Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
This research investigated the effect of the environmental performance toward the
environmental disclosure of the firms. The measurement of environmental
performance was proxied by rating of PROPER (Program for Pollution Control,
Evaluation, and Ratting), while the environmental disclosure was proxied by IER
index (Indonesian Environmental Reporting Index). The Control variabels for this
study were firm size (ln of total assets) and industry type.
The sample for this research consists of 24 corporations that have fulfilled sample
criteria in 2009 until 2012. The data on this research were tested by multiple linear
regression. The result of this research showed that the environmental performance
had significantly positive effect toward the environmental disclosure.
Keywords: environmental disclosure, environmental performance, industry type,
size.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup pengungkapan lingkungan adalah
sebuah istilah yang biasa digunakan oleh suatu instansi atau organisasi untuk
mengungkapkan data yang berkaitan dengan lingkungan. Menurut Damaso dan
Laurenco (2001) pengungkapan sosial dan lingkungan merupakan hal yang paling
menjadi sorotan dalam legitimasi suatu institusi. Pengungkapan dilakukan untuk
menjaga perusahaan agar perusahaan terhindar dari berbagai bentuk penolakan
masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik
akan mengungkapkan informasi lebih lanjut mengenai lingkungan daripada
perusahaan dengan kinerja lingkungan yang buruk.
Hasil penelitian mengenai hubungan kinerja lingkungan dan pengungkapan
lingkungan masih menunjukan berbagai hasil yang berbeda. Tuwaijri (2003)
menemukan hubungan positif dan signifikan antara kinerja lingkungan yang baik
dan pengungkapan informasi lingkungan yang lebih luas, begitu pula dengan
Clarckson et al. (2006) menemukan hubungan positif antara kinerja lingkungan
dan luasnya pengungkapan pengungkapan lingkungan. Perusahaan dengan kinerja
lingkungan superior akan menuju pengungkapan diskresioner. Sementara itu
Djuitaningsih dan Ristiawati (2011) menemukan bahwa kinerja lingkungan
melalui PROPER tidak memberikan pengaruh kepada CSR disclosure. Hal ini
dikarenakan masih sedikitnya perusahaan yang mengikuti PROPER dan peraturan
yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan pada tahun tersebut
sehingga pengungkapan yang dilakukan perusahaan masih jauh dari yang
diharapkan, mengingat pengungkapan tersebut masih bersifat voluntary. Wiseman
(1982) dalam Elijido ( 2004) tidak dapat menemukan hubungan antara kinerja
lingkungan dan pengungkapan lingkungan. Penelitiannya melihat bahwa ketika
tidak ada regulasi untuk pelaporan lingkungan, pelaporan yang lebih luas akan
membingungkan pemakai dalam pengambilan keputusan.
Wijaya (2012) dan Rakhiemah et al. (2009) menyarankan penambahan variabel
lain yang berkaitan dengan pengungkapan lingkungan seperti ukuran dan tipe
industri perusahaan. Mengikuti saran tersebut, pada penelitian ini penulis
mengambil karakteristik perusahaan berupa ukuran perusahaan dan tipe industri
perusahaan sebagai variabel kontrol dalam menganalisis pengaruh kinerja
lingkungan perusahaan terhadap pengungkapan lingkungan perusahaan.
Penulis masih melihat ketidakkonsistenan pada hasil-hasil penelitian mengenai
pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan lingkungan perusahaan.
Untuk itu penulis tertarik untuk mengambil judul: Analisis Pengaruh Kinerja
Lingkungan terhadap Pengungkapan Lingkungan Perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan adalah:
Apakah kinerja lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pengungkapan lingkungan perusahaan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris mengenai
pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan lingkungan perusahaan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak berikut:
1. Bagi Akademisi
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai kinerja lingkungan yang terkait dengan praktik pengungkapan
lingkungan suatu perusahaan sehingga dapat menjadi referensi bagi
penelitian mendatang yang masih berkaitan dengan penelitian ini.
