Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Daftar isi
Susunan Acara
Kata Pengantar
Makalah Kebijakan
1. Interoperabilitas Kebijakan dalam Pembangunan Perpustakaan Digital Nasional
Indonesia oleh Lilik Soelistyiowati.
2. Dukungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur terhadap Pembangunan TIK
Perpustakaan oleh DR. H. Iriyanto Lambrie (Sekda Prov. Kaltim).
3. Peningkatan Efisiensi & Efektivitas Melalui Interoperabilitas Perpustakaan Digital Oleh:
Zainal A. Hasibuan, Ph.D
4. Peran Perpustakaan Digital Dalam Pembangunan Masyarakat Berbasis Pengetahuan
oleh DR. Putut Irwan Pudjiono, MSc. (PDII-LIPI).
Kata Pengantar
Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia (KPDI) Ke-4
Samarinda, 8 - 10 November 2011
Perkembangan TIK membuka peluang bagi setiap perpustakaan konvensional untuk mulai
membangun koleksi bahan perpustakaan digitalnya untuk dilayankan kepada pemakainya.
Teknologi jaringan juga membuka peluang bagi perpustakaan untuk memanfaatkan
bersama (sharing) sumber informasi digital yang dimiliki, yaitu dengan menyediakan akses
bagi perpustakaan lain ke koleksi digital miliknya dan sebaliknya, mengakses koleksi digital
milik perpustakaan lain. Dengan demikian peluang suatu perpustakaan untuk dapat
memenuhi kebutuhan informasi pemustaka masing-masing semakin besar.
Peralihan dari tahap pengembangan koleksi digital yang berdiri sendiri ke tahap
pengembangan jejaring perpustakaan digital untuk pemanfaatan bersama sumber
informasi yang dimiliki tentunya bukan merupakan proses yang sederhana. Salah satu
prasyarat yang harus dipenuhi agar jejaring perpustakaan digital dapat beroperasi
sebagaimana yang diharapkan adalah terwjudnya interoperabilitas antar perpustakaan
anggotanya. Saat ini di Indonesia telah dikembangkan sejumlah jejaring perpustakaan
digital, baik yang dibangun berdasarkan kesamaan komunitas pemakainya, jenis
perpustakaan, layanan, maupun koleksinya.
Penyusun
Registrasi
14.00
Check in
16.00 - 16.30
Pembukaan
17.00 - 17.30
Keynote
Speech
17.30 - 19.00
Ishoma
19.00 - 20.00
20.00 - 21.00
Sesi Kebijakan
Sesi Kebijakan
JUDUL
OLEH
1. Laporan panitia
2. Sambutan Kepala Perpusnas
3. Sambutan Gubernur Kaltim
Recent developments
of digitization in Germany and Europe
08.00 - 09.00
09.00 - 10.00
2. Tanya Torres
Presentasi ProQuest
Presentasi Quadra Solution
Presentasi 3M
Presentasi Ebsco Host
Presentasi Ina Publikatama
Parallel
13.30 - 14.30
Ruangan II
Ruangan I
Perpustakaan
Digital
Di 1. Persepsi
Stakeholders
Terhadap
Indonesia:
Pembelajaran
Dari
Indonesiadln, Inherent, Jogjalib for All,
Garuda Dan Jogjalib.Net Oleh: Arif
Surachman, S.I.P.
14.30 - 15.00
15.00 - 15.30
15.30 - 17.00
17.00
Analisis Relasi Makna Pada Kata Kunci 2. Pemanfaatan Cloud Computing untuk
Artikel Ilmiah Di Pangkalan Data
Mendukung Perpustakaan Berbasis
Oleh: Retno Asihanti Setiorini, S. Hum
Digital Oleh: Yoki Muchsam
Rehat Kudapan
Tentang KPDI
Penutupan
Makan malam
Ramah tamah dan hiburan
19.00 - 21.00
Kembali ke Hotel
Check Out
KEBIJAKAN
1. Putut Irwan Pudjiono
2. Lilik Soelistyowati
3. Zainal A. Hasibuan (Modifikasi dari PPT)
4. Iriyanto Lambrie
Pendahuluan
Data dan informasi merupakan akar yang akan membangun
pengetahuan dan kearifan masyarakat yang dapat bermuara pada
pembentukan keunggulan bahkan budaya masyarakat. Informasi atau data
yang kita dapatkan akan terekam dalam ingatan dan dapat menjadi
pengetahuan setelah kita ingin menggunakannya untuk menjelaskan,
menjawab, atau menyelesaikan suatu masalah pada konteks tertentu.
Secara umum dipercaya bahwa inovasi dapat terpacu pertumbuhannya
dengan dihadapkannya akumulasi pengetahuan yang dimiliki seseorang atau
dan
pembentukan
masyarakat
berbasis
seluler, sampai ke sistem-sistem komunikasi digital yang kita kenal saat ini.
Perkembangan tersebut diikuti oleh semakin populernya jejaring sosial yang
telah mengangkat informasi menjadi salah satu kebutuhan utama dalam
kehidupan. Tuntutan terhadap penyajian yang cepat untuk informasi baru
dengan kualitas penyajian yang prima juga meningkat. Perkembangan ini
harus diantisipasi dengan segera oleh para pengelola informasi khususnya
perpustakaan agar dapat menjalankan fungsinya dengan efektif.
Dalam era digital ini model perpustakaan integrasi terus tumbuh. Pada
model ini, koleksi informasi ditawarkan sebagai obyek berbagi dan setiap
orang dapat berperan sebagai pemustaka sekaligus kontributor yang dapat
menyebarluaskan informasinya melalui kecanggihan teknologi dan jejaring
sosialnya. Dalam konteks ini, perpustakaan menghadapi tantangan
tersendiri dalam usahanya mendiseminasikan informasi yang dinilai positif
untuk menangkal atau setidaknya menekan maraknya penyebaran informasi
yang dapat mengakibatkan pelunturan dan penurunan nilai-nilai kearifan
sosial. Sistem diseminasi informasi inilah yang saat ini dipandang perlu lebih
diutamakan dan ditingkatkan oleh perpustakaan. Kemasan-kemasan
informasi yang memanfaakan prinsip-prinsip jurnalistik dan sesuai
kebutuhan dengan format dan media baru perlu dikembangkan untuk
mengimbangi semakin tidak populernya media penyaluran informasi
tradisional seperti wayang, opera atau sandiwara rakyat, tarian tradisional,
dan lain-lain. Penjelasan ringkas ini menunjukkan adanya kaitan yang kuat
antara sistem pengelolaan informasi dengan usaha pembangunan
masyarakat berbasis pengetahuan dan membangun ketahanan budaya.
Tuntutan untuk terus meningkatkan kualitas dan efektifitas pengelolaan
informasi ini terus berkembang sejalan dengan laju perkembangan teknologi
digital. Keadaan tersebut dirasakan telah menciptakan paradigma baru
dengan tuntutan-tuntutan baru terhadap perpustakaan. Salah satu
perubahan yang dituntut oleh masyarakat dan dirasakan oleh perpustakaan
adalah agar perpustakaan dapat berperan sebagai pengembang
pengetahuan dan mengadopsi teknologi digital melalui penyajian informasi
secara cepat, akurat, murah, dan nyaman3).
Kelambanan perpustakaan untuk berubah sesuai dengan perkembangan
tuntutan masyarakat dapat mengakibatkan semakin lebarnya pemisah
antara perpustakaan dengan para pemustaka yang dilayaninya. Aliran
informasi dari perpustakaan ke masyarakat menjadi lamban atau bahkan
dapat menjadi sumber informasi bagi siswa atau bloger lainnya. Pada
konteks seperti itulah rasa tanggungjawab siswa berpeluang untuk
berkembang.
dari koleksi pribadi menjadi aset untuk berbagi koleksi, dari akuisisi dan
pengembangan koleksi menjadi capture9), dsb. Pada perubahan tersebut,
sistem tradisional tidak harus disingkirkan tetapi dapat dikembangkan dan
ditata kembali agar sesuai dengan sistem pengelolaan baru yang merupakan
kombinasi pengelolaan perpustakaan tradisional dan digital. Telah
disinggung diatas bahwa perpustakaan kombinasi atau yang juga dikenal
dengan sistem hibrid banyak diterima dan dikembangkan. Yang utama
dalam hal ini adalah mengubah posisi perpustakaan, khususnya di
Indonesia, dari bagian belakang menjadi beranda depan. Strategi dan
langkah-langkah yang efektif perlu ditetapkan agar perubahan ini dapat
memberi manfaat besar baik bagi perpustakaan maupun masyarakat luas.
Segera mengadopsi sistem digital pada perpustakaan adalah langkah
awal yang tepat, terutama penguatan database dan website yang dimiliki
serta mengembangkan produk-produk kemasan digital. Masih banyak aset
yang belum diarsipkan dan didiseminasikan dengan baik sehingga aspek
perlindungan terhadap hak kepemilikan intelektual dan pemanfaatannya
tidak optimal. Database yang dibangun perlu dikembangkan menjadi sitem
yang memiliki interoperabilitas baik dan siap untuk berbagi pada sitem
terintegrasi4). Isinya tidak terbatas pada format teks saja tetapi dapat
memuat digital image, video streaming, atau produk-produk digital lainnya
yang lebih komunikatif7,9). Hal yang terakhir disebutkan ini merupakan
indikasi bahwa masih panjang jalan yang harus ditempuh dan memerlukan
komitmen yang kokoh pada seluruh lapisan organisasi perpustakaan.
Pustaka
1. Lukman, 2008, Pengembangan Jurnal Ilmiah Elektronik Indonesia, PDIILIPI, Jakarta
2. http://en.wikipedia.org/wiki/Science_journalism
3. Putut Irwan Pudjiono, Penguatan Sistem Pengelolaan Dokumentasi dan
Informasi Ilmiah Untuk Peningkatan Layanan Informasi Ilmiah: Studi
Kasus PDII LIPI, Makalah dipresentasikan pada Seminar dan Lokakarya
Ilmiah Nasional, Information for Society: Scientific Point of View, 20-21
Juli 2011, Gedung seminar PDII-LIPI, Jakarta.
4. Jrgen Seefeld and Ludger Syr (2007), Portals to the past and to the
future- Libraries in Germany, Georg Olms Verlag, New York, 2nd ed.
A. Latar Belakang
Pembangunan Perpustakaan Digital Nasional Indonesia
prioritas yang telah ditetapkan DPR untuk dilaksanakan oleh Perpustakaan Nasional RI.
Persiapan yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI untuk pembangunan Perpustakaan
Digital Nasional Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2007, namun secara resmi pembangunan
Perpustakaan Digital Nasional Indonesia baru dimulai pada tahun anggaran 2008.
pekerjaan
menyeleksi,
menata,
menyediakan
akses
intelektual,
digital,
termasuk memastikan ketersediaannya dari waktu kewaktu, agar bisa didapat dengan
mudah dan murah oleh komunitas atau sekumpulan komunitas tertentu.
merupakan perpustakaan, yaitu organisasi yang memiliki koleksi sumber informasi dan
menyelenggarakan
layanan
berdasarkan
prinsip-prinsip
seleksi,
akuisisi,
akses,
Makalah disampaikan dalam Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia Ke-4 pada tanggal 8-10 November 2011 di Hotel Mesra,
Samarinda.
2
Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpustakaan Nasional RI.
bersifat unik atau lokal (local content) untuk dimanfaatkan secara bersama (shared);
harus memiliki portal di web sebagai titik akses layanan digital.
B. Perpustakaan Digital Nasional Indonesia
Berdasarkan rangkuman pengertian tentang perpustakaan digital yang dipaparkan di atas dapat
disusun pengertian mengenai Perpustakaan Digital Nasional Indonesia merupakan jejaring
perpustakaan berskala nasional yang beranggotakan berbagai jenis perpustakaan di Indonesia
menyediakan sumber informasi dalam format digital, menyediakan akses digital ke berbagai
jenis koleksinya, dan
Di samping itu, dapat ditarik pula kesimpulan bahwa pembangunan Perpustakaan Digital
Nasional Indonesia akan dilaksanakan secara bersama oleh berbagai jenis perpustakaan yang
ada di Indonesia dengan difasilitasi oleh Perpustakaan Nasional RI. Dengan kata lain,
Perpustakaan Nasional RI sebagai fasilitator perlu bekerja sama dengan berbagai jenis
perpustakaan dalam pembangunan Perpustakaan Digital Nasional Indonesia .
C. Langkah-langkah Dalam Pembangunan Perpustakaan Digital Nasional Indonesia
Sebagai fasilitator, pada tahun anggaran 2008, secara garis besar Perpustakaan Nasional
melaksanakan 3 langkah dalam pembangunan Perpustakaan Digital Nasional Indonesia , yaitu:
1. Mengembangkan Layanan Digital di Perpustakaan Nasional RI;
2. Melaksanakan pembinaan perpustakaan mitra untuk membangun jejaring Perpustakaan
Digital Nasional Indonesia ;
3. Membangun layanan Perpustakaan Digital Nasional Indonesia.
Pembinaan perpustakaan mitra diawali dengan perpustakaan daerah di tingkat provinsi, dengan
berbagai nama dan tingkat eselonisasi. Sesungguhnya mitra potensial yang harus dikelola
partisipasinya oleh
Nasional Indonesia mencakup berbagai jenis perpustakaan dan berbagai forum perpustakaan
yang telah membangun jejaring kerja sama secara online, misalnya jejaring perpustakaan
Namun
perpustakaan umum mempunyai kelebihan sebagai mitra potensial, karena jenis perpustakaan
ini memiliki koleksi bahan pustaka bernilai budaya khas daerah yang bersangkutan sebagai
bagian dari koleksi warisan
perpustakaan daerah di tingkat provinsi juga sangat heterogen, khususnya bila ditinjau dari
implementasi TIK-nya, namun pembinaan dapat dilakukan secara hierarkhis. elalui program
pembinaan ini diharapkan perpustakaan daerah di semua provinsi segera dapat menyediakan
bahan perpustakaan digital sekaligus menyelenggarakan layanan digital sehingga siap untuk
bergabung dalam jejaring
D. Kondisi Awal
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa perpustakaan di Indonesia, termasuk juga
perpustakaan-perpustakaan daerah di ibu kota provinsi, kondisinya sangat heterogen,
khususnya ditinjau dari kesiapannya untuk menjadi mitra dalam pembangunan Perpustakaan
Digital Nasional Indonesia. Kendala atau kekurangan yang banyak didapati, di antaranya:
1) Belum tersedianya
pendukung lainnya;
2) Belum tersedianya perangkat lunak aplikasi perpustakaan;
3) Belum tersedianya tenaga teknis pengolahan bahan perpustakaan berbasis MARC
(membuat katalog online);
4) Belum tersedianya saran-parasarana pendukung, seperti ruangan yang memadai,
pendingin ruangan, dsb.
5) Belum tersedianya akses internet;
6) Belum tersedianya koleksi dalam format digital;
7) Belum tersedianya kebijakan yang mendukung pembangunan perpustakaan digital.
1) Jejaring
komputer lokal (LAN) beserta program aplikasi QALIS, yaitu program aplikasi
aplikasi
perpustakaan ( QALIS), pelatihan tenaga trampil alih media dan membuat bahan
perpustakaan dalam format digital.
5) Akses Internet melalui jejaring
baik
Hasil monitoring dan evaluasi pada akhir Tahun Anggaran 2010 adalah sebagai berikut. Hanya
16 pperpustakaan yang berperingkat A, 10 perpustakaan yang berperingkat B, dan masih ada 9
perpustakaan yang berperingkat C.
G. Permasalahan
Dari hasil monitoring, diketahui bahwa penyebab yang paling signifikan belum dioperasikannya
sistem sebagaimana seharusnya, di antaranya:
Masih ada resistensi pimpinan maupun staf terhadap pembangunan Perpustakaan Digital
Nasional Indonesia, dengan sebab bervariasi, umumnya non teknis (bentuk resistensi
misalnya masih menganggap program ini sebagai beban tambahan sehingga kuarng serius
dalam pelaksanaannya)
Mobilitas SDM di beberapa daerah, baik pada level pimpinan maupun pelaksana teknis,
sangat tinggi.
Permasalahan di atas sangat terkait dengan kebijakan, baik kebijakan pemerintah daerah
maupun pimpinan perpustakaan. Perpustakaan Digital Nasional Indonesia akan terwujud bila
terjalin kerja sama yang sinergis antara Perpustakaan Nasional dengan perpustakaanperpustakaan mitra. Perlu diwujudkan interoperabilitas kebijakan yang diterapkan pada semua
perpustakaan mitra, di antaranya:
1. Keinginan yang kuat/ komitmen pimpinan perpustakaan mitra untuk berpartisipasi dalam
pembangunan Perpustakaan Digital Nasional Indonesia;
2. Kesadaran akan pentingnya pemanfaatan bersama (sharing) suber informasi;
3. Kesadaran akan pentingnya pembangunan katalog perpustakaan, KID maupun Bibliografi
Daerah;
4. Komitmen untuk menjadi fasilitator pengembangan jejaring
perpustakaan digital di
wilayahnya.
G. Penutup
mencakup sejumlah
kegiatan, seperti pembangunan Katalog Induk Nasional, Bibliografi Nasional, Koleksi Pusaka
Digital Nasional, Pengarsipan Web dan sebagainya. Pekerjaan besar ini
dilaksanakan oleh Perpusnas sendiri, tanpa bekerja sama dengan seluruh jenis perpustakaan
yang ada di Indonesia. Jejaring kemitraan dengan seluruh jenis perpustakaan di Indonesia
sangat menentukan keberhasilannya. Salah satu syarat agar jejaring kemitraaan akan dapat
bekerja dengan baik bila dapat diwujudkan interoperabilitas kebijakan di antara anggota
jejaring.
-ooOOoo--
VIDEO SEMINAR
1. Latar Belakang
Volume informasi digital mencapai 281 Exabytes (281 Milyar Gigabytes, IDC
2007).
Diprediksi tahun 2011 ini, jumlahnya bertambah 10 kali
Setengah dari informasi digital tersebut tidak tersimpan secara permanent
Tata kelola (Governance) informasi digital masih lemah
Perpustakaan digital menjadi salah satu alternatif untuk menghimpun konten ini
Sekitar 70 % dari dunia digital dibuat secara individu
Basis dari Industri konten kreatif
Entry barier-nya rendah: mudah muncul dan mudah hilang
Publikasi Digital di Indonesia Tersebar
Penerbit buku, majalah, surat kabar
Perpustakaan
Perorangan / individu
Sekolah
Perguruan tinggi
Forum online
Fasilitas file sharing (Contoh : rapidshare, netupload, ziddu, hotfile, dll)
Volumenya belum diketahui. Berdasarkan kajian Romi Wahono, diperkirakan
kontribusi konten digital Indonesia dibawah 1 persen
Butuh Strategi
Pengelolaan
Perpustakaan
Digital
7. Context-Aware Computing
8. Storage Class Memory
9. Ubiquitous Computing
10. Fabric-Based Infrastructure and Computers
Mobile
system
perpustakaan
yang
tersedia
sekarang
beraneka
ragam
(Heterogeneous System).
Kebutuhan akan fungsionalitas antar system perpustakaan pada prinsipnya sama.
Akibatnya, satu sistem perpustakaan dengan sistem perpustakaan yang lain tidak
bisa berkomunikasi dan tidak bisa sharing sumber dayanya
Pengertian Interoperabilitas
The Ability of two or more systems or components to exchange information and
to use the information that has been exchanged (IEEE).
The capability to communicate, execute programs, or transfer data among
various functional units in a manner that requires the user to have little or no
knowledge of the unique characteristics of those units (ISO/IEC 2382-01).
Intinya: Interoperabilitas menyebabkan dua atau lebih sistem bisa sharing
sumberdayanya.
antar
sistem
perpustakaan.
Meningkatkan pelayanan sistem perpustakaan, karena kemampuan searching,
browsing, dan referencing semakin luas.
Prinsip-prinsip
dari
Interoperability
Framework)
Accessibility: Akses yang sama dan kesempatan yang sama.
Multilingualism: Menggunakan bahasa yang dimengerti.
Security: Pertukaran data menjamin tingkat keamanan.
Privacy: Pertukaran informasi mengedepankan kerahasiaan
Subsidiary: Menjamin penerapan interoperabilitas dari
para pemangku
kepentingan
Use of Open Standards: Menggunakan sistem yang terbuka, agar mudah
dikembangkan lebih lanjut
Assess the benefits of Open Source Software: memanfaatkan keuntungan dari
perangkat lunak open sources.
Use of Multilateral Solutions: interoperbilitas harus mendukung solusi dengan
multi aktor atau multi solusi.
Perguruan
Tinggi A
Perguruan
Tinggi B
Memiliki
Koleski Kesehatan
Memiliki
Koleksi Sejaran
Perpustakaan Daerah
Risau
Memiliki
Koleksi Budaya Melayu
Perpustakaan Daerah
Yogyakarta
Memiliki
Koleksi Budaya Jawa
Perguruan
Tinggi C
Perguruan
Tinggi D
Memiliki
Jejaring
Kerjasama
Industri
Memiliki
Lisensi
Sejumlah
Produk/Jasa
PT X
PT X
Komunitas
PT Y
PT Y
Individu
PT X
PT X
LSM
PT Y
PT Y
Pusat Informasi
Pemerintah
PT X
PT X
Swasta
PT Y
PT Y
Dll
Perpustakaan
Nasional RI
Medan
Global
Bengkulu
Riau
Lokal
Papua
Bukit Tinggi
Padang
ISP
Aceh
1,5
2 MBPS
MBPS
1,5
MBPS
5,5
MBPS
512
KBPS
2 MBPS2 MBPS
2 MBPS
Ambon
Maluku
512
Kupang
KBPS 512
Mataram
KBPS 1 MBPS
Manado
1 MBPS
1 MBPS
1 MBPS
Jambi
2 MBPS
Palembang
Lampung
2 MBPS
2 MBPS
MPLS
1 MBPS
1,5
MBPS
1,5
MBPS
1,5
MBPS
1 MBPS
1 MBPS
2 MBPS
2 MBPS
Banten
2 MBPS
1,5
DKI Jakarta
2 MBPS
MBPS
2 MBPS 2 MBPS
2 MBPS
Bandung
2 MBPS
2 MBPS2 MBPS
Semarang
Yogyakarta
Kulon Progo
Blitar Bali
Surabaya Malang
Gorontalo
Mamuju
Kendari
Makasar
Samarinda
Palangkaraya
Pontianak
Banjarmasin
Konteks
Motivasi
5. Langkahdan
Langkah
Menuju Interoperabilitas
Strategic Level
Operational Level
Technology Level
Menjamin Interoptabilitas pada tingkatan
strategic, operational dan technology
Langkah-Langkah(lanjutan)
Mengharmonisasikan peraturan dan perundang-undangan,
sehingga saling mendukung. Serta menyamakan visi misi
dan strategi antar tiap para pemangku kepentingan.
Menyelaraskan tata kelola organisasi dalam
mengimplementasikan fungsi strategis dan fungsi
teknologi.
6. Kendala Interoperabilitas
Kurangnya sosialisasi pemahaman visi interoperabilitas di tingkat pengambil
keputusan.
