Você está na página 1de 13

Regina astra kirana

04011181419070
Kelompok A2 beta 2014
Analisis Masalah
1. Seorang laki-laki, 17 tahun datang berobat ke Puskesmas dengan keluhan
bercak-bercak merah gatal pada badan sejak 1 pekan yang lalu.
a. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan usia pada kasus ? 1,2,3
Pitiriasis rosea didapati pada semua usia, terutama antara 15-40 tahun, dengan
rasio pria dan wanita sama besar.
Tempat predileksi yang sering adalah pada badan, lengan atas bagian
proksimal dan paha atas.
Di seluruh dunia, pityriasis rosea telah diperkirakan untuk memperhitungkan
2% dari kunjungan rawat jalan dermatologi. Penyakit ini lebih sering terjadi
pada musim semi dan musim gugur di zona iklim. Namun, mungkin lebih
sering di musim panas di beberapa daerah lain. Ini nikmat panas, musim
kemarau di Australia, India, dan Malaysia.
b. Apa penyebab dan mekanisme bercak-bercak merah pada kasus?2,3,4
patofisiologinya jelasnya pada Pitiriasis Rosea tidak diketahui. Lesi
utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter berupa makula eritem
atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara bertahap akan
membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna pink
salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis.
Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother
plaque/Medalion. Insidens munculnya Herald patch dilaporkan sebanyak 1294%, dan pada banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea
ditemukan adanya Herald patch. Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya,
maka skuama cenderung untuk melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal
ini disebut dengan Hanging curtain sign. Herald patch ini akan bertahan
selama satu minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi
lain yang baru akan bermunculuan dan menyebar dengan cepat. Namun
kemunculan dan penyebaran efloresensi yang lain dapat bervariasi dari hanya
dalam beberapa jam hingga sampai 3 bulan. Bentuknya bervariasi dari makula
berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2 cm dengan tepi yang sedikit
meninggi. Warnanya pink salmon (atau berupa hiperpigmentasi pada orangorang yang berkulit gelap) dan khasnya terdapat koleret dari skuama di bagian
tepinya. Umum ditemukan beberapa lesi berbentuk anular dengan bagian
tengahnya yang tampak lebih tenang.

Regina astra kirana


04011181419070
Kelompok A2 beta 2014

Pada pitiriasis rosea


gejalanya akan berkembang
setelah 2 minggu, dimana ia
mencapai

puncaknya.

Karenanya akan ditemukan


lesi-lesi kecil kulit dalam
stadium yang berbeda. Fase
penyebaran ini secara perlahan-lahan akan menghilang setelah 2-4 minggu.
Sumber lain yang menyebut erupsi kulit akan menghilang secara spontan setelah
3-8 minggu. Namun pada beberapa kasus dapat juga bertahan hingga 3-5 bulan.
Lesi-lesi ini muncul terutama pada batang tubuh dengan sumbu panjang sejajar
pelipatan kulit. Tampilannya tampak seperti pohon natal yang terbalik (inverted
christmas tree appearance). Hal ini membingungkan karena susunan lesi yang
muncul membentuk garis yang mengarah ke bawah dari columna vertebra bila
dilihat dari belakang, namun jika dilihat dari depan maka garisnya mengarah ke
atas dari sentral abdomen. Hal ini nampak tidak sesuai jika kita bandingkan
dengan arsitektur dari pohon natal sebenarnya. Tapi bagaimanapun, terlepas dari
tampilan lesi yang mirip dengan pohon natal, terbalik ataupun tidak, tidak
diragukan lagi Herald patch merupakan lesi patognomonik dari pitiriasis rosea.
Gatal ringan-sedang dapat dirasakan penderita, biasanya saat timbul
gejala. Gatal merupakan hal yang biasa dikeluhkan dan gatalnya bisa menjadi
parah pada 25% pasien. Gatal akan lebih dirasakan saat kulit dalam keadaan
basah, berkeringat, atau akibat dari pakaian yang ketat. Akan tetapi, 25%
penderitanya tidak merasakan gatal.
2. Status dermatologikus:
Regio trunkus anterior:
Papul dan plak eritem multiple, lentikuler sampai numuler, berbentuk oval,
diskret dengan skuama halus
a. Mengapa hanya muncul pada regio trunkus anterior? 10,1,2
Pada pitiriasis rosea gejalanya akan berkembang setelah 2 minggu, dimana ia
mencapai puncaknya. Karenanya akan ditemukan lesi-lesi kecil kulit dalam