2. Bagi Praktisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi
perusahaan agar lebih memperhatikan dampak yang mereka timbulkan
terhadap lingkungan serta melakukan pengelolaan terhadap lingkugan
dengan lebih baik lagi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Legitimasi
Legitimasi adalah generalisasi persepsi atau asumsi bahwa kegiatan suatu entitas
memang diinginkan, pantas, atau sesuai dengan suatu sistem yang dibangun
secara sosial mengenai norma, nilai, kepercayaan, dan definisi (Schuman, 1995
dalam Tilling, 2004). Teori legitimasi berkisar pada konsep kontrak sosial.
Kontrak sosial adalah kontrak implisit perusahaan dengan masyarakat untuk
menunjukan tindakan sosial yang diinginkan dengan imbalan persetujuan
masyarakat atas tujuan dan kelangsungan hidup perusahaan (Guthrie et al., 1989
dalam Elijido, 2004).
Perusahaan merupakan bagian dari suatu sistem sosial masyarakat, untuk itu
perusahaan akan berusaha untuk membangun keselarasan antara nilai-nilai sosial
yang terkait dengan kegiatan mereka dan norma-norma perilaku yang dapat
diterima dalam sistem sosial yang lebih besar. Ketika terdapat perbedaan aktual
atau potensial antara sistem nilai perusahaan dan masyarakat maka akan ada
ancaman terhadap legitimasi perusahaan (Mathews, 1993 dalam Tilling, 2004).
Legitimasi dianggap persepsi eksternal oleh masyarakat atau pemangku
kepentingan. Perusahaan dapat memberikan informasi mengenai kegiatannya
untuk mendukung legitimasi perusahaan di mata masyarakat melalui
pengungkapan. Pengungkapan sosial dan lingkungan merupakan hal yang paling
menjadi sorotan dalam legitimasi suatu institusi (Damaso dan Laurenco, 2001).
Pada penelitian ini penulis akan menyorot pengungkapan lingkungan yang
dilakukan oleh perusahaan dengan dasar teori legitimasi.
2.1.2 Teori Stakeholder
Stakeholder adalah pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan, baik itu
yang mempengaruhi perusahaan ataupun yang terkena dampak dari perusahaan.
Operasional perusahaan dapat berdampak pada para stakeholder baik bagi
pegawai, masyarakat, pemerintah maupun shareholder dari perusahaan. Teori
stakeholder menyatakan bahwa kesuksesan perusahaan tergantung pada
manajemen yang sukses membangun hubungan dengan para stakeholder (Ullman,
1985 dalam Elijido, 2004). Hal ini didukung oleh pernyataan Freeman (1998)
bahwa jika bisnis ingin sukses maka perusahaan harus menciptakan nilai bagi
konsumen, pekerja, komunitas masyarakat, shareholder, bank dan pemilik dana
yang biasa disebut dengan stakeholder. Teori dari Freeman (1998) tersebut,
menentang teori Friedman (1970) dalam Ferrero et al. (2012) yang menyatakan
bahwa kewajiban perusahaan hanya untuk memaksimumkan laba bagi
shareholder saja. Freeman (1998) berpendapat bahwa saat ini jalan untuk
menciptakan nilai bagi shareholder adalah dengan memperhatikan stakeholder
yang lain. Dengan memperhatikan kepentingan stakeholder seperti dalam
masalah sosial dan lingkungan bukan berarti tujuan utama dari bisnis berubah
menjadi kegiatan sosial saja. Tujuan utama dari bisnis tetaplah profit, namun
bisnis harus dilakukan dengan benar dan tetap memperhatikan kepentingan pihakpihak lain yang terkait dengan bisnis. Teori stakeholder menuntut keikutsertaan
kepentingan stakeholder pada bisnis perusahaan.
