Você está na página 1de 8

HUBUNGAN ANTARA KARAKTER DENGAN PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN

Pendidikan Kewarganegaran Rombel 036

Muhamad Bahaudin
Nim: 1102415079

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

I.

Pendahuluan
Karakter seseorang dipengaruhi dari 2 aspek yaitu nilai dan moral. Dalam
perkembangan pendidikan nilai dan moral untuk membentuk kepribadian seseorang, hasil
penelitian Lickona (1992: 13-19) di Amerika Serikat, menyatakan bahwa bersamaan
dengan meningkatnya semangat individualisme dan sikap sekolah yang selalu netral
dalam pendidikan nilai, dekadensi moral semakin meningkat dalam bentuk: kekerasan
dan vandalism, pencurian, penyontekan, ketidakhormatan terhadap penguasa, kekejaman,
prasangka buruk, bahasa yang rusak, pelecehan seksual, peningkatan pada kepentingan
sendiri, penurunan rasa tanggung jawab terhadap kepentingan umum, dan perilaku
merusak diri sendiri. Dan bukan tidak mungkin fenomena tersebut terjadi di Indonesia
diluar jangkauan orang tua dan sekolah.
Fenomena tersebut digambarkan oleh Kosasih Djahiri sebagai proses emotingminding, spiritualizing, valuing dan mental round trip dikalahkan oleh proses thinking
and rasionalizing. Pembelajaran berlandaskan nilai moral yang
normative/luhur/suci/religious kalah oleh pembelajaran theoretic-conceptual based dan
perhitungan untung rugi rasional-keilmuan dan atau yuridis formal.(Kosasih Djahiri,
2006: 4).
Sekolah memiliki peranan yang penting dalam pendidikan nilai, kenyataannya
menunjukkan bahwa sekolah tidak dapat melakukannya sendirian. Ternyata keluarga
memiliki peran yang amat vital. Keluarga merupakan pendidik moral pertama bagi
anaknya. Orang tuanya adalah guru moral pertama dan merupakan unsur yang sangat
berpengaruh. Sedang guru di sekolah setiap saat bisa berganti. Hubungan orang tua-anak
dibangun atas landasan emosional yang sangat bermakna yang memungkinkan anak
merasa dicintai dan berharga atau tidak dicintai dan tidak berharga.
Karakter seseorang dapat berkembang manakala terdapat proses organik yang
manusiawi, seperti diungkapkan oleh Huitt (1999: 24) bahwa character development
must be seen as an organic process in the development of the physical, psychological,
and spiritual aspects of human being. Secara lebih lugas Lickona (1992: 28)
menyebutkan bahwa education had two great goals to help people become smart and to
help them become good, sehingga karakter yang utuh akan mencakup kemampuan
mengetahui hal-hal yang baik, menginginkan kebaikan untuk sesama, dan melakukan

kebaikan sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya. (Syamsulbachri, 2004: 8). Oleh
sebab itu, perlu adanya kolaboratif dalam metode pembelajaran PKn di sekolah dalam
membentuk karakter dengan dukungan pendidikan keluarga di rumah.
II.

Pembahasan
Sebelum kita membahas hubungan antara karakter dengan pendidikan kewarganegaraan.
Terlebih dahulu kita mengetahui dengan jelas apa itu karakter menurut para ahli.
Pengertian karakter sendiri menurut John M. Echols dan Hassan Shadly (2006:107)
menyebutkan bahwa karakter berasal dari bahasa inggris yaitu character yang berarti
watak, karakter atau sifat.
Menurut Simon Philips, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada
suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.
Sedangkan, Doni Koesoema memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian.
Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri
seorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
Peterson dan Seligman mengaitkan secara langsung character strength dengan
kebajikan. Character stenghth dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang
membangun kebajikan ( virtues ). Salah satu kriteria utama character strength adalah
bahwa karakter tersebut berkontribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan
cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang baik, yang bermanfaat
bagi dirinya, orang lain, dan bangsanya (Fatchul Muin, 2011:160). Oleh
karena itu karakter adalah sikap dan perilaku yang Nampak pada diri
seseorang.
Setelah kita mengetahui pengertian karakter menurut para ahli.
Selanjutnya kita akan membahas kontribusi PKn dan pendidikan interventif

keluarga terhadap karakter kewaraganegaraan. Pkn sebagai Pendidikan Politik dan


Pendidikan umum memberi solusi kolaborasi antara sekolah dan keluarga, antara guru
dan orang tua untuk menciptakan pendidikan yang bermakna, memiliki tujuan untuk
mengembangkan dan mendidik warga negara agar memiliki karakteristik sebagai seorang
warga Negara. Untuk mencapai tujuan tersebut, Cogan (1998:11) menyatakan semua hal
itu hanya akan bisa dicapai apabila sekolah dan semua unsur dalam masyarakat bekerja
sama secara sinergis. Dengan kata lain pendidikan kewarganegara pada masa mendatang
tidak bisa lagi dilihat dan diperlakukan hanya sebagai mata pelajaran di sekolah, tetapi

