Você está na página 1de 18

Asuhan Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS

A. Konsep Dasar
1.

Definisi

Acquired : berarti didapat, bukan keturunan


Immune : terkait dengan system kekebalan tubuh kita.
Deficiency : berarti kekurangan
Syndrome : berarti penyakit dengan kumpulan gejala, bukan gejala tertentu.
Acquired Immune Defiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang dapat disebabkan oleh Human Immuno Deficiency Virus (HIV).
Virus dapat ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan vagina,
cairan sperma, cairan Air Susu Ibu. Virus tersebut merusak system kekebalan
tubuh manusia dengan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh
sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.
(Pedoman Nasional Perawat, Dukungan Dan Pengobatan Bagi ODHA, Jakarta,
2003, hal 1)
Human Immuno Deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut T. Limfosit atau
sel T-4 atau disebut juga sel CD 4.
2. Anatomi dan Fisiologi
Tubuh manusia dilengkapi banyak mekanisme yang memungkinkan untuk tahan
terhadap hampir semua tipe organisme dan toksin yang merusak jaringan dan
organ.
Mekanisme tersebut dibagi menjadi dua kelompok utama:
a) Immunitas Bawaan
b) Immunitas Adaptif

Fungsi utama dari mekanisme tersebut, yaitu :


a. Perlindungan tubuh dari pengrusakan oleh agen-agen asing dan mikroba
patogen.
b. Degradasi dan pembuangan terhadap sel-sel yang rusak dan mati.
c. Pengeluaran dan pemusnaan terhadap sel-sel maligna.

A. Immunitas Bawaan
1. Barier fisik : kulit, membran mukosa, epiglotis, silia saluran pernafasan,
spinkter.
Fungsi : mencegah organisme yang berbahaya/ substansi lain untuk masuk
kedalam tubuh.
2. Barie kimiawi : air mata (lisazim), sekresi vaginal (asam laktat), asam lambung
(asam hidroklorik).
Fungsi : menciptakan lingkungan yang bermusuhan terhadap mikroorganisme
yang patogen.
3. Barier Mekanik : lakrimalis, peristaltis, aliran urinaria.
Fungsi : melalui aksi-aksi mekanisnya membantu membersihkan tubuh dari
substansi-substansi yang secara potensial dapat membahayakan.
4. Pertahanan Biologis
Pada kondisi normal kulit, membran mukosa orofaring, nasofaring, saluran
interstial dan sebagian saluran genetalia didiami oleh mikroorganisme.
Fungsinya : - mempengruhi pola kolonisasi melalui bersaing dengan organisme
asing yang berbahaya.
- menghambat pertumbuhan organisme lain.
5. Fagosit dan Fagositosis
Fagositosis adalah respon dimana sel-sel yang terluka dan benda-benda asing
yang menyerang ditelan oleh sel darah putih tertentu (leukosit).
Leukosit Fagist itu adalah :
a) Neutropil Polimorfonukleus

60 % dari sel leukosit darah perifer.- Dibentuk


- Diproduksi pada sum-sum tulang dengan kecepatan mendekati 80 juta/menit.
- Umumnya hanya bertahan hidup 2 sampai 3 hari.
- Fungsinya memberikan serangan selular gelombang pertama terhadap
organisme yang menyerang selama proses peradangan akut.
b) Monosit Mononukleus
- Terdiri atas 2-12 % dari sel leucocyt.
- Ditemukan pada daerah perifer dan bergerak aktif.
- Bila berada dijaringan, monosi mengmbang menjadi ukuran yang lebih besar
untuk menjadi makrofag jaringan.
- Makrofag ini membentuk basis sistem retikuloendotelial yang bertahan selama
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
- Funsinya sebagai pertahanan baris pertama terhadap serangan mikroorganisme.
6. Respon Inflamsi
Inflamsi adalah proses dimana tubuh memperbaiki jaringan yang rusak dan
mempertahankan dirinya terhadap infeksi.
7. Sel Interferon dan Pembunuh Alamiah
Interferon memberikan sebagian perlindungan tubuh terhadap seranga virus yang
menyerang sampai respon imun tertentu yang lebih lambat mengambil alih.
Interferon tampak terlibat dalam melindungi tubuh terhadap beberapa bentuk
kanker. Interferon juga meningkatkan aktivitas sel-sel limfoid kelompok khusus
yang disebut sebagai sel-sel pembunuh alami.