Akibatnya, masih banyak kebijakan dan peraturan yang perlu disempurnakan
dan dilengkapi
Sistem perpustakaan digital yang dikembangkan, belum mengacu ke sistem
standar terbuka.
Akibatnya, sistem yang terbangun bersifat silo, atau jalan sendiri-seindiri.
Incompatible peralatan Teknologi informasi dan Komunikasi.
VIDEO SEMINAR
PENDAHULUAN
Perpustakaan memiliki peran sentral dan staretgis dalam mewujudkan
masyarakat gemar membaca (reading society) menuju masyarakat yang gemar belajar
(learning society). Dalam rnenghadapi era globalisasv pembinaan cten pengembangan
perpustakaan tidak terlepas dari pengaruh pesatnya perkembangan ipteks termasuk
perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi informasi dan
komunikasi <TIK) mengacu pada penggunaan peralatan elektronik (terutama komputer)
untuk memproses suatu kegiatan tertentu. TIK mempunyai kontribusi yang potensial
untuk berperan dalam mencapai manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan yang signifikan.
Di Indonesia, bidang teknologi informasi dan komunikasi merupakan salah satu dari enam
bidang fokus utama pengembangan iptek (Ristek 2005), yaitu: (1] Ketahanan pangan. [2\
Sumber energi baru dan terbarukan; [3] Teknologi dan manajemen transportasi. [4]
Teknologi informasi dan komunikasi, [5] teknologi pertahanan, dan [6] teknologi
kesehatan dan obat-obatan. Dalam menbukung kegiatan pembangunan perpustakaan,
TIK memiiiki peranan yang sangat penting untuk mendukung tersedianya sumber
informasi yang relevan dan tepat waktu.
Core bisnis perpustakaan adalah menyediakan bahan pustaka dalam
beragam bentuk untuk didayagunakan oleh masyarakat. Beragam sumber informasi yang
disediakan oleh perpustakaan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam
meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat. Integrasi yang efektif antara TIK
dalam dunia perpustakan akan menuju pada pembangunan SDM yang berkelanjutan
melalui penyiapan informal yang tepat waktu relevan, yang dapat memberikan informasi
yang tepat kepada pemustaka. TIK dapat memperbaiki aksesibilitas masyarakat terhadap
sumber informasi yang diperlukannya yang secara positif berdampak pada peningkatan
kecerdasan masyarajat.
PERMASALAHAN
Membangun sebuah masa depan elektronis (perpustakaan berbsis TtK)
memerlukan strategi daa program untuk menyiapkan pustakawan dengan kompetensi
TIK. Dengan mengintegrasikan TIK dalam pembangunan perpustakaan melalui
peningkatan kapasitas pustakawan, maka akan terwujud layanan perpustakaan berbasis
TIK dengan berorientasi pada kepentingan pemakai. Permasalahan yang terkait dengan
aplikasi TtK dalam pengembangan perpustakaan yang seringkali muncul adalah:
1) Sejauhmana
manfaat
aplikasi
TIK
untuk
mendukung pengembangan
perpustakaa?
2) Hambatan-hambatan apa saja yang dapat terjadi dalam aplikasi TIK untiik mendukung
pengembangan layanan perpustakaan berbasis TIK ?
3) Sejauh mana dukungan Pemerintah Daerah terhadap pengembangan aplikasi TIK di
perpustakaan?
TUJUAN
Makalah ini secara umum bertujuan untuk menganalisis peranan TIK dalam
pengembangan perpustakaan. Adapun tujuan khususnya adalah:
1) Menganalisis manfaat TIK untuk mendukung pengembangan peprusiakaan di Kaltim;
2) Mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dapat terjadi dalam aplikasi TIK untuk
mendukung pembangunan perpustakaan di Kaltim;
3) Mendeskfipsikan bentuk dukungan Pemerinteh Peov. Kaftim dalam pengembangan
TIK di perpustakaan.
Peran dan fungsr perpustakaan yang sangat strategis tersebut hanya dapat
diwujudkan bila dttopang dengan komitmen dan kreartivitas para pengelota
perpustakaan (pustakawan) untuk mewujudkan sosok layanan perpustakaan berbasis
teknoiogi informasi.
Di era globalisasi dewasa ini, perkembangan teknoiogi dalam memberdayakan
peran perpustakaan sudah merupakan kebutuhan. Era perpustakaan digital (e~library)
perlu disikapi secara positif Demikian pula kemudahan akses masyarakat ke
perpustakaan melalui internet, perlu direspon dan terus dikembangkan. Melalui
pelayanan dan kemudahan akses, masyarakat akan lebih tertarik mengunjungi
perpustakaan. Minat berkunjung ke perpustakaan, akan mempercepat proses menuju
bangsa yang cerdas dan berbudaya ilmiah.
Pertimbangan yang paling mendasar yang mendorong perlunya pembangunan
perpustakaan digital adalah perlunya ditingkatkan upaya pemenuhan kebutuhan
informasi masyarakat dengan menerapkan teknoiogi informasi dan komuniskasi di
perpustakaan, seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan pasal 12 ayat 1. pasal \ A ayst 3, pasal 19 ayat 2, pasai 22 ayat 3,
pasal 23 ayat 5, pasal 24 ayat 3, pasal 38 ayat 2, pasal 42 ayat 3 serta di penjelasan
umum yang intinya menitikberatkan perlunya penerapan Teknoiogi Informasi dan
Komunikasi dalam mendukung jasa layanan pada semua jenis perpustakaan.
Istilah perpustakaan digital {digital library) atau perpustakaan maya (virtual library)
dipakai secara bergantian dengan isitilah perpustakaan elektronik {electronic library atau
disingkat e-library). Meskipun terdapat perbedaan penyebutan namun secara umum
istilah tersebut mengacu pada pemahaman bahwa perpustakaan digital bukan
merupakan sutau entitas tunggal perpustakaan, melainkan merupakan suatu organisasL
asosiasi atau jaringan kerjasama yang terdiri dari atas lebih dari satu perpustakaan. Untuk
itu, perpustakaan digital memerlukan teknoiogi untuk menghubungkan banyak resource,
perpustakaan dan pelayanan informasi yang berorientasi pada kepuasan pengguna.
Hubungan antar anggota perpustakaan digital bersifat transparan dengan tujuan untuk
menyediakan akses dan pelayanan informasi secara universal.
Kerjasama
tersebut
adalah
jaringan
kerjasama
perpustakaan
yang
nasional.
2. Membuka akses masyarakat
upaya
1. Penguatan Keiembagaan
Pengiuatan keiembagaan dilakukan dengan membentuk SKPD yang mengelola
penerapan TIK.
-
6. Penganggaran
Dalam hal penganggaran untuk mendukung pengembangan TIK di perpustakaan.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur memberikan perhatian dan komitmen yang
cukuptinggi. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk :
[1]
Sulistyo-Basuki[2]
Pendahuluan
Pustakawan sejak awal sudah berhadapan dengan teknologi sesuai
dengan perkembangan zamannya.Misalnya tahun 1860 an ,pustakawan
Amerika menghadapi teknologi baru yang semula mendapat tentangan
karena dianggap melanggar kaidah yang sudah lama berlangsung, padahal
teknologi tersebut adalah penggunaan mesin tik! Teknologi baru tersebut
mulai digunakan di kalangan pustakawan Indonesia pada tahun 1952
seiiring dengan pembukaan Kursus Pendidikan Pegawai Perpustakaan.
Kursus tersebut menggunakan teknologi baru berupa kartu catalog.
Kartu catalog menggantikan kartuiu berkas (sheaf catalogue) yang sudah
digunakan selama hamper 1 abad. Pada waktu itu pustakawan Indonesia
menggunakan teknologi baru ( mesin tik) untuk menggandakan kartu
catalog (juga merupakan teknologi). Untuk membuat kartu tambahan,
pustakawan harus mengetik kartu satu demi satu. Kemudian penggandaan
kartu katalog dipermudah pada tahun 1970 an dengan digunakannya
duplikator antara lain model Chiang dan Paisu .
Ketika PC (Personal Computers) mulai digunakan di perpustakaan
diikuti dengan perangkat lunak Micro CDS-ISIS sejak tahun 1984
mahasiswa ilmu perpustakaan mulai menggunakan komputer untuk
menggandakan kartu. Pada masa ini mahasiswa sudah mulai berkenalan
dengan konsep interoperabilitas antara komputer dengan mesin cetak
Praktik penggunaan komputer untyuk membuat kartu katalog ini
mulai ditinggalkan dengan munculnya format MARC (Machine Readable
Catalogue). Micro CDSISIS dengan format IndoMARC merupakan fitur
dominan dalam pendidikan pustakawan karena kedua-duanya diajarkan di
sekolah. Micro CDSISIS bahkan demikian dominan sehingga pada tahun
1980 an dan 1990 an secara de facto merupakan perangkat lunak resmi
perpustakaan Inonesia. Hal itu nampak dari pengajaran CDS ISIS di semua
pendidikan pustakawan serta iklan lowongan yang mensyaratkan
kemampuan CDS ISIS.
Mahasiswa yang telah menyelesaikan pendidikannya ketika bekerja
masih menggunakan CDS SIS. Mereka mengalami kesulitan manakala
sistem yang mereka kembangkan berhadapan dengan sistemr lain; dengan
kata lain muncul masalah interoperabilitas. Lalu timbul pertanyaan apakah
selama kuliah tidak diajarkan konsep interoperabilitas?
[1]
VIDEO SEMINAR
oleh pengguna akhir (end users) dalam sebuah lingkungan informasi yang
mengandung berbagai sistem berbeda.
Secara naif kita mungkin akan bertanya, mengapa di dunia informasi,
khususnya yang berbantuan komputer, harus ada perbedaan antar sistem;
mengapa tidak ada satu sistem tunggal saja sehingga tak perlu
interoperabilitas? Jawaban sederhananya adalah karena sistem-sistem
tersebut memang dibangun untuk tujuan yang berbeda, sehingga memiliki
keunikannya masing-masing. Keunikan ini semakin dimungkinkan karena
teknologi komputer adalah salah satu teknologi paling lentur (malleable
technology) dalam kehidupan manusia. Namun keunikan ini sebenarnya juga
bertujuan memproteksi sebuah sistem dari gangguan, sekaligus menjamin
bahwa sistem tersebut terkendali/terkontrol oleh pemiliknya saja. Selain itu,
penggunaan teknologi mutakhir dalam sebuah sistem pada akhirnya juga
mengandung pertimbangan ongkos dan manfaat, sehingga praktis semua
sistem informasi dibuat untuk memastikan bahwa manfaatnya sebanding
dengan ongkos yang telah dikeluarkan untuk membangun, dan manfaat ini
harus terlebih dahulu sebesar-besarnya untuk kepentingan (interest) si
pemilik atau pengembang sistem tersebut.
Jadi, walaupun definisi interoperabilitas di awal tulisan di atas seolah hanya
memperlihat persoalan teknis komunikasi atau pertukaran data, sebenarnya
adalah mustahil membicarakan interoperabilitas tanpa terlebih dahulu
mempertimbangkan hakikat dari keragaman/perbedaan, khususnya karena
akhirnya kita harus juga mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan
organisasional dari setiap sistem yang berbeda tersebut. Aspek-aspek ini
akan menentukan seberapa mudah sebuah kepentingan dari sebuah
organisasi dapat dijadikan bagian dari kepentingan yang lebih besar dalam
sebuah situasi kerjasama (kooperatif). Jelas bahwa interoperabilitas secara
teoritis mencoba mengatasi kemungkinan konflik antara kepentingan khusus
di satu sisi dengan kebutuhan kerjasama demi kepentingan lebih umum di
sisi lain, walaupun secara teknis interoperabilitas dapat diciptakan hanya
dengan memastikan bahwa berbagai mesin komputer dapat saling bertukar
data di dalam infrastruktur informasi yang sama.
Jelas pula bahwa secara teoritis interoperabilitas amatlah berbeda dari
penyeragaman atau peleburan sistem, sebab interoperabilitas mengakui dan
menjamin keunikan dari masing-masing unit/sistem. Interoperabilitas lebih
mirip dengan integrasi berdasarkan keragaman; lebih mirip bhineka tunggal
ika daripada kesatuan (unity). Dasar dari interoperabilitas adalah kemauan
dari berbagai pihak berbeda untuk berkomunikasi secara terbuka
berdasarkan kesepakatan yang mengatasi perbedaan. Itulah sebabnya
interoperabilitas segera mensyarakatan adanya standar dan protokol, selain
penggunaan landasan yang sama (common platform). Itu pulalah sebabnya
Untuk pembahasan yang menarik tentang inisiatif awal perpustakaan digital, lihat Bishop dan Star, 1996; Borgman
et al., 1996; Griffin, 1999.
4
Istilah e-prints dapat diterjemahkan secara sederhana sebagai naskah elektronik, merupakan versi elektronik atau
digital dari laporan penelitian ilmiah atau karya sejenis lainnya. Naskah ini dapat merupakan pre-print atau naskah
yang belum diperiksa (belum melalui proses peer review), atau juga yang merupakan post-print atau sudah
diperiksa. Termasuk pula di sini segala versi digital dari artikel jurnal, bab dari sebuah buku, makalah yang
ditampilkan di seminar ilmiah, atau segala bentuk laporan penelitian yang tergolong technical reports.
mesin-mesin pemanen
(harvesters) dapat mengumpulkan informasi
metadata darinya dan menyelaraskan informasi itu dengan yang didapat dari
tempat lain, sedemikian rupa sehingga seolah-olah berbagai tempat
penampungan itu memiliki satu himpunan metadata. Lalu, ketika seorang
ilmuwan bermaksud mencari secara lintas bidang, dia tidak perlu
mengunjungi semua tempat penampungan tadi, melainkan cukup
mencarinya di himpunan metadata hasil panen tersebut.
OAI-PMH merupakan salah satu contoh upaya interoperabilitas yang cukup
berhasil. Dalam hal ini, OAI sebenarnya dapat dikatakan telah mengikuti
jejak saudara tua-nya yaitu Open Archival Information System (OAIS) yang
dimotori oleh Consultative Committee for Space Data Systems (CCSDS)
pada tahun 1982, sebagai sebuah forum internasional untuk badan-badan
ruang angkasa bagi kerjasama dalam pengelolaan data penelitian mereka.
Pada tahun 1990, CCSDS mulai bekerjasama dengan International
Organization for Standardization (atau ISO) untuk menyusun sebuah standar
bagi sistem penyimpanan dan penyediaan data penelitian ruang angkasa.
Dari sinilah lahir sebuah model rujukan (reference model) untuk sebuah
sistem informasi kearsipan yang terbuka. Inilah cikal bakal OAIS yang
akhirnya berlaku di semua bidang yang memerlukan pengarsipan dan
preservasi digital, tidak hanya yang berkaitan dengan penelitian ruang
angkasa. Setelah melalui diskusi internasional yang terbuka dan pembuatan
ragangan (draft) yang bolak-balik, akhirnya tercapailah ragangan ISO pada
tahun 2000. Lalu, setelah proses finalisasi, resmilah ragangan itu menjadi
standar ISO nomor 14721 tahun 2002 untuk diberlakukan secara
internasional.
Baik OAI-PMH maupun OAIS sangat memengaruhi perkembangan konsep
perpustakaan digital dan interoperabilitas. Boleh dikatakan, kedua inisiatif
tersebut mematangkan pondasi bagi perkembangan perpustakaan digital
selanjutnya sehingga prinsip-prinsip kepustakawanan yang tradisional
seperti union catalog, interlibrary loan dan resource sharing dapat
dilanjutkan dalam skala yang lebih besar dengan bantuan teknologi digital.
Semnentara itu, dari sisi teknis, perkembangan teknologi pertukaran data
(data exchange technology), khususnya yang memanfaatkan Internet dalam
bentuk Web Service, ikut mendorong pengembangan perpustakaan digital
mutakhir
dan
menghilangkan
keraguan
tentang
interoperabilitas.
Penggunaan XML sebagai bahasa yang tergolong sederhana dan
ketersediaan protokol seperti SOAP, WSDL, dan UDDI, menambah marak
upaya pengembangan perpustakaan digital yang berjangkauan luas
sekaligus terbuka untuk berinteraksi.
Dalam konteks inilah kita dapat melihat tiga model dasar interoperabilitas,
yaitu (1) berserikat (federated), memanen (harvesting), dan menghimpun
(gathering) yang dapat diuraikan secara ringkas sebagai berikut:
1. Metode berserikat terjadi jika masing-masing perpustakaan digital
dapat mengirim perintah pencarian ke berbagai himpunan
(repositories) lalu hasilnya dikumpulkan untuk disajikan ke pengguna.
Pada tahun 1984, protokol Z39.50 sudah dijadikan standar nasional di
Amerika
Serikat
dan
dipakai
Library
of
Congress
untuk
mengembangkan jasa yang tersebar. Untuk menjalankan metode ini
secara efektif, harus ada sistem yang bertindak sebagai klien dan
penyedia (server). Penyedia bertugas memperbarui terus kandungan
datanya dan memberi respon kepada setiap pencarian, sementara
klien menjadi perantara bagi pengguna-akhir untuk berhubungan ke
penyedia. Dalam perkembangannya, muncul pula teknologi perangkat
perantara
(middleware)
yang
memungkinkan
pengguna-akhir
mengontak berbagai penyedia secara langsung. Jelaslah bahwa di
metode berserikat ini peran protokol yang dapat menerjemahkan
bahasa pencarian untuk berbagai skema metadata maupun kandungan
isi yang berbeda, amatlah penting. Selain itu, jelas pula bahwa
teknologi untuk pihak penyedia maupun klien harus cukup tinggi agar
sistem informasi dapat berjalan terus secara cepat dan lancar.
2. Metode memanen merupakan jawaban bagi tuntutan teknologi yang
terlalu mahal jika menggunakan metode berserikat. Dengan metode
memanen, semua peserta jaringan menyediakan semacam jasa
bersama yang sederhana, dan masing-masing pihak tak perlu
membangun sistem yang sama canggihnya. Penggerak utama dari
metode ini adalah model OAI-PMH sebagaimana sudah diterangkan di
atas, yaitu setiap perpustakaan menyediakan metadata sederhana
untuk dipanen (diambil atau diimpor) oleh perpustakaan mitra kerja.
Perpustakaan pemanen kemudian dapat menyediakan jasa untuk
pengguna akhir mereka berdasarkan hasil panen tersebut. Sama
halnya dengan metode berserikat, metode memanen juga
mengandalkan protokol, namun untuk menghemat biaya digunakanlah
protokol sederhana berbasis HTTP, menggunakan perangkat lunak
yang juga sederhana dan tersedia secara gratis/terbuka bagi semua
pihak yang berminat 6.
3. Metode menghimpun merupakan metode yang paling sederhana
dengan memanfaatkan kemampuan mesin pencari berbasis web dan
mengandalkan data yang tersedia secara umum/publik di Internet.
Pihak penghimpun maupun pihak penyedia data publik tak perlu
terlibat dalam kerjasama formal. Tentu saja, tak ada jaminan tentang
6
Misalnya, interoperabilitas di antara pemakai CDS/ISIS diusulkan Jayakanth et al. (2006), menggunakan model
memanen. Untuk middleware-nya mereka mengusulkan CDSOAI yang berbasis OAI. .
Lihat http://www.dlib.org/dlib/december01/blanchi/12blanchi.html.
Kinerja
Keterbukaan
Inklusi
Dimensi
Kelola
Ekonomi
Efisiensi
Temporal
Prosedural
Kehandalan penyediaan
Efektivitas
jasa
Temporal
Akses ke
informasi
Kultural
Teknologi
Interoperabilitas Penggunaan data secara
bersama
Transparansi
Akuntabilitas
Partisipasi
Jasa untuk pihak yang
kurang
Aksesibilitas
Teknologi yang memadai
Kemudahan bagi pihak
tak mampu
Kesetaraan
Kemudahan
bagi
kelompok pinggiran
(diambil dari Misuraca et al, 2011, hal 107)
Menurut asumsi penulis, sebagai institusi yang tak punya orientasi profit maka semua perpustakaan di Indonesia
pada dasarnya adalah untuk kepentingan masyarakat umum, terlebih jika kita menyadari bahwa kepustakawanan
juga berprinsip equal access for all sebagai bagian dari motivasi untuk menerapkan interoperabilitas.
Jelas terlihat dalam tabel di atas, upaya interoperabilitas adalah bagian dari
keterbukaan yang juga tak terlepas dari aspek kinerja institusi publik dan
motivasi untuk menciptakan inklusi sosial (social inclusion). Dengan kata lain
pula, tak mungkin upaya interoperabilitas dilepaskan dari upaya
menciptakan efisiensi, efektivitas, keluasan akses, akuntabilitas, dan
kesetaraan. Setiap institusi publik, termasuk perpustakaan, idealnya
bergerak mengupayakan interoperabilitas sambil menyempurnakan aspekaspek lainnya. Ketika interoperabilitas dibiarkan terlepas dari aspek lain,
maka akan muncul persoalan organisasional dan antar-organisasional.
Itulah sebabnya, upaya interoperabilitas akhirnya perlu menyentuh dimensi
kebijakan (policy) organisasi. Sebagaimana dikatakan Innocenti et. al
(2010), kebijakan di sini dapat diartikan sebagai mekanisme politis,
manajemen, finansial, dan administratif yang dibentuk untuk memastikan
terciptanya hasil dan perilaku yang konsisten.
Dalam konteks
pengembangan perpustakaan digital, sebuah kebijakan dapat dilihat sebagai
sebuah
gambaran
kondisi,
pemahaman,
atau
pengaturan
yang
mengendalikan kegiatan atau operasional perpustakaan yang bersangkutan.
Kebijakan ini mudah terlihat dalam bentuk aturan-aturan, misalnya:
Aturan untuk komputerisasi yang dapat diterjemahkan oleh
teknolog dalam bentuk program/aplikasi.
Aturan untuk pengguna jasa yang seringkali berisi kesepakatan
tentang apa yang dapat disediakan dan tidak dapat disediakan oleh
perpustakaan serta bagaimana memanfaatkan jasa tersebut.
Aturan tentang koleksi yang tak hanya berkaitan dengan
pengembangan dan kualitasnya, tetapi juga keamanan dan sistem
kepercayaannya (trusted systems).
