Você está na página 1de 11

1

ASESMEN PARIPURNA GERIATRI


Ahmad Basyiruddin
Hadiq Firdausi
Pendahuluan
Dengan makin bertambahnya penduduk berusia lanjut, maka jumlah penderita
geriatrik akan meningkat pula (Hadi Martono, 1999). Menurut laporan data demografi
penduduk internasional yang dikeluarkan oleh Bureau of the Census USA (1993), dilaporkan
bahwa Indonesia pada tahun 1990-2025 akan mempunyai kenaikan jumlah orang lanjut usia
sebesar 414%, suatu angka paling tinggi di seluruh dunia. Sebagai perbandingan kami kutip :
Kenya 347%, Brasil 255%, India 242%, China 220%, Jepang 129%, Jerman 66% dan Swedia
33% (Kinsella dan Taeuber, 1993). Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah siapakah
penderita geriatri itu? Mengapa penderita ini harus ditangani secara berbeda dengan
penderita dari golongan umur lain ? Jawaban atas pertanyaan tersebut memerlukan penjelasan
tersendiri.
Negara-negara maju di Eropa dan Amerika menganggap batasan umur tua ialah 65
tahun, dengan pertimbangan bahwa pada usia tersebut orang akan pensiun, tetapi akhir-akhir
ini telah dicapai konsensus sebagai batas umur tersebut ialah 60 tahun (WHO, 1989).
Keadaan Sosial-ekonomi-budaya para Usia Lanjut
Keadaan sosial-ekonomi adalah suatu masalah. Lansia Indonesia masih banyak
tergantung pada orang lain (terutama anaknya). Dalam penelitian di lapangan/komunitas, di
desa maupun di kota, 78,3% mengaku hidup serba pas-pasan, 14,1% mengaku hidupnya
berlebih, dan 7.6% mengaku hidupnya dalam kekurangan. Hanya 1,4 % mengaku dapat hidup
memanfaatkan tabungan sebelumnya (Darmodjo dkk, 2006).
Ketergantungan pada anak lebih diderita oleh wanita lansia serta naik persentasenya
dengan tambahnya usia. Kehidupan dalam susunan keluarga (family living arrangement)
dapat dilihat pada gambar di bawah. Hidup bertempat tinggal dengan keluarga merupakan
kebiasaan umum bila seorang lanjut usia ditinggal meninggal dunia oleh suami/isterinya, atau
sebelum ini terjadi. Umumnya memang keluargalah yang merumat para lanjut usia di
rumahnya (juga di negara-negara Asia yang lain), terutama hal ini dilakukan oleh anak
perempuan. Keikutsertaan orang-orang lanjut usia dengan keluarganya ini naik persentasenya
dengan bertambahnya usia. Bantuan dari keluarga ini meliputi semua bidang, baik finansial,
makanan, pakaian dan bantuan fisik dan moral (Darmodjo, 2006).
Tinjauan Kepustakaan Departemen-SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unair-RSUD Dr.
Soetomo

2
Surabaya, 14 Juli 2009

Kinerja dan Kehidupan kaum lanjut usia


Menurut Agate (1970) kaum lansia merupakan tenaga kerja yang handal dan
berpengalaman, lebih dapat dipercaya, lebih teliti dan jarang mangkir kerja. Bahkan menurut
WHO (1982) tenaga kerja lansia merupakan tenaga yang setara dengan tenaga muda, malahan
dinyatakan merupakan gudang kebijaksanaan dan contoh dalam sikap etika.
Sesuai dengan rekomendasi Boedhi-Dharmojo (1985) pada Seminar Pemanfaatan
Tenaga Kerja Usia Lanjut oleh Depnaker, penugasan seorang lansia dapat diperpanjang bila
didasarkan hal-hal sebagai berikut:

Keadaan kesehatan jasmani dan rohani masih cukup baik

Mempunyai motivasi yang cukup positif untuk terus bekerja

Prestasi kerja / konduite sebelumnya baik/baik sekali

Memiliki pengalaman dan kemahiran (expertise) yang langka

Bila sulit untuk mencari penggantinya dan akhirnya bila formasi dan peraturan
ketenagakerjaan memungkinkan.