B. Respon dan Imun Adaptif


Jika suatu agent asing masuk kedalam tubuh maka pertahanan bawaan akan
berusaha untuk memusnahkan benda asing tersebut. Jika agent tersebut bertahan,
maka pertahanan tubuh baris kedua akan mengupayakan aktivitas sistem imun
didapat/adaptif.
Dua senjata utama respon imun adaptif adalah :
1. Imunitas Selular

2. Imunitas Humoral
Limfosit yang disebut limfosit B adalah bagian dari respon humoral yang
bersumber dari bahan-bahan protein yang dikenal sebagai antibodi, yang mengikat
benda asing dan membantu dalam pemusnahan dan penghacurannya.
Sel-sel yang dikenal sebagai limfosit T adalah mediator dari respon imun seluler.
Imunitas tipe kedua ini dicapi melalui pembentukan sejumlah besar limfosit T
teraktivasi yang secara khusus dirancang untuk menghancurkan agen asing.

3. Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan
disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang
diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan
dengan HIV Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
4. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar
limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian
virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut
dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi
sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang
juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi
virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya
fungsi sel T penolong.

5. Pathways
HIV masuk ke dalam tubuh manusia

Menginfeksi sel yang mempunyai molekul CO4


(Limfosit T4, Monosit, Sel dendrit, Sel Langerhans)

Mengikat molekul CO4

Memiliki sel target dan memproduksi virus

Sel limfosit T4 hancur

Imunitas tubuh menurun

Infeksi opurtinistik

Sist pernafasan
Neurologis

Sist Pencernaan

Peradangan pd
ssp

Peristaltik

lesi/

Infeksi jamur

Jaringan paru

Sist. Integumen

Peradangan

mulut

Peradangan kulit

Diare

Sist

Infeksi

kronis

Timbul

Penurunan

Sesak, demam
kejang

Sulit menelan

Cairan output

bercak putih

Kesadaran,

Nyeri

kepala
Mual
Ggn pertukaran
Perubahan
gas suhu
Fikir

Intake kurang

Gatal, nyeri

Bibir kering
Turgor kulit

Bersisik

Proses

Ggn rasa nyaman

Ggn pemenuhan
nutrisi

nyeri

Kekurangan vol cairan


Ggn eliminasi

6. Manifestasi Klinis
Menurut WHO:
1)

Penurunan BB 10%
Demam memanjang atau lebih dari 1 bulan
Diare kronis
Tuberkulosis
2)

Gejala mayor

Gejala minor

Koordinasi orofaringeal
Batuk menetap lebih dari 1 bulan
Kelemahan tubuh
Berkeringat malam
Hilang nafsu makan
Infeksi kulit generalisata
Limfodenopati
Herpes zoster
Infeksi herpes simplek kronis
Pneumonia
Sarkoma kaposi
Manifestasi Klinis
Stadium
I

Skala Aktivitas Gambaran Klinis


Asimptomatic, aktivitas normal
a.

II

Asimptomatic

b. Limfodenopati generalisata
Simptomatic, aktivitas normal
a.

BB menurun < 10%

b.

Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti: dermatitis, pruigo, ulkus oral

seboroik, onikomikosis yang rekuren dan kheilitis angularis

c.
III

d. Infeksi saluran afas bagian atas seperti: sinusitis bakteriaslis


Pada umumnya lemah, aktivitas di tempat tidur kurang dari 50%
a.

BB > 10%

b.

Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

c.

Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

d.

Kandidiasi orofaringeal

e.

Oral hairy leukoplakia

f.
IV

Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir

TB Paru dalam tahun terakhir

g. Infeksi bacterial yang berat seperti: pneumonia dan piomiositish


Pada umumnya sangat lemah, aktivitas di tempat tidur lebih dari 50%
a.

HIV wasting syndrome seperti: yang didefenisikan oleh CDC

b.

Pneumonia pneumocytis carinii

c.