Regina astra kirana


04011181419070
Kelompok A2 beta 2014
stadium yang berbeda. Lesi-lesi ini muncul terutama pada batang tubuh dengan
sumbu panjang sejajar pelipatan kulit. Susunannya sejajar dengan kosta, sehingga
tampilannya tampak seperti pohon natal yang terbalik (inverted christmas tree
appearance) yang merupakan lesi patognomonik dari pitiriasis rosea.
b. Bagaimana mekanisme munculnya gambaran status dermatologikus? Dan
makna klinis?
Lesi ini terbentuk karena adanya .
Gejala klasik dari pityriasis rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai dengan
lesi pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau anular dengan
ukuran yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah ditutupi oleh skuama
halus dan bagian tepi mempunyai batas tegas yang ditutupi oleh skuama tipis
yang berasal dari keratin yang
terlepas yang juga melekat pada kulit normal (skuama collarette). Lesi ini dikenal
dengan nama herald-patch (Sterling, 2004).

Gambar 1.3 Double Herald-Patch (Blauvelt, 2008).


Setelah timbul lesi primer, 1-2 minggu kemudian akan timbul lesi sekunder
generalisata. Pada lesi sekunder akan ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri dari lesi
dengan bentuk yang sama dengan lesi primer dengan ukuran lebih kecil (diameter
0,5-1,5 cm) dengan aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan
costae sehingga memberikan gambaran Christmas tree. Lesi lain berupa papulpapul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejajar dengan garis kulit dan
jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi dan tersebar perifer. Kedua lesi
ini timbul secara bersamaan (Blauvelt, 2008).

c. Faktor Resiko 10,1,2

Regina astra kirana


04011181419070
Kelompok A2 beta 2014
Di seluruh dunia, pityriasis rosea telah diperkirakan untuk memperhitungkan 2%
dari kunjungan rawat jalan dermatologi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada
musim semi dan musim gugur di zona iklim. Namun, mungkin lebih sering di
musim panas di beberapa daerah lain. Ini nikmat panas, musim kemarau di
Australia, India, dan Malaysia.
d. Patogenesis 1,2,3
PR sering dianggap sebagai exanthem virus, pandangan yang didukung oleh
terjadinya musiman kondisi ini, tentu saja klinis, kemungkinan epidemi kejadian,
adanya gejala prodromal sesekali, dan rendahnya tingkat kekambuhan. stres
oksidatif mungkin memainkan peran juga. [5]
PR telah dikaitkan dengan infeksi saluran pernapasan atas. Peningkatan insiden
dilaporkan antara kelompok-kelompok dengan kontak fisik dekat (misalnya,
keluarga, mahasiswa, dan personil militer), meskipun kondisi tidak muncul untuk
menjadi sangat menular. Insiden PR antara ahli kulit adalah 3-4 kali bahwa di
antara dokter lainnya.
Sebuah insiden yang lebih tinggi dari PR juga dicatat di antara pasien dengan
penurunan kekebalan (misalnya, wanita hamil dan penerima transplantasi
sumsum tulang). Selain itu, ampisilin meningkatkan distribusi letusan, efek yang
sangat mirip dengan efek obat pada ruam infeksi mononucleosis.
Beberapa data imunologi juga menyarankan etiologi virus. [6] Kurangnya sel
pembunuh alami (NK) dan aktivitas sel B pada lesi PR telah dicatat,
menunjukkan kekebalan didominasi T-sel dimediasi dalam perkembangan
kondisi. Peningkatan jumlah sel CD4 T dan sel Langerhans yang hadir dalam
dermis, mungkin mencerminkan pengolahan antigen virus dan presentasi. Antiimunoglobulin M (IgM) ke keratinosit telah ditemukan pada pasien dengan PR;
Temuan ini mungkin berhubungan dengan fase exanthem dari infeksi virus yang
diduga.