Dapat ditambahkan bahwa kerja fisik berat (blue collar worker) memang tak sesuai lagi
dengan usia lanjut dan perlu dialihtugaskan. Motivasi yang baik juga diperlukan agar para
lansia ini tak menghalangi karier para pekerja muda, justru mereka wajib mendidik kaderkadernya.
Penelitian juga menunjukkan bahwa para lansia masih terlibat langsung dalam
menentukan keputusan keluarga, terutama dalam hal hal penting (misal: pindah rumah, hari

3
perkawinan cucu, dan sebagainya). Namun peranan ini menurun dengan bertambahnya usia
mereka (Boedhi-Darmodjo dkk, 1991).
Tinjauan masalah psikologik pada lansia
Masalah kejiwaan yang terjadi pada lansia sangat variatif. Tergantung sekali terutama
pada bagaimana sikap mereka sendiri terhadap proses menua, kemunduran kemampuan
badaniah, kemunduran sosial-ekonomi, ditinggalorang-orang terdekat. Hal ini akan
menyebabkan penarikan diri dari masyarakat dan dari pribadinya satu sama lain. Biasanya
sifat serotipe lansia ini sesuai dengan kepribadian mereka pada waktu muda. Beberapa tipe
yang dikenal adalah antara lain sbb (Ichwani J, 2007):
1. tipe konstruktif
-

mempunyai integritas yang baik, toleransi tinggi, humoris, luwes, dapat menikmati
hidup di hari tua dan tahu diri

sifat ini biasanya dibawa sejak muda. Dapat menerima fakta dari proses-proses menua,
menjalani masa pensiun dengan senang hingga masa akhirnya.

2. tipe ketergantungan (dependent)


masih dapat diterima di masyarakat, selalu pasif, tidak berambisi, tidak mempunyai
inisiatif, tidak praktis tapimasih tahu diri. Biasanya orang ini hidupnya dikuasai isterinya.
Ia senang pensiun, malah senang makan minum, tidak suka bekerja, senang berlibur.
3. tipe defensif
Dulunya mempunyai pekerjaan / jabatan tidak stabil, selalu menolak bantuan, sering
emosi tidak terkontrol dan teguh pada kebiasaan. Konfulsif aktif, tidak senang masa
pensiun serta takut menghadapi keadaan menjadi tua.
4. tipe bermusuhan
Selalu mengeluh, agresif, menganggap orang lain sebagai penyebab kegagalannya. Selalu
curiga, menganggap tidak ada hal-hal baik menjadi tua, iri pada yang muda, takut mati.
Biasanya sewaktu muda mempunyai pekerjaan yang tidak stabil.
4. tipe menyalahkan diri sendiri (self hater)
bersifat kritis terhadap penyalahan diri sendiri. Biasanya berasal dari perkawinan tidak
bahagia, sosial-ekonomi rendah, tidak mempunyai ambisi, mempunyai sedikit hobby
tipe ini merasa menjadi korban dari keadaan,namun mereka menerima fakta pada proses
menua. Merasa berkecukupan, tidak merasa iri pada yang muda. Menganggap kematian
sebagai pembebasan terhadap penderitaan.
Sifat-sifat Penyakit pada Lanjut Usia

4
Terdapat beberapa penyebab mengapa penderita geriatri berbeda dengan penderita
golongan populasi lain (Brocklehurst and Allen, 1987), yaitu : terjadi berbagai perubahan
pada semua orang yang mencapai usia lanjut yang tidak disebabkan oleh proses penyakit,
terjadi akumulasi proses patologik kronik yang biasanya bersifat degeneratif, berbagai
keadaan sosial-ekonomi lingkungan sering tidak membantu kesehatan dan kesejahteraan
penderita lanjut usia, penyakit iatrogenik atau penyakit yang diakibatkan oleh obat-obatan dan
penyakit atau episode akut baik fisik maupun psikologik merupakan keadaan yang akan
memperberat berbagai keadaan di atas dan seringkali menyebabkan kematian.
Walaupun penyakit kronis dan penuaan tidak sinonim, penelitian telah menunjukkan
peningkatan insidensi penyakit kronis terjadi pada saat orang bertambah tua. Data sensus
tahun 1989 mengungkapkan bahwa pada usia 65 tahun,70% pria dan 77% wanita yang telah
disurvei memiliki satu atau lebih penyakit kronis. Pada usia 80 tahun, jumlah ini meningkat
sampai 81% pada laki-laki dan 90% pada wanita (Burke; Walsh, 1992).
Penelitian menunjukkan bahwa hanya 40% wanita dibanding 77% pria yang masih
hidup sebagai pasangan suami-isteri, karena umur wanita lebih panjang dari pria (US Senate,
1988). Kebanyakan lansia tinggal dalam masyarakat, dan kurang dari 1% hidup dalam
lingkungan lembaga. Dengan lanjutnya usia, statistik meningkat sampai kira-kira 22% lansia
yang lemah (usia 85 tahun ke atas) hidup dalam lingkungan lembaga (Miller, 1992). Hal ini
jelas menunjukkan bahwa kebanyakan lansia hidup sendiri atau mempunyai beberapa bentuk
bantuan proses kehidupan, menekankan pentingnya promosi dan perlindungan kesehatan,
sebagai fokus intervensi keperawatan untuk semua lansia.
Sifat penyakit pada lanjut usia ini perlu sekali untuk diketahui supaya kita tidak salah
ataupun terlambat menegakkan diagnosis sehingga terapi dan tindakan lainnya yang
mengikutinya dengan segera dapat dilaksanakan. Hal ini akan menyangkut beberapa aspek,
yaitu : etiologi, diagnosis, dan perjalanan penyakit (Darmodjo, 1999).
1. Etiologi
Sebab penyakit pada lanjut usia ini pada umumnya lebih bersifat endogen
daripada eksogen. Hal ini umpamanya disebabkan karena menurunnya fungsi
berbagai alat tubuh karena proses menjadi tua. Sel-sel parenkim banyak diganti
dengan sel-sel bpenyangga, produksi hormon yang menurun, produksi enzim
menurun dan sebagainya.
Dalam rangka ini juga produksi zat-zat untuk daya tahan tubuh seorang tua
akan mundur. Maka dari itu faktor penyebab infeksi (eksogen) akan lebih
mudah hinggap. Di negara-negara maju karena faktor infeksi secara
keseluruhan pada lanjut usiapun jarang dijumpai.

