Você está na página 1de 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN
APENDIKSITIS (PRE APENDIKTOMI)

Oleh
SUWARSO
NIM : P 27220010 188

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN GAWATDARURAT


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2010/2011

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


APENDIKSITIS
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI PENGERTIAN
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiforis yang paling sering
menyebabkan nyeri akut abdomen pada bagian kuadran kanan bawah yang
biasanya meningkat hebat dan terlokalisasi pada titik Mc Burney.
B. EPIDIMOLOGI/INSIDEN KASUS
Apendisitis bisa mengenai berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin, tapi lebih
sering mengenai laki-laki berusia 10-30 tahun. Insiden apendisitis akut lebih
tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang, namun dalam tiga sampai
empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap
100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin
disebabkan perubahan pola makan, yaitu Negara berkembang berubah menjadi
makanan kurang serat.
C. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
Terjadinya apendisitis

umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun

terdapat banyak sekali faktor predisposisi terjadinya penyakit ini. Diantaranya


obstruksi dan penyumbatan yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada
lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang
keras ( fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, cacing, parasit, benda asing dalam
tubuh. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks
adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. Namun ada beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
1. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan
lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab
lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang
disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut
diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65%

pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus
apendisitis akut dengan rupture.
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan
dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa
kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi
dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya
terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi
serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke
pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.
5. Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan
pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Tapi harus hati-hati karena
penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan
apendisitis.

D. PATOLOGI/PATOFISIOLOGI TERJADINYA PENYAKIT


1. Obstruksi lumen Appendiks adalah titik awal munculnya gangren atau perforasi
appendicitis.
2. Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh
lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus
(lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari
lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah
banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun,

karena

keterbatasan

elastisitas

dinding

apendiks,

sehingga

hal

tersebut

menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat


tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan
timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus.

E. KLASIFIKASI
a. Apendisitis Akut Katarhalis
Bila terjadi obstruksi, sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks,
terjadi peninggian tekanan dalam lumen, tekanan ini mengganggu aliran
limfe, mukosa apendiks jadi menebal, oedem dan kemerahan. Pada apendiks
edema mukosa ini mulai terlihat dengan adanya luka-luka kecil pada mukosa
b. Apedisitis Akut Purulenta
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah yang disertai edema,
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan
menimbulkan thrombus. Hal ini akan memperberat iskemik dan edema pada
apendiks. Bakteri yang dalam normal terdapat di daerah ini berinvasi ke
dalam dinding, menimbulkan infeksi serosa, sehingga serosa jadi suram,
karena dilapisi eksudat dan fibrin. Karena infeksi akan terbentuk nanah
terjadi peritonitis lokal.
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu terutama bagian ante mesentrial yang peredarannya paling
minimal, hingga terjadi infrak dan ganggren.
d. Apendisitis Perforata
Bila apendiks yang sudah ganggren itu pecah, terjadilah perofasi
e. Apedisitis Infiltrat yang Fixed
Perforasi yang terjadi pada daerah ganggren sehingga nanah dan produksi
infeksi mengalir ke dalam rongga perut dan menyebabkan peritonitis
generalisata serta abses sekunder. Bila mekanisme pertahanan tubuh cukup
baik, tubuh berusaha melokalisir tempat infeksi tersebut dengan cara
membentuk walling off oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan
peritoneum, yaitu membentuk gumpalan masa phlegmon yang melekat erat

satu dengan yang lainnya. Dalam keadaan ini tubuh berhasil melokalisir
daerah infeksi secara sempurna.
f. Apendisitis Abses
Bila masa lokal yang terbentuk berisi nanah.
g. Apendsitis Kronis
Jika apendisitis infiltrat menyembuh dengan adanya gejala hilang timbul.
F. GEJALA KLINIS
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual,
muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara
mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar umbilikus, lalu timbul
mual dan muntah. Setelah 2-12 jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke
perut kanan bagian bawah. Jika diberikan penekanan daerah ini, penderita
merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah
tajam. Nyeri juga bertambah berat jika berjalam atau batuk. Demam yang terjadi
akibat bakteri yang masih menempel pada dinding usus, tidak terlalu tinggi, bisa
mencapai 37,8-38,8 Celsius. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat
menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya
tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila
usus mengalami perforasi, nyeri dan demam bisa menjadi berat, terjadi spasme
otot, terjadi abses pada ileus, demam, malaise, dan leukositosis semakin terlihat
jelas
G. PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling,

sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi

perut.
2. Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.
Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan
bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut
kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda
Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan
juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg
(Blumberg Sign).

3. Auskultasi : tidak terdengar bising usus.


4. Perkusi : terjadi distensi abdomen.
5. Pemeriksaan colok dubur :

pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis,

untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat
dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks
yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci
diagnosis pada apendisitis pelvika.
6. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan
untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan
dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau
fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha

kanan ditahan. Bila

appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan


tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan
nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC/PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Akan terjadi leukositosis ringan
(10.000-20.000/ml) dan peningkatan neutrofil sampai 75% sebagai respon
fisiologis tubuh untuk melawan bakteri yang menyerang. Kadar Hb normal
2. Pemeriksaan urin juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan
kelainan pada ginjal dan saluran kemih.
3. USG (bila telah terjadi infiltrasi apendikularis)
I. DIAGNOSIS/ CRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis apendisitis akut harus dilakukan secara cermat dan teliti. Kesalahan
diagnosis lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Hal ini disebabkan
karena pada wanita sering timbul nyeri yang menyerupai apendisitis akut, mulai
dari alat genital ( karena proses ovulasi, menstruasi ), radang di panggul atau
penyakit kandungan lainnya. Hal ini sering menjadi penyebab terlambatnya

diagnosis sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah
perforasi.
Untuk mengurangi kesalahan diagnosis, saat berada di rumah sakit dilakukan
observasi pada penderita tiap 1-2 jam dan diagnosa baru bisa ditegakkan 8 - 12
jam setelah muncul keluhan.
J. THERAPHY/TINDAKAN PENANGANAN
Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi yang paling tepat dengan tindakan
operatif. Ada dua teknik operasi yang biasa digunakan :
1. Operasi terbuka : satu sayatan akan dibuat ( sekitar 5 cm ) dibagian bawah
kanan perut. Sayatan akan lebih besar jika apendisitis sudah mengalami
perforasi.
2. Laparoskopi : sayatan dibuat sekitar dua sampai empat buah. Satu didekat
pusar, yang lainnya diseputar perut. Laparoskopi berbentuk seperti benang
halus denagn kamera yang akan dimasukkan melalui sayatan tersebut.
Kamera akan merekam bagian dalam perut kemudian ditampakkan pada
monitor. Gambaran yang dihasilkan akan membantu jalannya operasi dan
peralatan yang diperlukan untuk operasi akan dimasukkan melalui sayatan di
tempat lain. Pengangkatan apendiks, pembuluh darah, dan bagian dari
apendiks yang mengarah ke usus besar akan diikat.
K. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Pengkajian : pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan CKD berisi hal-hal
sebagai berikut :
2. Waktu dilaksanakan pengkajian
3. Tanggal masuk rumah sakit
4. Ruangan/kelas
5. Nomor kamar
6. Nomor Catatan Medis
a. Data subjektif :
Identitas pasien
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Status Perkawinan :

