiap fashilah syair dapat menyampaikan
perasaan, pesan dan kekecewaan penyair. Dalam setiap fashilah syairnya
beliau mengungkapkan pesan-pesannya dengan uslub yang sangat indah,
dilihat

dari

segi

pemilihan

katanya

(diksi)

dan

juga

unsur-unsur

balaghiyahnya, adakalanya beliau mengungkapkan dengan uslub maani,


uslub bayan dan uslub badi. Dalam bab syair iradat al hayat penyair memilih
menggunakan qafiyah ra yang mana telah diketahui bahwa huruf ra dapat
mengungkapkan perasaan yang sangat membara, sebagaimana dalam syair ini
beliau menunjukkan tentang bagaimana sejatinya kehidupan didunia.

273 : , ,

33 | s a j a d a l a m s y a i r A b u a l Q a s i m a s
Syabi

Você também pode gostar