Você está na página 1de 11

Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan Auricle : Hematoma

A. Pengkajian
1. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga
terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa
Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
( kemungkinana karena aspirasi ), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan
napas.
2. Blood:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang
akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
3. Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak
akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas
dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
a. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
b. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, foto fobia.
c. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
d. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
e. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

f. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,
disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
4. Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.
5. Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan
terganggunya proses eliminasi alvi.
6. Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi
yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot.
B. Diagnosa, Intervensi dan Rasional.
Diagnosa:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung)
Tujuan:

Mempertahankan

tingkat

kesadaran

biasa/perbaikan,

kognisi,

dan

fungsi

motorik/sensorik.
Kriteria hasil: Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Intervensi Rasional :
a. Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan

lokasi,

perluasan

dan

perkembangan

kerusakan

SSP.

b. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.
Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah

batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan
simpatis dan parasimpatis.
c. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu. Peningkatan TD sistemik yang
diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Demam dapat mencerminkan
kerusakan pada hipotalamus.
d. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa. Sebagai indikator dari cairan
total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat
mengakibatkan diabetes insipidus
e. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat
untuk mempertahankan atau menurunkan TIKf. Bantu pasien untuk menghindari / membatasi
batuk, muntah, mengejan. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat
ditoleransi. Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang
dapat meningkatkan TIK.
g. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi. Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan
edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
h. Berikan obat sesuai indikasi. Diuretik pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak,
edema otak dan TIK. Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema
jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik
untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.
Antipiretik

menurunkan

atau

mengendalikan

demam

yang

mempunyai

pengaruh

meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.

Diagnosa :
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak).
Tujuan: mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi: bebas sianosis, GDA dalam batas normal

Intervensi Rasional:
a. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
b. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi
jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi. Kemampuan memobilisasi atau
membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks menelan
atau batuk menandakan perlunaya jalan napas buatan atau intubasi.
c. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah
jatuh yang menyumbat jalan napas.
d. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
Mencegah/menurunkan atelektasis.
e. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter,
warna dan kekeruhan dari sekret. Penghisapan biasanya jika pasien koma atau dalam keadaan
imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri.
f. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang
tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel. Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru
seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi
cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.
g. Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri dan Lakukan ronsen thoraks ulang
Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.
h. Berikan oksigen. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam
pencegahan hipoksia.

Diagnosa
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Tujuan: Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi: Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi Rasional:
a. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
Pencegahan infeksi nosokomial harus tetap diterapkan.
b. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi. Deteksi dini perkembangan infeksi
memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap
komplikasi selanjutnya.
c. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan
perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran). Dapat mengindikasikan perkembangan
sepsis

yang

selanjutnya

memerlukan

evaluasi

atau

tindakan

dengan

segera

d. Ajarkan melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus.
Observasi karakteristik sputum. Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru
menurunkan resiko terjadinya pneumonia, atelektasis.
e. Berikan antibiotik sesuai indikasi Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
nosokomial. Terapi profilatik digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran
CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi
nosokomial (Doenges M.E, 2000).

Asuhan Keperawatan Auricle : Otitis Eksterna


A. Pengkajian
1.

Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Biasanya pasien merasakan nyeri pada telinga kanan, perasaan tidak enak pada
telinga, pendengaran berkurang, ketika membersihkan telinga keluar cairan berbau
busuk
b.

Riwayat penyakit sekarang

pasien mengatakan Tanyakan sejak kapan keluhan dirasakan, apakah tiba-tiba atau
perlahan-lahan, sejauh mana keluhan dirasakan, apa yang memperberat dan
memperingan keluhan dan apa usaha yang telah dilakukan untuk mengurangi keluhan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan pada klien dan keluarganya ; apakah klien dahulu pernah menderita sakit
seperti ini, apakah sebelumnya pernah menderita penyakit lain, seperti panas tinggi,
kejang, apakah klien sering mengorek-ngorek telinga dengan jepit rambut atau cutton
buds sehingga terjadi trauma, apakah klien sering berenang.
d. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada diantara anggota keluarga klien yang menderita penyakit seperti klien
saat ini dan apakah keluarga pernah menderita penyakit DM.
2.

Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1. Inspeksi liang telinga, perhatikan adanya cairan atau bau, pembengkakan pada
MAE, warna kulit telinga, apakah terdapat benda asing, peradangan, tumor.
2. Inspeksi dapat menggunakan alat otoskopik (untuk melihat MAE sampai ke
membran timpany). Apakah suhu tubuh klien meningkat.
b.

Palpasi
Lakukan penekanan ringan pada daun telinga, jika terjadi respon nyeri dari klien,
maka dapat dipastikan klien menderita otitis eksterna sirkumskripta

B. Diagnosa Keperawatan
1.

Nyeri b/d respon inflamasi

2.

Gangguan persepsi sensori : pendengaran b/d sumbatan liang telinga

3.

Gangguan komunikasi verbal b/d gangguan pemahaman suara

4.

Hipertermi b/d peningkatan suhu tubuh

5.