Agama :
Pendidikan :
Suku bangsa :
Pekerjaan :
Alamat :
Dx Medis :
Identitas penanggung
Nama Penanggung :
Alamat
No. Telp
Hubungan dengan pasien
Pekerjaan
b. Riwayat keluarga
c. Status Kesehatan
d. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama : dikaji keluhan utama saat MRS dan keluhan utama saat
ini/sekarang
Alasan MRS : dikaji alasan pasien MRS
e. Status kesehatan masa lalu
- Penyakit yang pernah dialami klien
- Px pernah dirawat di RS sebelumnya atau tidak
- Dikaji apakah klien memiliki alergi
- Dikaji bagaimana kebiasaan px sehari-hari. Apakah ada kebiasaan buruk yang
mendorong timbulnya penyakit
f. Riwayat penyakit keluarga
Dikaji apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit serupa. Atau
penykait-penyakit lainnya yang dapat mendukung pengkajian terhadap px
g. Diagnosa Medis dan Terapi
h. Pola Fungsi Kesehatan
- Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Dikaji bagaimana kebiasaan pasien dalam memelihara kesehatannya. Bagaimana
upaya pasien dalam mengatasi kesakitan. Apakah pasien membeli obat sendiri, ke
dokter, ke bidan, atau ke puskesmas
- Nutrisi
Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan dan minum yang telah disediakan RS,
apakah pasien mengalami mual atau muntah ataupun merasa tidak nafsu makan. Kaji
juga kebiasaan makan dan minum pasien di rumah dan bandingkan saat pasien dirawat

di rumah sakit. Dikaji kebiasaan makan pasien. Bagaimana pola makan pasien SMRS
dan MRS.
L. Pola eliminasi
Kaji bagaimana pola eliminasi (BAB dan BAK) px saat SMRS dan MRS.
Gejala: penurunan frekuensi urine, oliguia, anuria(gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: perubahan warna urine, oliguria dapat juga menjadi anuria. Dikaji pola dan
kebiasaan buang air kecil dan buang air besar saat di RS dan di rumah (data subjektif).
Terutama difokuskan tentang apakah pasien cenderung susah dalam buang air atau
mempunyai keluhan saat buang air. Kaji juga konsitensi feses, warna feses/urine, dan
bau feses/urine.
M. Pola aktivitas dan latihan
Kaji apakah px mampu melakukan semua kegiatan sendiri. Dan bagaimana kemampuan
perawatan diri px saat MRS (makan/minum, mandi, toileting, berpakaian, mobilisasi,
berpindah, ambulasi ROM). Apakah px mandiri, menggunakan alat bantu, dibantu
orang lain, dibantu orang lain dan alat, atau tergantung total. Dikaji aktivitas pasien
sebelum sakit dan saat sakit. Apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam
melakukan aktivitasnya saat menderita suatu penyakit, misalnya saat pengkajian pasien
mengatakan merasa nyeri yang sangat hebat sehingga menolak untuk disentuh. Pasien
mengeluh nyeri pada sekitar umbilical sampai ke area diafragma, pasien tampak
meringis akibat nyeri, tampak lesu, dan tidak bergairah.
N. Oksigenasi
Kaji apakah px punya riwayat sesak. Saat MRS kaji dan observasi apakah px memakai
otot bantu pernapasan atau alat bantu pernapasan.
O. Pola tidur dan istirahat
Dikaji pola istirahat/tidur pasien sebelum sakit dan saat sakit. Apakah pasien mengalami
gangguan pola tidur akibat penyakitnya. Misalnya, Sebelum sakit pasien biasa tidur 8
jam sehari yaitu dari pukul 22.00-06.00 wita. Pasien tidak biasa tidur siang. Saat
pengkajian ibu pasien mengatakan pasien megalami susah tidur akibat nyeri yang
dirasakan. Pasien terbangun tiap 2 jam sekali.
P. Pola Persepsi diri/konsep diri
Kaji bagaimana px memandang dirinya (ideal diri, harga diri, peran, citra tubuh)
Q. Pola seksual dan reproduksi
Kaji pola seksual dan reproduksi px. Jumlah anak, masalah seksual yang dialami.
R. Pola kognitif perseptual
Kaji tingkat pengetahuan px
S. Manajemen Koping