lebih jauh seyogyanya menjadi kegiatan pendidikan yang bersifat komprehensif dalam isi
maupun penanganannya. Perencanaan pembelajaran PKn dalam Pendidikan Interventif,
memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Materi
Pencapaian ketuntasan materi PKn yang berisi Pendidikan Politik, Hukum,
HAM, dan Humaniora dikemas dalam bentuk science for application. Lickona
(1992: 38) menjelaskan dalam memilih nilai apa yang perlu diajarkan sekolah,
perlu memperhatikan, kemanfaatannya secara nyata dan kesediaan serta
kemampuan sekolah bukan hanya mengekspos nilai tetapi lebih jauh
membantu siswa untuk mengerti, menginternalisasi, dan melaksanakan nilai
tersebut. Materi juga melibatkan masalah aktual siswa baik di lingkungan
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
2. Metoda
Berdasarkan usulan pendekatan komprehensif, maka metoda yang dapat
digunakan adalah metoda yang mendukung keterciptaan pembentukan good
character yaitu:
1. Menciptakan masyarakat bermoral di kelas
2. Menerapkan disiplin moral
3. Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis
4. Menggunakan pendekatan belajar bersama guna membangun sikap dan
keterampilan siswa untuk saling menghormati dan bekerjasama.
5. Mengembangkan seni kesadaran atau conscience of craft dengan cara
memperkuat tanggung jawab akademik siswa dan penghargaan terhadap
pekerjaan.
6. Mendorong terjadinya refleksi moral melalui kegiatan membaca, menulis,
berdiskusi, berlatih mengambil keputusan, dan berdebat.
7. Mengajarkan pemecahan konflik
8. Memperkuat kepedulian terhadap lingkungan di kelas dan di sekolah
9. Menempatkan orang tua dan masyarakat sebagai partner dalam pendidikan
nilai.
Dengan demikian variasi pilihan metoda menitikberatkan pada latihan siswa
untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pendidikan karakter yang baik, melibatkan
moral traditional core yang dibawa siswa dari rumah, serta memberi tugas resitasi yang
harus dibawa anak ke rumah. Metoda ini diharapkan mampu membangun kepercayaan

siswa terhadap pendidikan di sekolah maupun di rumah, sehingga pendidikan karakter


dapat terlaksana.
3. Media
Guru PKn sebagai salah satu media pembelajaran harus menampilkan

tampilan/ sosok sebagaimana isi pesan yang dibawakan PKn. Media yang
dapat digunakan bersifat matril antara lain buku dan barang cetakan, alat
peraga berupa model, bendera dan lambang. Yang bersifat imateriil antara lain
kasus, legenda, cerita; sedangkan yang bersifat personal antara lain nama/ foto
atau gambar tokoh masyarakat atau pahlawan.
Setelah itu saya juga akan membahas tentang tentang hasil analisis dari sebuah

jurnal yang penelitian ini dilakukan pada siswa kelas V SDN Gugus 2 Kecamatan Bangli
Kabupaten Bangli. Berdasarkan hasil analisis data telah terbukti terdapat perbedaan hasil
belajar PKn antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual berbasis karakter
dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Dalam pembelajaran PKn,
pembelajaran kontekstual karakter secara kesekuruhan lebih baik dibandingkan
pembelajaran konvensional karena proses pembelajaran konvensional menuntut siswa
untuk menunjukkan kemampuan menghafal dan menguasai potongan-potongan informasi
sebagai prasyarat untuk mempelajari keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks.
Sedangkan pembelajaran kontekstual lebih menekankan keterlibatan aktivitas siswa
dalam menemukan pengalaman belajar dengan mengalami sendiri untuk dapat
menerapkan pengetahuan dan keterampilannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran kontekstual berbasis karakter dan pembelajaran konvensional yang
diterapkan dalam penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh terhadap hasil belajar
PKn. Adanya pengaruh dapat dilihat dari nilai akhir hasil belajar PKn siswa. Berdasarkan
uji hipotesis yang ditunjukkan tabel 1 terlihat thitung 5,315>ttabel 2,000. Secara statistik
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual
berbasis karakter dan pembelajaran konvensional pada materi kebebasan berorganisasi
terdapat perbedaan yang signifikan dalam hasil belajar siswa pada taraf signifikansi 5%.
Dalam pembelajaran PKn, pembelajaran kontekstual berbasis karakter secara
keseluruhan lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional. Sebagaimana diketahui
bahwa pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan keterlibatan

