Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
penggunaannya karena 200 kali lebih mudah larut dibandingkan asam benzoat. Sekitar
0,1% umumnya cukup untuk pengawetan pada produk yang telah dipersiapkan untuk
diawetkan dan disesuaikan ke pH 4,5 atau dibawahnya. Pasar utama dari sodium benzoat
adalah dalam pengawetan soft drink, minuman sirup fruktosa jagung yang tinggi, sodium
benzoat jarang digunakan sebagai pengawet dalam acar, saus, dan jus buah. Sodium
benzoat juga digunakan dalam pembuatan obat dengan tujuan pemeliharaan (batas atas
1,0% dalam larutan obat) dan mengobati cara hidup dalam perlakuan dari pasien dengan
peredaran urea enzymopathies (Wibbertmann et al., 2000). Asam benzoat dan sodium
benzoat atau yang dikenal dengan Natrium benzoat (C6H5COONa) secara luas dapat
diterapkan sebagai bahan pengawet dalam sejumlah produk yang dikonsumsi oleh
manusia (Ibekwe et al., 2007).
Pengukuran benzoat dapat menggunakan HPLC. Adapun keunggulan dari HPLC adalah
- HPLC dapat menangani senyawa-senyawa yang stabilitasnya terhadap suhu terbatas,
begitu juga volatilitasnya bila tanpa menggunakan derivastisasi.
- HPLC mampu memisahkan senyawa yang sangat serupa dengan resolusi yang baik.
- Waktu pemisahan dengan HPLC biasanya singkat, sering hanya dalam waktu 5-10
menit, bahkan kadang-kadang kurang dari 5 menit untuk senyawa yang sederhana.
- HPLC dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dengan baik dan dengan presisi yang
tinggi, dengan presisi yang tinggi, dengan koefisien variasi dapat kurang dari 1%.
- HPLC merupakan teknik analisis yang peka
(Adnan, 1997).
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kandungan benzoat pada minuman soft
drink.
2. Bahan dan Metoda
2.1 Bahan dan Piranti
2.1.1 Bahan
Bahan yang digunakan adalah minuman soft drink merk FANTA rasa Strawberry dan
AW rasa Sasaparila yang mengandung Na-benzoat yang diperoleh dari mini market di
kawasan Semarang. Bahan kimia yang digunakan adalah larutan methanol 60%, akuades.
2.1.2 Alat
Piranti yang digunakan adalah berbagai piranti gelas, neraca analitis, kertas saring filter
eluen dan sampel 0,45 dan 0,2 m, dan HPLC-Shimadzu LC-10.
2.2 Metoda
2.2.1 Larutan standar
Menimbang Na-benzoat/asam benzoate sebanyak 100 mg dilarutkan dengan methanol
60% ke labu ukur 100 ml (Lar.A). Membuat seri konsentrasi dari larutan.A dengan
konsentrasi 100, 200, 1000 ppm. Kemudian diinjeksikan kedalam HPLC.
2.2.2 Larutan sampel
Menyaring sampel dengan kertas saring Cellulose Nitrate Membrane filter dengan
ukuran 0.2m. Menimbang 5ml sampel yang dilarutkan dengan methanol 60% kedalam
labu ukur 50ml. kemudian larutan siap diinjeksikan kedalam HPLC.
2.2.3 Sifat Fisik HPLC
Kolom : C18
Eluen : - 5mM KH2PO4 + 5mM K2HPO4 (92) dan Methanol (8)
- KH2PO4 5mM dan K2HPO4 5mM (0,68gr KH2PO4 dan 0,87gr K2HPO4 diencerkan
dengan akuabides sampai 1lt)
Dektektor : SPD-10AVP 225nM
Flow rate : 0,3 ml/menit
A press : 0 kgf/cm2
T. flow : 0,3mL/min
2.2.4 Analisa data
Untuk mengukur kadar benzoat dalam soft drink
3. HASIL
Hasil dari grafik dapat dapat dilihat bahwa larutan standart dengan konsentrasi 100 ppm
memiliki nilai puncak yang tertinggi dibandingan dengan konsentrasi 200 dan 1000 ppm
sehingga larutan standart 100 ppm digunakan sebagai perbandingan dalam menghitung
kadar benzoatnya dalam sampel. Dari perhitungan kadar benzoat dalam sampel diperoleh
konsentrasi pada sampel AW 19,8 ppm dan untuk sampel Fanta 19,2 ppm dan 19,8 ppm.