Kaji bagaimana px mengatasi stress. Siapa orang terdekat px yang sering diajak
berdiskusi soal masalah atau stress yang dihadapi.
T. Keyakinan
Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima
penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya. Misalnya,
pasien beragama Hindu. Pasien sering berdoa.Pasien mengatakan penyakitnya bukan
disebabkan oleh ilmu hitam. Pasien yakin penyakitnya karena masalah kesehatan.
5. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : baik, sedang, lemah, jelek
Tingkat kesadaran : compos mentis, somnolen, apatis, coma
GCS
Tanda-tanda vital
Tekanan darah:

Nadi:

RR:

Suhu:

Keadaan fisik
Kepala :
Bentuk normochepali, warna rambut hitam, keriting, tidak ada ketombe, nyeri tekan ada.
Wajah :
Bentuk simetris, ada pembengkakan di bagian mata.
Mata :
Konjungtiva palbebra merah muda +/+, sklera putih +/+, kornea bening, reflek pupil +/+,
pergerakan bola mata baik.
Telinga
Bentuk simetris, pendengaran baik, tidak ada serumen
Hidung
Bentuk simetris, ada pernapasan cuping hidung, mukosa hidung merah muda, tidak ada
sekret, tidak ada nyeri tekan, kebersihan cukup.
Gigi dan Mulut
Mukosa bibir kering, gigi lengkap, caries tidak ada, gusi pucat, kebersihan gigi cukup.
Leher
Bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran
kelenjar thyroid, serta tidak ada bendungan vena jugularis.
Thorax
Bentuk simetris, gerakan simetris, frekuensi nafas 35 kali/menit, ada nyeri tekan.bunyi
jantung melemah, terdengar murmur mid-diastolik pada daerah apeks.
Abdomen
Bentuk simetris, ada nyeri tekan, kaji ascites.

Ekstremitas
Atas : bentuk simetris, ada sianosis, edema ada.
Bawah : bentuk simetris, ada sianosis, edema ada
Pola neurologis
Status mental dan emosi, pengkajian saraf kranial, pemeriksaan reflek

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL (NURSING


DIAGNOSIS)
Pra operasi
Dx1

: Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan pengeluaran cairan yang berlebihan

Dx2

: Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan akibat imflamasi

RENCANA TINDAKAN (PLANNING)


PRA OPERASI
Dx1

: Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, kebutuhan
cairan klien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
-

Klien mengatakan sudah tidak muntah lagi

Membrane mukosa lembab

Turgor kulit baik

Tanda

Tanda

Vital

normal

(suhu:370C,

nadi:80x/menit,

RR:18x/menit, tekanan darah:120/80mmHg)


Intervensi
Awasi masukan dan keluaran. Berikan
sejumlah kecil minuman per oral
sesuai toleransi
Kolaborasi : Pemberian IV dan
elektrolit
Kaji membrane mukosa
Kaji turgor kulit
Kaji Tanda tanda Vital

Rasional
Menurunkan muntah dengan pemasukan
cairan perlahan, dan meminimalkan
kehilangan cairan
Sebagai indikator sirkulasi perifer dan
hidrasi seluler
Sebagai indikator sirkulasi perifer dan
hidrasi seluler
Sebagai tanda yang mengidentifikasi
volume cairan intravaskuler

Dx2

: Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan akibat imflamasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
nyeri klien dapat berkurang dengan kriteria hasil :
-

Klien mengatakan nyerinya berkurang dari skala 8 ke skala 4

Klien mengatakan dapat beristirahat dengan baik

Wajah klien tampak relax

Tanda-tanda vital normal (suhu:370C, nadi:80x/menit, RR:18x/menit,


tekanan darah:120/80mmHg)

Intervensi
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik,
skala nyeri
Posisikan
klien
dengan
posisi
semifowler
Ajarkan nafas dalam dan teknik
distraksi sebagai teknik relaksasi
Kaji Tanda tanda Vital

Rasional
Untuk mngawasi tingkat dan kondisi
nyeri dan keefektifan obat
Untuk menghilangkan ketegangan otot
abdomen
Untuk meningkatkan relaksasi dan
mengurangi ketegangan
Sebagai tanda yang mengidentifikasi
kondisi tubuh klien
Kolaborasi untuk pemberian kantong Untuk menghilangksn rasa nyeri dengan
es pada abdomen
menghilangkan rasa nyeri pada ujungujung saraf.
Evaluasi
PRA OPERASI
Dx1

: Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan


Evaluasi

Volume cairan tubuh klien dapat terpenuhi dengan kriteria :


Subjektif

: Klien mengatakan sudah tidak muntah lagi

Objektif

Membrane mukosa lembab

Turgor kulit baik

Tanda

Tanda

Vital

normal

(suhu:370C,

nadi:80x/menit,

RR:18x/menit, tekanan darah:120/80mmHg)


-

Assesement

Masalah teratasi seluruhnya

Planning

Pertahankan kondisi

Dx2

: Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan akibat

imflamasi
Evaluasi

Nyeri klien berkurang dengan kriteria :


Subjektif :

Klien mengatakan berkurang dari skala 8 ke skala 4


Klien mengatakan dapat beristirahat dengan baik

Objektif

wajah klien tampak relax

Tanda

Tanda

Vital

normal

(suhu:370C,

nadi:80x/menit,

RR:18x/menit, tekanan darah:120/80mmHg)


-

Assesement:

Masalah teratasi seluruhnya

Planning :

Pertahankan kondisi

DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo,W. Aru dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III

Edisi IV. Jakarta:

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI


Price, Sylvia Andeson. 2005. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6, . Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made
Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall.1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6. Alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC

TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. N Y R
DENGAN APPENDIKSITIS ACUT
DI RUANG TRIAGE RSUP SANGLAH DENPASAR
BALI
Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 19 Mei 2011 di ruang Triage RSUP Sanglah
Denpasar dengan pengamatan langsung pada pasien, wawancara, dan cacatan medis
pasien.
Identitas :
Nama

: Ny. N Y R

Tgl. MRS

: 19 Mei 2011.

Umur

: 37 thn.

Jam

: 09.00 WITA.

Suku/bangsa

: Jawa/Indonesia

Diangnosa

: Appendiksitis acut

Agama

: Hindu

Pekerjaan

: Wiraswasta

Pendidikan

: SLTP

Alamat

: Jalan Taman sukati No 6 Denpasar bali.

Primary Survey
Keluhan Utama
Pasien datang ke IRD RSUP Sanglah dengan keluhan nyeri perut kanan bawah.
Riwayat penyakit sekarang
Nyeri perut kanan bawah sejak 1 hr yang lalu, nyeri ulu hati (+) mual (+)
muntah (-) demam (-) BAB (+) normal BAK (+) normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang serius.
a. Airway
Jalan nafas paten,bersih tidak ada sumbatan baik partial maupun total.

b. Breathing
Suara nafas vesikuler, tidak terdengar adanya kelainan, pergerakan dada kanan
dan kiri simetris, RR 18 x/mnt.
c. Circulation
CRT < 2 detik, TD 110/80 mmHg, Nadi 88x/mnt, Suhu axila 36,7C, hangat,
tidak ada tanda-tanda perdarahan, dan cianosis (-)
d. Disability
Kesadaran Compos mentis, KU sedang, E4 M5 V6, pupil isokor, reflek +/+
e. Exposure
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ataupun distensi terutama pada abdomen.
Secondary Survey
Five Intervention
Tidak dilakukan pemasangan NGT, Pulse oksimetri, EKG, dan Dower kateter.
Laborat
Tanggal 05/05/2011
WBC : 6,7 satuan 10^3/ul

PH

: 4,00

RBC

Leuc

: negatif

: 4,64 satuan 10^3/ul

HGB : 11,6 satuan g/dl


HCT

: 41,0 satuan L %

PLT

: 233 satuan 10^3/ul

Blooding time : 1,30 menit (normal 1,00-3,00)


Clothing time : 8,00 menit (normal 5,00-15,00)
Give vital sign & comfort
TD 110/80 mmHg, Nadi 88x/mnt, Suhu axila 36,7C.
Mengatur posisi pasien semi fowler.
History & head to toe
Allergy

: Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik obat dan makanan.