5
Selain itu etiologi penyakit pada lanjut usiapun seringkali tersembunyi
(occult), sehingga perlu dicari secara sadar dan aktif. Seringkali untuk
diagnosis kita memerlukan mengobservasi penderita agak lama sambil
mengamati dengan cermat tanda-tanda dan gejala penyakitnya, yang seringkali
tidak nyata. Dalam hal ini allo-anamnesis dari pihak keluarga perlu digali
secara cermat.
Seringkali sebab penyakit tadi bersifat ganda (multiple) dan kumulatif,
terlepas satu sama lain ataupun saling mempengaruhi. Lagipula penyebab
penyakit tadi seringkali telah lama ada di badan penderita, sebelum
menimbulkan keluhan maupun tanda-tanda penyakit, seolah-olah menyelinap
masuk.
2. Diagnosis
Diagnosis penyakit pada lanjut usia ini pada umumnya lebih sukar daripada
usia remaja/dewasa, karena seringkali tidak khas gejalanya. Selain itu
keluhannyapun kadang tidak khas dan tidak jelas, atipik dan tidak jarang
asimtomatik. Umumnya appendicitis acuta pada orang lanjut usia seringkali
tidak disertai nyeri pada titik Mc.Burney yang khas, tetapi umpamanya hanya
dengan tanda-tanda perut kembung ataupun diare. Demampun seringkali tidak
didapatkan.
Serangan miokard infark akut pada orang usia lanjut juga jarang
disertai rasa nyeri (silent infarction), sering hanya ditemukan tanda-tanda syok
dan atau tanda-tanda dekompensasi jantung kiri ataupun hanya rasa tidak enak
dan lemah mendadak saja. Kemudian ternyata pemeriksaan EKG menunjukkan
tanda-tanda infark yang jelas. Penderita infark miokard lansia secara bermakna
lebih banyak yang underweight, dengan silent infarction.
Karena sifat-sifat atipik, asimtomatik atau tidak khas tadi maka variasi
individual gejala dan tanda-tanda penyakit adalah besar, pada penderita lansia
yang satu gejalanya lain dibandingkan dengan penderita tua lainnya,meskipun
macam penyakitnya sama.
3. Perjalanan penyakit
Pada umumnya perjalanan penyakit geriatrik ini adalah kronik, diselingi
dengan eksaserbasi akut. Selain itu penyakitnya bersifat progresif, dan sering
menyebabkan kecacatan

(invalide) lama sebelum akhirnya

penderita

meninggal dunia. Di Amerika angka-angka penyakit kronik mempunyai

6
prevalensi tertinggi pada dekade 35-54 tahun, sedang invaliditas mencapai
puncak pada golongan umur 50-74 tahun.
Disinilah pentingnya rehabilitasi sedini mungkin yang sekarang lebih
digalakkan, untuk menghindari invaliditas sejauh mungkin. Penyakit yang
progresif ini berlainan dengan usia remaja/dewasa, tidak memberikan proteksi
atau imunitas tetapi justru menjadikan orang lansia rentan terhadap penyakit
lain karena daya tahan yang makin menurun.