4. PEMBAHASAN
Mekanisme pemisahan yang terjadi didasarkan pada kompetensi antara fase gerak dan
sampel berikatan dengan kolom. Zat yang keluar terlebih dahulu, adalah zat yang yang
lebih polar daripada zat yang lainnya, sedangkan zat yang tertahan lebih lama dari kolom,
merupakan zat yang lebih non polar. Semakin polar fase gerak, waktu tambat sampel
semakin lambat dan semakin non polar fase gerak, sampel semakin cepat keluar.
Metode dan kondisi awal yang menjadi acuan pada percobaan ini adalah kolom C18, fase
gerak merupakan campuran kalium asam phospat dan dikalium asam phospat (92) dan
methanol (8), detektor UV 225 nm. Kondisi awal ini disesuaikan dengan alat yang
tersedia agar dapat diterapkan pada analisis sampel. Untuk menentukan pajang
gelombang analisis yang akan digunakan, dibuat spektrum serapan larutan standar asam
benzoat, dengan konsetrasi 100, 200, 1000 ppm, pada panjang gelombang 200-300 nm.
Panjang gelombang analisis yang dipilih adalah 225 nm, karena pada panjang gelombang
tersebut, semua zat memberi puncak yang baik. Pemilihan pajang gelombang harus
mempertimbangkan kadar zat pada sampel yang akan dianalisis (Hayun, 2004).
Dalam penelitian kali ini bahan yang digunakan adalah AW dan FANTA yang mana
keduanya menggunakan Na benzoat dalam memperpanjang umur simpan produk mereka.
Na benzoat merupakan nama dagang yang sering terdengar di pasaran, sedangkan sodium
benzoat merupakan nama ilmiahnya. Penggunaan sodium benzoat sebagai pengawet
karena sifatnya yang mudah larut dalam air sehingga banyak digunakan dalam kosmestik
Bahan
Tambahan
Pangan
Ditulis oleh Administrator
Senin, 28 Januari 2008
Pengantar
Food Additive atau Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami
BUKAN merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ....
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna,
pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental.
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara oleh masyarakat, termasuk dalam pembuatan makanan
jajanan. Dalam prakteknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau
berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Halini disebabkan karena
ketidaktahuan produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan maupun mengenai peraturan tentang BTP.
Karena pengaruh terhadap kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen seringkali
tidak menyadari penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan.
Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan sering dilakukan oleh produsen pangan, yaitu:
l. Menggunakan bahan tambahan yang dilarang untuk makanan.
2. Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan.
BTP adalah bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan dan tidak merupakan bahan baku
pangan, dan penambahannya ke dalam pangan ditujukan untuk mengubah sifat-sifat makanan seperti
bentuk, tekstur, warna, rasa, kekentalan, dan aroma, untuk mengawetkan, atau untuk mempermudah proses
pengolahan. Secara khusus kegunaan BTP di dalam pangan adalah untuk:
1. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia
yang dapat menurunkan mutu pangan.
2. Membentuk makanan menjadi lebih balk, renyah, dan lebih enak di mulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
4. Meningkatkan kualitas pangan.
5. Menghemat biaya.
Klasifikasi BTP
BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan
pada makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir
tidak mempunyai nilai gizi.
3.
Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain pada
makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba
4.
Antioksidan, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah
terjadinya ketengikan.
5.
Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya) makanan yang berupa
serbuk seperti tepung atau bubuk.
6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan, menambah atau
mempertegas rasa dan aroma.