Toksoplasmosis otak

d.

Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan

e.

Retinitis virus sitomegalo

f.

Kriptokokosis extra pulmonal

g.

Herpes simplex mukokutan > 1 bulan

h.

Leukoensepalopati multifokal progresif

i.

Mikosis disminata seperti histoplasmosis

j.

Kandidiasis disofags, trakea, bronkus dan paru

k.

Mikobakteriasis atipikal diseminata

l.

Septisemia salmonelosis nontifoid

m.

Tuberkulosis di luar paru

n.

Limfoma

o.

Sarkoma kaposi

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit


serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
1. Serologis
- Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif,
tapi bukan merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke
T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
2. Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum,
dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur,
bakteri, viral.
3. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
4. Tes Lainnya
a.
Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain
b.
Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
c.
Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
d.
Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi

e.
Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
b. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system
imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut.
Antibody terbentuk dalam 3 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 12
bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak
memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan
mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah
memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang
uji kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah
atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
1. Tes Enzym Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi
hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody
Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
2. Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan
seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3. Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
4. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
c. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV)
untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein
virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV 1.
tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar
dari menjadi AIDS.
Pemeriksaan ini digunakan dengan tes lainnya untuk mengevaluasi efek anti virus.
Pemeriksaan kultur Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau kultur plasma
kuantitatif dan viremia plasma merupakan tes tambahan yang mengukur beban
virus ( viral burden )
8. Komplikasi
Pada penderita HIV/AIDS dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang berupa
infeksi oportunistik, yaitu :

a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
- kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan
kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
- Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
malaise, demam, paralise, total / parsial.
-. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
- Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.

- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,


alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatalgatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa
terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
- Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
- Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri
9. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan pasien dengan AIDS untuk sementara ini masih bersifat
memperpanjang hidup bagi orang dengan AIDS dan memperbaiki kualitas
hidupnya. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat membasmi virus HIV.
Walaupun demikian, akhir-akhir ini terdapat racikan baru yang dapat mengurangi
kecepatan pertumbuhan HIV dan dianggap potensial untuk mengatasi AIDS.
Dalam penatalaksanaan AIDS dapat dibagi dalam :
a. Pengobatan Supportif
Tujuan pengobatan ini adalah untuk meningkatkan keadaan umum pasien.
Pengobatan ini terdiri atas pemberian gizi yang sesuai, oabt sistemik, serta
vitamin. Disamping itu perlu diupayakan dukungan psikososial agar pasien dapat
melakukan aktivitas seperti semula.
b. Pengobatan infeksi Oportunistik
Tujuan utama dari penatalaksaan pasien AIDS yang sakit kritis adalah

menghilangkan, mengendalikan, atau pemulihan infeksi oportunistik, infeksi


nasokomial, atau sepsis. Penatalaksanaan infeksi oportunistik diarahkan pada
dukungan terhadap sistem-sistem yang terlibat. Digunakan agent-agent
farmakologik spesifik untuk mengidentifikasi organisme dan juga agent-agent
eksperimental untuk organisme tidak umum. Pengobatan kanker yang terkait
AIDS yaitu limfoma malignum, sarkoma kaposi dan karsinoma serviks infasif
disesuaikan dengan standar terapi penyakit kanker.
c. Obat Anti Retroviral
Obat ini bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan HIV dalam tubuh. Penelitian
terakhir menunjukkan bahwa kombinasi obat anti retroviral dapat menurunkan
secara tajam virus lokal didarah, bahkan juga dikelenjarv limfe. Obat ini diberikan
dalam bentuk kombinasi golongan RTI (Reverse Transcriptase Inhibitor) dan PI
(Protease Inhibitor). Dewasac ini terapi standar yang banyak dianut adalah
kombinasi RTI dan PI . obat yang tergolong RTI : Azidotimidin (AZT), didoracin
(DDO), Dideoksisitidin (DDC), Stavodin(D4T). PI : Indinovir, Ritonovir,
Sogwinovir, Navirovir.