Regina astra kirana


04011181419070
Kelompok A2 beta 2014
Plak utama terlihat pada kulit di 50-90% kasus seminggu atau lebih sebelum
timbulnya letusan lesi yang lebih kecil. Letusan sekunder ini terjadi 2-21 hari
kemudian pada tanaman mengikuti garis pembelahan kulit. Pada bagian belakang,
letusan ini menghasilkan "pohon Natal" pola (lihat Presentasi).
e. Patofisiologi 2,3,4
Terjadinya pityriasis rosea masih dalam perdebatan, Watanabe et al telah
membuktikan kepercayaan yang sudah lama ada bahwa pityriasis rosea
merupakan

kelainan

kulit

yang

disebabkan

oleh

virus.

Mereka

mendemonstrasikan replikasi aktif dari HHV 6 dan HHV 7 dalam sel


mononuklear pada lesi kulit, hal ini sama dengan mengidentifikasi virus-virus
pada sampel serum pasien. Dimana virus-virus ini hampir kebanyakan didapatkan
pada masa kanak-kanak dan tetap ada pada fase laten dalam sel mononuklear
darah perifer, terutama CD4 dan sel T dan pada air liur. Erupsi kulit yang timbul
dianggap sebagai reaksi sekunder akibat reaktivasi virus HHV 6 atau HHV 7
(terkadang juga bisa keduanya) (Blauvelt, 2008).
Penelitian baru-baru ini menemukan bukti dari infeksi sistemik aktif HHV 6
dan HHV 7 pada kulit yang kelainan, kulit yang sehat, air liur, sel mononuklear
darah perifer dan serum dari pasien penderita pityriasis rosea. Terdapat hipotesis
bahwa reaktivasi HHV 7 memicu terjadinya reaktivasi HHV 6. Namun apa yang
menjadi pemicu utama reaktivasi HHV 7 masih belum jelas. Pityriasis rosea tidak
disebabkan langsung oleh infeksi virus herpes melalui kulit, tapi kemungkinan
disebabkan karena infiltrasi kutaneus dari infeksi limfosit yang tersembunyi pada
waktu replikasi virus sistemik. Bukti lain menyebutkan reaktivasi virus mencakup
kejadian timbulnya kembali penyakit dan timbulnya pityriasis rosea pada saat
status imunitas seseorang mengalami perubahan. Didapatkan sedikit peningkatan
insiden pityriasis rosea pada pasien yang sedang menurun imunitasnya, seperti ibu
hamil dan penderita transplantasi sumsum tulang (Permata, 2011).

Learning Isue
a. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Sistem Integumen
b. Dermatitis Eritoskuamosa (sesuai kasus)
I.Pendahuluan
Pityriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, tetapi
menurut teori ada yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah virus herpes tipe 7, dimulai

Regina astra kirana


04011181419070
Kelompok A2 beta 2014
dengan sebuah lesi herald-patch berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh
lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan
kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 6 minggu (McGraw, 2007).
Istilah pityriasis rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada tahun
1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860, Gilbert memberi nama
Pityriasis rosea yang berarti skuama berwarna merah muda (rosea) (Sterling, 2004).
Pityriasis rosea memiliki tempat predileksi yaitu bagian tubuh yang tertutup pakaian,
leher dan dagu. Apabila didapatkan pada bagian tubuh terbuka maka disebut dengan pityriasis
rosea inversa (Murtiastutik, 2009). Pityriasis rosea didapati pada usia antara 10 tahun hingga
43 tahun, tetapi pityriasis rosea juga pernah ditemukan pada infants dan orang tua (McGraw,
2007).
Diagnosis pityriasis rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis apabila sulit
menegakkan diagnosis pityriasis rosea. Biasanya pityriasis rosea didahului dengan gejala
prodromal (lemas, mual, tidak nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe),
lalu setelah itu muncul gatal dan lesi dikulit (Lichenstein, 2010).
Pityriasis rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh karena itu,
pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif. Obat yang diberikan dapat berupa
kortikosteroid, antivirus, dan obat topikal untuk mengurangi pruritus (Murtiastutik, 2009).
Prognosis pada penderita Pityriasis rosea adalah baik karena penyakit ini bersifat self limited
disease sehingga dapat sembuh spontan dalam waktu 6 minggu (McGraw, 2007).
II. Definisi
Pityriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, tetapi
menurut teori ada yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah virus herpes tipe 7, dimulai
dengan sebuah lesi herald-patch berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh
lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan
kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 6 minggu (McGraw, 2007).