Resti infeksi b/d peningkatan produksi panas

C. Rencana Intervensi (Pracy, R. 1983)


Nyeri b/d respon inflamasi
Dalam waktu 3 x 24 jam setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria hasil :
-

Skala nyeri berkurang yaitu 0-1

Pasien dapat beristirahat

Ekspresi meringis (-)

TTV dalam batas normal (TD : 120-140/60-80 mmHg, N : 60-100, RR : 16-24

x/menit, T : 36,5-37,5C)
-

Kanalis tetap terbuka

INTERVENSI
RASIONAL
BHSP
Meningkatkan kepercayaan pasien
Berikan lingkungan tenang dan nyaman
Membantu pasien untuk dapat beristirahat
Memasang sumbu bila kanalis auditorius mengalami edema
untuk menjaga kanalis tetap terbuka
Ajarkan teknik ditraksi dan relaksasi
Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien
Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Mengurangi rasa sakit yang dirasakan pasien
Kaji skala nyeri
Mengetahui skala nyeri pasien

Gangguan persepsi sensori : pendengaran b/d sumbatan liang


telinga
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam Setelah dilakukan tindakan
keperawatan gagguan persepsi sensoridapat teratasi
Kriteria Hasil :
Gangguan komunikasi verbal b/d gangguan pemahaman suara
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam Setelah dilakukan tindakan
keperawatan gagguan persepsi sensoridapat teratasi
Kriteria Hasil :
Pasien dapat berinteraksi
INTERVENSI
Dapatkan apa metode komunikasi yang

RASIONAL
Dengan mengetahui metode

dinginkan dan catat pada rencana

komunikasi yang

perawatan metode yang digunakan oleh

diinginkan oleh

staf dan klien, seperti :

klien maka metode

1.

Tulisan

yang akan

2.

Berbicara

digunakan dapat

3.

Bahasa isyarat.

disesuaikan dengan kemampuan dan

Gunakan faktor-faktor yang

keterbatasan klien.
Memungkinkan

meningkatkan pendengaran dan

komunikasi dua

pemahaman.

arah anatara

1.

perawat dengan

Bicara dengan jelas, menghadap

individu.

klien dapat berjalan dnegan baik dan

2.

klien dapat

Ulangi jika klien tidak memahami

seluruh isi pembicaraan.

menerima pesan

3.

perawat secara

Gunakan rabaan dan isyarat untuk

meningkatkan komunikasi.
Kaji kemampuan untuk menerima

tepat.
Pesan yang ingin

pesan secara verbal.

disampaikan oleh
perawat kepada
klien dapat
diterima dengan
baik oleh klien

Pasien dapat berinteraksi


INTERVENSI
Berbicara dengan suara yang jelas

RASIONAL
Memudahkan
pasien untuk

berinteraksi
Menggunakan kalimat atau bahasa yang Memudahkan
mudah dimengerti

pasien untuk

Berdiri dihadapan klien saat berbicara

berinteraksi
Memudahkan
pasien untuk

Pantau
TTV
pasien

Untuk mengetahui status kesehatan pasien

Hipertermi b/d peningkatan suhu tubuh


Tujuan : dalam waktu 1 x 24jam setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu
tubuh pasien normal (36,5-37,5C)
KH
:
Pasien tidak berkeringat lagi
Kulit tidak merah
Pasien tidak mengeluh panas
Pasien tidak dehidrasi
Suhu tubuh normal (36,5-37,5C)
INTERVENSI
Beri kompres hangat pada pasien

RASIONAL
mengurangi panas
dengan

cara

Anjurkan klien untuk banyak minum

konveksi
menghindari

Buka pakaian pasien

dehidrasi klien
mengurangi panas
dengan

Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : antrain

cara

evaporasi
mengurangi panas
yang

dirasakan

klien
mengevaluasi/men

Observasi suhu tubuh pasien

getahui suhu tubuh


klien

Resti infeksi b/d peningkatan produksi panas


Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien
tidak mengalami infeksi
Kriteria hasil :
-

Tidak terjadi kontaminasi silang

Suhu tubuh normal (36,5-37,5C)


INTERVENSI
RASIONAL
Awasi/batasi pengunjung, bila perlu. mencegah kontaminasi
Jelaskan

prosedur

isolasi

terhadap pengunjung

silang

dari

pengunjung bila perlu


Tekankan tentang pentingnya teknik mencegah

kontaminasi

silang

mencuci tangan yang baik untuk semua menurunkan risiko infeksi


individu yang datang kontak dengan
pasien
Implementasikan teknik isolasi yang tergantung
tepat sesuai indikasi

menurunkan

tipe

pustula

risiko

untuk

kontaminasi

silang/terpajannya pada flora bakteri


multiple
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai Mengurangi risiko infeksi
indikasi (antipseudomonas)
Observasi suhu tubuh pasien

Untuk mengetahui status suhu tubuh


pasien

Daftar Pustaka :
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta
Pracy, R. 1983. Buku Pelajaran Ringkas Telinga, Hidung dan Tenggorok. Gramedia : Jakarta
Sastrodiningrat, Abdul Gofar. 2006. Otitis Eksterna Maligna. Suplemen Majalah Kedokteran

Você também pode gostar