Upaya interoperabilitas tak mungkin dilepaskan dari kebijakan tentang aspek
lainnya dalam sebuah organisasi perpustakaan. Selain itu, Innocenti et. al
juga menekankan perlunya kebijakan khusus dalam hal interoperabilitas
(policy interoperability) antar-organisasi. Kebijakan ini merupakan business
level interoperability, berupa sebuah kerangka kerja yang memungkinkan
perbandingan secara transparan dalam hal nilai dan tujuan organisasiorganisasi yang akan saling bekerjasama. Jika ada pihak ketiga yang
diperkirakan akan terlibat dalam upaya interoperabilitas (misalnya pihak
pengembang, penyedia infrastruktur cloud computing, dan sebagainya),
maka harus ada pernyataan kebijakan tentang hal ini. Jelaslah bahwa
kebijakan ini merupakan kebijakan tingkat tinggi (high level policy) yang
perlu dibuat dan disepakati oleh semua pihak di awal upaya pengembangan
interoperabilitas. Di tingkat kebijakan ini pula perlu ada kejelasan dalam
beberapa sub-kebijakan penting, misalnya kebijakan dalam akses, akuisisi,
administrasi, kerjasama, preservasi, diseminasi, manajemen jaringan,
Faktor Penghalang
Tidak ada tata kelola khusus tentang
interoperabilitas
Tidak ada standar nasional tentang
interoperabilitas
Tidak ada leaderships intra maupun
antar-badan
Tidak ada monitoring antar-badan
Tidak ada inisiatif pengendalian
antar-badan
Tidak ada dana khusus untuk
interoperabilitas
Kekurangan dalam sumber daya
manusia
Tidak
ada
koordinator
penanggungjawab antar-badan
Belum
ada
kerangka
arsitektur
enterprise
Domain untuk public administration
belum jelas
Pengalaman bersama dan salingpercaya belum ada
Siklus dana tidak teratur
Tidak ada transparansi dalam public
administration
Masih ada masalah semantik
Otoritas terbatas pada masing-
masing badan
Keraguan dalam otonomi dan otoritas
Portugal adalah anggota EU antar-badan
Konflik kepentingan antar-badan
Sikap anti-perubahan
Pertimbangan
untung-rugi
antarbadan
Ketidakpercayaan antar-badan
Kemitraan badan publikKecurigaan tentang privacy dan
swasta ada
proteksi data
Ketimpangan teknologi antar-badan
Kekuatiran kehilangan status quo
Persoalan
prinsip-prinsip
konstitusional
(diadaptasi dari Soares dan Amaral, 2011, hal. 84)
Temuan Soares dan Amaral memang tak sepenuhnya relevan, dan
kerumitan yang mereka temukan adalah dalam konteks interoperabilitas
antar badan pemerintahan antar negara-negara Eropa, sehingga jelas
sangat high level dan meluas. Namun kita dapat menggunakan kerangka di
atas sebagai acuan untuk memahami persoalan interoperabilitas
perpustakaan digital di Indonesia. Dalam lingkup nasional, semua unsur
pendorong dan penghalang di tabel di atas dapat kita periksa. Demikian
pula, untuk lingkup sektoral (publik, perguruan tinggi, swasta/inisiatif
masyarakat) semua unsur di atas dapat dijadikan rujukan. Sebuah kajian
yang mendalam dan menyeluruh terhadap upaya-upaya interoperabilitas di
Indonesia kiranya akan dapat mengungkap persoalan apa yang harus kita
hadapi dan bagaimana menemukan solusinya.
Rangkuman dan Kesimpulan
Dari seluruh paparan di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa persoalan
interoperabilitas dalam pengembangan perpustakaan digital merupakan
persoalan sosio-teknis yang secara khusus memerlukan penanganan
teknologi maupun manajemen/organisasional. Berhasil-tidaknya upaya
pengembangan interoperabilitas dan perpustakaan digital di Indonesia amat
ditentukan oleh kemampuan kepustakawanan Indonesia memahami
interoperabilitas sebagai perkembangan teknologi informasi yang perlu
diadopsi sesuai keragaman dan variasi kepentingan perpustakaanperpustakaan itu sendiri yang notabene bertanggungjawab kepada
komunitas mereka masing-masing. Pilihan pendekatan interoperabilitas
harus disesuaikan dengan karakter domain (wilayah) informasi di mana
perpustakaan digital akan dikembangkan. Penulis melihat setidaknya ada
tiga wilayah yang memerlukan pendekatan berbeda, yaitu wilayah publik
Daftar Bacaan
Alipour-Hafezi, M., Horri, A., Shiri, A., dan Ghaebi, A. (2010),
Interoperability models in digital libraries: an overview dalam The
Electronic Library Vol. 28 No. 3, hal. 438-452.
Biddle, B., White, A., dan Woods, S. (2010), How many standards in a
laptop? (And other empirical questions) makalah konferensi ITU-T
Beyond The Internet? Innovations For Future Networks And Services
Pune, India, (http://itu-kaleidoscope.org/2010), diturunkan dari
http://ssrn.com/abstract=1619440 pada 11 September 2011.
Bishop, A. dan Star, S.L. (1996), Social informatics for digital library use
and infrastructure dalam Martha Williams (ed.), Annual Review of
Information Science and Technology 31, hal. 301401, Medford :
Information Today.
Blanchi, C., dan Petrone, J. (2001), Distributed interoperable metadata
registry
dalam
D-Lib
Magazine,
vol
7
no.
12.
http://www.dlib.org/dlib/december01/ blanchi/12blanchi.html
Borgman, C. (1997), Now that we have digital collections, why do we need
libraries? dalam Candy Schwartz dan Mark Rorvig (eds.), ASIS '97:
Proceedings of the 60th ASIS Annual Meeting, vol. 34. Medford :
Information Today.
Borgman, C. et al. (1996), Social Aspects of Digital Libraries, Final Report to
the National Science Foundation. Digital Libraries Initiative.
http://dli.grainger.uiuc.edu/national.htm.
Chan, L.M., dan Zeng, M. L. (2006a), Metadata interoperability and
standardization A study of methodology, Part I: Achieving
interoperability at the schema level. Dlib Magazine, vol 12 no 6
http://www.dlib.org/dlib/june06/chan/ 06chan.html.
Chan, L.M., dan Zeng, M.L. (2006b), Metadata interoperability and
standardization A study of methodology, Part II: Achieving
interoperability at the record and repository levels. D-Lib Magazine, vol
12 no 6 http://www.dlib.org/dlib/ june06/zeng/06zeng.html
Drabenstott, K.M. (1994), Analytical Review of the Library of the Future,
Washington, DC: Council Library Resources.
Griffin, S.M. (1999), Digital Libraries Initiative Phase 2: fiscal year 1999
Awards, D-Lib
Magazine (5),
78,
http://www.dlib.org/dlib/july99/07griffin.html.
Hider, P. (2004), Australian digital collections: metadata standards and
interoperability dalam Australian Academic & Research Libraries, vol.
35 no. 4, http://alia.org.au/publishing/aarl/35.4/full.text/hider.html.
diunduh pada 1 Agustus 2011.
Innocenti, P., Vullo, G., dan Ross, S. (2010), Towards a digital library policy
and quality interoperability framework: the DLrg Project dalam New
Review of Information Networking, no 15, hal. 2953
Jayakanth, F., Maly, K., Zubair, M. dan Aswath, L. (2006), A dynamic
approach to make CDS/ISIS databases interoperable over the Internet
using the OAI protocol dalam Program: electronic library and
information systems, Vol. 40 No. 3, hal. 277-285.
Miller, P. (2000), Interoperability: what is it and why should we want it?
dalam
Ariadne.
24.
tersedia
di:
http://www.ariadne.ac.uk/issue24/interoperability
Misuraca, G.,
Alfano, G., dan Viscusi, G. (2011),
Interoperability
challenges for ICT-enabled governance: towards a Pan-European
conceptual framework dalam Journal of Theoretical and Applied
Electronic Commerce Research vol. 6 , no. 1, hal. 95-111.
Mukaiyama, Hiroshi (1997). Technical Aspect of Next Generation Digital
Library Project dalam prosiding International Symposium on Digital
Library
1997,
Tokyo,
http://www.dl.ulis.ac.jp/ISDL97/proceedings/mukaiyama.html.
OCLC/RLG Working Group on Preservation Metadata (2002), Preservation
metadata and the OAIS information model: A metadata framework to
support
the
preservation
of
digital
objects.
(http://www.oclc.org/research/projects/pmwg/ pm_framework.pdf
Rowlands, I (1997), Understanding information policy : concepts,
frameworks and research tools dalam Understanding Information
Policy, ed. I. Rowlands, London : Bowker-Saur, hal. 27 45.
Soares, D. dan Amaral, L. (2011), Information Systems Interoperability in
Public Administration: Identifying the Major Acting Forces through a
Delphi Study dalam Journal of Theoretical and Applied Electronic
Commerce Research, vol 6 no. 1, hal. 61-94
United
Nations
Development
Programme
(2007),
e-Government
Interoperability: Overview, Bangkok : UNDP Regional Centre.
VIDEO SEMINAR
Makalah disampaikan dalam Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia Ke-4, tanggal 8-10 November di 2011 di Hotel Mesra
Samarinda.
10
Kepala Bidang Kerja Sama Perpustakaan dan Otomasi Perpustakaan Nasional RI.
Berdasarkan
kedua ayat dalam Undang-Undang Perpustakaan di atas
terlihat bahwa Perpustakaan Nasional RI mempunyai sejumlah tugas yang
dapat dikelompokkan ke dalam:
1. Pengembangan koleksi nasional
2. Pengelolaan kendali bibliografis
3. Penyediaan akses ke seluruh koleksi nasional.
Salah satu kegiatan yang wajib dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI
dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas tersebut adalah membangun
Katalog Induk Nasional (KIN), yaitu katalog yang memuat data bibliografis
bahan perpustakaan koleksi seluruh perpustakaan di Indonesia. Tujuannya
adalah untuk mendukung pemanfaatan sumber daya secara bersama
antarperpustakaan di Indonesia.
Dengan adanya KIN:
Karena dikelola secara manual, maka KIN yang diterbitkan dalam bentuk
tercetak tersebut sama sekali belum mencerminkan kondisi koleksi nasional.
Secara berkala Perpusnas mengumpulkan data tambahan koleksi dari
perpustakaan yang menjadi anggota jejaring KIN saja, yang umumnya
berlokasi di Jakarta, ditambah data koleksi bahan perpustakaan yang dimuat
dalam KID (Katalog Induk Daerah) yang diterbitkan oleh masing-masing
perpustakaan provinsi. Selain lingkupnya yang terbatas, penyusutan akibat
berbagai hal, seperti hilang atau penyiangan (weeding) tidak tercermin.
a. Perkembangan
tidak
berbasis
IndoMARC
dapat
Daftar Pustaka
Menggunakan
ontology
dan
controlled
vocabularies
akan
memungkinkan Perpustakaan Digital Lontar untuk harvest dan menyimpan data
dengan situs-situs berbasis internet, seperti Open Library dan Freebase, serta
menukar metadata menggunakan OAI-PMH dengan perpustakaan perguruan
tinggi seperti anggota Indonesia Digital Library Networks dan Southeast Asian
Digital Library (SEDAL) di Northern Illinois University di Amerika.
Sebagai bagian dari pekerjaan ini, Lontar telah mengambil sebuah subset dari
Library of Congress Subject Headings (LCSH) dan membuat paralel controlled
vocabulary dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan subjek dari
Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) dan Pusat Bahasa. Sistem ini akan
memudahkan pustakawan untuk mengkatalog tajuk utama (subject headings),
baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, berdasarkan standar
internasional, dan menjaga interoperabilitas dengan perpustakaan di seluruh
dunia.
Makalah ini akan menggambarkan beberapa aspek dari Lontar Digital Library (LDL)
yang sedang dikembangkan dengan bantuan dari Knowledge Management Resource
Group (KMRG) Institut Teknologi Bandung (ITB), yang mengembangkan perangkat
lunak open-source Ganesha Digital Library (GDL) dan menjadi dasar dari Indonesia
Digital Library Network (IndonesiaDLN). KMRG dan Yayasan Lontar bekerjasama untuk
menciptakan versi terbaru GDL (5.0), yang mengutamakan teknologi Linked Data, copy
cataloging menggunakan protokol Z39.50, pengaturan controlled vocabularies, dan
perangkat tambahan pemutar audio/video dan tampilan gambar.
Teknologi web semantik dan Linked Data memungkinkan perpustakaan kecil seperti
LDL untuk harvest dan mencantumkan data menggunakan teknologi Linked Data ke
berbagai website dan perpustakaan lainnya di seluruh dunia, sehingga orang dan
komputer bisa menemukan dan akses metadata perpustakaan kami. Perkembangan
terakhir oleh Library of Congress (McCallum, 2011), telah memungkinkan kita untuk
memanfaatkan struktur web semantik dan ontologi dan controlled vocabularies
tradisional seperti Library of Congress Subject Headings (LCSH) dan Names Authority
Files (LCNAF) untuk terhubung dengan Web Semantik dan memungkinkan
mengekspos data kita jauh lebih luas daripada sebelumnya.
Menurut World Wide Web Consortium (W3C), Web Semantik (juga dikenal sebagai
Web 3.0) adalah sebuah web data yang menggunakan kerangka umum yang
memungkinkan berbagi data dan digunakan kembali antara domain dan diproses
secara otomatis (oleh komputer) maupun manusia (Herman, 2009). Web Semantik
menggunakan Resource Description Framework (RDF) berarti struktur data dalam Web
dan RDF memggunakan web identifiers atau Uniform Resource Identifiers (URIs) dan
hal-hal sederhana lainnya untuk mengidentifikasikan hal-hal dalam WWW (RDF
Primer, n.d.) Model data ini berdasarkan gagasan pembuatan pernyataan subjekpredikat-objek tentang sumber-sumber (disebut triples). Contoh: Jika menyebut
Sapardi Djoko Damono Menulis Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari, dalam triple
RDF akan menjadi: Sapardi Djoko Damono menunjukkan subjek, ditulis oleh
menunjukkan predikat, dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari menunjukkan objek.
Struktur yang mudah ini memungkinkan komputer atau mesin bisa memahami data dan
hubungan antara data seperti tergambar dalam Diagaram 1.
Diagram 1: Graphic Representation of an RDF Triple
Berjalan ke Barat di
Waktu Pagi Hari
Menulis
Sapardi Djoko
Damono
Hubungan yang lebih rumit dapat digambarkan dengan mengunakan tambahan triples,
seperti:
Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari diterjemahkan oleh John H. McGlynn
Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari diterjemahkan menjadi Walking Westward
in the Morning
Walking Westward in the Morning diterbitkan oleh Yayasan Lontar, dll.
Sapardi Djoko
LCNAF: http://id.loc.gov/authorities/names/n50055906
Damono
Seperti terlihat dalam Diagram 3, Linked Data bergantung pada berbagi vocabulary dan
dapat diambil dan ditautkan dengan vocabulary yang lain (Heath & Bizer, 2011).
Dengan menautkan ke URI Sapardi Djoko Damono (Authorities & Vocabularies
(Library of Congress): Damono, Sapardi Djoko, 1940-, n.d.) dari Library of Congress
Names Authority, tautan sudah tersedia bisa ditemukan dalam sumber data yang
berbeda:
nama penulis dalam variasi yang berbeda,
the Library of Congress Classification untuk nama ini; dan,
Identifier web (URI) dari Virtual International Authority File (VIAF), yang
memungkinkan Anda untuk mengakses catatan dari lebih 16 authority files dari
13 perpustakaan nasional (Hickey, 2009) dan akses data tentang orang tersebut,
seperti:
o Seleksi penulis tambahan
o Negara-negara publikasi
o Statistik publikasi
o Penerbit terpilih
o Eksternal link ke Wikipedia dan Worldcat, dan
o Tampilam record dalam MARC-21, UNIMARC and RDF formats.
Diagram 3: Halaman LOC Name Authority File untuk Sapardi Djoko Damono
LDL akan menggunakan LCNAF sebagai controlled vocabulary untuk nama orang dan
organisasi dalam upaya untuk menyediakan authority control dan interoperabilitas
ketika copy katalog dari database bibliografi, seperti Australian National Bibliographic
Database (ANDB). Tahun 2011, Perpustakaan Lontar menjadi perpustakaan pertama di
Indonesia yang berpartisipasi dalam Perpustakaan Australia (About us | Libraries
Australia, 2011), sebuah layanan berlangganan yang menyediakan akses ke Australian
National Bibliographic Database (AND) dengan protokol Z39.50. LDL akan memiliki
kemampuan untuk akses bebas/terbuka database bibliografy serta langganan database
untuk copy katalog. Copy katalog dari database bibliografi perpustakaan nasional akan
memungkinkan LDL untuk mengikutiti standar internasional seperti LCNAF untuk nama
orang dan organisasi, LCSH untuk tajuk utama, dan LCC dan DDC untuk klasifikasi.
Kami juga akan meng-harvest informasi biografi penulis dan pencipta lainnya dari
DBpedia, untuk digunakan kembali dalam perpustakaan digital kami. DBpedia
mengambil informasi terstruktur dari Wikipedia, dikonvert ke RDF dan bisa digunakan
dalam Web ((wiki.dbpedia.org: About, 2011). Untuk LDL, kita bisa menggunakan
DBpedia URI Lookup Service untuk membuat urutan harvesting sederhana, sebagai
contoh:
http://lookup.dbpedia.org/api/search.asmx/KeywordSearch?QueryClass=Thing&QueryS
tring=Sapardi_Djoko_Damono
Dalam contoh ini, thing menunjukkan class dari query, dan string query adalah
Sapardi_Djoko Damono. Class bisa beberapa class dari Dbpedia ontology (All pages
(OntologyClass namespace) - DBpedia Mappings, 2011). Hasilnya akan terlihat seperti
ini:
Kita bisa menggunakan hasil permintaan untuk ekstrak informasi mengenai penulis
untuk LDL. Dalam tambahan untuk DBpedia Lookup Service, kita juga bisa
menggunakan SPARQL Protocol dan pengembang query RDF Query Language
(SPARQL) dan antarmuka untuk mengambil data dari DBpedia. (wiki.dbpedia.org:
Applications, 2011). Kami berencana untuk mencantumkan paragraph pertama dari
setiap biografi penulis/pencipta dan mencantumkan tautan URL ke biografi lengkap
dalam Wikipedia (lihat Diagram 4) baik dalam bahasa Indonesia maupun Inggris dalam
LDL (lihat Diagram 5).
Saat ini, the Library of Congress mengurus lebih dari 330,000 tajuk utama (Library of
Congress Subject Headings, 2011). Dalam upaya untuk menciptakan tajuk utama yang
spesifik sesuai dengan koleksi kami, digunakan ISBN dari setiap sumber dari koleksi
yang ada untuk membuat sebuah daftar. Kemudian kami menggunakan daftar ISBN
untuk unduh semua daftar sesuai dengan tajuk utama LCSH dari Australian National
Bibliographic Database (ANBD) melalui Libraries Australia (layanan berlanggan)
menggunakan protokol Z39.50. Hal ini memungkinkan kami untuk membuat sebuah
daftar LCSH sesuai dengan koleksi yang ada di Lontar. Kemudian kami menggunakan
daftar LCSH dalam bahasa Inggris untuk mengembangkan daftar paralel dari tajuk
utama dalam bahasa Indonesia menggunakan tajuk utama dari Perpustakaan Nasional
Indonesia dan Pusat Bahasa. Hasilnya, dalam daftar berisi hampir 300 tajuk utama
dalam dua bahasa, dan kami berharap daftar itu akan terus bertambah sesuai dengan
pertambahan isi dalam LDL. Kami berencana untuk menawarkan controlled vocabulary
tajuk utama paralel dalam bahasa Inggris dan Indonesia ini sebagai open-source
sehingga perpustakaan lain bisa menggunakan dan daftarnya bisa bertambah dari
waktu ke waktu.
Diagram 5: Halaman Lontar Digital Library (LDL) untuk Sapardi Djoko Damono
LDL menggambarkan sebuah bentuk baru dari sistem perpustakaan digital yang
terstruktur dengan mengambil keuntungan dari data yang sudah ada di Web untuk
2011)
Sebagai hasil dari menggunakan kembali data dari perpustakaan lainnya, database
bibliografi dan website/situs web terkait perpustakaan, kami bisa mengikuti standar
internasional dan mengunakan controlled vocabularies sebagai upaya meningkatkan
interoperabilitas kami dengan mitra dan jaringan perpustakaan kami, promosi
penemuan sumber-sumber kami sendiri pada saat yang bersamaan. Potensi dari Web
Semantik dan tersedianya akses dengan teknologi Linked Data memungkinkan banyak
perpustakaan seluruh dunia untuk menyediakan akses bagi pengguna lokal dan
menghubungkan mereka dengan web global yang memiliki kaitan data sesuai dengan
informasi yang mereka butuhkan.
References
Berners-Lee, T. (2006, July 27). Linked Data - Design Issues. Retrieved September 5,
2011, from http://www.w3.org/DesignIssues/LinkedData.html
Bizer, C., Lehmann, J., Kobilarov, G., Auer, S., Becker, C., Cyganiak, R., & Hellmann,
S. (2009). DBpedia-A crystallization point for the Web of Data. Web Semantics:
Science, Services and Agents on the World Wide Web, 7(3), 154165.
Byrne, G., & Goddard, L. (2010, November). The Strongest Link: Libraries and Linked
Data. D-Lib Magazine, Volume 16(Number 11/12). Retrieved from
http://dlib.org/dlib/november10/byrne/11byrne.html
Coyle, K. (2010a, June 24). Linked Data Libraries. Presented at the Linked Data:
Making Library Data Converse with the World. ALCTS Preconference Training,
ALA Annual Conference, Washington DC. Retrieved from
http://kcoyle.net/presentations/linkedData-ALA.pdf
Coyle, K. (2010b). RDA Vocabularies for a Twenty-First-Century Data Environment
(ALA/LITA No. v.46, No.2). Library technology reports. ALATechSource.
Retrieved from http://www.alatechsource.org/library-technology-reports/rdavocabularies-for-a-twenty-first-century-data-environment
Damono, Sapardi Djoko 1940- [WorldCat Identities]. (2011).WorldCat Identities.
Retrieved September 10, 2011, from http://www.worldcat.org/identities/lccn-n5055906
Heath, T., & Bizer, C. (2011). Linked Data: Evolving the Web into a Global Data Space.
Synthesis Lectures on the Semantic Web: Theory and Technology, 1:1, 1-136.
(1st ed.). Morgan & Claypool. Retrieved from
http://linkeddatabook.com/editions/1.0/
Herman, I. (2009, November 12). W3C Semantic Web FAQ. Retrieved September 6,
2011, from http://www.w3.org/RDF/FAQ
Hickey, T. (2009, September). The Virtual International Authority File:Expanding the
concept of universal bibliographic control. Next Space. Newsletter, . Retrieved
September 10, 2011, from http://www.oclc.org/us/en/nextspace/013/research.htm
Indonesian Digital Library Network. (n.d.). Retrieved September 9, 2011, from
http://hub.indonesiadl.net/gdl.php?mod=browse&op=faq
Isele, R., Jentzsch, A., Bizer, C., & Volz, J. (2011, June 1). Silk - A Link Discovery
Framework for the Web of Data. Retrieved September 6, 2011, from
http://www4.wiwiss.fu-berlin.de/bizer/silk/
Library of Congress Subject Headings. (2011). (33rd ed., Vols. 1-Six Volumes). Library
of Congress.
