Você está na página 1de 20

ASKEP JIWA HALUSINASI

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Halusinasi merupakan gangguan orintasi realita, karena terganggunya fungsi otak :
kognitif dan proses pikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial.
Gangguan terhadap fungsi kognitif dan persepsi akan mengakibatkan kemampuan
menilai dan menilik terganggu, sedangkan gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial akan
mengakibatkan terganggunya kemampuan berespon yakni perilaku non verbal
( Ekspresi,gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). Memperhatikan
perilaku klien seperti ini tentu akan menjadi suatu hal yang perlu direspon oleh perawat
profesional, paling tidak mengeliminir masalah-masalah yang ada sehingga keadaan seorang
pasien tidak berkembang menjadi lebih berat ( perilaku agresif / perilaku kekerasan )

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan Asuhan keperawatan pada klien dengan
halusinasi pendengaran, diharapkan akan mampu mengidentifikasikan seluruh masalah yang
terjadi sehubungan dengan halusinasi.
2. Tujuan Khusus
a.

Mahasiswa mampu mengkaji klien dengan masalah utama halusinasi.

b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.
c.

Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan klien dengan masalah utama


halusinasi.

d. Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan klien dengan masalah


utama halusinasi.

e.

Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.

C. METODE PENULISAN

a.

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu :


Metode kepustakaan
Metode penulisan dengan menggunakan beberapa literatur sebagai sumber.

b. Metode wawancara
Data diperoleh dengan wawancara langsung kepada klien dan perawat ruangan.
c.

Metode observasi
Dengan mengobservasi langsung kepada klien dengan masalah utama halusinasi pendengaran.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
a.

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
b. Bab II tentang landasan teori yang memuat pengertian, tentang respon, jenis-jenis halusinasi,
fase-fase halusinasi, pengkajian, diagnosa, tujuan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
c.

Bab III berisi tentang tinjauan kasus halusinasi pendengaran.

d. Bab IV membahas kesenjangan antara teori dan kasus.


e.

Bab V berupa penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan
gangguan jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien
Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai
dengan gejala halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delerium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :Persepsi
palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus,
salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus
internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien.
B. RENTANG RESPON HALUSINASI
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang
respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan,
dan perabaan ), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun
sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang
dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.

Rentang respon :

Respon Adaptif

Respon Maladptif

Pikiran logis

Distorsi pikiran

gangguan pikir/delusi

Persepsi akurat

ilusi

Halusinasi

Emosi konsisten dengan

Reaksi emosi berlebihan

Sulit berespon emosi

Pengalaman

atau kurang

perilaku disorganisasi

Perilaku sesuai

Perilaku aneh/tidak bias

Berhubungan sosial

isolasi sosial

Menarik diri

C. JENIS JENIS HALUSINASI


JENIS

KARAKTERISTIK

HALUSINASI
Pendengaran

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.

70 %

Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata


yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang

Penglihatan

dapat membahayakan.
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar

20%

geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks.


Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat

Penghidu

monster.
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi

Pengecapan
Perabaan

penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.


Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati

Cenesthetic

atau orang lain.


Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,

Kinisthetic

pencernaan makan atau pembentukan urine


Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

D. FASE HALUSINASI.

Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase
halusinasi terbagi empat:
1. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin
melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan
kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada
pada tingkat listening pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu
mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah
halusinasi datang dari orang lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya
pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat.
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi
yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien
tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien
berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya.
Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

E. PENGKAJIAN KLIEN DENGAN HALUINASI


Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang mengalami
psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi demikian merupakan
proses identifikasi data yang melekat erat dengan pengkajian respon neurobiologi lainnya seperti
yang terdapat juga pada schizofrenia.
1. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti
halusinasi antara lain:
a.

Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun
demikian kromoson yang keberapa yang menjadi factor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson nomor enam,
dengan kontribusi genetik tambahan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter,2002). Anak
kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang
salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami schizofrenia,
sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.

b. Faktor Neurobiologi.
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia tidak
pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi penurunan volume
dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan
kadar serotin.
c.

Studi neurotransmitter.
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana
dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.

d. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi factor predisposisi
schizofrenia.
e.

Psikologis.
Beberapa kondisi pikologis yang menjadi factor predisposisi schizofrenia antara lain anak
yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.

2. Faktor presipitasi
Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a.

Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di
thalamus dan frontal otak.

b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gateing abnormal)

c.

Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang tercantum
pada tabel dibawah ini ;

Kesehatan

Nutrisi Kurang
Kurang tidur
Ketidak siembangan irama sirkardian
Kelelahan infeksi
Obat-obatan system syaraf pusat
Kurangnya latihan

Lingkungan

Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan


Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari
Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
Isoalsi social
Kurangnya dukungan social
Tekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigmasasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi

Sikap/Perilaku

Ktidak mamapuan mendapat pekerjaan


Merasa tidak mampu ( harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri )
Mersa gagal ( kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.
Merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual )
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan

Rendahnya kemampuan sosialisasi


Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidak adekuatan pengobatan
Ketidak adekuatan penanganan gejala.

3. Mekanisme Koping.
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah:
Register, menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada
orang lain atau sesuatu benda.
Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien
4. Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat tidur.
Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti
seseorang mendengarkan suara- suara dan tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang
suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan
kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk segera diatasi. Untuk
memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal haluinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif ketika
mencoba menceritakan halusinasinya kepada orang lain.Karenanya banyak klien enggan untuk
menceritakan pengalaman pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi
masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk memperbincangkan tentang
halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk memastikan dan memvalidasi
pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian untuk dapat
memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya.
Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian
selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi
informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
Isi Halusinasi.

Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu,
jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual,
bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
Waktu dan Frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul,
berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini
sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu
perhatian saat mengalami halusinasi.
Situasi Pencetus Halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu
perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasi pernyataan klien.
Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa
yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Klien yang mengalmi halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bias
membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Hal ini terjadi jika halusinasi sudah
sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya di kendalikan oleh isi
halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan.
Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri ( suicide), membunuh orang lain (homocide)
dan merusak lingkungan.
Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya juga mengalami masalahmasalahkeperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi.Masalah itu antara lain harga
diri rendah dan isolasi social (stuart dan laria,2001). Akibat harga diri rendah dan kurangnya
keterampilan berhubungan social , klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak
selanjutnya lebih dominan di bandingkan stimulus eksternal. Klien selanjutnya kehilangan
kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini memicu timbulnya
halusinasi.
Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon maslah sebagai berikut :
EFEK

Resiko mencedrai diri sendiri,

Orang lain, dan lingkungan

C.P
Perubahan persepsi sensori :
Mandi/Kebersihan diri,berpakaian/berhias

ETIOLOGI

Kerusakan interaksi sosial :

Defisit perawatan diri :

Intoleransi aktifitas

Menarik diri

Gangguan konsep diri :


Harga diri rendah

1.
2.
3.
4.

Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
audiotorik.
Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan dengan menarik diri
Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga diri rendah
Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias berhubungan dengan intoleransi
aktifitas.
G. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan umum :

o Klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi


Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut :
1.

Klien dapat membina hubungan salin percaya

2.

Klien dapat mengenal halusinasinya

3.

Klien dapat mengontrol halusinasinya.

4.

Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

5.

Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya.

H. TINDAKAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya di mulai dengan membina
hubungan saling percaya dengan klien.
Setelah hubungan saling percaya terbina , intervensi keperawatan selanjutnya adalah membntu
klien mengenali halusinasinya.
Setelah klien mengenal halusinasin
I.

1.

EVALUASI

Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :


Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi

2.

Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan

3.

Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu
klien mengatasi masalahnya.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bagian ini kelompok membahas berdasarkan teori dan aplikasi / penerapan
berdasarkan beberapa referensi atau acuan yang didapatkan dilapangan sebagai
pelaksanaan proses keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan
persepsi sensori : pendengaran. Kemudian membandingkan adanya kesenjangan

antara teori dan praktek, dalam ruang lingkup proses keperawatan dari pengkajian
sampai evaluasi.
A. Pengkajian :
Pada tahap pengkajian sumber informasi didapatkan dari klien dan perawat
ruangan. Data yang di dapatkan sesuai dengan tanda dan gejala pada landasan
teori halusinasi kecuali pada gejala pemicu kondisi kesehatan ( nutrisi kurang,
infeksi, kurang tidur).

B.

Diagnosa Keperawatan
Masalah

keperawatan

yang

ditemukan,

pada

kasus

kien

halusinasi

pendengaran ada empat diagnosa keperawatan yaitu : Resiko mencederai diri


sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran;
Perubahan persepsi sensorik : halusinasi dengar berhubungan dengan menarik diri;
Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga diri rendah;
dan Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias berhubungan
dengan intoleransi aktifitas.Sedangkan pada kasus klien kelolaan didapatkan lima
diagnosa. Hal ini karena pada kasus ditemukan, masalah berduka disfungsional
yang menjadi penyebab Harga Diri Rendah
C.

Rencana keperawatn yang dilakukan sesuai dengan landasan teori pada asuhan
perawatan halusinasi

D.