Masyarakat adalah pusat dari bisnis yang kepentingan nya harus diperhatikan agar
tidak terjadi konflik antara perusahaan dan stakeholder (Freeman, 1998). Salah
satu cara untuk membangun hubungan baik dengan stakeholder adalah dengan
memperhatikan lingkungan. Pencemaran terhadap lingkungan akan menimbulkan
social cost bagi stakeholder. Untuk itu perusahaan juga harus memperhatikan
pengelolaan lingkungan dalam operasional perusahaan, sehingga dampak negatif
dari operasional perusahaan dapat diminimalisir. Pengungkapan sosial perusahaan
merupakan sarana bagi perusahaan untuk menegosiasikan hubungan dengan para
stakeholder (Robert, 1992 dalam Indriastuti, 2012).
2.1.3 Pengungkapan Lingkungan
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dalam website nya (www.menlh.go.id)
pengungkapan lingkungan adalah suatu istilah yang sering digunakan oleh suatu
instansi atau organisasi untuk mengungkapkan data yang berhubungan dengan
lingkungan, disahkan (diaudit) atau tidak, mengenai risiko lingkungan, dampak
lingkungan, kebijakan, strategi, target, biaya, pertanggungjawaban, atau kinerja
PROPER untuk mengukur kinerja lingkungan suatu perusahaan. Sebuah pra - dan
pasca - evaluasi efektivitas PROPER mengungkapkan bahwa pengungkapan
lingkungan meningkat lebih signifikan satu tahun setelah pelaksanaan program
pada tahun 2002 (Sarumpaet, 2008). Hal ini menyebabkan peneliti memilih
PROPER sebagai proksi kinerja lingkungan pada penelitian ini.
Kementerian Lingkungan Hidup dalam artikel pedoman CSR bidang lingkungan
membagi peringkat PROPER menjadi 5 kategori yaitu:
-
Proper warna Biru diberikan pada perusahaan yang telah melakukan upaya
pengelolaan lingkungan sesuai dengan kriteria peraturan yang berlaku.
Pengungkapan
Lingkungan
Jumlah Perusahaan
35
(4)
(7)
24
Pengamatan dilakukan pada empat tahun yang dipilih sebagai tahun penelitian
sehingga jumlah pengamatan 24 dikali 4, menjadi 96 pengamatan.
3.2 Data Penelitian
3.2.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh
melalui beberapa sumber yaitu, laporan tahunan perusahaan-perusahaan sampel
yang didapat dari website Bursa Efek Indonesia serta pengumuman peringkat
kinerja lingkungan perusahaan yang diperoleh dari website Kementerian
Lingkungan Hidup untuk tahun 2009-2012.
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Pengungkapan Lingkungan
Pengukuran variabel pengungkapan lingkungan dilakukan dengan disclosure
scoring. menggunakan Indonesian Environmental Reporting Index, atau indeks
IER yang dikembangkan oleh Suhardjanto et al. (2008) yang dimuat dalam
Journal of Asia-Pasific Center for Environmental Accountability. Penelitian
terhadap indeks ini dilakukan melalui survei dengan responden yang terdiri dari
pebisnis, regulator, environmentalis dan akademisi. Penulis menggunakan indeks
ini karena IER dianggap lebih mencerminkan apa yang diminta oleh stakeholder
di Indonesia terhadap perusahaan. Indeks IER lebih cocok untuk diterapkan di
Indonesia. Komponen dalam indeks IER dapat dilihat pada lampiran 2.
3.3.2 Kinerja Lingkungan
Pengukuran kinerja lingkungan berbeda-beda pada setiap peneliti. Clarckson et al.
(2006) meneliti hubungan kinerja lingkungan dengan pengungkapan lingkungan
menggunakan actual pollution discharge data dari the U. S. Environmental
Protection Agencys (EPA) Toxic Release Inventory (TRI) database untuk
mengukur kinerja lingkungan perusahaan. Tuwaijri (2003) menggunakan CEP
environmental-performance ratings untuk mengukur kinerja lingkungan dalam
penelitiannya yang mencari hubungan kinerja lingkungan, pengungkapan
lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan.