Regina astra kirana


04011181419070
Kelompok A2 beta 2014

Gambar 1.1 Pityriasis Rosea (McGraw, 2007).

Gambar 1.2 Herald-patch dan Distribusi Lesi (McGraw, 2007).


III. Epidemiologi
Pityriasis rosea didapati pada usia antara 10 tahun hingga 43 tahun, tetapi pityriasis
rosea juga pernah ditemukan pada infants dan orang tua. Pityriasis rosea sering ditemukan
pada saat musim semi dan musim gugur (McGraw, 2007).
IV. Etiologi
Watanabe et al melakukan penelitian dan mempercayai bahwa pityriasis rosea
disebabkan oleh virus. Mereka melakukan replikasi aktif dari Herpes Virus (HHV) 6 dan 7
pada sel mononuklear dari kulit yang mengandung lesi, kemudian mengidentifikasi virus
pada sampel serum penderita (Sterling, 2004). Jadi, pityriasis rosea ini merupakan reaksi
sekunder dari reaktivasi virus yang didapatkan pada masa lampau dan menetap pada fase

Regina astra kirana


04011181419070
Kelompok A2 beta 2014
laten sebagai sel mononuklear (James, 2006). Berdasarkan buku Fitzpatrick Dermatology
Atlas menyebutkan bahwa penyebab dari pityriasis rosea merupakan virus herpes tipe 7
(McGraw, 2007).
V. Patofisiologi
Terjadinya pityriasis rosea masih dalam perdebatan, Watanabe et al telah
membuktikan kepercayaan yang sudah lama ada bahwa pityriasis rosea merupakan kelainan
kulit yang disebabkan oleh virus. Mereka mendemonstrasikan replikasi aktif dari HHV 6 dan
HHV 7 dalam sel mononuklear pada lesi kulit, hal ini sama dengan mengidentifikasi virusvirus pada sampel serum pasien. Dimana virus-virus ini hampir kebanyakan didapatkan pada
masa kanak-kanak dan tetap ada pada fase laten dalam sel mononuklear darah perifer,
terutama CD4 dan sel T dan pada air liur. Erupsi kulit yang timbul dianggap sebagai reaksi
sekunder akibat reaktivasi virus HHV 6 atau HHV 7 (terkadang juga bisa keduanya)
(Blauvelt, 2008).
Penelitian baru-baru ini menemukan bukti dari infeksi sistemik aktif HHV 6 dan
HHV 7 pada kulit yang kelainan, kulit yang sehat, air liur, sel mononuklear darah perifer dan
serum dari pasien penderita pityriasis rosea. Terdapat hipotesis bahwa reaktivasi HHV 7
memicu terjadinya reaktivasi HHV 6. Namun apa yang menjadi pemicu utama reaktivasi
HHV 7 masih belum jelas. Pityriasis rosea tidak disebabkan langsung oleh infeksi virus
herpes melalui kulit, tapi kemungkinan disebabkan karena infiltrasi kutaneus dari infeksi
limfosit yang tersembunyi pada waktu replikasi virus sistemik. Bukti lain menyebutkan
reaktivasi virus mencakup kejadian timbulnya kembali penyakit dan timbulnya pityriasis
rosea pada saat status imunitas seseorang mengalami perubahan. Didapatkan sedikit
peningkatan insiden pityriasis rosea pada pasien yang sedang menurun imunitasnya, seperti
ibu hamil dan penderita transplantasi sumsum tulang (Permata, 2011).
VI. Gejala Klinis
Tempat predileksi pityriasis rosea adalah badan, lengan atas bagian proksimal dan
paha. Sinar matahari mempengaruhi distribusi lesi sekunder, lesi dapat terjadi pada daerah
yang terkena sinar matahari, tetapi pada beberapa kasus, sinar matahari melindungi kulit dari
Pityriasis rosea. Pada 75% penderita biasanya timbul gatal didaerah lesi dan gatal berat pada
25% penderita (James, 2006). Pada beberapa pasien terkadang terdapat gejala prodormal
seperti malaise, headache, nausea, loss of appetite, fever dan arthralgia (Blauvelt, 2008).