Implementasi

yang

telah

dilakukan

sesuai

dengan

rencana

keperawatan

berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada


E.

Pada evaluasi kasus kelolaan klien mampu secara mandiri dalam mengontrol
halusinasinya hal ini karena klien masih merasa sulit untuk melakukan cara baru
mengatasi halusinasinya.
Hal ini dapat dilihat pada diagnosa keperawatan ::

1.

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi pendengaran klien mampu melakukan sampai pada TUK 5

2.

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran berhubungan dengan


Menarik diri, klien mampu melakukan sampai pada TUK 4

3.

Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah,
klien mampu melakukan sampai pada TUK 5

4.

Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka


disfungsional, klien mampu melaksanakan sampai pada TUK 3

5.

Defisit perawatan diri : Kebersihan diri berhubungan dengan kurang motivasi, klien
mampu melaksanakan samapai pada TUK 4

BAB V

PENUTUP
Berdasarkan pembahasan kasus diatas, maka kami dapat mengambil
kesimpilan dan saran sebagai berikuti :
A. Kesimpulan
1. Halusinasi banyak terjadi pada klien schizofrenia dengan masalah
keperawatan harg diri rendah dan atau menarik diri.
2. Halusinasi

merupakan

perubahan

persepsi

sensori

terhadap

rangsangan eksternal dan atau internal.


3. Perencanaan keperawatan dengan masalah utama halusinasi berfokus
pada intervensi :
-

Membina hubungan saling percaya

Orientasi alam realita

Tingkatkan aktifitas
4. Tidak semua gejala halusinasi yang terdapat dalam teori di jumpai
pada kasus di ruangan.
5. Keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam membantu klien
mengatasi masalahnya baik selama dirumah sakit maupun berada
dirumah.
B. Saran

1.

Halusinasi merupakan perubahan persepsi sensori terhadap rangsangan eksternal


dan atau internal sehingga menimbulkan resiko tinggi mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan, untuk itu perawat dan keluarga perlu mengenal tanda
dan gejala halusinasi dan membawa klien ke alam realita.

2.

Komunikasi terapeutik antara perawat, klien dan keluarga harus dipertahanakan

3.

Oleh karena keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam perawatan klien
maka keluarga perlu di motivasi untuk terlibat secara aktif dalam perawatan klien
halusinasi.

4.

Fiksasi bukan pilihan utama pada klien halusinasi tapi perhatikan dan kenali
respon klien yang berhubungan dengan halusinasi dan gunakan komunikasi
terapeutik bagi klien yang tidak kooperatif.

5.

Perlunya meningkatkan kemampuan komunikasi klien pada perawat dan keluarga

DAFTAR PUSTAKA

1.

Carpenito,L.J., Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta, 1995.

2.

Keliata,B.A. dk, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta 1999.

3.

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.,Principles and Practice of Psychiatric Nursing (5th ed)
St louis :Mosby Year Book, 1995.

4.

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T.,Principles and Practice of Psychiatric Nursing (6th ed)
St louis :Mosby Year Book, 1998.

5.

Townsend, M.C., Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman


Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan, EGC, Jakarta, 1998.

6.

Kumpulan bahan kuliah, Ilmu Keperawatan Jiwa, tidak diterbitkan.


Diposkan oleh King Asfi di 09.39
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Ners_Asf

King Asfi
Saya lahir di Desa Lasalimu, Kab.Buton,Kota Madya Bau-Bau Propinsi
Sulawesi Tenggara
Lihat profil lengkapku

Total Tayangan Laman


103020

Arsip Blog

2012 (20)

Oktober (20)

ASKEP JANTUNG REMATIK (PJR) PADA ANAK

Prosedur pemasangan Infus

ASKEP LUKA BAKAR

ASKEP CHF

ASKEP CKD

ASKEP INFEKSI SALURAN KEMIH

ASKEP AMPUTASI

ASKEP STRUMA

ASKEP DIABETES MELLITUS

ASKEP FRAKTUR

ASKEP SEROSIS HEPATIS

ASKEP ABORTUS

ASKEP JIWA HALUSINASI

ASKEP PREEKLAMPSIA

ASKEP HEMOROID

Pernapasan Terganggu Akibatkan 'Ngompol'

SOP INHALASI NEBOLIZER

STANDAR OPERASIONAL BATUK EFEKTIF

STANDAR OPERASIONAL PEMASANGAN IUD

CARA PEMBERIAN KOMPRES DINGIN

Amazon MP3 Clips


Ada kesalahan di dalam gadget ini

Gbr. Cairan Infus...

Você também pode gostar