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral, dan pendapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan, menetralkan,
dan mempertahankan derajat keasaman makanan.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang
tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem
dispersi yang homogen pada makanan.
10. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.
11. Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan, sehingga memantapkan
warna, aroma, dan tekstur.
Selain BTP yang tercantum dalam Peraturan Menteri tersebut, masih ada beberapa BTP lainnya yang biasa
digunakan dalam makanan, misalnya:
l. Enzim, yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat rnenguraikan secara enzimatis,
misalnya membuat makanan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.
2. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik tunggal maupun
campuran, dapat meningkatkan nilai gizi makanan.
3. Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab air sehingga mempertahankan kadar air dan makanan.
Siklamat (dan garam natrium dan kalsium siklamat), untuk saus, es lilin, minuman ringan dan minuman
yogurt berkalori rendah (3 g/kg), es krim, es puter dan sejenisnya serta jem dan jeli berkalori rendah (2 g/kg),
pernen berkalori rendah (1 g/kg), dan minuman ringan fermentasi berkalori rendah (500 mg/kg).
Sorbitol, untuk kismis (5 g/kg), jem, jeli dan roti (300 mg/kg), dan makanan lain (120 mg/kg).
Aspartam
Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat
menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi
tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang
masa simpan atau memperbaiki tekstur.
Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan adalah benzoat, yang
umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering
digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus
sambal, jeli dan jeli, manisan, kecap, dan lain-lain.
Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya.
Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu,
tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan
Propionat (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium propionat), yaitu bahan pengawet untuk roti
(2 g/kg) dan keju olahan (3 g/kg).
Nitrit (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrit) dan nitrat (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrat),
yaitu bahan pengawet untuk daging olahan atau yang diawetkan seperti sosis (125 mg nitrit/kg atau 500 mg
nitrat/kg), korned dalam kaleng (50 mg nitrit/kg), atau keju (50 mg nitrat/kg).
Sorbat (dalam bentuk garam kalium atau kalsium sorbat), yaitu bahan pengawet untuk margarin, pekatan sari
buah, dan keju (1 g/kg).
Sulfit (dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit atau metabisulfit), yaitu bahan pengawet untuk
potongan kentang goreng (50 mg/kg), udang beku (100 mg/kg), dan pekatan sari nenas (500 mg/kg).
Pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam
makanan dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya boraks dan formalin. Boraks banyak digunakan dalam
berbagai makanan seperti baso, mie basah, pisang molen, lemper, buras, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit,
dan selain bertujuan untuk mengawetkan juga dapat membuat makanan lebih kompak (kenyal) teksturnya dan
memperbaiki penampakan. Akan tetapi boraks sangat berbahaya bagi kesehatan. Boraks bersifat sebagai
antiseptik dan pembunuh kuman, oleh karena itu banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu,
dan untuk bahan antiseptik pada kosmetik. Penggunaan boraks seringkali tidak disengaja karena tanpa diketahui
terkandung di dalam bahan-bahan tambahan seperti pijer atau bleng yang sering digunakan dalam pembuatan
baso, mie basah, lontong dan ketupat.
Formalin juga banyak disalahgunakan untuk mengawetkan makanan seperti tahu dan mie basah. Formalin
sebenarnya merupakan bahan untuk mengawetkan mayat dan organ tubuh dan sangat berbahaya bagi
kesehatan, oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 formalin meru pakan salah satu bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP.
Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa
Salah satu penyedap rasa dan aroma yang dikenal luas di Indonesia adalah vetsin atau bumbu masak dan
terdapat banyak merek di pasaran. Penyedap rasa tersebut mengandung senyawa yang disebut monosodium
glutamat (MSG). Peranan asam glutamat sangat penting, diantaranya untuk merangsang dan menghantar
sinyal-sinyal antar sel otak, dan dapat memberikan citarasa pada makanan. Dalam peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, penggunaan MSG dibatasi secukupnya, yang berarti tidak boleh
berlebihan.
