Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
NIM: 04011181419003
1.1
dalam/medial).
a. Bagaimana epidemiologi dari diagnosis kerja? 11 9
Angka kejadiannya bervariasi terhadap ras dan jenis kelamin. Pada Caucasian
frekwensinya 1,2/1000 kelahiran, dengan perbandingan laki-laki : perempuan = 2 : 1.
Stewart, pada tahun 1951, pada penelitiannya mendapatkan insiden pada Hawaiians
4,9/1000 kelahiran. Tingginya angka pada hawaiians ini didukung oleh Ching yang
melaporkan insidensi CTEV 6,81/1000 kelahiran. Angka kejadian yang tinggi pada Maori
(grup Polynesia) juga dilaporkan oleh Elliot, Alldred, dan Veale. Beals melaporkan pada
Maori frekwensinya 6,5 7 per seribu kelahiran. Di Cina 0,39/1000, Jepang 0,53/1000,
Malaysia 0,68/1000, Filipina 0,76/1000, Caucasians 1,12/1000, Puerto Rican 1,36/1000,
Indian 1,51/1000, Afrika Selatan (hitam) 3,50/1000, dan Pilynesia 6,81/1000 kelahiran.
Kejadian terkena bilateral sekitar 30%-50% dari kasus. Sisi kanan sedikit lebih banyak
dari kiri.
Sumber: Ismiarto, Yoyos Dias. 2015. Congenital Talipes Equinovarus (Club Foot).
Departemen/SMF Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Diakses pada 22 November 2016.
Kedokteran Universitas Jember, RSD dr. Soebandi, Jember, Jawa Timur, Indonesia.
Diakses pada 22 November 2016.
b. Apa SKDI dari diagnosis kerja? 9 6
Malformasi kongenital (genovarum, genovalgum, club foot, pes planus)
2 (Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk)
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Sumber: Herman, Rahmatina Bustami, dkk. 2012. Standar Kompetensi Dokter
Indonesia, Edisi 2, Hh 31 dan 78. Konsil Kedokteran Indonesia. Konsil Kedokteran
Indonesia: Jakarta Pusat.
CTEV
A. Definisi
CTEV(Congeintal Talipes Equino Varus). CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi
dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi medial dari tibia
(Schwartz, 2002) dan salah satu anomali ortopedik kongenital yang sudah lama dideskripsikan
oleh Hippocrates pada tahun 400 SM (Miedzybrodzka, 2002). CTEV atau biasa disebut Clubfoot
merupakan istilah umum untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah atau
bengkok dari keadaan atau posisi normal. Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas
ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang
berarti kaki). Congenital talipes equinovarus (CTEV) merupakan abnormalitas kongenital pada
kaki yang paling sering dijumpai
B. PENDAHULUAN
Congenital Talipes Equinovarus (Clubfoot) adalah salah satu kelainan bawaan pada kaki
yang terpenting. Kelainan ini mudah didiagnosa tapi sulit diterapi secara sempurna
walaupun oleh seorang yang sangat ahli. Kelainan yang terjadi pada Clubfoot adalah :
equinus pada tumit, seluruh hindfoot varus, serta midfoot dan forefoot aduksi dan
supinasi. Derajat kelainan mulai dari ringan, sedang atau berat yang dilihat dari
rigiditasnya atau resistensinya, dan dari penampilannya. Pengenalan dan penanganan
secara dini pada clubfoot sangat penting dimana Golden Period untuk terapi adalah tiga
minggu setelah lahir, karena pada umur kurang dari tiga minggu ligamen-ligamen pada
kaki masih lentur sehingga masih dapat dimanipulasi.
C. INSIDENSI
Angka kejadiannya bervariasi terhadap ras dan jenis kelamin. Pada Caucasian
frekwensinya 1,2/1000 kelahiran, dengan perbandingan laki-laki : perempuan = 2 : 1.
Stewart, pada tahun 1951, pada penelitiannya mendapatkan insiden pada Hawaiians
4,9/1000 kelahiran. Tingginya angka pada hawaiians ini didukung oleh Ching yang
melaporkan insidensi CTEV 6,81/1000 kelahiran. Angka kejadian yang tinggi pada Maori
(grup Polynesia) juga dilaporkan oleh Elliot, Alldred, dan Veale. Beals melaporkan pada
Maori frekwensinya 6,5 7 per seribu kelahiran. Di Cina 0,39/1000, Jepang 0,53/1000,
Malaysia 0,68/1000, Filipina 0,76/1000, Caucasians 1,12/1000, Puerto Rican 1,36/1000,
Indian 1,51/1000, Afrika Selatan (hitam) 3,50/1000, dan Pilynesia 6,81/1000 kelahiran.