McCallum, S. H. (2011, August 10). ID Archives -- August 2011 (#1). Retrieved from
http://listserv.loc.gov/cgi-bin/wa?A2=ind1108&L=id&T=0&P=53
RDF Primer. (n.d.). Retrieved September 5, 2011, from http://www.w3.org/TR/rdfprimer/
Sapardi Djoko Damono - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
(2011).Wikipedia bahasa Indonesia. Retrieved September 10, 2011, from
http://id.wikipedia.org/wiki/Sapardi_Djoko_Damono
Sapardi Djoko Damono - Wikipedia, the free encyclopedia. (2011).Wikipedia. Retrieved
September 10, 2011, from http://en.wikipedia.org/wiki/Sapardi_Djoko_Damono
Suddenly the night (Open Library). (2011).Open Library. Retrieved September 10, 2011,
from http://openlibrary.org/works/OL1030314W/Suddenly_the_night
Suddenly the Night: The Poetry of Sapardi Djoko Damono by Sapardi Djoko Damono Goodreads: Reviews, Discussion, Bookclubs, Lists. (2011).Goodreads. Retrieved
September 10, 2011, from
http://www.goodreads.com/book/show/1337369.Suddenly_the_Night
wiki.dbpedia.org: About. (2011, September 1). Retrieved September 7, 2011, from
http://wiki.dbpedia.org/About
wiki.dbpedia.org: Applications. (2011, June 30). Retrieved September 10, 2011, from
http://wiki.dbpedia.org/Applications
Yaaqov, Z., LeVan, R., & Morgan, E. L. (2010). Querying OCLC Web Services for
Name, Subject, and ISBN. The Code4Lib Journal, (9). Retrieved from
http://journal.code4lib.org/articles/2481
Oleh:
B. Mustafa
Perpustakaan IPB Bogor
mus@ipb.ac.id dan mustafa.mustari@gmail.com
dan
Bayu C. Raharjo
PT. beIT Inovasi Tiwikrama
bayu.raharjo@gmail.com dan bayu_fx@yahoo.com
Abstrak:
Copy Cataloging adalah layanan suatu pusat data bibliografi (metadata bibliografi) yang
memungkinkan perpustakaan lain melakukan proses penyalinan data bibliografi bahan
perpustakaan yang dimiliki, yang kemudian data bibliografi tersebut dengan sedikit modifikasi
dapat dimanfaatkan untuk keperluan lokal layanan perpustakaan. Dengan demikian setiap
perpustakaan tidak perlu selalu melakukan proses Original cataloging untuk setiap buku
yang baru dimilikinya. Proses Original cataloging adalah proses melakukan katalogisasi dan
klasifikasi dari awal (from scretch) untuk sebuah bahan perpustakaan yang baru dimiliki. Copy
cataloging merupakan layanan yang sejak tahun 70an sudah dikembangkan di luar negeri.
Namun sampai saat ini di Indonesia praktek seperti ini belum dikembangkan secara
sistematis, melembaga dan meluas. Sesungguhnya layanan seperti ini merupakan salah satu
tugas (walau tidak selalu) dari perpustakaan nasional suatu negara. Salah satu masalah
teknis dalam membangun sistem untuk memudahkan proses copy cataloging adalah
menjamin tingkat interoperabilitas (interoperability) tinggi dari sistem dan data yang dibangun.
Mengingat di Indonesia begitu beragam sistem dan format data bibliografi yang digunakan
oleh beragam jenis perpustakaan. Dibahas sekilas tentang aspek teknis dan nonteknis dalam
membangun sistem untuk memudahkan proses Copy cataloging serta tentang hubungan
konsep antara layanan
Copy cataloging dan layanan Union catalog dan peluang
mengintegrasikan keduanya. Dilain pihak usaha membangun Union catalog (Katalog Induk)
sudah gencar dikembangkan selama ini di Indonesia. Dahulu, idealnya dalam sistem aplikasi
katalog induk masing-masing entitas perpustakaan diwajibkan memiliki format data yang
sama atau bahkan sangat baik jika aplikasi manajemen perpustakaan juga sama. Namun saat
ini hal itu tidak diperlukan lagi. Beberapa lembaga internasional telah berinisiatif membentuk
standarisasi format pertukaran data. Paling tidak terdapat dua buah standar protokol (aturan)
pertukaran data yang banyak diterapkan dalam setiap aplikasi manajemen perpustakaan
yaitu Z39.50 dan OAI-PMH (Open Archive Initiative Protocol for Metadata Harvesting).
Dibahas tentang penggunaan salah satu protokol pertukaran data tersebut, yaitu Z39.50,
dalam sistem katalog induk, sehingga jenis database, format database, bahkan sistem
manajemen database perpustakaan yang akan bergabung dalam jaringan katalog induk, tidak
perlu sama untuk dapat menjalin suatu sistem katalog induk secara terintegrasi dalam rangka
meningkatkan derajat interoperabilitas tinggi antar komponen sistem.
Contoh kasus
pemanfaatan standar ini dalam suatu sistem di Indonesia juga disinggung.
1
Kata kunci:
Copy cataloging, pusat data bibliografi, kerja sama jaringan perpustakaan, standar pertukaran
data, format standar bibliografi, INDOMARC, original cataloging, katalog induk perpustakaan,
Union catalog, Z39.50, Interoperability.
Pendahuluan
Copy cataloging idealnya merupakan salah satu layanan Perpustakaan Nasional RI untuk
perpustakaan di seluruh Indonesia, bukan untuk pengguna akhir (end-user) dari perpustakaan
nasional.
perpustakaan di Indonesia pantas dan sesuai untuk melaksanakan tugas layanan copy
cataloging ini.
Dengan layanan Copy cataloging ini, Perpustakaan Nasional RI akan menyediakan metadata
(data bibliografi) dalam format standar, misalnya format MARC (Indonesian MAchine
Readable Catalog) secara digital untuk semua buku terbitan Indonesia atau buku mengenai
Indonesia yang diterbitkan di luar negeri.
(download) melalui internet oleh perpustakaan seluruh Indonesia untuk digunakan pada
sistem otomasi perpustakaan mereka. Dengan demikian suatu judul buku tertentu tidak perlu
2
dibuat metadata bibliografinya secara berulang-ulang oleh setiap perpustakaan yang memiliki
buku yang sama. Seperti diketahui bahwa jumlah perpustakaan di Indonesia dari berbagai
jenis bisa mencapai lebih dari 100 ribu unit perpustakaan. Hal ini dapat diprediksi dari jumlah
perguruan tinggi yang mencapai lebih 5000 PTN/PTS, jumlah sekolah (SD, SLTP, SLTA) yang
mencapai lebih 300.000 sekolah, jumlah Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota yang bisa
mencapai lebih 450, Perpustakaan Provinsi yang lebih 30 sesuai jumlah provinsi, belum lagi
perpustakaan khusus/instansi dan perpustakaan komunitas serta taman-taman bacaan
masyarakat, yang marak dikembangkan dewasa ini oleh berbagai pihak. Semua perpustakaan
tersebut tentu memerlukan metadata bibliografi sesuai dengan koleksi bahan perpustakaan
mereka. Padahal tidak semua perpustakaan itu mempunyai tenaga yang kompeten dalam
membuat deskripsi bibliografis lengkap yang benar dan standar, termasuk deskripsi subjek
dan notasi klasifikasinya. Disinilah diperlukan keberadaan sistem layanan Copy cataloging.
Layanan Copy cataloging sudah barang tentu akan sangat menghemat biaya secara nasional
dan akan mempercepat proses layanan pada semua perpustakaan. Selain itu akan dihasilkan
format metadata bibliografi yang standar di perpustakaan seluruh Indonesia.
Dalam jangka panjang sistem ini akan menghemat biaya secara nasional. Memang dalam
tahap inisiasi diperlukan biaya yang besar, tetapi selanjutnya di masa yang akan datang, akan
menghemat biaya, terutama pada sisi ratusan ribu perpustakaan yang memanfaatkan layanan
tersebut. Sesungguhnya sistem ini juga akan membantu Perpustakaan Nasional dalam
mekanisme pengawasan bibliografi (Bibliographic Control) sebagai salah satu tugas
tambahan Perpustakaan Nasional RI, terutama karena adanya metadata yang dikenal dengan
nama EMMA (Extra MARC Materials), yaitu metadata yang disumbangkan oleh masingmasing perpustakaan dari seluruh Indonesia ke pusat data.
Ada empat hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam layanan copy cataloging, yaitu:
pertama, adalah proses katalogisasi atau penyediaan metadata bibliografi;
kedua,
standarisasi metadata dan authority control; dan ketiga, mekanisme atau proses akses
layanan copy cataloging; serta yang keempat yang tidak kalah pentingnya, terutama di era
pemanfaatan teknologi informasi adalah interoperabilitas (interoperability) sistem (termasuk
data dan konten yang akan dilayankan).
Union Catalog
Union catalog atau Katalog Induk adalah suatu kumpulan terpadu katalog dari beberapa
perpustakaan.
keberadaan suatu buku. Jaman dahulu beberapa perpustakaan di Bogor berhasil membangun
Katalog Induk Perpustakaan Bogor secara manual.
berkembang dengan baik, karena mekanismenya sangat manual, yaitu mencetak Katalog
Induk Perpustakaan Berupa Buku.
walau
sebenarnya
sudah
berbagai
usaha
telah
dilakukan,
antara
lain
Berbagai usaha lain pernah dicoba berbagai pihak, misalnya mengkompilasi database dari
berbagai perpustakaan, tetapi seseungguhnya itu bukan merupakan katalog induk, tetapi
hanya kumpulan database perpustakaan, karena benar-benarnya hanya menggabung
database, tanpa mengintegrasikan isinya secara utuh.
Garuda adalah salah satu inisiatif yang dapat dikatakan berusaha mencoba membangun
semacam katalog induk, walau dikhususkan untuk koleksi tertentu, terutama literatur kelabu
(grey literature) yang diusahakan dilengkapi dengan teks lengkap. Umumnya teks lengkapnya
hanya dilink ke repository awalnya melalui fitur permalink. Banyak perpustakaan perguruan
tinggi, negeri atau swasta dan sejumlah perpustakaan besar seperti PUSTAKA-Litbang
4
Berbagai kendala dihadapi dalam membangun katalog induk, mulai dari masalah teknis,
menyangkut format standar data dan format standar pertukaran data, sampai masalah
nonteknis, misalnya ketidaksiapan atau ketidakrelaan sejumlah perpustakaan besar untuk
bergabung dalam bekerjasama.
Copy Cataloging Vs Union Catalog Konsep Copy Cataloging dan Union Catalog sering
dikaji secara bersama, namun sesungguhnya per definisi keduanya merupakan suatu konsep
yang berbeda, walau memang terdapat kaitan yang sangat erat, karena menyangkut objek
substansi yang sama, yaitu entitas metadata bibliografi. Meskipun kalau didekati secara
fungsional sangat berbeda jauh. Layanan Union catalog dapat digunakan langsung oleh
pengguna akhir yang mencari informasi. Sedangkan layanan Copy cataloging diperuntukkan
bagi perpustakaan yang ingin membangun katalog perpustakaan, yang pada akhirnya akan
digunakan juga oleh pengguna akhir masing-masing perpustakaan yang bersangkutan. Hal
yang dapat menjadi nilai tambah dari kombinasi Layanan Union catalog dan Copy cataloging
tentu saja dapat dilakukan.
menjadi satu layanan terintegrasi, yaitu mengintegrasikan kedua konsep layanan ini menjadi
satu dan namun tetap memberikan manfaat fungsional maksimal untuk kedua kepentingan.
Ini berarti bahwa perpustakaan yang memerlukan metadata bibliografi dapat mengakses
sistem layanan integrasi tersebut, untuk memperoleh metadata bibliografi standar dengan
derajat interoperabilitas tinggi, yang digunakan dalam sistem katalog lokal. Selain dari pada
itu perpustakaan dapat pula berkontribusi menyumbang metadata bibliografi standar ke pusat
data sistem integrasi untuk dimanfaatkan perpustakaan lain, jika metadata bibliografi
5
melaksanakan penyusunan
bibliografi nasional; (4) melaksanakan tugas sebagai pusat kerjasama antar perpustakaan di
dalam negeri maupun luar negeri; (5) memberikan jasa referensi studi, jasa bibliografi, dan
informasi ilmiah; (6) melaksanakan urusan tata usaha Perpustakaan Nasional. Sesuai dengan
ketentuan di atas, sampai saat ini Perpustakaan Nasional RI telah banyak melaksanakan
tugas dan fungsinya. Salah satu misi Perpustakaan Nasional RI yaitu melestarikan bahan
pustaka baik karya cetak maupun karya rekam sebagai hasil budaya bangsa. Dengan misi ini
Perpustakaan Nasional RI memiliki peraturan yang tertuang dalam Undang-Undang No. 4
tahun 1990, yang bertujuan untuk menghimpun, melestarikan dan mewujudkan koleksi karya
cetak dan karya rekam secara nasional dan internasional. Di samping itu telah dirumuskan
dan pelaksanaan kebijakan pelestarian pustaka budaya bangsa dalam mewujudkan koleksi
deposit nasional dan pemanfaatannya. Kegiatan ini berkaitan dengan tugas Perpustakaan
Nasional RI sebagai agen nasional dalam rangka pengawasan bibliografi nasional. KDT
(Katalog Dalam Terbitan), ISBN (International Standard Book Number) dan BNI (Bibliografi
Nasional Indonesia) merupakan hasil kegiatan Perpustakaan Nasional yang sangat
dibutuhkan oleh setiap perpustakaan dalam rangka kerjasama pengatalogan.
KDT
dimanfaatkan oleh pengatalog di perpustakaan untuk membuat katalog dengan menyalin data
bibliografi dari KDT tersebut, namun pengatalog masih harus melakukan pengetikan ulang
6
baik untuk pembuatan katatog dalam bentuk kartu maupun OPAC (Online Public Accsess
Catalog).
Perpustakaan Nasional RI yang seharusnya berperan sebagai pembina seluruh perpustakaan
di Indonesia, di era digitalisasi ini bisa mengembangkan kerjasama yang lebih intensif dan
efisien dalam rangka pemanfaatan metadata bibliografi format digital baik untuk kebutuhan
pengawasan bibliografi nasional maupun untuk kegiatan lainnya seperti copy cataloging
dengan format digital yang menjadi topik artikel ini. Walau pun demikian pengelola pusat data
untuk layanan Copy Cataloging tidak harus Perpustakaan Nasional.
(sebagai pusat metadata bibliografi) yang diharapkan telah meyimpan metadata bibliografi
buku itu. Jika memang metadata bibliografi buku sudah ada di pusat metadata bibliografi
nasional, maka perpustakaan pemilik buku tersebut hanya perlu mengunduh (dowonload)
metadata bibliografi buku tersebut.
dapat digunakan pada sistem otomasi perpustakaan lokal. Jika ternyata metadata bibliografi
buku tersebut tidak ditemukan pada pusat metadata bibliografi, dan ini dapat diasumsikan
bahwa belum ada metadata bibliografinya di pusat metadata bibliografi.
Karena itu,
perpustakaan yang memiliki buku tersebut, jika mempunyai kemampuan, dapat melakukan
proses katalogisasi awal (original cataloging) dengan menggunakan standar format
INDOMARC.
mengunggah (upload) metadata tersebut ke pusat metadata bibliografi untuk dapat digunakan
oleh perpustakaan lain.
EMMA (Extra
MARC Materials) adalah metadata (data bibliografi) dalam format MARC (INDOMARC) dari
buku khas (lokal) yang dibuat oleh perpustakaan pemilik buku khas (lokal) tersebut, biasanya
bahan perpustakaan berupa literatur kelabu (grey-literature) dan kemudian diunggah dan
digabung ke dalam
diunggah (dicopy cataloging) oleh perpustakaan lain untuk digunakan pada sistem otomasi
mereka jika sudah memiliki buku itu.
masalah authority control dalam proses katalogisasi, baik yang dilakukan di pusat data
maupun oleh perpustakaan penyumbang data bibliografi.
Selain itu, manfaat sistem copy cataloging ini akan membuat metadata bibliografi di Indonesia
menjadi lebih standar.
maka perlu sosialisasi INDOMARC lebih intensif. Tentu saja setiap perpustakaan dapat
membuat atau menambahkan informasi tertentu sesuai kebutuhan perpustakaan mereka ke
dalam ruas (field/TAG) tertentu.
Praktek Copy Cataloging selain berfungsi untuk menyediakan format digital metadata
bibliografi bagi seluruh perpustakaan di Indonesia, sesungguhnya bermanfaat pula bagi
Perpustakaan Nasional untuk melakukan proses pengawasan bibliografi (bibliographic control)
di Indonesia. Proses pengawasan bibliografi adalah suatu usaha untuk mengetahui seluruh
terbitan Indonesia dan terbitan mengenai Indonesia, yang dilakukan antara lain melalui
mekanisme pembuatan ISBN (International Standard Book Number), dan melalui peraturan
Wajib Simpan Karya Tulis dan Karya Rekam ke Perpustakaan Nasional serta dengan cara
mengumpulkan bahan rujukan berupa bibliografi atau indeks. Hal ini dapat diketahui karena
menurut penelitian yang dilakukan tahun 2004 atas kerja sama Perpustakaan Nasional
dengan Perpustakaan IPB Bogor, terungkap bahwa hanya 27 persen buku yang dibuat
ISBNnya di Perpustakaan Nasional. Padahal buku yang terbit pertahun rata-rata 6355 judul.
Sehingga masih banyak buku terbitan Indonesia yang tidak dibuatkan ISBNnya dan tidak
diserahkan ke Perpustakan Nasional sesuai dengan peraturan Wajb Simpan Karya Tulis dan
Karya Rekam. Melalui mekanisme Copy Cataloging ini, apalagi jika diintegrasikan dengan
layanan Union Catalog, diharapkan akan lebih banyak lagi judul buku terbitan Indonesia yang
diketahui keberadaannya, karena dilaporkan sendiri oleh pemilik buku tersebut, melalui
layanan ini.
Jenis dokumen yang dapat ditampung dan dilayanankan metadata bibliografinya di pusat
layanan metadata bukan saja yang berbentuk buku, namun diharapkan untuk semua bentuk
dokumen, termasuk dokumen yang dikenal dengan istilah dokumen Grey Literature atau
Bahan Perpustakaan Kelabu atau abu-abu. Grey Literature adalah bahan perpustakaan yang
tidak diterbitkan dalam jumlah banyak dan tidak diperjualbelikan secara umum, sehingga
aksesibilitasnya kurang luas secara umum. Misalnya laporan penelitian, orasi guru besar,
disertasi, tesis dan skripsi dsb. Bahkan dewasa ini metadata dari konten multimedia sudah
banyak dimiliki oleh berbagai perpustakaan, misalnya metadadata untuk bahan perpustakaan
berupa gambar diam (still image), rekaman audio, serta rekaman video. Jika dalam sistem
Copy cataloging dan Union catalog yang dibangun akan dikaitkan dengan konten lengkapnya,
maka factor interoperabilitas makin perlu menjai perhatian. Hal ini karena akan terjadi
transaksi data elektronik bukan saja berupa teks, melainkan juga dalam bentuk berkas
elektronik multimedia.
Implementasi Copy Cataloging sesuai dengan prediksi John Ashford (seorang konsultan
pengembangan perpustakaan di Indonesia beberapa tahun lalu) yang menggambar diagram
perubahan paradigma kegiatan dalam bidang perpustakaan. Diagram dari John Ashford yang
menekankan perubahan fokus pekerjaan pustakawan dari teknis ke layanan langsung kepada
pengguna, karena itu pekerjaan mengkatalog dan mengklasir akan berkurang, antara lain
karena pustakawan hanya perlu melakukan copy cataloging dan tidak perlu sering melakukan
proses orginal cataloging. Perhatikan diagram yang dikutip
Automated
Selection/Acquisition
More sources
Cataloging/Circulation
Less manual works,
more sharing
10
User support
Gambar 1. Diagram Perubahan Fokus Pekerjaan Pustakawan Dalam Era Teknologi Informasi
informasi, yaitu pada level perangkat keras (hardware), level jaringan (network), level
perangkat lunak sistem dan aplikasi (software), serta level data. Untuk bidang perpustakaan
dalam level data lebih khusus masih ditambah lagi dengan standarisasi format pertukaran
data. Dalam konteks pembahasan makalah ini, interoperabilitas dimaksudkan adalah tingkat
kemampuan kerjasama antar sistem katalog perpustakaan berbasis teknologi informasi,
sedemikian rupa sehingga implementasi kerja sama saling memanfaatkan metadata bibliografi
melalui katalog perpustakaan dalam suatu sistem layanan copy cataloging dan/atau union
catalog dapat terjadi dengan derajat interoperabilitas tinggi, dalam arti semua informasi dari
semua pihak (repositori) dapat dimanfaatkan secara optimal oleh semua pihak yang
bekerjasama, termasuk oleh pengguna akhir (end-user).
Dengan demikian yang diharapkan adalah standar metadata, paket konten informasi, maupun
sistem aplikasi yang digunakan dalam seluruh komponen yang terlibat dalam konsep layanan
Copy cataloging dan/atau Union catalog sudah dapat saling berbicara atau berkomunikasi
11
dengan baik, sehingga tidak meninggalkan beda pengertian atau bahkan kehilangan
data/informasi (corrupted) akibat tidak adanya kompatibilitas antar komponen sistem.
Untuk menjamin tingkat interoperabilitastinggi, paling tidak terdapat dua buah standar protokol
(aturan) pertukaran data yang idealnya diterapkan dalam setiap software/aplikasi manajemen
perpustakaan. Ini bukan berarti hanya ada dua protokol ini. Karena masih ada protokol lain
yang dapat menjadi pilihan. Dua protokol itu adalah Z39.50 dan OAI-PMH (Open Archive
Initiative Protocol for Metadata Harvesting).
Berikut adalah beberapa protokol yang tersedia saat ini yang digunakan dalam rangka
meingkatkan interoperabilitas kerja sama antar sistem.
Antarmuka/Standar
OAI-PMH
RSS
ATOM
SRW/U
Z39.50
OpenURL
SQI
Keterangan
Memungkinkan metadata dan bahkan dapat juga konten yang
telah dikemas dengan tepat, dapat diambil melalui mekanisme
harvesting, agregasi (mengumpulkan) dan disebarkan lagi
(deliver) melalui layanan provider. Informasi lengkap dapat
diakses di http://www.openarchives.org
Memungkinkan kontrol terhadap gabungan metadata oleh
sejumlah repository ke pembaca RSS dan layanan/aplilkasi RSS
lainnya. Informasi lengkap dapat dilihat di
http://en.wikipedia.org/wiki/RSS_file_format
Seperti RSS, yang memungkinkan kontrol terhadap gabungan
metadata, namun selain itu dapat pula mengontrol konten
melalui Base64 encoding ATOM. Informasi lanjut dapat dilihat di
http://www.atomenabled.org
Memungkinkan penelusuran ke repositori tertentu atau ke
kumpulan repositori. SRW berstandar SOAP-full, sedangkan
SRU berstandar REST-full. Informasi lebih lengkap dapat dilihat
di http://www.loc.gov/standards/sru
Pelopor SRW/U dan mendahului Web itu sendiri, Z39.50 juga
memungkinkan penelusuran terfokus. Informasi lebih lengkap di
http://www.loc.gov/z3950/agency
Memungkinkan hubungan kontekstual antara sumber informasi
(resources), yang dapat mencakup keluar repository atau ke
dalam satu OpenURL. Informasi lebih lengkap dapat dilihat di
http://www.niso.org/standards/standard_detail.cfm?std_id=783
SQI (Simple Query Interface) dikembangkan untuk memfasilitasi
interoperabiliti antar repositori objek pembelajaran. Informasi
12
Keterangan
Terpusat (Centralised)
Terbagi (Distributed)
Metadata dan konten tetap disimpan di repositori masingmasing secara terpisah, dan pengguna akhir yang mencari
informasi melalui portal pusat dapat berintegrasi langsung
dengan sistem repositori yang terpisah-pisah itu
Dipanen (Harvested)
Didorong (Push)
Peer-to-peer
Protokol Z39.50
Protokol ini dimotori oleh Library of Congress dan sudah ada sejak tahun 1970an. Z39.50
merupakan protokol yang menganut pola interaksi client-server yang digunakan untuk
mengatur proses searching and retrieving informasi dari database komputer lain. Jadi, isinya
13
sebenarnya adalah sekumpulan perintah (berupa url command) yang digunakan untuk
melakukan aksi search, retrieve, sort, dan browse pada computer lain (yang lokasinya jauh,
tidak dalam satu sistem jaringan lokal, seperti di internet). Library of Congress menggunakan
protokol ini sehingga LoC dapat melayani (LoC sebagai server) setiap query (Z39.50
mendefinisikan Common Query Language) dari komputer lain melalui jaringan internet.