Tujuan Asesmen Geriatri


Pada dasarnya tujuan asesmen geriatri adalah (Luk;Woo,2000) :
1) Menegakkan diagnosis :
a) Diagnosis kelainan fisik/psikis yang bersifat fisiologik
b) Diagnosis kelainan fisik/psikis yang bersifat patologik
Dan melakukan terapi atas kelainan tersebut.
2) Menegakkan adanya gangguan organ/sistema (impairmen), ketidak mampuan (disabilitas)
dan ketidakmampuan sosial (handikap) untuk dapat dilakukan terapi dan atau rehabilitasi.
3) Mengetahui sumber daya sosial-ekonomi dan lingkungan yang dapat digunakan untuk
penatalaksanaan penderita tersebut.
Dengan mengetahui tujuan asesmen geriatri tersebut jelaslah bahwa istilah tim
interdisipliner yang dimaksud dalam definisi asesmen geriatri tersebut minimal harus
beranggotakan:
o Dokter yang mengetahui berbagai penyakit organ/sistem

7
o Tenaga sosio-medik yang meneliti keadaan sosial/lingkungan penderita
o Tenaga perawat yang meng-ases dan mengadakan upaya keperawatan pada
penderita
Tenaga inter-disiplin geriatri tersebut dapat diperluas keanggotaannya dengan berbagai
disiplin sesuai dengan tempat kerja dan luas ruang lingkup kerjanya. Di pusat geriatri
di suatu rumah sakit rujukan misalnya, keanggotaan tim geriatri tersebut biasanya
diperluas keanggotaannya dengan tenaga rehabilitasi, psikolog / psikiater, farmasis
dan tenaga lain yang berkaitan dengan penatalaksanaan kesehatan penderita usia
lanjut.
Prinsip tatakerja dan tatalaksana pada lansia
Penanganan Holistik
Sehubungan dengan adanya sifat dan karakteristik penderita usia lanjut seperti
disebutkan di atas, maka penanganan penderita geriatrik haruslah bersifat holistik (Hadi
Martono, 1999), seperti uraian berikut ini:
1. penegakan diagnosis : berbeda dengan tata cara diagnosis yang dilaksanakan pada
golongan usia lain, penegakan diagnosis pada penderita usia lanjut dilaksanakan
dengan tata cara khusus yang disebut asesmen geriatri, yang merupakan suatu analisis
multidimensional dan sebaiknya dilakukan oleh suatu tim geriatri.
2. Penatalaksanaan penderita : penatalaksanaan penderita juga dilaksanakan oleh sutu tim
multidisipliner yang bekerja secara interdisipliner dan disebut sebagai tim geriatri.
Hal ini perlu karena semua aspek penyakit, soaial-ekonomi dan lingkungan harus
mendapat perhatian yang sama. Tergantung tingkatan pelayanan, maka susunan dan
besar tim bisa berbeda-beda. Di tingkat pelayanan dasar hanya diperlukan tim inti,
yang terdiri atas dokter, perawat dan tenaga sosio-medik.
3. Pelayanan kesehatan vertikal dan horisontal : aspek holistik dari pelayanan geriatri
harus tercermin dari pemberian pelayanan vertikal, yaitu pelayanan yang diberikan
mulai dari puskesmas sampai ke pusat rujukan geriatri tertinggi, yaitu di rumah sakit
propinsi. Pelayanan kesehatan horisontal artinya bahwa pelayanan kesehatan yang
diberikan merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan menyeluruh. Dengan
demikian ada kerjasama lintas-sektoral dengan bidang kesejahteraan lain.
4. jenis pelayanan kesehatan : sesuai batasan dari geriatri tersebut di atas, maka
pelayanan kesehatan yang diberikan harus meliputi aspek promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif dengan memperhatikan aspek psiko-sosial dan lingkungan.

Menata-laksana pasien geriatri dengan pendekatan paripurna tersebut memerlukan


pendekatan yang khusus yang disebut sebagai (comprehensive geriatric assesment). Selain
tujuan yang telah dikemukakan di atas, tujuan lain asesmen paripurna geriatri adalah mengkaji
aset (aset sosial, psikologik,maupun biologik) yang ada untuk kemudian ditingkatkan guna
memperoleh hasil penatalaksanaan optimal dari segi kuratif (jika masih mungkin),
rehabilitatif maupun preventif. Sifat/jenis pendekatan yang digunakan adalah interdisiplin dan
bukan multidisiplin apalagi paradisiplin. Potensi efek buruk yang mungkin timbul jika
pengelolaan dilakukan tidak bersifat interdisiplin misalnya interaksi obat, iatrogenesis akibat
inkoordinasi serta tujuan pengobatan tak tercapai (tujuan pasien / keluarga dan bukan sematamata tujuan dokter.