Kejadian terkena bilateral sekitar 50% dari kasus. Sisi kanan sedikit lebih banyak dari
kiri.
D. FAKTOR GENETIK
Faktor genetik hanya memegang peranan sekitar 10%, sisanya merupakan kejadian yang
pertama kali didalam keluarga. Secara umum dapat dikatakan bahwa CTEV terjadi
kurang berat pada kasus yang sporadis bila dibandingkan dengan ada faktor familial, dan
makin banyakkejadian CTEV dalam keluarga makin besar kemungkinannya punya anak
dengan CTEV yang rigid . Selain faktor keturunan, faktor lingkungan sangat memegang
peranan penting. Gambaran ini dibuktikan oleh Idelberger, yang membandingkan
insidensi CTEV pada kembar monozygot dan dizygot. Pada monozygote 13 dari 40
(32,5%) kembarannya menderita yang sama, dan pada dizygot hanya 4 dari 134 (2,9%).
Dari data ini dapat menyokong adanya kedua faktor pengaruh tersebut. Pada kelurga
Caucasians dapat dikatakan bila orang tua normal akan mendapat kemungkinan anak
laki-laki dengan CTEV 2%, bila perempuan 5%. Bila salah satu orang tua terkena dan
sudah mempunyai anak yang terkena juga maka kemungkinan punya anak lagi dengan
CTEV 10% - 25%. Pada orang Maori, bila orang tua normal akan mempunyai resiko
punya anak dengan CTEV laki-laki atau perempuan sebanyak 9%. Bila orang tua terkena
maka kemungkinan anaknya akan terkena 30%.
E. ETIOLOGI
Teori etiologi CTEV sudah lama dikenal sejak zaman Hippocrates. Menurut teori ini
penyebab CTEV adalah adanya kekuatan mekanik dari luar yang mengakibatkan
terganggunya kecepatan tumbuh tulang, ligamen dan otot. Tapi teori ini sekarang sudah
tidak bisa diterima lagi oleh karena kejadian CTEV tidak bertambah pada kasus dengan
hamil kembar, bayi yang berat, primiparous uterus, hydramnion dan oligohydramnion.
Menurut White, 1929, penyebab CTEV adalah kerusakan nervus peroneus oleh tekanan
di dalam uterus. Menurut Midelton, 1934, oleh karena tidak adanya otot yang seimbang
karena dysplasia peroneal dan menurut Bechtol dan Mossman, 1950, disebabkan oleh
pemendekan relatif dari serabut otot yang mengalami degenerasi di dalam uterus.
F. DIAGNOSA DAN DIAGNOSA BANDING
Gambaran klinik clubfoot sangat karakteristik, kaki dan tungkai bawah seperti tongkat
(clublike). Terdapat lekukan yang dalam pada bagian posterior sendi ankle, kaki bagian
tengah dan kaki bagian depan terjadi aduksi, inversi dan aquinus. Dengan adanya inversi
dan aduksi dari kaki bagian depan akan menyebabkan terabanya benjolan tulang pada
subkutis dorsum pedis sisi lateral. Kulit pada sisi cembung (dorsum pedis), tipis,
teregang, dan tidak ada lekukan kulit, malleolus lateralis lebih menonjol dibanding yang
medial. Kulit sisi cekung (daerah medial dan plantar) terdapat cekungan yang dalam.
Tulang naviculare berdekatan langsung dengan malleolus medialis, sehingga pada
palpalsi jarak antara kedua tulang tersebut tidak terdapat sela. Kaki bagian depan dalam
posisi equinus dan jaringan lunak sisi plantar kaki sangat kontraktur. Dapat diraba
ligamentum dan kapsul sendi sisi medial kaki dan sisi posterior sendi ankle memendek
dan menebal. Terdapat juga atrofi dari otot betisdan pemendekan dari kaki. Keadaan
equinus ini kaku dan bila dilakukan manipulasi pasif hanya terkoreksi sedikit. Bila
keadaan ini datang terlambat untuk dikoreksi, maka keadaan kontraktur akan lebih parah
dan akan lebih kaku, anak akan berjalan pada sisi kaki lateral dan pada malleolus
lateralis. Anak tersebut bila berjalan akan terasa sakit dan terbentuk bursa dengan cepat.
