Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Abdul Rahman
Pasca Sarjana Magister Akuntansi Universitas Diponegoro
Performance Budgeting
Organisasi sektor publik sering digambarkan tidak produktif, tidak efisien, selalu rugi,
rendah kualitas, miskin inovasi dan kreativitas, serta berbagai kritikan lainnya. Munculnya
kritik keras yang ditujukan kepada organisasi-organisasi sektor publik tersebut kemudian
menimbulkan gerakan untuk melakukan reformasi manajemen sektor publik. Salah satu
gerakan reformasi sektor publik adalah dengan munculnya konsep New Public Management
(NPM). Konsep NPM berusaha untuk memperlihatkan sebuah konvensi anggaran baru yang
didasarkan pada hubungan antara principal-agent, teknik penganggaran dan basis akuntansi
akrual berorientasi pada hasil, dan penganggaran berdasarkan harga kontrak atau dalam
berbagai hal disebut sebagai tender yang kompetitif (Kelly dan Wanna, 2000). Secara khusus,
NPM hendak mengukur apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah. Salah satu
pengukurannya dilakukan atas kepuasan warga negara atas layanan yang diberikan
pemerintah, dan melibatkan partisipasi publik dalam pemberian layanan meski dalam skala
tertentu. Konsep New Public Management (NPM) ini dapat dipandang sebagai suatu konsep
baru yang ingin menghilangkan monopoli pelayanan yang tidak efisien yang dilakukan oleh
instansi dan pejabat-pejabat pemerintah.
Salah satu dampak dalam penerapan konsep NPM tersebut adalah penerapan anggaran
berbasis kinerja yang bertujuan untuk menciptakan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas
dalam pemanfaatan anggaran belanja publik. Penganggaran merupakan sebuah proses yang
mengubah informasi menjadi sebuah keputusan. Permintaan disampaikan oleh spending units
atau dihasilkan oleh staf anggaran terpusat yang diinput ke dalam sebuah proses, dan
kemudian alokasi diberikan kepada entitas, proyek dan penerima lainnya untuk dibelanjakan
(Schick, 2007). Performance budgeting merupakan suatu pendekatan dalam sistem
penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan kinerja yang
diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian kinerja tersebut.Yang dimaksud
kinerja adalah prestasi kerja yang berupa keluaran dari suatu kegiatan atau hasil dari suatu
program dengan kuantitas dan kualitas yang terukur (Madjid dan Ashari, 2013). Dalam
konteks pemerintah daerah, penerapan anggaran berbasis kinerja diharapkan dapat
mendorong proses tata kelola pemerintahan yang lebih baik, proses pembangunan menjadi
9 Desember 2016
Halaman 1
lebih efisien dan partisipatif, karena penyusunan APBD melibatkan pengambil kebijakan,
pelaksana kegiatan, bahkan dalam tahap tertentu juga melibatkan warga masyarakat sebagai
penerima manfaat dari kegiatan pelayanan publik (Utomo dkk., 2007).
Secara teori, prinsip anggaran berbasis kinerja adalah anggaran yang menghubungkan
anggaran negara (pengeluaran negara) dengan hasil yang diinginkan (output dan outcome)
sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatannya.
Performance based budgeting dirancang untuk menciptakan efisiensi, efektivitas dan
akuntabilitas dalam pemanfaatan anggaran belanja publik dengan output dan outcome yang
jelas sesuai dengan prioritas nasional sehingga semua anggaran yang dikeluarkan dapat
dipertangungjawabkan secara transparan kepada masyarakat luas. Penerapan penganggaran
berdasarkan kinerja juga akan meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan akan berdampak
pada peningkatan pelayanan kepada publik baik itu kualitas maupun kuantitas (Kurrohman,
2013). Melalui ABK keterkaitan antara nilai uang dan hasil dapat diidentifikasi, sehingga
program dapat dijalankan secara efektif. Dengan demikian, jika ada perbedaan antara rencana
dan realisasinya, dapat dilakukan evaluasi sumber-sumber input dan bagaimana
keterkaitannya dengan output dan outcome untuk menentukan efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan program (Utomo dkk., 2007).