Medication

: Pasien tidak sedang menjalani suatu pengobatan penyakit


tertentu.

Past illness

: Pasien tidak memiliki riwayat penyakit tertentu.

Last mealt

: Pasien makan terakhir jam 06.00 wita.

Event

: Pasien berada di rumah bersama keluarganyaketika sakit


mendadak.

Head to Toe
a. Kepala, leher, wajah
Kepala

: tidak tampak adanya luka ataupun hematom,tidak ada

perdarahan telinga dan hidung.


Wajah

: ekspresi wajah menyeringai menahan sakit, mukosa bibir

kering.
Leher

: tidak tampak adanya peningkatan JVP, trakhea di tengah.

b. Dada
Inspeksi

:bentuk dada simetris, tidak tampak ictus cordis, pergerakan dada

simetris.
Auskultasi : vesikuler +/+
Perkusi

: sonor.

Palpasi

: pengembangan dada simetris, krepitasi (-)

c. Abdomen & Pelvis


Inspeksi

: Distensi (-) ekimosis (-) asites (-) pernafasan abdominal (-)

Auskultasi : Bising usus 6x/mnt


Perkusi

: Tympani

Palpasi

: Nyeri tekan Mc Berney (+) nyeri epigastric (+) tidak teraba


massa, pergerakan pelvis simetris.

d. Ekstremitas
Semua ekstremitas dapat bergerak dengan bebas.

Analisa Data
No
1

Data
DS :
Pasien mengatakan nyeri
perut kanan bawah
DO :
Inspeksi:Distensi (-) ekimosis

(-) asites

(-) pernafasan

abdominal (-)
Auskultasi :Bising usus 6x/mnt

Kemungkinan penyebab
Trauma langsung pada
tangan kanan

Masalah
Nyeri abdomen

fraktur humerus
gerakan fragmen tulang
nyeri

Perkusi : Tympani
Palpasi : Nyeri tekan Mc
2

Berney (+) nyeri epigastric (+)


tidak teraba massa, pergerakan
pelvis simetris.
DS :
Pasien mengatakan sakit
saat menggerakkan tangan
kanan
DO :

ADL tampak dibantu


oleh keluarga dan perawat

Klien tampak bed rest di


tempat tidur

Tampak bengkak pada


tangan kanan

Penurunan ROM tangan


kanan

Fraktur humerus
Dengan tindakan
imobilisasi

Gangguan aktifitas
aktifitas fisik

Keterbatasan aktifitas
fisik

Masa / tinja / benda asing


Obstruksi lumen apendiks
Peradangan
sekresi, mukus tidak dapat

Pembengkakan jaringan

keluar

limpoid
Peregangan apendik
Tekanan intra luminal

suplai darah terganggu


Hipoksia
Nyeri

Akut ---- Ulserasi + invasi


bakteri

Kronis

Prosedur invasif/tindakan

----

Nekrose

perporasi

Cemas

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan appendik.
2. Cemas berhubungan dengan Kurangnya pengetahuan tentang prosedur
invasif/tindakan.
Rencana Tindakan
No

Data

Tujuan & Kriteria


hasil

Intervens

Rasional

Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan appendik.


Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil : tampak rileks,mampu tidur/istirahat.
Rencana Tindakan :
1. Kaji Tingkat nyeri klien menggunakan skala nyeri 1 10
Untuk mengetahui sejauh mana nyeri yg dialami klien sehingga tindakan yg
akan dilakukan tepat.
2. Anjurkan klien istirahat dng memberikan posisi semi fowler
Untuk mengurangi penyebaran infeksi bila apndik telah pecah.
3. Alihkan perhatian klien dng mengajak bicara
Membuat klien tdk terfocus pada nyerinya sehingga dpt rileks.
4. Berikan terapi sesuai dengan program medik:
Pasang Infus RL 15 tts/mnt
Profilaksis Amoxan 2 gr/IV.
5. Cemas berhubungan dengan Kurangnya pengetahuan tentang prosedur invasif/tindakan.
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang setelah diberikan penjelasan.