G. TERAPI
Tujuan terapi talipes equinovarus adalah : 1. Mereduksi dislokasi atau sublokasi sendi
talocalcaneonaviculare 2. Mempertahankan reduksi 3. Memperbaiki normal articular
alignment 4. Membuat keseimbangan otot antara evorter dan invertor, dan dorsi flexor
dan plantar flexor 5. Membuat kaki mobile dengan fungsi normal dan weight bearing
Terapi harus sudah dimulai pada hari-hari pertama kelahiran, 3 minggu pertama
merupakan golden period, sebab jaringan lunak pada usia ini masih lentur. 1 Therapi Non
Operative/Konsevatif Perawatan non operatif dimulai sejak penderita lahir, dengan
melakukan elongasi jaringan lunak yang mengalami kontraktur dan kemudian
dipertahankan dengan pemasangan gips secara serial selama 6 minggu dan gips diganti
setiap minggu. Dari 6 minggu sampai 12 minggu dipasang splint clubfoot tipe Denis
Brown. Setelah penderita waktunya berjalan setiap malam dipasang splint sepatu Denis
Brown dan siang hari memakai sepatu outflare sampai usia prasekolah. Dari serial terapi
tersebut yang paling penting adalah tahap pertama yaitu elongasi jaringan lunak yang
mengalami kontraktur dengan manipulasi pasif. Elongasi dari m. triceps surae, capsul
posterior, dan ligamentum ankle dan subtalar Teknik : Os calcis dipegang antara ibu jari
dan jari II, ditarik ke distal dan didorong ke medial menjauhi mallelous lateralis, tangan
satunya mendorong daerah calcaneocuboid ke dorsiflexi, seluruh kaki tetap dalam posisi
inversi. Tidak diperbolehkan melakukan dorsiflexi daerah kaki bagian depan, hai ini akan
menyebabkan kaki melengkung. (roker-bottom).
Elongasi dari m. tibialis posterior dan ligamentum tibionaviculare
Teknik : Os calcis dipegang antara ibu jari dan jari kedua, ditarik ke distal, dengan tangan
yang lain jari kedua dan ibu jari memegang naviculare dan kaki bagian tengah ditarik ke
distal ke daerah ibu jari kaki dan abduksi.
Elongasi ligamentum plantar calcaneonaviculare dan jaringan lunak plantar pedis
Teknik : Dengan satu tangan mendorong tumit ke proximal dan tangan yang lain
memegang kaki bagian tengah ke arah dorsifleksi. Setiap tahapan di atas dilakukan
sekitar 20 sampai 30 kali dan setiap gerakan dipertahankan selama 10 hitungan.
Reduksi tertutup dislokasi medial dan plantar sendi talocalcaneonaviculare Tahapan ini
dikerjakan setelah tahap di atas sudah cukup berhasil.
Teknik : Kaki bagian belakang dipegang dengan tangan, jari kedua di atas corpus talus (di
atas sinus tarsi), dekat anterior dan distal malleolus lateralis, ibu jari pada anterior
malleolus medialis. Tangan satunya memegang kaki bagian tengah dan depan di antara
ibu jari dan jari kedua, dengan menggunakan traksi ke arah longitudinal, kaki dalam
posisi equinus dan inversi. Selanjutnya melakukan abduksi kaki bagian tengah,
mendorong naviculare ke lateral dan talus bagian anterior ke medial dengan ibu jari.
Secara klinis reduksi berhasil dengan terbentuknya kontur eksterna normal pada posisi
istirahat. Setelah reduksi, dilakukan pemeriksaan radiologi, sisi AP dan lateral. Dianggap
berhasil bila pada gambaran AP sudut talocalcaneal lebih dari 20 derajat dan T-MT1
kurang dari 15 derajat, pada gambaran lateral sudut talicalcaneal harus antara 30-45
derajat. Keadaan terreduksi ini dipertahankan dengan gips yang diganti setiap seminggu
sekali.
Ismiarto,
Yoyos
Dias.
2015.
Congenital
Talipes
Equinovarus
(Club
Foot).