9 Desember 2016
Halaman 2
9 Desember 2016
Halaman 3
9 Desember 2016
Halaman 4
merumuskan indikator kinerja nasional. Di dalam RKP sangat susah sekali dijumpai dengan
jelas apa kinerja yang spesifik dan terukur yang akan dihasilkan dari program-program
pemerintah, siapa saja instansi yang bertanggung jawab dan bagaimana kontribusi masingmasing instansi untuk mewujudkan kinerja. Kalaupun dalam RKP tercantum sasaran kinerja
program, biasanya dirumuskan dalam bahasa langit yang muluk-muluk, tidak jelas
bagaimana mengukurnya dan berapa target yang harus dicapai. Misalnya, sasaran program
peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara yang dirumuskan dalam RKP
adalah terwujudnya sistem pengawasan dan audit yang akuntabel di lingkungan aparatur
negara. Apa kriteria akuntabel, bagaimana mengukur serta berapa targetnya tidak jelas.
Ketidakjelasan perencanaan kinerja pada level nasional berlanjut pada ketidakjelasan rencana
kinerja (Renja) masing-masing Kementrian/Lembaga. Penamaan program dan kegiatan
instansi juga belum menunjukkan core business dari kementerian/lembaga karena masih
banyak terpengaruh oleh penamaan program dan proyek versi lama atau versi Daftar Isian
Proyek (DIP). Banyak nama program yang bersifat generik seperti program peningkatan
sarana dan prasarana, program pengelolaan sumber daya manusia aparatur, serta program
penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan, yang terdapat pada hampir seluruh instansi.
Untuk program yang sama, tiap instansi mendefinisikan sendiri-sendiri apa sasaran
programnya, yang kemungkinan besar berbeda-beda yang pada akhirnya menyulitkan
pendefinisian ukuran kinerja nasional untuk program tersebut. Program-progran pemerintah
dan program-program masing-masing Kementerian/Lembaga belum terstruktur dengan baik
sehingga sulit dipetakan keterkaitannya.
Kesimpulan dari uraian tersebut di atas adalah bahwa penganggaran berbasis kinerja
yang diterapkan di Indonesia baru sekedar angan-angan dan belum mencerminkan esensi dari
performance based budgeting itu sendiri. Dalam anggaran kinerja harusnya dirumuskan
berdasarkan kinerja apa yang akan diraih baru kemudian disusun anggarannya. Tapi dalam
prakteknya di Indonesia anggaran masih disusun melalui input-input kegiatan apa yang akan
dilakukan oleh Kementerian/Lembaga baru kemudian dicarikan atau dipaksakan output
kinerjanya. Secara garis besar, penganggaran di Indonesia masih berupa penganggaran
inkremental berbaju basis kinerja.
9 Desember 2016
Halaman 5
DAFTAR PUSTAKA
Blndal, J. R., I. Hawkesworth, dan H.-D. Choi. 2009. "Budgeting in Indonesia". OECD
Journal on Budgeting, Vol. 9, No. 2, hlm: 49.
Kelly, J., dan J. Wanna. 2000. "New Public Management and the politics of government
budgeting". International Public Management Review, Vol. 1, No. 1, hlm: 33-55.
Kurrohman, T. 2013. "Evaluasi Penganggaran Berbasis Kinerja Melalui Kinerja Keuangan
Yang Berbasis Value For Money Di Kabupaten/Kota Di Jawa Timur". Jurnal
Dinamika Akuntansi, Vol. 5, No. 1, hlm: 1-11.
Madjid, N. C., dan H. Ashari. 2013. Analisis Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja (Studi
Kasus pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan). In Kajian Akademis BPPK.
Schick, A. 2007. "Performance budgeting and accrual budgeting: Decision rules or analytic
tools?". OECD Journal on Budgeting, Vol. 7, No. 2, hlm: 109.
Utomo, N. A., P. O. Ngakan, dan A. Dermawan. 2007. Anggaran berbasis kinerja:
tantangannya menuju tata kelola kehutanan yang baik. CIFOR, Bogor, Indonesia.
http://www.anggaran.depkeu.go.id/web-print-list.asp?ContentId=97
9 Desember 2016
Halaman 6