Pengemulsi, Pemantap dan Pengental
Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengental dalam makanan adalah untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air
sehingga produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan air, serta mempunyai tekstur yang
kompak. Jenis makanan yang sering menggunakan BTP semacam ini adalah es krim, es puter, saus sardin, jem, jeli,
sirup, dan lain-lain. Bahan-bahan pengemulsi, pemantap dan penstabil yang diizinkan digunakan dalam makanan
diantaranya:
Agar, untuk sardin dan sejenisnya (20 g/kg), es krim, es puter dan sejenisnya (10 g/kg), keju (8 g/kg), yogurt (5
g/kg), dan kaldu (secukupnya).
Alginat (dalarn bentuk asam, atau garam kalium atau kalsium alginat), untuk sardin dan sejenisnya (20 g/kg),
Dekstrin, untuk es krim, es puter dan sejenisnya (30 g/kg), yogurt (10 g/kg), dan kaldu (secukupnya).
Pektin, untuk es krim, es puter dan sejenisnya (30 g/kg), sardin dan sejenisnya (20 g/kg), yogurt, minuman
hasil olah susu, dan sayur kalengan yang mengandung mentega, lemak dan minyak (10 g/kg), keju (8 g/kg),
jem dan marmalad (5 g/kg), sirup (2,5 g/kg), dan minuman ringan (500 mg/kg).
Pati asetat, untuk es krim, es puter dan sejenisnya (30 g/kg), yogurt dan sayuran kaleng yang mengandung
mentega, lemak dan minyak (10 g/kg) dan kaldu (secukupnya).
Antioksidan
Antioksidan adalah BTP yang digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada makanan akibat proses oksidasi
lemak atau minyak yang terdapat di dalam makanan. Bahan-bahan yang sering ditambahkan antioksidan adalah lemak
dan minyak, mentega, margarin, daging olahan/awetan, ikan beku, ikan asin, dan lain-lain. Bahan antioksidan yang
diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya :
Askorbat (dalam bentuk asam sorbat, atau garam kalium, natrium atau kalsium), yaitu antioksidan untuk kaldu
(l g/kg), daging olahan/awetan, jem, jeli dan marmalad, serta makanan bayi (500 mg/kg), ikan beku (400
mg/kg), dan potongan kentang goreng beku (100 mg/kg).
Butil Hidroksianisol (BHA), untuk lemak dan minyak makan serta mentega (200 mg/kg), dan margarin (100
mg/kg).
Butil Hidroksitoluen (BHT), untuk ikan beku (1 g/kg), minyak, lemak, margarin, mentega dan ikan asin (200
mg/kg).
Propil galat, untuk lemak dan minyak makan, margarin dan mentega (100 mg/kg).
Tokoferol, untuk makanan bayi (300 mg/kg), kaldu (50 mg/kg), serta lemak dan minyak makan (secukupnya).
Pengatur Keasaman (Pengasam, Penetral dan Pendapar)
Fungsi pengatur keasaman pada makanan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih asam, lebih basa, atau
menetralkan makanan. Pengatur keasaman mungkin ditambahkan langsung ke dalam makanan, tetapi seringkali
terdapat di dalarn bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan. Beberapa pengatur keasaman yang
diizinkan untuk digunakan dalam makanan, diantaranya adalah :
Aluminium amonium/kalium/natrium sulfat. yaitu terdapat di dalam soda kue (jumlah yang diizinkan adalah
secukupnya).
Asam laktat, untuk makanan pelengkap serealia (15 g/kg), makanan bayi kalengan (2 g/kg), dan rnakananmakanan lain seperti pasta tomat, jem/jeli, buah-buahan kaleng, bir, roti, margarin, keju, sardin, es krim, es
puter, dan acar ketimun dalam botol (secukupnya).
Asam sitrat, untuk makanan pelengkap serealia (25 g/kg), makanan bayi kalengan (15 g/kg), coklat dan coklat
bubuk (5 g/kg), dan makanan-rnakanan lain seperti pasta tomat, jem/jeli, minuman ringan, udang, daging,
kepiting dan sardin kalengan, margarin, keju, saus, sayur dan buah kaleng (secukupnya).