Sebagai ilustrasi penerapan sistem ini di Indonesia, PDII LIPI telah dibangun suatu sistem
yang mengintegrasikan beberapa sistem database yang berbeda, namun secara otomatis
dalam bekerja sama dalam sistem union catalog, saat ini sistem ini disebut OPAC Intergrasi.
OPAC Intergrasi PDII LIPI menerapkan protoko Z39.50.
perpustakaan dari enam satker (satuan kerja) dibawah PDII LIPI yang diintengrasikan.
Padahal ke enam perpustatakaan satker tersebut menggunakan sistem yang berbeda. SAda
yang menggunakan LARAS (buatan PDII LIPI), ada yang menggunakan SLiMS (Senayan),
ada yang menggunakan ISISONLINE serta juga dihubunkan dengan MySipisisPro. PDII LIPI
membangun server elib.pdii.lipi.go.id/union-opac yang bertindaksebagi server (pelayan) bagi
setiap request/pertanyaan penelusuran oleh khalayak umum. Namun, segera setelah
pertanyaan penelusuran itu diterima oleh server PDII-LIPI, ia berubah dan bertindak sebagai
client yang akan bertanya (melakukan query) kepada server-server di perpustakaanperpustakaan satker di bawah PDII-LIPI. Dan setiap perpustakaan di setiap satker akan
memasang server Z39.50. Sementara itu, PDII-LIPI sendiri juga menjadi server Z39.50 yang
ditanya oleh dirinya sendiri. Berikut adalah diagram konfigurasi instalasi Z39.50 di PDII-LIPI.
14
Z39.50
OPAC
Z39.50
Z39.50
Z39.50
Z39.50
Gambar 2. Diagram Konfigurasi Sistem OPAC Integrasi PDII LIPI dengan Protokol Z39.50
Protocol OAI-PMH
OAI-PMH yang diiinisiasi oleh OAI di awal tahun 2001, pada dasarnya sama dengan protokol
Z39.50. Kehadirannya bukan untuk menggantikan Z39.50, namun hanya menyediakan cara
yang lebih mudah diimplementasikan. Protocol Z39.50 memiliki fasilitas session management,
memfilter record yang dihasilkan dan fitur kompleks lainnya, namun OAI-PMH hadir dengan
tujuan mengurangi kendala teknis sehingga kendala interoperabilitas menjadi rendah.
Salah satu kemudahan OAI adalah OAI-PMH mewajibkan pertukaran data menggunakan
metadata Dublin Core (oai-dc xml). Inilah satu kendala teknis yang biasa menghalangi
interoperabilitas antar beragam format metadata. Misalnya ada USMARC, INDOMARC,
unstructured metadata dan memetakan antar metadata ini akan menjadi berformat Dublin
Core yang lebih bersifat general dan multi disipliner ilmu.
OAI-PMH menggunakan istilah data provider untuk penyedia data dan service provider untuk
penyedia layanan penelusuran ke sejumlah data provider. Beberapa protokol lain tidak
dibahas disini, karena tidak banyak digunakan dalam hal pertukaran data bibliografi.
Strategi Implementasi
15
Untuk dapat mengimplementasikan union catalog dengan modul copy cataloging sebenarnya
mutlak diperlukan implementasi salah satu dari standar-standar di atas. Dengan adanya
standar, maka kendala-kendala teknis menyangkut pemetaan (mapping) metadata masingmasing penyedia data dapat dengan mudah dilakukan.
Untuk meminimalisir kendala dalam membangun union catalog perlu dilakukan tahapan
evaluasi berikut:
1. Investigasi sistem, konektivitas dan format data setiap calon provider data
2. Pemetaan seluruh format data calon provider data
3. Penjajakan konvergensi format data melalui kemungkinan konsekuensinya sbb:
a. Penambahan fasilitas konversi ke format data yang seragam pada sistem manajemen
perpustakaan yang ada di setiap calon provider data namun belum mengimplementasikan
format standar interoperabilitas.
b. Pemilihan alternative penyeragaman sistem manajemen perpustakaan setiap data
provider
c. Implementasi sistem manajemen perpustakaan yang mendukung protokol pertukaran data
kepada data provider yang belum memiliki sistem manajemen perpustakaan (karena
hanya memiliki data saja)
d. Memasang konektivitas melalui jaringan internet untuk provider data yang sudah
menggunakan standar format data yang mendukung interoperabilitas namun belum online
(terkoneksike internet)
e. Memiliki konektivitas (opac online internet) namun tidak memiliki format data standar
interoperabilitas dan tidak mungkin ditambahkan fitur konversi data dinamis. Konsekuensi
yang paling besar kendala interoperability-nya karena harus dilakukan crawling, parsing,
dan indexing pada dokumen HTML yang dihasilkan dari OPAC internet setiap data
provider. Pilihan ini sangat sulit dan seharusnya menjadi pilihan terakhir apabila alternatif
di atas sudah tidak memungkinkan.
4. Proses integrasi dengan membangun sistem service provider di server pusat.
Penutup
Layanan Copy Cataloging yang diintegrasikan dalam layanan Union Catalog adalah layanan
suatu pusat medatata bibliografi yang memungkinkan perpustakaan lain melakukan proses
16
pengcopyan (menyalin) data bibliografi sebuah buku yang dimilikinya, yang kemudian data
bibliografi tersebut dapat dimanfaatkan untuk keperluan layanan pembuatan katalog
perpustakaan.
mengenai bahan perpustakaan melalui satu pintu gerbang utama pencarian informasi
sedemikian rupa sehingga dapat mengetahui dimana saja sebuh bahan perpustakaan dapat
ditemukan di perpustakaan yang tergabung dalam jaringan Union Catalog. Pusat layanan
Copy Cataloging
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, namun institusi lain selain Perpustakaan Nasional
dapat saja berinisiatif membangun sistem sepert ini. Banyak manfaat yang dapat diambil dari
kegiatan layanan Copy Cataloging dan Union Catalog yaitu :
1
Pengawasan bibliografi terhadap bahan perpustakaan baik yang diterbitkan maupun tidak
(grey literature) bisa lebih ditingkatkan sehingga pengawasan bibliografi nasional secara
menyeluruh bisa tercapai.
Biaya pembuatan katalog perpustakaan akan lebih murah dan lebih efisien, karena prinsip
copy cataloging adalah satu untuk semua.
perlu ditunjang oleh adanya pengatalog yang terlatih, yang dengan penuh
17
Daftar Pustaka
The ALA Glossary of Library and Information Science. Chicago: ALA, 1983
Awre, Chris and Swan, Alma. Linking uk repositories: Technical and organisational models to
support user-oriented services acrossinstitutional and other digital repositories. Scoping
study report.
Day, Michael; Heery, Rachel dan Powel, Andy. National Bibliographic Records in the Digital
Information Environmet Metadata, Links and Standards. Journal of Documentation,
55(1), January 1999: pp 16-32.
Godby, C.J., Young, J.A. and Childress, E. A repository of metadata crosswalks. D-Lib
Magazine, December 2004, 10 (12). Available at:
http://www.dlib.org/dlib/december04/godby/12godby.html
Lagoze, C. and Van de Sompel, H. The making of the Open Archives Initiative Protocol for
Metadata Harvesting. Library Hi Tech, 21 (2): 118-128.
Laporan Kajian Penerbitan Buku di Indonesia tahun 2002 dan 2003. Jakarta : Perpustakaan
Nasional RI, 2004.
Lynch, C.A. Institutional repositories: essential infrastructure for scholarship in the digital age.
ARL Bimonthly Report 226, February 2003. Available at
http://www.arl.org/newsltr/226/ir.html
Lyon, L. eBank UK: building the links between research data, scholarly communication and
learning. Ariadne, July 2003, Issue 36. Available at
http://www.ariadne.ac.uk/issue36/lyon/
Mason, Mayo K. Copy cataloguing : where is it taking us on our quest for perfect copy?.
Http://www.moyak.com/researcher/paper/clog4mkm.html. Diakses tanggal 30 April
2005.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pusat Pengembangan Perpustakaan. Prosiding
pengembangan jabatan pustakawan di Perguruan Tinggi Swasta. 2002. 98 p.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pusat Pengembangan Perpustakaan. Prosiding
rapat koordinasi kerja sama pengembangan jabatan pustakawan dengan pemerintah
provinsi, kabupaten/kota. Jakarta 4-6 Oktoer 2004.
Sulistyo-Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1991.
Wulandari, Lily, dan Wicaksana, I Wayan Simiri. Semantic-web solusi interoperabilitas
informasi sebagai
Penunjang jaringan sistem produksi.
18
JARINGANPERPUSTAKAANDIGITALDIINDONESIA:
PembelajarandariIndonesiaDLN,InherentDL,JogjalibforAll,GarudadanJogjalib.Net1
ArifSurachman,S.I.P.2
Abstrak
Kesadaran akan pentingnya diseminasi informasi dan ilmu pengetahuan serta
perkembangan teknologi informasi telah mendatangkan berbagai upaya dari
sebagianatausekelompokmasyarakatuntukmengembangkanjejaringinformasi
digital. Baik yang awalnya hanya diperuntukkan hanya sekedar berbagi
informasi bibliografis digital hingga kepada sharing ilmu pengetahuan dan hasil
karya yang tersimpan dalam format digital. Mereka mencoba berusaha untuk
menggabungkandanmenyatukanberbagaicontentdigital yangdimilikidalam
satu buah wadah yang diharapkan akan mampu memberikan kontribusi yang
positif bagi masyarakat. Di Indonesia, hal ini sebetulnya bukan merupakan hal
baru, bahkan sudah sekitar satu dasawarsa lalu (sejak awal millennium) upaya
upayamembangunjaringanperpustakaandigitalinidilakukan.Namunhasilnya
sampaisaatinibelumterlalumenggembirakan.Beberapaupayaitudiantaranya
dilakukanmelaluiIndonesiaDLN,InherentDL,PortalGarudaDikti,JogjalibforAll,
dan Jogjalib.Net. Apa yang sudah dilakukan bukannya gagal sama sekali, hanya
mungkin tidak seperti yang diharapkan sebelumnya. Ada berbagai macam
kendala dan pengalaman yang dapat menjadi media pembelajaran bagi upaya
membangun jaringan perpustakaan digital ke depan di Indonesia. Tulisan ini
mencoba ingin mengulas dari berbagai aspek berbagai hal yang menyangkut
upayamembangunjaringanperpustakaandigitaldiIndonesia.Salahsatufaktor
utama yang menjadi kendala dari keberadaan jaringan itu adalah masalah
kebijakan,aspekinteroperabilitas,danaksesolehpengguna.Disampingtentunya
adanya masalah lain seperti kesinambungan, sumber daya, pengelolaan,
infrastruktur, dan aspek teknis lainnya. i kajian dan analisis ini merupakan satu
bentuk lesson learned atau pembelajaran bagi pengembangan Perpustakaan
Digitaldimasayangakandatang.
Katakunci:PerpustakaanDigital,JaringanPerpustakaanDigital,Informasi
Digital,DigitalLibraries,JaringanPerpustakaanDigitalIndonesia,
Interoperabilitas
MakalahdisampaikandalamKonferensiDigitalIndonesia,Samarinda810November2011.
PustakawanFakultasEkonomikadanBisnis,UniversitasGadjahMada,Yogyakarta.Email:
arif@gadjahmada.edu,website:http://arifs.staff.ugm.ac.id
I. PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang
Perkembangan teknologi digital dan juga kesadaran akan kebebasan
informasi publik serta diseminasi informasi telah membawa banyak
perubahan terhadap pola penanganan koleksi dan informasi yang ada di
perpustakaan. Banyaknya informasi yang ada dan juga terbatasnya akses
kepada sumbersumber informasi tertentu menjadikan para pengelola
perpustakaan berinisiatif untuk membangun jaringan perpustakaan digital
yangakanmempermudahdanmemperluasaksesinformasiyangdimilikinya.
Pengelola dan pemerhati perpustakaan di Indonesia pun menyadari
akan kebutuhan itu. Sebelum dan awal millennium di Indonesiasudah mulai
dibentuk embrio dari sebuah jaringan perpustakaan digital yang diharapkan
akan mampu memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu
pengetahuan di Indonesia. Sekitar tahun 1998an Universitas Petra bersama
dengan 8 institusi membentuk jaringan InCUVL dan tahun 2000an muncul
sebuah proyek bersama yang bernama Indonesia Digital Library Network
(IDLN). Hermanto (2009) dalam artikelnya menyatakan bahwa IDLN
mempunyai misi Unlock access to Indonesian Knowledge dimana open
content dan content sharing ilmu pengetahuan menjadi fokus agar rakyat
Indonesiadenganmudahmengakseskepadailmupengetahuantersebut.
Kinisetelah11tahunlebihberlalu,InCUVLdanIDLNtidaklagiberdiri
sendiri, berbagai kelompok di Indonesia mulai mengembangkan konsep
jaringan perpustakaan digital baik yang berasal dari kalangan pemerintah,
swastamaupunkomunitasmasyarakat.Tentuhalinisangatmenggembirakan.
Namun disisi lain terdapat pula keprihatinan. Ternyata perkembangan dari
waktu ke waktu proyekproyek beberapa jaringan perpustakaan digital ini
mengalamipasangsurutbahkanadayangsampaiyangmatisuri.Salahsatu
faktor yang penting terkait permasalahan tersebut adalah masalah
interoperabilitasantarapenggunajaringan,disampingtentunyafaktorfaktor
lain seperti sustainability, masalah kebijakan, akses oleh pengguna, dan
masalahteknislainnya.
Terkait dengan masalah kebijakan, menurut Pendit dalam
pernyataannya kepada penulis menyatakan bahwa faktor yang cukup
mendasardanpentingdalammembangunsebuahperpustakaandigitaladalah
faktor kebijakan. Perpustakaan digital hendaknya mulai dibangun dengan
menyiapkan dokumen yang rapi dan jelas terkait dengan desain, kebijakan,
perencanaan, tujuan, dan langkahlangkah pengembangan ke depan, hingga
penanganan masalah teknis. Nah, hal ini juga ternyata sering dilupakan oleh
parapengembangperpustakaandigitaldiIndonesia.Tentuhalinitidakdapat
dibiarkanagarkedepanperkembanganjaringanperpustakaandigitalinitetap
dapatdipertahankandanterusberkembangdiIndonesia.
Menyikapi hal tersebut, maka perlu kiranya melihat kembali
perkembanganbeberapajaringanperpustakaandigitalyangadadiIndonesia,
serta upayaupaya yang sudah dan akan dilakukan. Tujuannya adalah agar
dapat dipetik pelajaran (lesson learned) bagi pengembangan jaringan
perpustakaan digital di Indonesia ke depan. Paling tidak tulisan ini akan
menggugah kita untuk berpikir kembali dan mencari solusi yang tepat bagi
permasalahanpermasalahan yang selama ini menghambat proses
pengembanganjaringanperpustakaandigitaldiIndonesia.
Selain itu, karena salah satu tujuan keberadaan perpustakaan digital
adalah melayani masyarakat atau komunitasnya, maka perlu juga dipelajari
bagaimana pandangan masyarakat pengguna terhadap keberadaan
perpustakaan digital di Indonesia. Melalui survei online yang dilakukan dan
disebarkan melalui berbagai milist yang berisi para pustakawan dan aktifis
atau pemerhati di bidang informasi, penulis mencoba untuk mengumpulkan
data terkait pandangan masyarakat terkait akses pada perpustakaan digital
yangadadiIndonesia,terutamayangmenjadikajiankaliini.
1.2. DefinisidanPengertian
KataPerpustakaandigitalsendirimerupakanterjemahanlangsungdari
digitallibraries(Pendit,2008).Katalibraries(denganes)yangberartijamak
sebetulnya sudah menunjukkan bahwa perpustakaan digital tidak berdiri
sendiri atau bisa dikatakan sebagai sebuah jaringan atau network . Hal ini
didukung oleh pernyataan Pendit (2008) yang mengatakan bahwa
perkembangan perpustakaan digital di dunia menunjukkan persamaan
menyolokdalamduahal,yakni:
Pembangunan perpustakaan digital merupakan upaya besar yang
melibatkan sekaligus banyak pihak, dengan dukungan formal dari
Negara
Perpustakaan digital dikembangkan sebagai sebuah jaringan raksasa
yang berupaya menghimpun keragaman sumber daya informasi,
denganmengandalkaninterkoneksitelekomunikasidaninternet.
Jadi dalam hal ini jelas bahwa yang dimaksud dengan perpustakaan
digital disini adalah merupakan sebuah jaringan kerjasama atau bukan
entitasyangberdirisendiri.
Interoperabilitasinilahyangakanmenyatukandanmenjadijembatan
bagi sebuah jaringan perpustakaan digital. Satu perpustakaan digital dengan
perpustakaan digital lainnya akan dapat saling berkomunikasi dan bertukar
informasi karena adanya faktor interoperabilitas diantara sistem atau
aplikasiyangdigunakan.
II. MENGENALJARINGANPERPUSTAKAANDIGITALDIINDONESIA
2.1.
IndonesiaDigitalLibraryNetwork(IDLN)
Indonesia Digital Library Network merupakan salah satu pioneer
dalam pengembangan jaringan perpustakaan digital di Indonesia. Adalah
PerpustakaanInstitutTeknologiBandung(ITB)yangmenjaditempatdimulai
nyasebuahpilotprojectbagipembangunanjaringanperpustakaandigitaldi
Indonesia.
Hermanto(2009)dalammakalahnyamengatakanbahwapadaawalnya
IDLN ini dikembangkan hanya untuk keperluan internal, namun dikemudian
hariupaya inidiperluasmenjadisebuahprogramyang diharapkanmampu
berkembang secara nasional bahkan internasional yang akan menyatukan
berbagaipengetahuandaninformasidigital.OnnoWPurbodanIsmailFahmi
adalah dua nama yang tidak lepas dari proseslahirnya IDLN ini dari sebuah
BerikutinistatistikdatakontributordarimasingmasingsituswebIDLN
yangmasihaktif:
Grafik1.StatistikIDLNGDL.ITB.AC.ID
Grafik2.StatistikIDLNHUB.INDONESIADL.NET
2.2.
JaringanInherentdanPortalGaruda
2.2.1. JaringanPerpustakaanDigitalINHERENT
INHERENT merupakan kependekan dari Indonesia Higher Education
Network atau Jaringan Perguruan Tinggi Indonesia, yaitu jaringan teknologi
informasi dan komunikasi yang menghubungkan setiap perguruan tinggi di
Indonesia (inherentdikti.net). Jaringan ini dibangun oleh DIKTI pada tahun
2006 sebagai bentuk dari implementasi kebijakan strategi jangka panjang
Portalgarudainidapatdiaksesmelaluialamathttp://garuda.dikti.go.idatau
http://garuda.kemdiknas.go.id.
2.3.
JogjaLibraryforAll
2.4.
Jogjalib.Net
Satulagijaringanperpustakaandigitalyangdirintisdaridaerahyakni
Jogjalib.Net. Awalnya Jogjalib.Net adalah merupakan proyek ujicoba yang
dilakukanolehkomunitaspenggunaperangkatlunakSLIMS(SenayanLibrary
Information Management System) yang berada di Yogyakarta. Jaringan ini
memangdibentuksebagaimediapembelajaranbersamadalammembangun
sebuahjaringaninformasidigitalberbasisSLIMS.
Grafik5.StatistikRekodDataJogjalib.Net
TahapawaliniJogjalib.Nethanyamencobamenggabungkanberbagai
metadata katalog yang ada, tapi ke depan tidak menutup kemungkinan
dikembangkan menjadi sebuah jaringan perpustakaan digital yang tidak
hanya berisi informasi bibliografis dalam katalog akan tetapi juga content
contentdigitalyangdapatdiaksessecaralangsung.Jaringanperpustakaanini
dapatdilihatdalamsitushttp://www.jogjalib.net
III. JARINGANPERPUSTAKAANDIGITALDANPERMASALAHANNYA
Jaringan perpustakaan digital di Indonesia muncul karena adanya
semangat untuk berbagi ilmu pengetahuan dan informasi serta sebagai upaya
untuk memberikan kemudahan akses bagi masyarakat di Indonesia. Penggagas
awal biasanya memang berasal dari kalangan akademisi di lingkungan
pendidikan, walaupun ada juga yang berasal dari masyarakat atau komunitas.
Latarbelakangpenggagasdanorganisasiataulembagayangterlibatdidalamnya
menjadikan jaringan perpustakaan digital dapat berisi beraneka ragam jenis
penyedia informasi digital maupun yang hanya berasal dari satu lembaga atau
komunitas tertentu yang memiliki kesamaan baik dari segi informasi yang
dikelolamaupunpenggunanya.Demikianpuladengantatacarapengelolaannya,
terdapatberbagaiperbedaanyangkedepandapatmenjadipenghambatapabila
tidak direncanakan dengan baik. Seperti masalah kebijakan, masalah
interoperabilitas, masalah akses pengguna, masalah jaminan keberlangsungan,
masalahinfrastrukturdanlainsebagainya.
Permasalahandiatasjugatidakluputdialamiolehjaringanperpustakaan
seperti IndonesiaDLN, InherentDL, Portal Garuda, Jogja Library for All dan
Jogjalib.Net. Pembahasan selanjutnya penulis mencoba untuk memberikan
sedikitgambaranbeberapapermasalahanyangadadalamjaringanperpustakaan
digitaldiatas.
Kajian ini dilakukan dengan melakukan wawancara dengan beberapa
pengelola jaringan perpustakaan digital di atas dan survei pengguna yang
melibatkantidakkurangdari80respondendiseluruhIndonesiayangtergabung
dalam
milist
theics@yahoogroups.com,
icsisis@yahoogroups.com,
IndonesiaDLN@yahoogroups.com,
pustakawanmeneliti@yahoogroups.com,
pustakawanUGM@yahoogroups.com,
pipiuinsuka@yahoogroups.com,
indolib@yahoogroups.com, dan referensimaya@yahoogroups.com. Adapun
sebaranrespondendilihatdariprofesinyaadalahberasaldariprofesipustakawan
(63),PekerjaInformasi(6),Dosen/Guru(5),Mahasiswa/Pelajar(2),Karyawan
Swasta (1), dan profesi lain (3). Sedangkan apabila dilihat dari asal responden,
sebarannya adalah DKI Jakarta (21), DIY (21), Jabar (16), Jatim (12), Jateng (4),
Banten(2)danLuarJawa(4).