Di Indonesia kinerja lingkungan dapat diukur melalui PROPER sebagai ukuran
kinerja lingkungan seperti penelitian dari Suratno et al. (2007). Sebuah evaluasi
efektivitas PROPER mengungkapkan bahwa pengungkapan lingkungan
meningkat lebih signifikan satu tahun setelah pelaksanaan program pada tahun
2002 (Sarumpaet, 2008). Masyarakat juga dapat secara sederhana mengetahui
tingkat kepedulian perusahaan terhadap lingkungan hanya dengan melihat warna
peringkat pada PROPER.
Kinerja lingkungan PROPER dinilai pada tiap-tiap cabang perusahaan diseluruh
Indonesia kemudian diberikan peringkat pada masing-masing cabang tersebut
sehingga satu perusahaan dapat memiliki beberapa peringkat sesuai dengan
jumlah cabang yang dimilikinya. Penentuan peringkat PROPER dalam penelitian
ini dilakukan dengan melihat peringkat paling banyak didapat oleh perusahaan.
Mengacu pada penelitian Rakhiemah et al. (2009) peringkat kinerja lingkungan
tersebut kemudian diberikan nilai 1 sampai 5 dengan rincian sebagai berikut :
Peringkat emas : 5
Peringkat hijau : 4
Peringkat biru : 3
Peringkat merah : 2
Peringkat hitam : 1
industri bangunan, retailer, tekstil, produk personal dan produk alat rumah tangga.
Klasifikasi tipe industri ini mengacu pada penelitian Sembiring (2005) serta
Hackston dan Milne (1996) dalam Indriastuti ( 2012). Perusahaan low profil akan
diberi nilai 0 dan perusahaan high profil akan diberi nilai 1, pengukuran ini
mengacu pada penelitian Sari (2012), Sembiring (2005), dan Suhardjanto (2011).
3.4 Metode Analisa Data
3.4.1 Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif merupakan teknik deskriptif yang memberikan
informasi mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis.
Analisis ini hanya digunakan untuk menyajikan dan menganalisis data disertai
dengan perhitungan agar dapat memperjelas keadaan atau karakteristik data yang
bersangkutan (Ghozali, 2006:19).
3.4.2 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk menentukan ketepatan model regresi yang
digunakan dalam suatu penelitian (Ghozali, 2006:93) , uji asumsi klasik dalam
penelitian ini terdiri dari 4 jenis uji yaitu Uji Normalitas, Uji multikolinearitas,
Heteroskedastitas, dan Autokorelasi.
3.4.3 Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan menggunakan regresi linear berganda dengan rumus:
Y = a + b1X1+ b2X2 + b3X3 + e
Keterangan :
a = konstanta
Y = Pengungkapan Lingkungan
X1 = kinerja lingkungan
X2 = size
X3 = tipe industri
e = Error
b1, b2, b3 = koefisien regresi
Model
Nilai
Korelasi
Kinerja
Lingkungan
64.1 %
0.000
Ukuran
Perusahaan
34.7 %
0.000
Tipe
Industri
8.1 %
0.185
4.3 Pembahasan
4.3.1 Kinerja Lingkungan Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap
Pengungkapan Lingkungan.