Penutup / kesimpulan
Transisi demografi yang sedang terjadi saat ini membawa pengaruh terhadap sebaran
penyakit terutama di segmen populasi berusia lanjut. Transisi epidemiologi yang menyertai
tersebut mengakibatkan munculnya berbagai masalah pada penatalaksanaan pasien geriatri
yang memiliki karakteristik khusus. Keadaan tersebut pada gilirannya menyebabkan perlunya
sebuah pendekatan paripurna bagi pasien geriatri.
Penderita geriatri berbeda dengan penderita dewasa muda lainnya, baik dari segi
penyebab, perjalanan, maupun gejala/tanda penyakitnya. Stieglitz (1954) telah dengan jelas
menggambarkan perbedaan tersebut. Secara umum penderita populasi lanjut usia
digambarkan sebagai model geriatrik atau model bio-psiko-sosial, sedangkan penderita
populasi lain sebagai model medik. Sebagai akibatnya, tata cara diagnosis pada penderita

9
geriatri (yang disebut sebagai asesmen geriatri) berbeda dengan tatacara diagnostik pada
populasi lainnya.
Penatalaksanaan penderita geriatri juga memerlukan kerjasama suatu tim multi-disiplin
yang bekerja secara inter-disiplin. Tatalaksana holistik pada penderita geriatri bukan saja
terlihat dari aspek diagnosis dan tatakerja tim, tetapi juga harus diperlihatkan dalam
penatalaksanaan pelayanan kesehatan baik secara vertikal maupun horisontal. Asesmen dan
tim geriatri tersebut berbeda bila pelaksanaannya dilakukan di tingkat kesehatan dasar dan
tingkat rujukan lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Agate J (1970). Social Gerontology problems among elderly. In: The practice of
Geriatrics, 2nd ed. Editor: Agate J. Hennemann Med Books Ltd, London pp 57-9

2.

Boedhy-Darmojo R, et al (1991). WHO-5-Country: Indonesia Country Report.


Colombo-WHO-Meeting of Principal Investigators in Sri Lanka.

3.

Brocklehurst JC, Allen SC (1987). Social and Psychologic problems among elderly.
In: Geriatric Medicine for students (2nd ed), Churchill & Livingstone pp 86-88

4.

Central Bureau of Statistics (1992) : Population of Indonesia, Results of the 1990


Population Census, Biro Pusat Statistik

5.

Burke, MM, and Walsh, MB (1992). Care of the Frail Elderly. In: Gerontologic
Nursing:. CV Mosby, St Louis pp 58-60

6.

Darmodjo BR (2006). Gerontologi dan Geriatri di Indonesia. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi IV; Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia hal 1451-2

7.

Ichwani J, (2007). Clinical Approach in Elderly. Scientific Seminar Growing Older


with Adi Husada. Surabaya 35-8

8.

Kinsella. K. & Taeuber. CM. (1993) : An Aging World II. US Bureau of the Census,
International Population Reports. 195, 92-3

9.

Luk JK, Or KH, Woo J (2000). Using the Comprehensive Geriatric Assesment
Technique to asses Elderly Patients. Hong kong Med J 1, 93-98

10.

Martono Hadi (1999). Penderita Geriatrik dan Asesmen Geriatrik. Dalam: Buku Ajar
Geriatri. Edisi ke-2. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia hlm 82-5

11.

Reuben I.B (2003) : Principle of Geriatric Assesment. In: Principle of Geriatric


Medicine and Gerontology. Vol 2. Mc Graw-Hill pp 99

10
12.

Soejono Czeresna H (2006). Pengkajian Paripurna pada Pasien Geriatri. Dalam:


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV; Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia hal 1425-9

13.

Stanley Mickey; Beare P (2006). A Health Promotion/ Protection Approach. In:


Gerontological Nursing : 2nd ed; Penerbit Buku Kedokteran EGC hlm 67-9

14.

Tinatty M.E (2003). Approach to Clinical Care of the Older Patient. In: Principle of
Geriatric Medicine and Gerontology. Vol.2. Mc Graw-Hill pp 95

15.

US Senate Special Committee on Aging (1988). Aging America. Trends and


Projections. US Dept of Health and Human Services, Washington, DC

16.

WHO (1989). Health of the Elderly. Techn. Rep. Ser 779, WHO, Geneva

-------o0o-------

11

Você também pode gostar