Regina astra kirana


04011181419070
Kelompok A2 beta 2014
1. Gejala klasik
Gejala klasik dari pityriasis rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai dengan lesi
pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau anular dengan ukuran yang
bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah ditutupi oleh skuama halus dan bagian tepi
mempunyai batas tegas yang ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari keratin yang
terlepas yang juga melekat pada kulit normal (skuama collarette). Lesi ini dikenal dengan
nama herald-patch (Sterling, 2004).

Gambar 1.3 Double Herald-Patch (Blauvelt, 2008).


Setelah timbul lesi primer, 1-2 minggu kemudian akan timbul lesi sekunder
generalisata. Pada lesi sekunder akan ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri dari lesi dengan
bentuk yang sama dengan lesi primer dengan ukuran lebih kecil (diameter 0,5-1,5 cm)
dengan aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan costae sehingga
memberikan gambaran Christmas tree. Lesi lain berupa papul-papul kecil berwarna merah
yang tidak berdistribusi sejajar dengan garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan
derajat inflamasi dan tersebar perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan (Blauvelt,
2008).

Regina astra kirana


04011181419070
Kelompok A2 beta 2014
Gambar 1.4 Christmas Tree Distribution in Pityriasis Rosea (Blauvelt, 2008).
2. Gejala Atipikal
Terjadi pada 20% penderita pityriasis rosea. Ditemukannya lesi yang tidak sesuai
dengan lesi pada pityriasis rosea pada umunya. Berupa tidak ditemukannya herald patch atau
berjumlah 2 atau multipel. Bentuk lesi lebih bervariasi berupa urtika, eritema multiformis,
purpura, pustul dan vesikuler (Sterling, 2004). Distribusi lesi biasanya menyebar ke daerah
aksila, inguinal, wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal membuat
diagnosis dari pityriasis rosea menjadi lebih sulit untuk ditegakkan sehingga diperlukan
pemeriksaan lanjutan.

Gambar 1.5 Diagram Skematik Plak Primer (herald patch) dan distribusi tipikal

plak

sekunder sepanjang garis kulit pada trunkus dalam susunan Christmas tree (Sterling, 2004).
VII. Diagnosis
Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang.
a. Anamnesa
Penderita datang dengan keluhan gatal sekujur tubuh. Terdapat Herald-patch sebagai
lesi yang pertama. Terdapat juga makula bulat lonjong, pada beberapa makula terdapat tepi
yang meninggi. Beberapa pasien mengeluh demam, malaise dan nafsu makan berkurang
(Murtiastutik, 2009).
b. Pemeriksaan Fisik

Regina astra kirana


04011181419070
Kelompok A2 beta 2014
Kelainan dapat berupa makula eritematosa berbentuk bulat lonjong, tepi meninggi dan
lekat pada tepi. Terdapat Herald-patch sebagai lesi pertama. Tempat predileksi adalah bagian
tubuh yang tertutup pakaian, leher dagu, tetapi ada juga yang dibagian tubuh yang terbuka
disebut pityriasis rosea inversa (Murtiastutik, 2009).
c. Pemeriksaan Penunjang
Umumnya

untuk menegakkan

diagnosis

pityriasis

rosea

tidak

dibutuhkan

pemeriksaan penunjang, tetapi terkadang kita perlu pemeriksaan penunjang untuk pityriasis
rosea dengan histopatologi. Pemeriksaan histopatologi dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis pityriasis rosea dengan gejala atipikal. Pada lapisan epidermis ditemukan adanya
parakeratosis fokal, hiperplasia, spongiosis fokal, eksositosis limfosit, akantosis ringan dan
menghilang atau menipisnya lapisan granuler. Sedangkan pada dermis ditemukan adanya
ekstravasasi eritrosit serta beberapa monosit (McGraw, 2007).