aktivitas siswa dalam menemukan pengalaman belajar dengan mengalami sendiri untuk
dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilannya dalam kehidupan sehari hari.
Pemanduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran
kontekstual akan menghasilkan dasar dasar pengetahuan yang mendalam di mana siswa
kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. Siswa mampu secara
bebas secara bebas menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah
masalah baru dan belum pernah dihadapi, serta memiliki tanggung jawab yang lebih
terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka.
Pembelajaran PKn dengan pembelajaran kontekstual berbasis karakter memiliki
kelebihan yaitu dapat membantu guru mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan
situasi dunia nyata siswa, sedangkan bagi siswa pembelajaran kontekstual ini dapat
membuat siswa mengaitkan pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupannya sehari-hari sehingga siswa lebih cepat mengerti materi
pembelajaran. Hal ini disebabkan karena pembelajaran kontekstual berbasis karakter
memberikan kesempatan untuk siswa membangun sendiri pengetahuannya lewat
keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran dengan pemanfaatan teman sebagai sumber
belajar, sehingga pembelajaran yang dilaksanakan akan menjadi lebih bermakna. Hal
tersebut didukung oleh beberapa penelitan seperti penelitian Mahayani pada tahun 2012
dalam penelitiannya mengenai pengaruh penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual
terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD di Gugus Kediri Tabanan menemukan
bahwa hasil belajar kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol. Terbukti
dari ratarata hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen yang diberi perlakuan berupa
penerapan pembelajaran kontekstual sebesar 78,17, sedangkan pada kelompok kontrol
sebesar 65,67. Selain itu, di dukung oleh penelitian yang dilakukan Pramana pada tahun
2012 menemukan bahwa dari hasil analisis uji-t diperoleh thitung = 3,58 sedangkan ttabel
= 1,98 dan M1= 78,63 (rata-rata kelompok eksperimen) serta M2= 70,81 (rata-rata
kelompok kontrol). Berarti penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil
belajar PKn antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual berbasis PQ4R
dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SDN 2
Gianyar. Pembelajaran PKn dengan pembelajaran kontekstual berbasis karakter memiliki
kelebihan yaitu dapat membantu guru mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan

situasi dunia nyata siswa, sedangkan bagi siswa pembelajaran kontekstual ini dapat
membuat siswa mengaitkan pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupannya sehari-hari sehingga siswa lebih cepat mengerti materi
pembelajaran. Oleh karena pembelajaran kontekstual berbasis karakter memberikan
kesempatan untuk siswa membangun sendiri pengetahuannya lewat keterlibatan aktif
dalam proses pembelajaran dengan pemanfaatan teman sebagai sumber belajar, sehingga
pembelajaran yang dilaksanakan akan menjadi lebih lama dalam ingatan siswa.

III.

Penutup
Penanaman nilai moral yang baik seperti rasa hormat dan bertanggung jawab,
dapat membentuk karakter warga negara yang kuat apalagi bila guru melaksanakan
proses pembelajaran secara profesional, dan menjadikan dirinya sebagai model dalam
pembentukan karakter warga negara. Bagaimanapun bimbingan orang tua pasti
membawa dampak pada pribadi anak dimana orang tua seharusnya membina secara
langsung dan tidak langsung dalam pendidikan di rumah, sekolah, dan di masyarakat. Inti
dari hubungan karakter dengan PKn ini adalah adanya kemampuan untuk mendidik
keluarga dengan mengoptimalkan berbagai kemampuan dan kearifan orang tua terhadap
anak dengan cara yang cerdas. Hal ini mengindikasikan bahwa orang tua harus memiliki
latar belakang pendidikan, pengetahuan sosial, dan agama yang baik sehingga dapat
mentransformasikannya kepada anak.
Menempatkan orang tua dan masyarakat sebagai partner dalam pendidikan nilai
dengan cara mendukung peran orang tua sebagai guru moral pertama, mendorong orang
tua dan masyarakat untuk mendukung kegiatan sekolah, dan memanfaatkan lembaga
dalam masyarakat untuk memperkuat pendidikan nilai di sekolah. Pada akhirnya karakter
warga negara yang diinginkan dapat terbentuk dari kolaborasi proses pembelajaran PKn
dan orang tua dimana sekolah menjadi fasilitator terbentuknya kerjasama tersebut.

IV.

Daftar Pustaka
Nopiani, Ni W. S dkk. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Berbasis Karakter Terhadap
Hasil Belajar Pkn Siswa Kelas V Sdn Gugus 2 Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli.
Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Pendidikan Guru Sekolah Dasar FIP

Kosasih Djahiri, Ahmad (2002). Moral and Character Teaching Values and Social
Moral Development. Bandung: Lab. Pengajaran PMP FPIPS UPI
Syamsulbachri, Asep, (2004), Disertasi: Implementasi Nilai Moral Budaya Sunda dalam
Visi dan Misi Perguruan Tinggi Swasta di Jawa Barat,
Bandung: PPS Universitas Pendidikan Indonesia.
Agus Zaenal Fitri, Pendidikan Karakter berbasis Nilai dan Etika di Sekolah,
(Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2012), h. 40
https://id.wikipedia.org/wiki/Karakter

Você também pode gostar