Untuk mempermudah kajian, maka permasalahan dalam jaringan
perpustakaan digital ini akan dibagi menjadi 3 bagian besar yang menurut
penuliscukuppenting,yaknipermasalahankebijakan,interoperabiltasdanakses
olehpengguna.
3.1. SisiKebijakan
Masalah kebijakan merupakan masalah penting yang sering diabaikan
olehparapengelolajaringanperpustakaandigital.Padahalkebijakaninilahyang
akan menjadi dasar utama bagi keberhasilan sebuah perpustakaan digital (dan
jaringannya),karenadalamkebijakaninilahsemestinyadiaturberbagaihalmulai
dari desain, perencanaan, tujuan, arah, pendanaan, infrastruktur, aplikasi,
standardata,danhalteknislainnya.Kalopunadakebijakanseringkalibersifat
kesepakatan yang kurang mengikat dan tidak dilandasi sebuah desain yang
menyeluruh. Hal ini menghasilkan jaringan hanya berjalan ketika pada awal
projek setelah itu mati, dikarenakan tidak ada lagi yang memayunginya,
berhentinyakomitmenparakontributor,tidakadanyadanauntukinfrastruktur,
hinggatidakadanyapersoninchargeyangmenanganihalhalteknis.
Masalah kebijakan ini juga terlihat pada pola pengembangan kelima
jaringan perpustakaan digital di Indonesia yang kita kaji. IndonesiaDLN sendiri
menyadariini,Hermanto (2009) dalammakalahnyamenyampaikanbahwasifat
organisasi yang independent dimana hanya berdasar pada inisiatif anggota
menyebabkanaktivitascontentsharingtidakbersifatarahandalambentuktop
down sehingga perkembangan content menjadi lambat dan tidak jelas. Hal ini
jelas akibat tidak adanya suatu kebijakan baku yang mendasari para anggota
jaringan dalam beraktifitas dan berkontribusi. Inherent dan Portal Garuda juga
demikian, DIKTI lebih memposisikan sebagai sebuah institusi penyedia fasilitas
daninfrastrukturtanpadibarengidengansebuahkebijakanyangmengikatpara
anggota atau kontributornya. Hal ini memberikan potensi bahwa jaringan ini
akan mati begitu DIKTI lepas dari program ini atau projek ini dianggap selesai
dantidakadalagiinstitusiyangmenaunginya.HalsamaterjadipadaJogjalibrary
forAll,dukungankebijakansangatbergantungpadakeadaanbirokrasi.Priyanto
dalam makalahnya menyatakan bahwa pergantian kepemimpinan di
Perpustakaan Daerah (BPAD) sebagai institusi yang menaungi program Jogja
Library for All memberikan kontribusi bagi lambatnya perkembangan jaringan
perpustakaanini.Danitusemuamuaranyaadalahmasalahkebijakandandesain
yang kurang matang, sehingga kebijakan yang ada tak lebih hanya sekedar
sebuahkesepakatanyangitumudahsekaliberubahseiringdenganperjalanan
waktu. Jogjalib.Net yang berbasis komunitas lebih beresiko lagi apabila
komitmen dari para anggota jaringan tidak kuat. Karena dengan pembentukan
yang berasal dari rasa solidaritas ini harus mampu menjaga ritme semua
anggota sehingga tidak bernasib seperti IndonesiaDLN yang karena
independensinya justru sulit menjadi berkembang, walaupun sampai saat ini
tetapberusahauntukbertahan.
3.2. SisiInteroperabilitas
Hal penting yang sering menjadi momok bagi pembangunan sebuah
jaringan atau sistem, apalagi jika berangkat dari desain yang berbeda adalah
masalah interoperabilitas. Interoperabilitas sendiri dalam Wikipedia dibedakan
Compatibility
DeFactoStandard
Interoperability
Masalahinteroperabilitassendiri,apabiladikaitkandenganperpustakaan
digital paling tidak menyangkut beberapa aspek. Miller dalam Pendit (2008)
mengatakan bahwa interoperabilitas berkaitan langsung dengan penggunaan
standardanmengandungaspekaspekseperti:
Technical interoperability, yakni merupakan standar komunikasi,
pemindahan,penyimpanandanpenyajiandatadigital.
Semantic interoperability, yakni merupakan standar penggunaan
istilahdalampengindeksandantemukembali.
Political/human interoperability, yakni merupakan keputusan untuk
berbagibersamadanbekerjasama.
Intercommunityinteroperability,yaknimerupakankesepakatanuntuk
berhimpunantarinstitusidanberagamdisiplinilmu.
Aspek Inter
operabilitas
IDLN
INHERENTDL
GARUDADIKTI
JLA
Technical
(+)
Inherent
menyediakan
jaringan
dan
bandwidth
tersendiri.
(+) Dukungan
teknis
dari
DIKTI
terkait
infrastruktur
ServerInduk.
()
Masih
belum adanya
aplikasi yang
tetap
bagi
pengembanga
n JLA ke
depan.
()
Hanya
tergantung
pada
satujenisperangkat
lunak yakni GDL;
Tergantung
kemampuan
masing2
perpustakaan untuk
tetaponline
Semantic
() Ketergantungan
terhadap
ketersediaan
jaringan,
ketika
jaringan
mati
maka
seluruh
jaringan
perpustakaan
digital juga mati
atauberhenti.
()
Ketergantungan
terhadap DIKTI
membuataspek
teknis
ini
mempunyai
potensi untuk
menjadi
penghambat
apabila
dukungan DIKTI
()
berhenti berhenti.
sebelum jaringan
sempat
berkembang
N.A.
JLN
(+)
Menggunakan
satuperangkat
lunak
yakni
SLIMS
yang
memungkinka
n
untuk
terhubung ke
() Pertukaran luar aplikasi
baru sekedar lain.
metadata
(cataloginduk) ()
Potensi
pendanaan
() tergantung untuk hosting
pada support hanya
produsen
disediakan
dalam
oleh pengelola
memberikan
komunitas.
datanya.
() perbedaan (+)
Standar
metadata
metadata
menjadikan
disepakatibersama
banyakdatadi
server induk
yang
tidak
lengkap atau
belum dapat
diakomodir.
()
Tidak
ada
kesepakatan
mengenai
penggunaan istilah,
terbukti
ada
duplikasi
penggunaanistilah.
Political
Human
Inter
community
Legal
()
untuk
penggunaan
istilah belum
ada
kesepakatan
() belum ada
kesepakatan
penggunaan
istilah
(+)
Mampu
menggabungka
n
berhagai
sumber
dari
komunitas
perguruan
tinggi
dan
lembaga
penelitian.
()
seputar
perpustakaan
perguruan
tinggi
(+)OpenSource
N.A.
N.A.
()
tidak
ada
kesepakatan
masalah hak akses
sudahsama
N.A.
(+)Timbuldari
kesadaran
untuk berbagi
dan
belajar
bersama
() tidak ada
kesepakatan
yangmengikat
(+) Mencoba
menghubungk
an beberapa
perpustakaan
PT
(+)
sangat
terbuka,
mampu
menghubungk
an berbagai
perpustakaan
Masih digital
()
baru
sebatas
pengguna
SLIMS
(+)
Open
Source
() tidak ada
kesepakatan
danisi
International
masalah hak
aksesdanisi
(+) Mencoba N.A.
memasukkan
database
e
journal (EBSCO
+PROQUEST)
(+)
Punya
kemampuan
untuk berbagi
data dengan
standar
internasional
sepertidengan
Library
of
Congress,dll
() tidak ada
kesepakatan
untuk tukar
menukar data
dengan
institusi
internasional
3.3. SisiAksesolehPengguna
Masalah akses juga menjadi hal yang diperhatikan oleh para pengguna.
Hasilsurveiyangdilakukanjugamenemukandatamenarikmengenaiaksesoleh
pengguna. Dari 80 responden yang ada ternyata ada 9 responden yang tidak
mengetahui keberadaan jaringan perpustakaan digital di Indonesia. Fakta lain
menunjukkan bahwa untuk saat ini Portal Garuda DIKTI menjadi jaringan yang
palingpopulerdanseringdiaksesolehresponden.
Berikutinigambaranpopularitasjaringanperpustakaandigitaldanakses
olehresponden:
NAMAJARINGAN
POPULARITAS SERINGNYA
FREKUENSIAKSES
PORTALGARUDA
57Responden 39Responden
INDONESIADLN
37Responden 11Responden
JOGJALIB.NET(JLN)
23Responden
14Responden
JOGJALIBFORALL(JLA)
16Responden
4Responden
INHERENTDL
16Responden
1Responden
5Responden
LAINNYA: INCUVL, APTIK, JPLH, 7Responden
PRIMURLIB, KATALOGBERSAMA.NET,
dan jaringan perpustakaan digital
lokal.
Masihbanyakinformasiyangkuranglengkapbahkankosong.
Lambatnyaperkembanganisidatabaseyangada,kuranguptodate.
Sistemfolderyangtidaktersusunsecararapidankadangterjadiduplikasi.
Pergantianalamatsituswebuntukakses
Masih banyak yang sekedar menampilkan metadata atau data bibliografi,
belumsampaikepadaaksesfulltext.
Jaringan(server)yangseringdownatauoffline.
Untuk itu menjadi pekerjaan rumah bagi kita bersama agar ke depan
permasalahan akses di atas juga harus menjadi pertimbangan bagi para
pengelola jaringan perpustakaan digital. Karena salah satu kunci kesuksesan
jaringanperpustakaandigitaladalahketerpakaiandanaksesolehpenggunaatau
masyarakat, semakin banyak masyarakat yang menggunakan dan merasa
terbantu dengan keberadaan jaringan perpustakaan digital tersebut maka nilai
keberhasilanjaringanperpustakaandigitalsemakinnyata.
IV. UPAYADANREKOMENDASIBAGIPENGEMBANGANPERPUSTAKAAN
DIGITALDIINDONESIA
ParapengembangdanpengelolajaringanperpustakaandigitaldiIndonesia
bukannya tidak melakukan upayaupaya pembenahan terhadap beberapa
permasalahan yang ada. Jaringan Perpustakaan Digital IDLN misalnya telah
menyiapkan aplikasi dan standar metadata yang menjadi solusi masalah
interoperabilitasteknis,semanticdanlegal.Sedangkanuntukmempertahankan
sustainabilitas,IDLNmengadakanpertemuansecararutinsertamembuatmilist
untukparapengelolaataukontributordiIDLN.KemudianportalGarudamelalui
DIKTI juga cukup progressif untuk melakukan upaya pengayaan bagi database
portal dengan meminta kontribusi dari para dosen dan lembaga pendidikan
tinggisertaberupayamemasukkanakseskedalamdatabaseyangdilangganoleh
DIKTI. Sedangkan Jogja Library for All juga melakukan berbagai upaya untuk
tetap bertahan dengan mengajak lebih banyak lagi perpustakaan untuk
bergabung, dan melakukan pertemuanpertemuan untuk melakukan perbaikan
teknis dan juga mematangkan konsep yang ada. Jogjalib.Net sampai saat ini
melakukan upaya mengkoneksikan berbagai data dari berbagai perpustakaan
yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya, dengan membebaskan siapapun dan
lembaga apapun bergabung didalamnya. Bahkan untuk saat ini pendanaan
server induk masih didukung sepenuhnya oleh komunitas SLIMS Yogyakarta
sebagai pengelola. Untuk InherentDL saat ini sudah tidak lagi diadakan
perbaikan dikarenakan memang selesai begitu proyek INHERENT berhenti,
walaupunsalahsatusitusatauservernyamasihdapatdiakseshinggasekarang.
Perlu disiapkan sumber daya yang lebih baik, baik sumber daya
manusianya maupun sumber daya informasinya, sehingga jaminan
kualitas dan keberlangsungan jaringan perpustakaan digital tidak
terkendalamasalahteknisdanselaluuptodate.
V. PENUTUP
JaringanperpustakaandigitaldiIndonesiasebetulnyacukupberkembang
dan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. Bahkan tidak hanya yang
disebut di atas, sebetulnya masih ada jaringan perpustakaan digital lainnya
seperti INCUVL, APTIK, Jaringan Perpustakaan Lingkungan Hidup dan lain
sebagainya. Kiranya apabila masalah dimensi teknis dan dimensi sosial dalam
KREDIT:AdityaNugraha(PETRAINCUVL),BeniRioHermanto(IDLN),IdaFajar
Priyanto(JLA),IsmailFahmi(IDLN),KlarensiaNaibaho(GARUDA),Purwoko(JLN),
PutuLaxmanPendit(Melbourne),RizalFathoniAji(GARUDA),UmiProboyekti
(JLA)
Abstrak
Beragamnya perangkat lunak yang digunakan dalam perpustakaan
digital, menghasilkan berbagai kendala dalam pertukaran informasi.
Kendala-kendala yang menimbulkan biaya yang tidak sedikit.
Interoperabilitas mampu mengurangi biaya dan waktu yang diperlukan
untuk pertukaran informasi antar perpustakaan. Interoperabilitas antar
perangkat lunak juga mampu mempermudah proses upgrade ataupun
migrasi perangkat lunak yang dilakukan oleh sebuah perpustakaan.
Namun kurangnya kemauan berbagi data dan informasi (resource
sharing) antar stakeholders mengakibatkan munculnya kesulitan dalam
pengembangan interoperabilitas aplikasi perpustakaan digital untuk
mempersatukan berbagai sistem informasi. Setiap stakeholder
mempunyai persepsi masing-masing mengenai interoperabilitas
perpustakaan digital. Penelitian ini bertujuan memaparkan persepsi
stakeholders akan interoperabilitas perpustakaan digital pada 115 pustaka
yang ditemukan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian pustaka.
Kajian ini menganalisis pustaka yang membahas tentang interoperabilitas
baik yang ditulis oleh akademisi, peneliti, penerbit, pengelola
perpustakaan, mahasiswa perpustakaan maupun berbagai stakeholders
dalam bisnis multimedia lainnya di berbagai negara dalam bentuk artikel,
karya ilmiah maupun laporan di media massa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi stakeholders
tentang interoperabilitas berbeda. Sebagian besar aplikasi sistem
informasi perpustakaan digital belum saling terhubung, sering ditemukan
ketidaksesuaian data antara sistem di satu perpustakaan dengan
perpustakaan lainnya. Banyaknya pembangunan berbagai aplikasi sistem
interoperabilitas
namun
kemauan
untuk
berbagi
maupun
mengkomunikasikan data dan informasi yang dimiliki masih kurang.
Kata kunci : stakeholders,
perpustakaan digital
interoperabilitas,
resource
sharing,
Pendahuluan
Perpustakaan digital menggambarkan berbagai kegiatan yaitu
manajemen data, temu kembali informasi, ilmu perpustakaan, manajemen
dokumen ke layanan web, sistem informasi, proses visualisasi koleksi dan
jaringan, kecerdasan artifisial, interaksi komputer dengan pengguna dan
sebagainya. Perpustakaan digital merupakan aplikasi yang multidimensi
dimana dimensi berbagai kepentingan berkaitan dengan konten, sistem
dan kebijakan organisasi. Kata sistem sebagai kata kunci dalam
perpustakaan digital. Sistem perpustakaan digital dan sistem manajemen
perpustakaan
digital
dengan
fitur
pengguna,
operasional
dan
admin
sistem
dan
pengembang
aplikasi.
Kerangka
sistem
interoperabilitas
memungkinkan
berbagai
organisasi dapat bekerja sama. Kondisi saat ini, organisasi masih bekerja
sendiri. Padahal dengan perkembangan teknologi dan jaringan, organisasi
harus bergerak dari arsip digital yang terisolasi menuju perpustakaan
digital yang mempunyai ruang informasi umum yang dapat digunakan
oleh pengguna untuk penelusuran dengan berbagai sumber yang berbeda
dengan satu sistem yang terintegrasi.
Makalah ini memberikan gambaran persepsi stakeholders tentang
sistem
interoperabilitas
perpustakaan
digital
di
berbagai
negara.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library
research). Metode riset kepustakaan (Zed, 2004: 3) ialah serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,
membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Data berupa
sumber sekunder yaitu artikel, hasil penelitian dan laporan. Beikut tahapan
pengumpulan data :
1. Data
dikumpulkan
kepentingan
berdasarkan
interoperabilitas
3
kata
perpustakaan
kunci
pemangku
digital,
sistem
interoperabilitas,
system
interoperability, digital
interoperability,
library interoperability
stakeholders
serta
sistem
tentang
persepsi
pemangku
kepentingan
tentang
sistem
dilakukan
interoperabilitas
yang
dititikberatkan
perangkat
lunaknya.
Persepsi
pada
sistem
sehingga
interoperabilitas
dimanapun
mereka
yang
dan
membangun
dapat
kapanpun.
standar
digunakan
oleh
Berikut
contoh
sistem
siapapun,
definisi
interoperabilitas:
Interoperability is the ability of disparate and diverse
organisations to interact towards mutually beneficial and agreed
common goals, involving the sharing of information and
knowledge between the organizations via the business
processes they support, by means of the exchange of data
between their respective information and communication
technology(ICT) systems. (European Commission adopts the
European Interoperability Framework (EIF), h.11)
Penutup
Penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi stakeholders tentang
interoperabilitas berbeda. Sebagian besar aplikasi sistem informasi
perpustakaan
digital
belum
saling
terhubung,
sering
ditemukan
interoperabilitas
namun
kemauan
untuk
berbagi
maupun
dan
kemudahan
akses
informasi
pada
sistem
Daftar Pustaka
Pendahuluan
Perpustakaan digital di Indonesia semakin berkembang seiring kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK). Masing-masing perpustakaan menggunakan sistem informasi
yang berbeda karena berbagai pertimbangan kepentingan institusi. Perpustakaan Universitas
Atma Jaya Yogyakarta yang merupakan perpustakaan perguruan tinggi juga menggunakan
sistem informasi dalam rangka memenuhi kebutuhan civitas akademika untuk memperoleh
1
informasi yang lengkap dalam proses pembelajaran. Hoo dalam Solichin (2011) menyebutkan
prioritas utama penyediaan sumber-sumber informasi digital, di lingkungan perpustakaan
perguruan tinggi diarahkan pada pengembangan strategi dan sistem dimana para mahasiswa dan
dosen dapat memperoleh akses yang maksimal terhadap sejumlah layanan dan sumber-sumber
informasi perpustakaan baik lokal maupun jarak jauh. Memahami akan pentingnya kebutuhan
informasi bagi anggota, perpustakaan tinggi hampir sebagian besar sudah menggunakan sistem
informasi. Semakin banyak perguruan tinggi yang mengembangkan sistem informasi, maka
semakin banyak ragam data yang digunakan.
Keinginan untuk mewujudkan sistem informasi di perpustakaan merupakan hal positif
yang perlu di cermati karena data-data yang merupakan bagian dari sebuah sistem informasi
akan mudah untuk diakses minimal bagi pengguna secara terbatas di lingkungannya. Seiring
dengan perkembangan model digitalisasi dalam sistem informasi masing-masing perguruan
tinggi , maka akan semakin banyak ragam data yang berbeda satu sama lain. Sistem informasi
biasanya dibuat sesuai kemampuan masing-masing misalnya anggaran yang terbatas dan sumber
daya manusia yang kurang memadai. Sistem informasi yang dibangun tanpa melakukan
komunikasi dengan perpustakaan lain sering menghambat perpustakaan untuk saling
berkomunikasi mengenai koleksi masing-masing. Informasi yang tidak bisa diakses secara
bersama menyebabkan ketidakefisienan dalam mencari sumber-sumber informasi. Di sisi lain
pemustaka harus di buat nyaman dalam menelusur informasi yang dikehendaki. Pemustaka tidak
harus mengetahui model dan cara yang dipakai untuk menghasilkan informasi, yang terpenting
adalah kelengkapan informasi didapatkan. Model tertentu harus diupayakan untuk membantu
menjembatani informasi yang masih berada dalam pulau pulau informasi (istilah depkominfo
untuk informasi yang tidak saling terkait) menjadi suatu informasi yang terintegrasi yang disebut
interoperabilitas. Interoperabilitas akan menjadi sangat penting dilakukan agar pencari informasi
dapat menemukan informasi yang diperlukan secara efisien dan lengkap
Pengertian Interoperabilitas
IEEE (1990) The ability of two or more systems or components to exchange information and to
use the information that has been exchanged..
Taylor (2004 the compatibility of two or more system such that they can exchange information
and can use the exchanged information and data without any special manipulation
NISO(2004) the ability of multiple systems, using difference hardware and software platforms,
data structures, and interfaces, to exchange and share data.
dilakukan untuk menjembatani beberapa kesulitan anggota komunitas yang belum memiliki
sarana dan prasarana yang memadai untuk membuat sistem perpustakaan yang kompatibel untuk
dapat berbagi data secara langsung disamping kesiapan sumber daya manusia yang tidak merata
antar anggota komunitas. Model ini mudah dilakukan oleh anggota komunitas, meskipun
ketergantungan terhadap pengembang sangat besar. Anggota komunitas juga melakukan
pekerjaan dua kali karena proses pertukaran informasi menggunakan data yang harus melalui
proses transfer setiap kali akan melakukan penambahan data untuk keperluan kerjasama. Model
kerjasama menggunakan format tunggal dengan APTIK ini juga menunjukkan bahwa
komunitasnya sangat dekat dan intens dalam berkomunikasi sehingga sistem informasi yang
besar dan satu sistem dapat menunjukkan kesatuan komunitas melalui satu sitem informasi.
Kerjasama dengan APTIK ini melalui beberapa uji coba sistem informasi, walaupun semua
kerjasama yang dilakukan menggunakan format tunggal, tetapi perkembangan kerjasamanya
melalui beberapa tahapan.
Tahap pertama : menggunakan data CDS/ISIS yang dikirim melalui disket atau CD, kemudian
disatukan dalam katalog induk menggunakan sistem informasi CDS/ISIS, kegiatan ini dilakukan
sampai dengan tahun 2000
Tahap kedua : masih menggunakan
Perpustakaan Aptik menggunakan situs JPA melalui jpa.aptik.or.id untuk mengganti katalog
induk yang digunakan
Tahap ketiga : menggunakan APTIK Digital Library (ADL) yang menyatukan semua data dalam
sistem informasi berbasis web. Perkembangan ADL adalah bahwa semua dilakukan secara
terstruktur oleh admin yang ditunjuk oleh masing-masing perguruan tinggi anggota. Model
interoperabilitas yang digunakan adalah tetap menggunakan format tunggal.
Kerjasama yang lain dilakukan dengan model interoperabilitas antarsistem. Model ini
dikembangkan oleh Jogja Library for All (JLA) yang memberikan informasi katalog pada setiap
anggota komunitas yang ikut di dalamnya. Berbeda dengan kerjasama yang dilakukan dengan
menggunakan format tunggal, kerjasama yang dilakukan ini sistemnya menerapkan
interoperabilitas yang sebenarnya. Perpustakaan UAJY dibantu oleh tim Teknologi Informasi
Universitas UAJY (Kantor Sistem Informasi) bekerjasama dengan tim pengembang JLA (waktu
itu GAMATECHNO) melakukan pemetaan data informasi yang dimiliki oleh UAJY agar dapat
digunakan dalam pengembangan kerjasama dengan JLA. Standar yang telah disepakati akan
5
dilakukan oleh tim TI dengan mempersiapkan program berbasis web service sebagai penghubung
kerjasama.