10.Pencegahan :
Ada bebrapa cara yang bisa ditempuh untuk mengurangi penularan penyakit ini,
yaitu :
1) Kontak seksual harus dihindari dengan orang yang diketahui AIDS dan oarang
yang sering menggunakan obat bius secara intra vena.
2) Hubungan seksual dengan orang yang mempunyai teman kencan AIDS,
memberikan kemungkinan lebih besar mendapat AIDS.
3) Orang yang menggunakan intar vena dapat dikurangi dengan cara memberantas
kebiasaan buruk untuk dan melarang penggunaan jarum suntik bersama.
4) Lingkungan merubah perilaku/megadakan penyuluhan kesehatan.
5) Ibu mengidap HIV dianjurkan tidak menyusui bayinya.

6) Untuk jangka pendek, meningkatkan kewaspadaan sendiri, mungkin dengan


deteksi AIDS dan kondomisasi kelompok resiko tinggi.
Prinsip Penularan HIV
Dikenal dengan ESSE :
EXIT: keluar.
SUFFICIENT: cukup
SURVIVE: virusnya hidup
ENTER: masuk.
HIV keluar dari tubuh dalam jumlah cukup dan dalam keadaan hidup masuk ke
dalam tubuh lain.

HIV tidak menular melalui:


1. Gigitan nyamuk
2. Bersalaman, Bersentuhan
3. Pelukan, Ciuman
4. Menggunakan Alat makan bersama
5. Tinggal Serumah
6. Menggunakan Jamban yang sama
11. Peran perawat dalam pemberian therapy ARV(Anti RetroViral)
Tujuan terapi ARV:
1) Menghentikan replikasi HIV
2) Memulihkan system imun dan mengurangi terjadinya infeksi opurtunistik
3) Memperbaiki kualitas hidup
4) Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV
5) Pemberian nutrisi

Pasien dengan HIV AIDS harus mengkonsumsi suplemen atau nutrisi tambahan
bertujuan untuk beban HIV AIDS tidak bertambah akibat defisiensi vitamin dan
mineral

Asuhan Keperawatan
I.

Pengkajian.

1.

Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan

obat-obat.
2.

Penampilan umum : pucat, kelaparan.

3.

Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat

malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
4.

Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup,

ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.


5.

Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl,

hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori,
gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
6.

HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus,

ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
7.

Neurologis

:gangguan

refleks

pupil,

nystagmus,

vertigo,

ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.


8.

Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.

9.

Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.

10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu


pernapasan, batuk produktif atau non produktif.

11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
12. Gu : lesi atau eksudat pada genital,
13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif

II. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola
hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV,
adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat
gizi.
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai.

III. Perencanaan keperawatan.


Diagnosa
Keperawatan
Resiko

tinggi

Perencanaan Keperawatan
Intervensi

Tujuan dan criteria


hasil
akan

Pasien

bebas

Monitor

tanda-tanda

infeksi

infeksi

berhubungan

dan

dengan

dengan kriteria tak ada

pada setiap tindakan invasif.

imunosupresi,

tanda-tanda

Cuci

malnutrisi dan pola

baru, lab tidak ada

meberikan tindakan.

hidup

infeksi

3.

yang

beresiko.

oportunistik

1.

komplikasinya
infeksi
oportunis,

Mencegah pasien terpapar oleh

2.

kuman patogen yang diperoleh di

gunakan teknik aseptik


tangan

Mencegah bertambahnya infeksi

Anjurkan pasien metoda

mencegah terpapar terhadap

normal, tidak ada luka

lingkungan yang patogen.

atau eksudat.

4.

Kumpulkan

spesimen

Atur

infeksi

(kontak

HIV

tidak

ditransmisikan,

tim

1.

Anjurkan

pasien

atau

orang penting lainnya metode

kesehatan

mencegah transmisi HIV dan

berhubungan

memperhatikan

kuman patogen lainnya.

dengan

infeksi

universal

2.