Kalium dan natrium bikarbonat, untuk coklat dan coklat bubuk (50 g/kg), mentega (2 g/kg), serta makanan
lainnya seperti pasta tomat, jem/jeli, soda kue, dan makanan bayi (secukupnya).
Anti Kempal
Antikempal biasa ditambahkan ke dalam pangan yang berbentuk tepung atau bubuk. Oleh karena itu peranannya di dalam
makanan tidak secara langsung, tetapi terdapat di dalarn bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan seperti
susu bubuk, tepung terigu, gula pasir, dan sebagainya. Beberapa bahan antikempal yang diizinkan di dalam
bahan-bahan untuk makanan diantaranya:
Aluminium silikat, yaitu untuk susu dan krim bubuk (1 g/kg).
Kalsium aluminium silikat, yaitu untuk serbuk garam dengan rempah atau bumbu serta merica (20 g/kg), gula
bubuk (15 g/kg), dan garam meja (10 g/kg).
Kalsium silikat, penggunaannya untuk produk-produk seperti pada penggunaan kalsium aluminium silikat,
ditambah untuk susu bubuk (10 g/kg) dan krim bubuk (1 g/kg).
Magnesium oksida dan magnesium silikat, penggunaannya seperti pada aluminium silikat.
Monokalium fosfat, untuk ikan dan udang beku (5 g/kg), daging olahan/awetan (3 g/kg), dan kaldu ( 1 g/kg).
Natrium pirofosfat, penggunaan seperti monokalium fosfat, ditambah untuk sardin dan produk sejenisnya (5
g/kg), dan potongan kentang goreng beku (100 mg/kg).
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2001. Materi Penyuluhan Bagi Perusahaan Makanan Industri Rumah Tangga. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten
Sleman. Sleman.
Pendahuluan
Setiap hari kita menggunakan dan mengkonsumsi pangan, tapi mungkin kita
tidak tahu atau tidak peduli dengan bahan yang disebut Bahan Tambahan Pangan
(BTP). BTP yang paling populer adalah pengawet seperti benzoat, penguat rasa
seperti Mono Sodium Glutamat (MSG), pemanis buatan seperti siklamat dan
sebagainya.
Seperti halnya penggunaan bahan kimia baik senyawa organik maupun
anorganik, untuk obat, makanan atau kosmetik selalu mempunyai sisi baik dan sisi
buruk, tergantung pada ketepatan penggunaan dan kesesuaian takarannya dengan
tujuan penggunaannya.
Prinsip dasarnya adalah bahan tambahan pangan (BTP) harus digunakan
secara tepat sesuai peruntukannya dan dengan takaran yang tepat serta tidak
melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan.
Makanan penting untuk pertumbuhab dan untukmempertahankan hidup karena
makanan merupakan sumber energi untuk membangun jaringan tubuh yang rusak
serta memelihara pertahanan tubuh dari penyakit.
Namun terkadang pangan dapat pula menjadi media penyebaran penyakit, terutama
bila yang dikonsumsi itu adalah pangan rusak.
Pangan rusak merupakan sebutan untuk makanan dan minuman yang
tercemar oleh bakteri patogen, bahan kimia atau toksis, dan cemaran fisik (seperti
pecahan gelas, kotoran lalat, potongan logam dan kayu), sehingga sekalipun
dikonsumsi dalam jumlah wajar bisa menimbulkan penyakit. Salah satu cara yang
efektif melindungi diri dari penyakit akibat konsumsi pangan rusak adalah dengan
mengenali penyebabnya dan melakukan upaya penyelamatan bahan pangan dari
agen penyebab kerusakan. Makanan dinyatakan mengalami kerusakan jika telah
terjadi perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki dari sifatnya.
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu
sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan
kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun
masuknya mikroba perusak.