Proses-proses yang dilakukan dalam rangka kerjasama diatas menunjukkan bahwa
perpustakaan perlu memiliki sumber daya manusia yang dapat memahami bahwa kerjasama
sangat diperlukan dalam berbagi data dan informasi antar perpustakaan sekaligus dapat
melakukan kerjasama dengan tenaga teknologi informasi di institusi jika perpustakaan memang
belum memiliki sumber daya yang menguasai teknologi informasi. Berikut ini kami sampaikan
contoh kerjasama yang dilakukan dengan Jogja Library for All.
Model interoperabilitas yang terlihat pada gambar menunjukkan bahwa interoperabilitas berjalan
pada sistem informasi komunitas JLA setelah melalui proses interoperabilitas pada masingmasing perguruan tinggi yang tergabung didalamnya. Standar acuan interoperabilitas untuk
pertukaran data yang digunakan akan membuat perpustakaan digital komunitas berjalan standar,
meskipun setiap anggotanya menggunakan sistem informasi yang berbeda. Keuntungan
menggunakan
interoperabilitas
adalah
mudah
dilaksanakan
dan
mengurangi
faktor
ketergantungan terhadap pengembang. Beberapa referensi yang ada menunjukkan bahwa saat ini
model yang ideal digunakan adalah interoperabilitas antar sistem yang pelaksanaannya dilakukan
pada awal kerjasama, dan kegiatan berikutnya sudah berjalan dengan sendirinya dengan standar
yang telah disepakati, sehingga perpustakaan perguruan tinggi yang tergabung dalam Jogja
6
Library for all (JLA) yang menggunakan sistem informasi beragam seperti SHINTA,
SENAYAN, WINISIS,NCI BOOKMAN dan sistem informasi lain dapat disatukan dalam
katalog Jogja Library for All. Kunci yang memudahkan proses interoperabilitas di JLA bukan
saja dari sisi kerjasama yang dilakukan, tetapi pemodelan standar perpustakaan seperti format
Dublin core sangat membantu proses pembuatan program yang menghubungkan antar sistem.
Penutup
Interoperabilitas antar komunitas memerlukan kebijakan secara teknis seperti
penyeragaman format dan teknis bagaimana data dipertukarkan. Kerjasama yang dilakukan
dengan model interoperabilitas menjadikan perpustakaan menyadari pentingnya standar metadata
bagi perpustakaannya. Standar seperti MARC, DUBLIN CORE yang memang dimiliki oleh
ranah perpustakaan dapat menjembatani dan memudahkan hal-hal teknis yang harus dilakukan
dalam berbagi informasi. Pengetahuan ini seharusnya sudah harus disosialisasikan kepada
pustakawan terutama yang akan melakukan kerjasama. Keamanan informasi juga penting untuk
dipikirkan bersama, jika komunitas antar perpustakaan perguruan tinggi sudah saling
bekerjasama, maka kewenangan baik antar komunitas atau kesepakatan di dalam komunitas
perlu diperjelas secara tegas agar jalannya kerjasama dapat dilaksanakan dengan baik. Gagasan
untuk menggabungkan komunitas menjadi komunitas yang lebih besar yang perkembangannya
dapat signifikan berjalan akan meminimalkan kesenjangan yang terjadi diantara anggota
komunitas. Fasilitas bersama yang dilayankan juga akan lebih memuaskan pemustaka dalam
mencari sumber-sumber informasi. Penentu kebijakan yang menjadi wadah bagi komunitas yang
besar ini menentukan jalannya pertukaran data antar komunitas. Pengalaman melakukan
berbagai kerjasama ini merupakan pelajaran yang berharga bagi perpustakaan Universitas Atma
Jaya Yogyakarta untuk dapat melakukan kerjasama lain dengan persiapan yang matang baik dari
sisi sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai teknologi informasi,
sekaligus
paham
akan
kepustakawanannya
dalam
kapasitas
perpustakaan
sebagai
PUSDOKINFO.
Daftar pustaka
respon
dari
URI
tersebut
akan
menampilkan
dari
pangkalan
data
sebagai
berikut:
Metadata
kemudian
dapat
diambil
oleh
anggota
jaringan
lainnya
dengan
menggunakan
protokol
OAI-PMH,
sehingga
terjadi
hubungan
acak
diantara
anggota
jaringan
IndonesiaDLN.
Gambar
2:
Pola
Hubungan
Acak
Pada
jejaring
IndonesiaDLN
masing-masing
anggota
dapat
mengambil
sumber
data
dari
server
pusat
atau
langsung
pada
anggota
lainnya
dengan
syarat
mengetahui
PINTU
mana
yang
digunakan
untuk
berhubungan.
GDL
v.
4.2
memberikan
kemudahan
dalam
komunikasi
data,
yaitu
modifikasi
protokol
OAI
itu
sendiri,
pada
umumnya
protokol
yang
disediakan
hanya
HARVESTING
(OAI-PMH)
tetapi
pada
GDL
4.2
dimodifikasi
sehingga
dapat
POSTING
(OAI-PMP)
metadata
pada
server
tujuan.
Pada
jaman
WEB
3.0
ini
GDL
harus
dapat
mengadopsi
teknologi
ini,
dengan
menyesuaikan
fungsi-fungsi
yang
telah
ada.
Bagaimana
GDL
dapat
menyesuaikan
dengan
teknologi
terkini?,
mengamati
dari
beberapa
layanan
penyedia
informasi
seperti
WIKIPEDIA
yang
menjadi
bahan
acuan
untuk
beberapa
sumber
informasi
lainnya.
WIKIPEDIA
Gambar
4.
Linked
Data
Pada
diagram
diatas
dapat
diliha
DBpedia
(pangkalan
data
WIKIPEDIA)
menjadi
pusat
dari
jejaring-jejaring,
itu
berarti
sumber
informasi
pada
WIKIPEDIA
menjadi
acuan
untuk
digunakan
kembali
pada
jejaring.
GDL
pada
pengembangannya
mencoba
untuk
mengadopsi
teknologi
WEB
3.0
dengan
menjadikan
WIKIPEDIA
sumber
yang
dapat
dipanen,
untuk
kemudian
disimpan
pada
basis
data
GDL.
Wikipedia
banyak
memberikan
akses
untuk
kita
dapat
mendapatkan
data.
DBpedia
Lookup
Service
merupakan
salah
satu
layanan
yang
diberikan
untuk
mengakses
data
pada
Wikipedia,
walaupun
banyak
API
disediakan
oleh
WIKIPEDIA,
namun
pada
proses
panen
data
pada
GDL
v.
5.0
akan
menggunakan
layanan
DBpedia
Lookup
Service.
Salah
satu
contoh
yang
dapat
dilihat
adalah
seperti
dibawah
ini:
Pencarian
orang
dengan
kata
kunci
Susilo
Bambang
Yudhoyono
http://lookup.dbpedia.org/api/search.asmx/KeywordSearch?Qu
eryClass=person&QueryString=Susilo_Bambang_Yudhoyono
Untuk
mendapatkan
halaman
yang
akan
digunakan
sebagai
sumber
data,
tautan
http://dbpedia.org/resource/Susilo_Bambang_Yudhoyono
akan
memberikan
informasi
yang
lebih
lengkap
untuk
dapat
diEXTRACT
kedalam
pangkalan
data
GDL.
Tetapi
apabila
tidak
menginginkan
informasi
yang
lebih
lengkap,
dari
hasil
pencarian
sudah
cukup
memberikan
informasi
yang
dibutuhkan.
query
ini
menggunakan
ISBN
sebagai
kata
kunci
yang
akan
menghasilkan
sebuah
metadata,
sedangkan
format
yang
dihasilkan
akan
tergantung
dari
yang
kita
inginkan.
Untuk
URI
yang
dimaksudkan
akan
menghasilkan
respon
respon
ini
yang
digunakan
sebagai
sumber
data
bagi
GDL.
Pada
akhirnya
GDL
dapat
digunakan
sebagai
jembatan
dengan
berbagai
sumber
informasi
dunia.
Referensi
The
Open
Archives
Initiative
Protocol
for
Metadata
Harvesting
http://www.openarchives.org/OAI/openarchivesprotocol.html
http://xisbn.worldcat.org/xisbnadmin/doc/api.htm
VIDEO SEMINAR
Analisis Relasi Makna pada Kata Kunci Artikel Ilmiah di Pangkalan Data PDIILIPI
Retno Asihanti Setiorini dan Hendro Subagyo
Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Jln. Gatot Subroto 10, Jakarta
Email: sapieno@yahoo.com
Abstrak:
Kajian ini merupakan pengamatan awal (prapenelitian) untuk penelitian
semantik terhadap kata kunci yang digunakan di artikel ilmiah pada Indonesian
Scientific Journal Databases (ISJD). Analisis semantik dilakukan untuk melihat
hubungan relasi makna antar-kata kunci dalam tiap artikel ilmiah. Tujuan
penulisan ini adalah menemukan kedekatan topik dalam satu artikel maupun
berbagai artikel ilmiah dengan menggunakan kata kunci sebagai perlambang
topik. Penggunaan analisis semantik dalam penyusunan data dalam database
(pangkalan data) merupakan upaya membuat mesin menyusun data berdasarkan
topik. Penyusunan data sedemikian rupa dapat mempermudah dan mempertinggi
ketepatan pencarian. Telah dilakukan analisis semantik terhadap kata kunci pada
artikel Analysing Syntactic Modifications of Foreigner Talk and Teacher Talk.
Mengingat kata knci yang digunakan di ISJD menggunakan kata kunci terkontrol
(controlled vocabulary), analisis penelitian ini dilakukan dengan melihat definisi
dan relasi makna setiap kata kunci pada data di tesaurus. Namun, penyusunan
peta relasi makna tidak sepenuhnya sama dengan penggambaran dalam
tesaurus. Pemilihan relasi makna dan kata kunci yang dipetakan dilakukan untuk
mendapatkan keterkaitan antar-kata kunci. Selain itu, pemilihan tersebut juga
disebabkan deskripsi relasi makna dalam tesaurus ada yang terlalu luas dan
sebaliknya, ada pula yang memiliki rumpang. Selain itu, tidak semua kata kunci
dalam tesaurus mendapat penggambaran relasi makna dengan lengkap. Melalui
analisis semantik, diperoleh bagan hubungan relasi makna antar-tiga kata kunci
pada artikel tersebut.
Keyword: Semantics, Information retrieval systems, Index, Semantic web
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) merupakan satuan kerja di
bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang melaksanakan
pemberian jasa, penelitian, serta pengembangan bidang dokumentasi dan
informasi ilmiah. Salah satu cara pendokumentasian informasi ilmiah dilakukan
dengan mengembangkan database (pangkalan data) ilmiah bibliografi, abstrak,
dan full texts. PDII-LIPI telah membangun pangkalan data ilmiah sejak tahun
1984. Dalam pangkalan data PDII-LIPI, tersedia stok data ilmiah berupa artikel
dari jurnal ilmiah, makalah (prosiding), laporan penelitian, paten, dan karya ilmiah
LIPI.
Pada tahun 2009, PDII-LIPI telah meluncurkan situs jurnal ilmiah Indonesia,
Indonesian Scientific Journal Database (ISJD). Sampai dengan Mei 2011, PDIILIPI melalui situs ISJD telah mengelola 67.000 artikel ilmiah yang 38.000 di
antaranya dapat diakses secara penuh (full text). Sementara itu, total artikel ilmiah
dalam pangkalan data PDII-LIPI adalah lebih dari 225.000 artikel. Belum semua
artikel dapat dikelola melalui ISJD karena adanya perbedaan jenis file data yang
menuntut proses teknis lebih lanjut.
Menurut Google Analytics, antara 1 Juli hingga 29 September 2011,
pengguna/pengakses situs ISJD berjumlah 32.668 yang berasal dari 73 negara.
Dengan menggunakan internet, para pengguna mengakses pangkalan data PDII
untuk menemukan data dan informasi ilmiah yang mereka butuhkan. Dengan
banyaknya jumlah koleksi yang dimiliki, PDII-LIPI membutuhkan satu sistem
pengelolaan data yang dapat membantu serta memudahkan penggunanya
menemukan data dan informasi yang mereka butuhkan.
Pencarian informasi dalam jaringan internet atau sebuah pangkalan data
berkaitan dengan temu kembali informasi (information retrieval). Dalam buku Text
Information Retrieval Systems (2000: 1-2) disebutkan bahwa temu kembali
infromasi berkaitan dengan tiga hal, yaitu: (1) bagaimana cara merepresentasikan
informasi; (2) bagaimana cara menginterpretasikan struktur dari simbol yang ada
di dalam informasi; (3) bagaimana cara memberitahukan ketika satu set simbol
memiliki makna yang sama atau menyerupai dengan simbol lain. Temu kembali
berkaitan dengan cara penyedia informasi mengelola informasi yang dimilikinya
untuk membantu pengguna informasi menemukan informasi yang dibutuhkannya.
Penerapan linguistik pada sistem temu kembali sudah pernah diteliti
sebelumnya. Dalam makalah berjudul Linguistic Approaches in Information
Retrieval of Medical Texts, Anne-Marie Currie, Jocelyn Cohan, dan Larisa Zlatic
(2002) membahas penerapan unsur linguistik pada sistem temu kembali informasi
medis. Pendekatan linguistik yang diterapkan dalam makalah ini adalah sintaksis,
semantik, dan pragmatik. Pembahasan pendekatan semantik dalam makalah ini
mencakup sinonim, polisemi, dan ambiguitas. Kesimpulan dalam makalah ini
penyimpanan data sesuai dengan struktur makna. Penyusunan data yang sesuai
dengan struktur makna dapat mempermudah dan mempertinggi ketepatan
pencarian. Untuk membangun sistem pengelolaan data berdasarkan struktur
makna, dibutuhkan peta struktur makna data.
Dalam penelitian ini, struktur makna data merujuk pada relasi makna kata
kunci artikel ilmiah. Relasi makna tersebut diperoleh melalui analisis semantik.
Dengan demikian, dapat diketahui hubungan dan kedekatan antara satu artikel
dan artikel lain. Kata kunci dipilih sebagai komponen yang dianalisis karena kata
kunci menggambarkan topik-topik dalam artikel. Penentuan kata kunci dilakukan
dengan melihat topik yang terdapat dalam satu artikel. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Zainal A. Hasibuan (diakses 14 Februari 2010) dalam situs BATAN
yang mengatakan kandungan informasi dokumen biasanya direpresentasikan
dalam bentuk istilah indeks atau kata kunci yang merupakan pintu gerbang
menuju subjek dokumen. Indeks atau kata kunci dapat berupa kata atau istilah
dalam bahasa alamiah (natural language) yaitu bahasa yang digunakan dalam
dokumen, atau istilah dalam bentuk kosakata terkontrol (controlled vocabulary)
seperti istilah dalam tesaurus. Di PDII-LIPI, pemberian kata kunci dilakukan
dengan kosakata terkontrol.
B. Rumusan Masalah
Pada latar belakang penelitian telah diuraikan kaitan serta peran relasi
makna
kata
kunci
dan
sistem
temu
kembali.
Makalah
ini
merupakan
D. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah artikel ilmiah dari pangkalan data
ISJD. Karena jumlah keseluruhan artikel yang mencapai 225.000 dan adanya
keterbatasan waktu dalam melaksanakan penelitian ini, data yang diteliti dibatasi.
Tesis ini nantinya akan melakukan analisis relasi makna terhadap kata kunci
artikel ilmiah bidang bahasa di pangkalan data PDII-LIPI. Namun, pada makalah
ini hanya akan dibahas analisis terhadap satu data sebagai model. Pemilihan
bidang bahasa didasari pertimbangan latar belakang pendidikan peneliti. Karena
melakukan
analisis
terhadap
kata
kunci,
diperhatikan
pula
dokumen
mengonsultasikannya
dengan
dapat mencarinya
orang
yang
ahli
pada
di
kamus
bidang
istilah
lalu
tersebut
dan
kata/istilah tertentu dari sumber tertentu. Di PDII-LIPI, penggunaan kata kunci ini
sesuai dengan tesaurus bidang. Ada delapan tesaurus yang digunakan, yaitu:
1. Agrovoc: Multilingual Agricultural Thesaurus (AGROVOC)
Food and Agriculture Organization of the United Nation, 1999
2. Thesaurus of Psychological Index Terms (TPI)
The American Psychological Association, 1994
3. Engineering Information Thesaurus (EIT)
Engineering Information Inc., 1995
4. JISCT Thesaurus English Version (JISCT)
The Japan Information Center of Science and Technology, 1993
5. Macro Organization (Macro)
UN Organization, 1998
6. UNESCO Thesaurus (UNESCO)
United Nations Educational Scientific and Cultural Organization, 1995
7. Women in Development Thesaurus (WID)
Center for Scientific Documentation and Information-Indonesian Institute of
Science in corporation with UNICEF, 1991
8. ILO Thesaurus ( ILO)
International Labour Office, 1985
dominansi
dan
konstrastif.
Hierarki
taksonomi
merupakan
sistem
Pemetaan relasi makna di atas juga tidak sepenuhnya sama dengan relasi
makna yang disebutkan dalam tesaurus. Hal ini disebabkan luasnya pembahasan
yang diberikan sehinggga perlu disesuaikan dengan data. Namun di sisi lain,
dalam penggambaran relasi makna ditemukan pula adanya rumpang yang
membutuhkan penambahan kata kunci. Rumpang tersebut terjadi karena tidak
semua relasi makna dalam satu kata kunci digambarkan lengkap. Oleh karena
itulah, dalam menyusun pemetaan, dilakukan pemilihan dan pemilahan atas kata
kunci dan relasi maknanya dalam tesaurus.
IV. Kesimpulan
Pemetaan relasi makna pada (satu) data telah dilakukan. Hal ini
menunjukkan bahwa analisis relasi makna pada kata kunci dapat dilakukan. Untuk
melakukan pemetaan, pembatasan dan relasi makna setiap kata kunci pada data
diperiksa di tesaurus. Namun, penyusunan peta relasi makna tidak dibuat
sepenuhnya sama dengan penggambaran dalam tesaurus. Pemilihan relasi
makna dan kata kunci yang dipetakan dilakukan untuk mendapatkan keterkaitan
antar-kata kunci. Pemilihan tersebut juga disebabkan deskripsi relasi makna
dalam tesaurus ada yang terlalu luas dan sebaliknya, ada pula yang memiliki
rumpang. Selain itu, tidak semua kata kunci dalam tesaurus mendapat
penggambaran relasi makna dengan lengkap. Pada proses pemetaan, ditemui
kesulitan karena adanya kata kunci yang ditemukan di lebih dari satu tesaurus,
sementara makna yang digambarkan dalam dua tesaurus tersebut memiliki
perbedaan. Dalam kondisi seperti itu, pemilihan makna dikembalikan ke konteks
kata kunci, yaitu artikel yang bersangkutan.
Daftar Pustaka
LAMPIRAN
Data:
Language instruction
UF: Language education
UF: Language learning
UF: Language teaching
NT: Second language instruction
NT2: Creative writing
RT: Foreign languages
RT: Humanities education
RT: Language laboratories
RT: Linguistics
RT: Literature education
RT: Mother tongue instruction
RT: Multilingualism
RT: Suggestopaedia
RT: Uncommonly taught languages
SO: UNESCO
Syntax
SN: Study and rules of the relation of morphemes to one another as expressions
of ideas and as structural components of sentences; the study and science of
Verbal communication
SN: Communication through spoken or written language
BT: Communication
NT: Articulation
NT: Conversation
NT: Language proficiency
NT: Story telling
SO: TPI
portal
Garuda,
teknologi
informasi,
munculnya
menambah semakin
teknologi
informasi
dan
komunikasi
dalam
rangka
dan
pemakai
informasi.
Semuanya
ini
demi
mendukung
sumber
informasi.
Di sisi yang lain perpustakaan digital
Resource Sharing
Jauh sebelum perpustakaan digital berkembang pesat dewasa ini, praktek
perpustakaan konvensional telah mengembangkan berbagai macam cara
yang tujuannya adalah pemenuhan kebutuan informasi pemustakanya.
Perpustakaan
konvensional
mengembangkan
berbagai
sarana
untuk
dimaknai sebagai sebuah kemampuan dua atau lebih dari sistem atau
komponen yang mampu untuk saling bertukar informasi dan bisa saling
mempergunakan data atau informasi yang dipertukarkan tersebut
Di
dalam
konteks
perpustakaan
digital,
secara
sederhana
bahwa
mempunyai agenda
2007:280) yaitu , :
1. Katalog koleksi buku : merupakan titik akses tunggal bagi semuga
katalog digital perpustakaan yang berpartisipasi. Katalog ini juga bisa
dsebut sebagai katalog induk yang menyediakan fasilitas pencarian
dan pemberian informasi berupa data bibliografi, lokasi perpustakaan
dan ketersediaan koleksi
2. Katalog koleksi tesis dan disertasi : katalog ini sebagai titik akses
tunggal bagi semua katalog digital perpustakaan yang berpartisipasi.
sekaligus perlindungan bagi hak kekayaan intelektual dari hasil karya yang
tercipta dari masing masing civitas akademikanya. Terlebih untuk koleksi
grey literatur misalnya laporan penelitian,
perguruan tinggi memiliki kebijakan sendiri terhadap akses koleksi yang ada
dimasing masing institusi.
membuat
kesepakatan
dalam
hal
pertanggungjawaban
dari segi
persepsi pemustaka
perpustakaan
digital.
Misi
universitas
dalam
rangka
peningkatan dan kinerja yang semakin efektif dan efisien sangat berpengaruh
pada perkembangan perpustakaan. Terlebih
berlomba untuk mengejar peringkat perguruan tinggi menuju kelas dunia, dan
perpustakaan mempunyai peran yang strategis untuk ikut mengangkat
pemeringkatan universitas.
Berikut adalah gambar nilai tambah perpustakaan digital perpustakaan
perguruan tinggi Indonesia bagi peningkatan kualitas dan perikat (Putu
Laxman Pendit, 2007: 288)
7
di masing-masing
perpustakaan digital.
Portal Garuda (Garba Rujukan Digital) adalah portal referensi ilmiah dan
umum karya bangsa Indonesia, yang memungkinkan akses e-journal dan ebook domestik, tugas akhir mahasiswa, laporan penelitian, serta karya umum.
Portal ini dikembangkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat Dikti - Kemdiknas RI. (Panduan Kontributor Garuda)
Kehadiran portal ini dilatarbelakangi pula oleh melimpah ruahnya informasi
ilmiah berbentuk digital yang ada di berbagai perpustakaan perguruan tinggi
dan perpustakaan yang lain. Kelimpah ruahan informasi tersebut masih
bersifat parsial berada di masing masing server perpustakaan digital dan
belum terkoordinasi menjadi satu layanan yang terpadu dan menyeluruh.
Portal ini juga diharapkan mampu memberikan jawaban yang
lebih
sebuah
portal,
temu
kembali
informasi
yang
tersebar
di
berbagai
perpustakaan lebih cepat didapat dalam waktu yang singkat dan pemustaka
tidak perlu berpindah pangkalan data perpustakaan digital.