Dari hasil pengujian hipotesis diketahui kinerja lingkungan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap pengungkapan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa semakin baik kinerja lingkungan suatu perusahaan maka akan
semakin luas pengungkapan lingkungan perusahaan tersebut. Hal tersebut
disebabkan perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik ingin menunjukkan
kepada stakeholder bahwa perusahaan telah melakukan pengelolaan lingkungan
yang baik melalui pengungkapan lingkungan. Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian Wijaya (2012) serta Djuitaningsih dan Ristiawati (2011) yang
menyatakan kinerja lingkungan tidak berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan lingkungan. Hasil pengujian hipotesis tersebut sesuai dengan teori
pengungkapan sukarela dari Verrechia (1983) yang menyatakan pelaku usaha
dengan berita baik akan mengungkapkan pengungkapan lebih tinggi secara
sukarela. Peringkat kinerja lingkungan yang tinggi dari suatu perusahaan akan
dianggap kabar baik oleh para pemangku kepentingan.
Hasil pengujian ini juga diperkuat oleh teori legitimasi yang menyarankan
perusahaan untuk mencapai keselarasan antara tujuan keuangan mereka dengan
norma-norma sosial yang berlaku. Perusahaan menggunakan pengungkapan
lingkungan sebagai alat untuk menginformasikan informasi pengelolaan
lingkungan yang mereka lakukan. Pengungkapan sosial dan lingkungan
merupakan hal yang paling menjadi sorotan dalam legitimasi suatu institusi
sehingga perusahaan dituntut untuk memiliki kinerja lingkungan yang baik serta
pengungkapan yang baik pula (Damaso et al. 2001). Sesuai dengan teori
legitimasi tersebut penelitian ini menemukan bahwa kinerja lingkungan
berpengaruh positif terhadap pengungkapan lingkungan yang arti nya Ha1 dalam
penelitian ini dapat diterima.
4.3.2 Variabel Kontrol
4.3.2.1 Ukuran Perusahaan
Pengujian hipotesis yang menunjukkan variabel kontrol berupa ukuran perusahaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan lingkungan. Hal ini
tidak sejalan dengan Suhardjanto et al. (2011) yang tidak menemukan hubungan
positif dan signifikan antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan CSR, akan
tetapi hasil ini sejalan dengan sembiring (2005) yang menyatakan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan lingkungan
perusahaan. Perusahaan besar memiliki biaya politis yang lebih besar dibanding
perusahaan kecil karena perusahaan besar lebih mendapat sorotan dibanding perusahaan
dengan size kecil.
Menurut Sembiring (2005) pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan
biaya politis sebagai wujud tanggung jawab perusahaan sehingga perusahaan besar akan
cenderung melakukan pengungkapan lingkungan lebih besar dibanding perusahaan kecil,
selain itu menurut Wolk et al. (2004:302) perusahaan dengan size kecil (small firm) akan
terkena biaya yang signifikan lebih besar dibandingkan perusahaan besar dalam
menerapkan standar yang kompleks pada pengungkapan nya.
BAB V KESIMPULAN
Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis maka dapat ditarik simpulan bahwa Ha1
yang berbunyi kinerja lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pengungkapan lingkungan dapat diterima. Ini menunjukan jika ada perubahan
kearah yang positif terhadap variabel kinerja lingkungan maka akan terjadi
perubahan kearah yang positif pula terhadap variabel pengungkapan lingkungan.
Variabel kontrol berupa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan
lingkungan secara positif dan signifikan, sedangkan variabel tipe industri
perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan lingkungan.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu, sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah perusahaan peserta PROPER yang terdaftar di BEI
dari tahun 2009 hingga 2012. Peneliti kesulitan untuk menentukan peringkat
kinerja lingkungan perusahaan karena pada PROPER penilaian dilakukan pada
masing-masing cabang perusahaan sehingga satu perusahaan dapat memiliki
beberapa peringkat yang berbeda, sedangkan penilaian peringkat perusahaan
dilakukan dengan menggunakan peringkat terbanyak yang di dapat oleh cabangcabang perusahaan sehingga menyebabkan peneliti melakukan pengurangan
sampel.
Indeks pengungkapan lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada IER indeks dari Suhardjanto et al. (2008), namun penilaian masing-masing
elemen nya dalam laporan tahunan perusahaan dilakukan oleh peneliti setelah