Gambar 1.6 Gambar histologik non spesifik tipikal dari pityriasis rosea, menunjukkan
parakeratosis, hilangnya lapisan granular, akantosis ringan, spongiosis dan infiltrat
limfohistiosit pada dermis superficial (McGraw, 2007).

VII. Diagnosis Banding


1. Sifilis Sekunder
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan lanjutan dari
sifilis primer yang timbul setelah 6 bulan timbulnya chancre. Gejala klinisnya berupa
lesi kulit dan lesi mukosa. Lesi kulitnya non purpura, makula, papul, pustul atau
kombinasi, walaupun umumnya makulopapular lebih sering muncul disebut makula
sifilitika. Perbedaannya dengan pityriasis rosea adalah sifilis memiliki riwayat
primary chancre (makula eritem yang berkembang menjadi papul dan pecah sehingga

Regina astra kirana


04011181419070
Kelompok A2 beta 2014
mengalami ulserasi di tengah), tidak ada herald patch, limfadenopati, lesi melibatkan
telapak tangan dan telapak kaki, dari tes laboratorium VDRL (+) (Blauvelt, 2008).
2. Tinea Korporis
Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit Trichophyton rubrum pada daerah
muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala klinisnya adalah gatal, eritema yang
berbentuk cincin dengan pinggir berskuama dan penyembuhan di bagian tengah.
Perbedaan dengan pitiyriasis rosea adalah pada tinea korporis skuama berada di tepi,
plak tidak berbentuk oval, dari pemeriksaan penunjang didapatkan hifa panjang pada
pemeriksaan KOH 10% (McPhee, 2009).
3. Dermatitis Numularis
Adalah dermatitis yang umumnya terjadi pada dewasa yang ditandai dengan plak
berbatas tegas yang berbentuk koin (numuler) dan dapat ditutupi oleh krusta. Kulit
sekitarnya normal. Predileksinya di ekstensor. Perbedaan dengan pityriasis rosea
adalah pada dermatitis numularis, lesi berbentuk bulat, tidak oval, papul berukuran
milier dan didominasi vesikel serta tidak berskuama (Blauvelt, 2008).
4. Psoriasis Gutata
Adalah jenis psoriasis yang ditandai dengan erupsi papul di trunkus bagian superior
dan ekstremitas bagian proksimal. Perbedaan dengan pityriasis rosea adalah pada
psoriasis gutata, aksis panjang lesi tidak sejajar dengan garis kulit, skuama tebal
(Blauvelt, 2008).
IX. Penatalaksanaan
1. Umum
Walaupun pityriasis rosea bersifat self limited disease (dapat sembuh sendiri), bukan
tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi yang muncul. Untuk itu
diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :
- Pityriasis rosea akan sembuh dalam waktu yang lama
- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap selama
sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu. Pada beberapa
-

kasus dilaporkan bahwa Pityriasis rosea berlangsung hingga 3-4 bulan


Penatalaksanaan yang penting pada pityriasis rosea adalah dengan mencegah
bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang mengandung wol, air,

sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi menjadi bertambah berat.


2. Khusus
Topikal
Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin losion atau
0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi yang luas dan gatal yang

Regina astra kirana


04011181419070
Kelompok A2 beta 2014
hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal kerja menengah (bethametasone

dipropionate 0,025% ointment 2 kali sehari) (Zawar, 2010).


Sistemik
Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa gatal. Untuk
gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan kortikosteroid sistemik
(Murtiastutik, 2009). Penggunaan eritromisin masih diperdebatkan. Eritromisin
oral pernah dilaporkan cukup berhasil pada penderita pityriasis rosea yang
diberikan selama 2 minggu (Sterling, 2004). Dari suatu penelitian menyebutkan
bahwa 73% dari 90 penderita pityriasis rosea yang mendapat eritromisin oral
mengalami kemajuan dalam perbaikan lesi. Eritomisin diduga mempunyai efek
sebagai anti inflamasi (Broccolo, 2005).

X. Prognosis
Prognosis baik karena penyakit pityriasis rosea sembuh spontan biasanya dalam
waktu antara 4-10 minggu (Djuanda, 2009).

Você também pode gostar