Teknologi
Ada dua sudut pandang
yang
10
Dari gambar tersebut penulis dapat sampaikan bahwa dari sisi teknologi,
Portal Garuda berupaya untuk melakukan integrasi dengan berbagai
perpustakaan digital dengan teknologi baik secara on line melalui protokol
11
OAI PMH maupun secara off line dengan mengirim data kepada administrator
garuda. Tujuannya adalah sama untuk menambahkan informasi atau
memperluas informasi di dalam portal.
Garuda.
metadata dari
Lihat digilib.petra.ac.id/.../jiunkpe-ns-s1-2007-26404023-9119respositori...
2. Dengan membuat file Excel yang berisi data-data perpustakaan yang
bersangkutan. Kolom-kolom yang ada pada file tersebut disesuaikan
dengan metadata yang ada. File excel yang telah dibuat diletakan di
website masing-masing dan diinformasikan ke pengembang sistem atau
dikirim
langsung
melalui
mailing
list
di
alamat
jurnal-
Judul karya
Creator
Penulis
subject
description
Abstrak/deskripsi singkat
publisher
Penerbit
contributor
date
Tanggal/tahun penciptaan
type
Tipe karya
permalink
right
copyright
Dublin core adalah sekumpulan elemen metadata yang telah disusun dengan
suatu standarisasi dan bisa digunakan untuk mendeskripsikan informasi
tentang suatu resource. Standar yang terdapat di dalam Dublin core hanya
terdapat pada elemen-elemen metadatanya saja. Suatu sistem atau
komunitas yang menerapkan standar Dublin core
diperbolehkan untuk
dianggap bisa mewakili maksud dan penggunaan dari suatu elemen. Selain
13
itu elemen dublin core dinamai dengan menggunakan satu kata saja, hal itu
dimaksudkan untuk aplikasi. Lihat digilib.petra.ac.id/.../jiunkpe-ns-s1-200726404023-9119-respositori...
Komunitas Sosial
Dimensi ini menjadi sarana yang mendorong kemajuan bersama ketika
teknologi sudah memungkinkan terjadinya pertukaran, komunikasi dan
pemakaian informasi secara bersama-sama oleh anggota komunitas.
Teknologi perpustakaan digital dalam komunitas jaringan dengan dilandasi
oleh semangat untuk saling berbagi pada akhirnya mampu untuk mewujudkan
suatu
interoperabilitas dalam hal akses dan koleksi sudah mulai dapat dirasakan
oleh pemustaka maupun kontributor jaringan.
Para kontributor jaringan antara lain yaitu perpustakaan-perpustakaan
perguruan tinggi, Perpustakaan Nasional RI, PDII LIPI dan terhubung dengan
e-journal domestik.
Manajemen portal secara berkala melakukan berbagai langkah dalam hal
pengembangan isi portal. Beberapa langkah tersebut antara lain :
y Memanen metadata kontributor baru yang telah mengirimkan formulir
kesediaan menjadi kontributor
y Memutakhirkan metadata kontributor lama
y Menyelaraskan tampilan
14
Dalam konteks ini peran kesediaan setiap anggota untuk berbagi menjadi
modal utama untuk terwujudnya interoperabilitas. Di dalam sebuah wadah
kerjasama
yang
melibatkan
dimensi
sosio-teknis,
sebuah
proses
mengatakan
pandangan sosio teknis dalam sistem informasi tidak dapat dilepaskan dari
kondisi tentang situasi di tempat kerja yang sudah berkembang sebelum ada
penggunaan komputer dalam organisasi. Adanya sistem teknis dan sistem
sosial merupakan dua hal yang tidak terpisah, keduanya merupakan
kesatuan.
Teori
merupakan
sistem
sosio-teknis
(socio-technical
system
theory)
informasi
yang
dapat
diakses
oleh
pengguna/pemustaka
b. Meningkatkan jumlah perpustakaan yang dapat diakses oleh
pemustaka
c. Mengurangi duplikasi penelitian
15
16
Yoki Muchsam1,
Bytech Consult Bandung
Ka1sar1@yahoo.com
ABSTRAKS
Cloud Computing atau komputasi awan ialah gabungan pemanfaatan teknologi
komputer ('komputasi') dan pengembangan berbasis Internet ('awan'). Cloud
sebagaimana awan yang sering digambarkan di diagram jaringan komputer.
Sebagaimana awan dalam diagram jaringan komputer tersebut, awan (cloud) dalam
Cloud Computing juga merupakan abstraksi dari infrastruktur kompleks yang
disembunyikannya. Ia adalah suatu metoda komputasi di mana kapabilitas terkait
teknologi informasi disajikan sebagai suatu layanan (as a service), sehingga
pengguna dapat mengaksesnya lewat Internet tanpa mengetahui apa yang ada
didalamnya, ahli dengannya, atau memiliki kendali terhadap infrastruktur teknologi
yang membantunya. Hal ini karena komputasi awan melalui konsep virtualisasi,
standarisasi dan fitur mendasar lainnya dapat mengurangi biaya Teknologi Informasi
(TI). Menyederhanakan pengelolaan layanan TI, dan mempercepat penghantaran
layanan. Secara umum arsitektur komputasi awan terdiri dari (1) Infrastructure as a
service (IaaS), (2) Platform as a Service (PaaS), (3) Software as a Service (SaaS).
Perpustakaan memiliki potensi yang cukup besar dalam penerapan teknologi cloud
compiting dimasa yang akan datang. Sumberdaya informasi, infrastruktur dan SDM
menjadi bagian dalam mendukung implementasi Cloud computing perpustakaan
berbasis digital. Diharapkan tulisan ini memberikan gambaran konsep penerapan
cloud computing di perpustakaan. Khususnya pustakawan bisa mengambil manfaat
dengan mengadopsi sebagai layanan perpustakaan dengan menggunakan cara
yang lebih sederhana/konservatif
Kata Kunci: cloud computing, IaaS, PaaS, SaaS, perpustakaan digital
1. PENDAHULUAN
Sebuah
perpustakaan
sering
dikatakan sebagai jantung informasi
dalam setiap institusi, bahkan konon
dengan melihat perpustakaannya kita
sudah
dapat
melihat
kualitas
pendidikan yang diberikan oleh institusi
tersebut. Dalam perkembangannya
perpustakaan tidak lepas dari teknologi.
Teknologi informasi dan internet telah
mengakibatkan
banyaknya
koleksi
(resource) yang tersedia dalam bentuk
digital sehingga muncul gagasan untuk
membentuk perpustakaan digital. Istilah
perpustakaan maya, perpustakaan
elektronik, perpustakaan digital dll
2. CLOUD COMPUTING
2.1. Karakteristik
Cloud
computing
sebenarnya
bukanlah hal yang baru dalam dunia
teknologi informasi. Web Service,
Internet
Service
Provider
(ISP),
Programmable web, dan virtualisasi
merupakan konsep-konsep yang telah
berkembang dan memberi kontribusi
pada evolusi teknologi ini. Beberepa
definisi
mengenai
konsep
cloud
computing telah sering dikemukakan di
berbagai literatur. Pada tulisan ini
standar
definisi yang
digunakan
dikemukan oleh The National Institute
of standards and Technology (NIST).
didasarkan
pada
beberapa
parameter seperti besar pemakaian
storage, bandwith, atau jumlah akun
aktif ynag mengakses layanan
perbulan. Parameter ini telah
disepakati di awal saat konsumen
memutuskan menggunakan layanan
dari pihak penyedia layanan.
2.2. Layanan
Konsep cloud computing tidak dapat
dilepaskan dari lapisan layanan yang
menyusunnya. Sedangkan tiga jenis
model layanan dijelaskan oleh NIST
(Mell dan Grance, 2009) sebagai
berikut :
1. Cloud Software as a Service (SaaS).
Kemampuan yang diberikan kepada
konsumen untuk menggunakan aplikasi
penyedia dapat beroperasi pada
infrastruktur awan. Aplikasi dapat
diakses dari berbagai perangkat klien
melalui
antarmuka
seperti
web
browser(misalnya, email berbasis web).
Konsumen tidak mengelola atau
mengendalikan infrastruktur awan yang
mendasari
termasuk
jaringan,
server,sistem operasi, penyimpanan,
atau
bahkan kemampuan aplikasi individu,
dengan kemungkinan pengecualian
terbatas
terhadap
pengaturan
konfigurasi aplikasi pengguna tertentu.
2. Cloud Platform as a Service (PaaS).
Kemampuan yang diberikan kepada
konsumen untuk menyebarkan aplikasi
yang dibuat konsumen atau diperoleh
ke infrastruktur komputasi awan
menggunakan bahasa pemrograman
dan peralatan yang didukung oleh
provider. Konsumen tidak mengelola
atau mengendalikan infrastruktur awan
yang mendasari termasuk jaringan,
server,
sistem
operasi,
atau
penyimpanan, namun memiliki kontrol
atas
aplikasi
disebarkan
dan
memungkinkan aplikasi melakukan
hosting konfigurasi.
3. Cloud Infrastructure as a Service
(IaaS).
awan
menurut
NIST
dapat
digambarkan (Mell dan Grance, 2009)
sebagai berikut :
Clients
pada
arsitektur
cloud
computing dikatakan the exact same
things that they are in a plain, old,
everyday local area network (LAN).
They are, typically, the computers that
just sit on your desk. But they might
also be laptops, tablet computers,
mobile phones, or PDAsall big drivers
for cloud
computing because of their mobility.
Clients are the devices that the end
users interact with to manage their
information on the cloud.
3. PERKEMBANGAN KOLEKSI
DIGITAL
.
Dunia perpustakaan semakin
hari semakin berkembang dan bergerak
ke depan. Perkembangan dunia
perpustakaan
ini
didukung
oleh
perkembangan teknologi informasi dan
3.4
Administrasi,
Security
dan
Pembatasan Akses
Fitur ini mengakomodasi fungsi untuk
menangani pembatasan dan wewenang
user, mengelompokkan user, dan
memberi user id serta password. Juga
mengelola dan mengembangkan serta
mengatur sendiri akses menu yang
diinginkan.
disebut
Everything-as-a-service
(XaaS) [6]. Dengan demikian dapat
mengintegrasikan virtualized physical
sources,
virtualized
infrastructure,
seperti
juga
sebaik
virtualized
middleware platform dan aplikasi bisnis
yang dibuat untuk pelanggan didalam
cloud tersebut.
Ada beberapa keuntungan yang dapat
dilihat dari perkembangan Cloud
Computing ini, seperti :
1. Lebih efisien karena menggunakan
anggaran yang rendah untuk sumber
daya
2. Membuat lebih eglity, dengan mudah
dapat berorientasi pada profit dan
perkembangan yang cepat
3.
Membuat
operasional
dan
manajemen lebih mudah, dimungkinkan
karena system pribadi atau perusahaan
yang terkoneksi dalam satu cloud dapat
dimonitor dan diatur dengan mudah
4.
Menjadikan
koloborasi
yang
terpecaya dan lebih ramping
5. Membantu dalam menekan biaya
operasi biaya modal pada saat kita
meningkatkan reliability dan kritikal
sistem informasi yang kita bangun.
kemudahan
dan
keamanan,
dimungkinkan dapat dengan mudah
para user untuk pindah dari satu
aplikasi ke aplikasi lain dimana saja.
Software as a services (SaaS):
perkembangan
dari
web
2.0,
perpaduan dengan online application
SAAS,
Dapat
memungkinkan
kolaborasi dan integrasi manajemen
tools semua devices.
Interkoneksi Sel
Grid
computing
muncul
untuk
menyatukan banyak CPU yang bekerja
secara pararel untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan tertentu. Integrasi CPU
ini bias saja dilakukan dalam sebuah
network lokal atau internetworking yang
tersebar di seluruh dunia. Interkoneksi
ini membentuk cel-cel yang saling
terintegrasi secara private atau public
atau kedua-duanya.
Contoh
aplikasi
berbasis
cloud
computing
adalah
salesforce.com,
Google Docs. salesforce.com adalah
aplikasi
Customer
Relationship
Management (CRM) berbasis software
as
services,
dimana
kita
bisa
mengakses aplikasi bisnis: kontak,
produk, sales tracking, dashboard, dll.
Google Docs adalah aplikasi word
processor, spreadsheet, presentasi
semacam Microsoft Office, yang
berbasis di server. Terintegrasi dengan
Google Mail, file tersimpan dan dapat di
proses dari internet.
4. FRAMEWORK PENDUKUNG
4.1 Technology Acceptance Model
Technology Acceptance Model (TAM)
merupakan satu-satunya model yang
paling banyak menarik perhatian dari
TAM
terbilang
cukup
sederhana,
secara
menyeluruh.
Faith
Simba
menemukan
tantangan-tantangan
dalam proses adopsi teknologi cloud
computing diorganisasi. Tantangan
tersebut menurutnya adalah security,
legal, compliance, dan tantangan
organisasi. Namun menurutnya, faktor
kepercayaan (trust) antara klien dan
vendor merupakan ujung dari semua
tantangan tersebut. Beberapa standar
yang digunakan untuk memastikan
terbangunnya kepercayaan ini yaitu
ISO 27001, ISO 27002, Control
Framework for Information and Related
Technology
(COBIT),
dan
The
Information Technology Infrastructure
Library (ITIL).
Menurutnya, dengan menggunakan
roadmap yang terbangun dengan baik,
para CIO dan CTO akan memiliki
pemahaman yang lebih baik atas
faktorfaktor yang terlibat dalam adopsi
cloud computing dan mereka akan
memiliki
panduan
selama
berlangsungnya proses adopsi tersebut
Adapun hasil rumusan ROCCA adalah
berupa 5 langkah strategi adopsi cloud
computing yang terangkum pada
Gambar 3.
5. STRATEGI ADOPSI TI DI
PERPUSTAKAAN
Peningkatan kemampuan adopsi TI
dapat menjadi salah satu solusi
peningkatan
kinerja
perpustakaan
digital, adapun tahapan strategi adopsi
cloud computing untuk pepustakaan di
indonesia.
5.1 Tahap Early Learning
Pada kondisi ini perpustakaan
dalam
proses
memperoleh
pengetahuan
mengenai
cloud
computing,
manfaat
dan
pengaruhnya terhadap organisasi
dan bisnis
5.2 Tahap Analisis
Tahap ini dibagi menjadi subtahapan spesifik yang menganalisis
mengenal
implementasi
cloud
computing pada perpustakaan
a. Analisis kebutuhan
Pada tahap ini kebutuhan
dari perpustakaan
b. Analisis Kesiapan Organisasi
c. Analisis Dampak
5.3 Tahap Evaluasi Solusi
Tahap ini meliputi benchmarking
ke beberapa vendor cloud computing
untuk memilih layanan yang tepat. Alat
bantu seperti Magic Quadrant oleh
Gartner
dapat
digunakan
untuk
memandu perpustakaan dalam memilih
vendor cloud computing yang paling
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
perpustakaan. Untuk memudahkan
perpustakaan dalam memilih, vendor
dapat menggunakan konsep ServiceOriented Architecture (SOA) sehingga
porduk yang ditawarkan lebih mudah
dimengerti karena sudah berupa
service. Selain itu, pada tahap ini juga
dievalusi
kesiapan
lingkungan
pendukung, seperti isu keamanan, isu
low bandwidth, dan isu legal.
ini kira-kira
dimanfaatkan
cloud :
layanan
dengan
yang bisa
mengadopsi
NO
NAMA LENGKAP
JENIS
KELAMIN
9
10
11
12
Asep Muslih, SH
Dra. Titiek Kismiyati, M.Hum
Drs. Mulyono, M.Si
Lamang Ahmad
Yunita Riris Widawaty,
M.Hum
Sintha Ratnawati, M.Hum
I Made Suatmaja
Yulita Kuntari
Bambang Setiawan
L
P
L
L
3
4
5
6
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
INSTANSI
Biro Hukum dan Informasi Publik, Sekretariat Jenderal, Kementerian
Pertanian
Biro Hukum dan Informasi Publik, Sekretariat Jenderal, Kementerian
Pertanian
P
L
P
L
P
P
P
P
Perpusnas RI
Bapussipda Jabar (Perpusnas RI)
Perpusnas RI
Perpusnas RI
Perpusnas RI
P
P
P
P
L
L
Perpusnas RI
Perpusnas RI
Perpusnas RI
Perpusnas RI
Akper Yarsi
Yayasan Pengembangan Perpustakaan Indonesia
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
Suherman
Kamaludin, S.Sos
Drs. Teguh Purwanto
Ana Soraya
Muhammad Qodir
Muhamdin Razak
Nontje Gahung
Sheliani
Jeng Ayu Ning Tyas
Murgono
Sutrisno
Drs. Joko Harianto
Iin Syahfitri
L
L
L
P
L
L
P
P
P
L
L
L
P
45
46
47
Jaya S
Ratna Yuli Wulandari
Indah Hairunnisa
L
P
P
48
Lumer
49
Dominggus
50
Setia Jaya
51
52
P
P
L
P
L
P
Pusdiklat BPK RI
Badan Litbang Kesehatan- Menteri Kesehatan RI
P
P
P
MAN 1 / KEMENAG
Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kab. Bekasi
Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kab. Bekasi
64
65
66
67
Widiarsa
Dra. Hj. Siti Rusmalia Idrus,
M.Si
Dra. Hj. Sri Hadiyati
Drs. Mulyono, M. Pd.
Dra. Tri lestari Handayani
R. Sutrisno Budiarsih, S. Sos
P
P
P
L
68
Sunar, S, IP
69
Doddi Sartono
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
Herliansjah Himrie
Dananjaya Wicaksono
Nanda Suci Rahimah, S. Si
Salbiah, S. Pd.I
Ratnawati Dora
Chaidir Amir
M. Rasyid Ridho
Ooi Hai Lee
Agus Sutikno, SP., M. Si.
Yasin Setiawan, S. Kom.
J Catur Prasetiawan
L
L
P
P
P
L
L
L
L
L
L
81
Ella Komaladewi
82
83
84
85
86
87
L
L
L
L
P
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
L
L
L
L
L
L
L
P
L
L
L
L
L
L
102
103
104
105
106
107
Rachmat
Yulinar, SKM, M. Si.
Ridwan Sudiro, S. IP
Drs. Agus rawi Siregar
Helena Padaya, SE
Th. Evilianingsih, S. IP
Septya Dewi Mayasari, S.
Kom.
Nina Kristiana, SS
Muh. Najib,DR. , M.Ed., M.
L
P
L
L
P
P
KPAD Bontang
Badan POM RI
Badan POM RI
PTK AKAMIGAS-STEM
UPT. Perpustakaan Univ. Cendrawasih
UPT. Perpustakaan Univ. Cendrawasih
P
L
108
109
110
Lib
111
112
113
114
115
116
L
L
L
P
P
P
L
L
P
P
Deputi II Perpusnas
Kepala Pusdiklat Perpusnas
Perpustakaan Sekretariat Wakil Presiden
Perpustakaan Sekretariat Wakil Presiden
123
124
125
126
127
Rasman, S. Sos
Budi
Kasful
Mulyati
Hj. Andjar Astuti
Uun Bisri, SS
Tri Handayani, S. Sos., M.
Hum.
Drs. Bambang S. Utomo
Dr. Garjito, M. Sc
Dra. Fajar Meilani
Dra. Etin C. Sumiyati
Drs. Revoltje O. W. kaunang,
M. Pd.
Dede Yulistian, A. Md.
Femi Sahami, S. Pi. M. Si.
Hans Ruchban, S. Pd
Drs. Susanto
Dra. Zunaimar
P
P
L
L
P
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
Titin Gantini
Tetty R
Hildawati
Endang Hidayat
Andy Erviana
H. Muslech, Dip. Lip., M. Si
Riah Wiratningsih, S. S., M.Si.
Mutarsa lamamma, SE
Herliany, S. IP
Drs. Sugianta
Mus Mulyadi
Ibrahim
Supadi S. Sos. M. Si
Asrani
P
P
P
P
P
L
P
L
P
L
L
L
L
P
Bapusipda Jabar
Bapapsi Kab. Bandung
Kantor Perpustakaan Kota Bogor
Kantor Perpustakaan Kota Cimahi
Mts Model Samarinda
Perpustakaan universitas Brawijaya Malang Jatim
UPT Perpustakaan UNS
Kantor Perpustakaan, Arsip dan PDE Kab. Enrekang
Kantor Perpustakaan, Arsip dan PDE Kab. Enrekang
Universitas Lampung
Perpustakaan Umum Berau
Perpustakaan Umum Berau
Perpustakaan Unmul
Perpustakaan Unmul
142
143
144
145
146
147
148
149
L
L
P
L
P
P
L
P
Perpustakaan Unmul
Sekretariat DPR papua
Sekretariat DPR papua
Sekretariat DPR papua
Badan perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Malang
Universitas balikpapan
perpustakaan Kota Medan
perpustakaan Kota Medan
150
151
L
P
Perpustakaan IPB
Perpusnas RI
117
118
119
120
121
122
152
153
154
155
156
157
158
159
P
P
P
P
L
L
L
L
Perpusnas RI
Badan Perpustakaan dan Kearsipan Prov. Jawa timur
Perpustakaan Pusat Universitas negeri Gorontalo
Mahkamah Konstitusi
SMP N 5 Penajam Paser
Dinas Kesehatan Prov. Kaltim
Badan Perpustakaan, Kearsipan dan Dokumentasi Kalbar
Badan Perpustakaan dan Arsip Prov. Kalsel
161
162
163
Dra. Rahmawati
Sri Purwanti, S. Sos., M. Si
Rahmawaty Tulle, S. Hum
Lina Herlina, S. Sos., M. Si
Sumardiana, M.Pd
Jumbran
Drs. Sahroni
H. Syamsuddin, M.Si
Feronika Sekar Puriningsih,
SS.M.Tr
Rachmawati
Rahmawati
Tati Suryati
P
P
P
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
Sumiati
Hasanul kabri
Bambang Sutadji
Wiranto Utomo
Evin Aditama
Parna, S. Ipi
Kusnowibowo
Puji Hardati
Yohan A. B. Loban
Teguh Warsito
Mispani
Suparmiyati
Sobari
M. Jaenudin
P
L
L
L
L
L
L
L
L
L
L
P
L
L
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
Ekawati Marlina
Slamet Wijoko
Sutrisno
Yudho Kuswardono
Hairil Anwar
Harry Surya Afriyanto
Syahrul Samadhan
Fitri Susanti
Joko Purbono
Ike Iswary lawanda, MS
Ratih Surtikanti, M. Hum
FathahNoor
P
L
L
L
L
L
L
P
L
P
P
L
PDII LIPI
Ktr. Perpus. Arsip dan Dok. Kab. Jember
Ktr. Perpus. Arsip dan Dok. Kab. Jember
Ktr. Perpus. Arsip dan Dok. Kab. Banyuwangi
Kasubag Perpustakaan Setda Prov. Kaltim
190
Rudi Sumadi
191
192
193
Nur Hasan
Thereseta Evilianingsih
160
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
Dorthy Buing
Farida
Justus D.T. Sanger
Evlin Haditama
Sri Lestari Handayani
Deden Himawan
Abd. Latif
Kustiati
I Putu Suhartika
Nur Akhiyar
Gunawan