Kriteria Hasil : Klien tenang & kooperatif terhadap tindakan yg akan diberikan.
Rencana tindakan :
1. HE tentang waktu,tempat, prosedur operasi,lama perawatannya.
Mengorientasikan klien ttg yang akan dihadapinya nanti
2. Berikan ketentraman dan kenyamanan.
Agar klien merasa terlindungi dan merasa bahwa ia mendapatkan
pertolongan yg tepat.
3. Dampingi klien setiap akan dilakukan prosedur tindakan
Agar klien tdk merasa tenang & tdk khawatir
e. Tindakan Keperawatan
Dx. 1.
1. Mengkaji tingkat nyeri klien,Nyeri skala 5 (sedang)
2. Memberikan posisi semi fowler
3. Memasang Infus RL 20 tts/mnt
4. Memberikan Injeksi Cefotaxim 1 gr/IV (Profilaksis)
5. Mengajak klien bicara sambil melakukan pengkajian & intervensi.
Dx. 2.
1. Menjelaskan setiap prosedur tindakan yg akan dilakukan
2. Menjelaskan ttg pelaksanaan operasi : waktu,tempat,prosedur operasi dan lama
perawatan.
3. Mendampingi klien saat menanda tangani Informed consent dan mem berikan
motivasi agar klien tdk lagi cemas
f.

Evaluasi

Dx. 1.
S: Klien merasa sakitnya sudah agak berkurang
O:Klien tidk lagi gelisah,tampak rileks RR=20 x/mnt,Nadi=100 x/mnt TD=110/70
mmHg.
A: Nyeri berkurang,masalah teratasi sebagian
P: Klien dibawa Kekamar operasi (OK) IRD lt 1 untuk dilakukan operasi
Appendiktomy.
Dx. 2.

S: Klien mengatakan siap & pasrah u/dilakukan operasi


O:Klien tenang & kooperatif dan bersedia menanda tangani Informed consent.
A: Cemas Klien berkurang,masalah teratasi
P: Rencana tidak diteruskan klien dibawa ke IRD Lt.1

Você também pode gostar

  • Pohon Masalah
    Pohon Masalah
    Documento3 páginas
    Pohon Masalah
    Trinitas Bata
    Ainda não há avaliações
  • LP Fraktur Umum
    LP Fraktur Umum
    Documento12 páginas
    LP Fraktur Umum
    Trinitas Bata
    Ainda não há avaliações
  • Bagan Patofisiologi
    Bagan Patofisiologi
    Documento1 página
    Bagan Patofisiologi
    Trinitas Bata
    Ainda não há avaliações
  • Askep Fraktur
    Askep Fraktur
    Documento26 páginas
    Askep Fraktur
    Trinitas Bata
    Ainda não há avaliações
  • Renpra Fraktur
    Renpra Fraktur
    Documento3 páginas
    Renpra Fraktur
    Trinitas Bata
    Ainda não há avaliações
  • Strategi Pelaksanaan Dan Strategi Komunikasi
    Strategi Pelaksanaan Dan Strategi Komunikasi
    Documento10 páginas
    Strategi Pelaksanaan Dan Strategi Komunikasi
    Trinitas Bata
    Ainda não há avaliações
  • LP Diare
    LP Diare
    Documento14 páginas
    LP Diare
    Trinitas Bata
    Ainda não há avaliações
  • LP Hil
    LP Hil
    Documento24 páginas
    LP Hil
    Trinitas Bata
    Ainda não há avaliações
  • Askep Epilepsi
    Askep Epilepsi
    Documento14 páginas
    Askep Epilepsi
    Trinitas Bata
    Ainda não há avaliações
  • Askep GGK
    Askep GGK
    Documento10 páginas
    Askep GGK
    Trinitas Bata
    Ainda não há avaliações