HIV,

adanya

dengan

kriteriaa

Gunakan

darah

kontak pasien dan tim

merawat

nonopportunisitik

kesehatan

masker bila perlu.

yang

terpapar

dapat

HIV,

yang terapeutik
Pasien dan keluarga mau dan
memerlukan informasikan ini

Mencegah transimisi infeksi HIV


dan

ke orang lain

cairan tubuh precaution bial

infeksi

tidak

pengobatan

Mempertahankan kadar darah

pasien)

precautions

Meyakinkan diagnosis akurat dan

pemberian

antiinfeksi sesuai order


Infeksi

rumah sakit.

sebelum

tanda vital dalam batas

5.

tinggi

Untuk pengobatan dini

infeksi baru.

untuk tes lab sesuai order.

Resiko

Rasional

pasien.

Gunakan

tidak

ditransmisikan.

terinfeksi patogen lain

Intolerans aktivitas

seperti TBC.
Pasien berpartisipasi

1.

berhubungan

dalam

fisiologis terhadap aktivitas

dengan kelemahan,

dengan kriteria bebas

2.

pertukaran

dyspnea dan takikardi

perawatan yang pasien sendiri

oksigen,

selama aktivitas.

tidak mampu

kegiatan,

Monitor

respon

Berikan

malnutrisi,

3.

Jadwalkan

kelelahan.

pasien

Respon bervariasi dari hari ke


hari

bantuan

perawatan

sehingga

mengganggu isitirahat.

tidak

Mengurangi kebutuhan energi

Ekstra istirahat perlu jika karena


meningkatkan
metabolik

kebutuhan

Perubahan

nutrisi

Pasien

dari

intake

kurang

mempunyai

kemampuan

Intake

menurun

dihubungkan

dengan nyeri tenggorokan dan

protein yang adekuat

2.

mulut

berhubungan

untuk

ouput

dengan intake yang

kebutuhan

kurang,

metaboliknya

meningkatnya

kriteria

kebutuhan

muntah

tubuh

metabolic,

dan

dan

Monitor

mengunyah dan menelan.

kebutuhan

kalori

1.

memenuhi

3.
dengan

mual

dan

dikontrol,

pasien makan TKTP,

menurunnya

serum

albumin

absorbsi zat gizi.

protein dalam batas n

Monitor BB, intake dan

Menentukan data dasar


Atur antiemetik sesuai

order
4.

Mengurangi muntah
Meyakinkan

Rencanakan

dengan

pasien

diet
dan

bahwa

makanan

sesuai dengan keinginan pasien

orang

penting lainnya.

dan

ormal, BB mendekati
Diare berhubungan

seperti sebelum sakit.


Pasien merasa nyaman

1.

dengan infeksi GI

dan mengontrol diare,

frekuensi feses dan adanya

komplikasi

darah.

minimal

Kaji

konsistensi

dan

2.

Auskultasi bunyi usus

Hipermotiliti

lunak, tidak tegang,

3.

Atur agen antimotilitas

diare

feses lunak dan warna

dan

normal,

sesuai order

pelan,

4.

pada intestinal

kram

perut

psilium

(Metamucil)

Berikan ointment A dan

D, vaselin atau zinc oside


koping

efektif
keluarga

berhubungan
cemas

tentang

keadaan

yang
dicintai.

orang

emperburuk

terhadap sakit pasein dan

bekerja

perawatannya

dengan keluarga.

sistem

adaptasi

dan

terhadap

perubahan

akan

perforasi

Untuk menghilangkan distensi


Memulai suatu hubungan dalam

penting
suport

keluarga

dengan

Mengurangi motilitas usus, yang

1. Kaji

lain

koping

mumnya

Keluarga atau orang


mempertahankan

dengan

feses

dengan kriteria perut

hilang,
Tidak

Mendeteksi adanya darah dalam

secara

konstruktif

2. Biarkan

keluarga

Mereka tak menyadari bahwa

mengungkapkana

perasaan

mereka berbicara secara bebas

secara verbal

Menghilangkan

kebutuhannya dengan

3. Ajarkan kepada keluaraga

tentang transmisi melalui kontak

kriteria

tentang

sederhana.

pasien

keluarga
dengan

dan

berinteraksi
cara

penyakit

dan

transmisinya.

yang

konstruktif

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn, dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3.Jakarta: EGC.

kecemasan

Bruner, Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.


Jakarta : EGC.
Suzanne C Smeltzer. 2001.Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Http://www.wikipediahiv/aids2013.com

Você também pode gostar