Pengetahuan tersebut menuntun manusia dalam upaya memperpanjang daya
simpan atau membuat lebih awet pangan dengan menurunkan kadar air pangan
melalui berbagai cara antara lain pengeringan, pemberian bahan/senyawa yang
dapat mengikat air bebas atau membunuh mikroba perusak. Permasalahan atau
petanyaan yang timbul kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan
pengawet yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan aman dikonsumsi
manusia?
Untuk itu perlu dikenali hal-hal sebagai berikut :
- Apa ciri-ciri pangan rusak?
- Apa yang dimaksud dengan pengawetan pangan?
- Apakah bahan pengawet yang ditambahkan/produk pangan yang dihasilkan aman
dikonsumsi
manusia?
- Apa tujuan penggunaannya?
- Jenis pangan apa saja yang sering diawetkan?
- Siapa pengguna bahan pengawet?
- Jenis pengawet apa saja yang diperbolehkan untuk bahan pangan?
- Hal-hal apa saja yang diperhatikan dalam penggunaan pengawet pangan?
Produk-produk ini akan awet lebih dari setahun meskipun disimpan pada suhu
kamar. memang ada produk pangan dalam kemasan yang menggunakan bahan
pengawet, misalnya sambal, selai dan jem dalam botol.
Kedua jenis produk ini setelah dibuka biasanya tidak segera habis, sehingga supaya
awet terus pada suhu kamar maka produk ini membutuhkan bahan tambahan
pangan pengawet.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
Pengawet yang diijinkan digunakan untuk pangan tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/88 Tentang Bahan Tambahan Makanan,
mencakup :
1. Asam Benzoat
14. Kalsium benzoat
2. Asam Propionat
15. Kalsium Propionat
3. Asam Sorbat
16. Kalsium Sorbat
4. Belerang Oksida
17. Natrium Benzoat
5. Etil p-Hidroksida Benzoat
18. Metil-p-hidroksi Benzoat
6. Kalium Benzoat
19. Natrium Bisulfit
7. Kalium Bisulfit
20. Natrium Metabisulfit
8. Kalium Meta Bisulfit
21. Natrium Nitrat
9. Kalium Nitrat
22. Natrium Nitrit
10. Kalium Nitrit
23. Natrium Propionat
11. Kalium Propionat
24. Natrium Sulfit
12. Kalium Sorbat
25. Nisin
13. Kalium Sulfit
26. Propil-p-hidroksi Benzoat
Penambahan bahan pengawet pada produk pangan menjadi bahan perhatian utama
mengingat perkembangan iptek pangan menyangkut hal tersebut yang begitu cepat serta
sering menimbulkan teka-teki bagi konsumen menyangkut keamanannya.
Garam atau NaCl
Telah berabad lampau digunakan hingga saat ini sebagai bahan pengawet terutama untuk
daging dan ikan. Larutan garam yang masuk ke dalam jaringan dan mengikat air
bebasnya, sehingga menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri penyebab
pembusukan, kapang, dan khamir.
Produk pangan hasil pengawetan dengan garam dapat memiliki daya simpan beberapa
minggu hingga bulan dibandingkan produk segarnya yang hanya tahan disimpan selama
beberapa jam atau hari pada kondisi lingkungan luar.
Ikan pindang, ikan asin, telur asin dan sebagainya merupakan contoh produk pangan
yang diawetkan dengan garam.
Gula atau sukrosa
Gula atau sukrosa merupakan karbohidrat berasa manis yang sering pula digunakan
sebagai bahan pengawet khususnya komoditas yang telah mengalami perlakuan panas.
Perendaman dalam larutan gula secara bertahap pada konsentrasi yang semakin tinggi
merupakan salah satu cara pengawetan pangan dengan gula. Gula seperti halnya garam
juga menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri penyebab pembusukan, kapang,
dan khamir.
Dendeng, manisan basah dan atau buah kering merupakan contoh produk awet yang
banyak dijual di pasaran bebas.
Cuka buah atau vinegar
Merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk mengawetkan daging, asyuran
maupun buah-buahan. Acar timun, acar bawang putih, acar kubis (kimchee) merupakan
produk pangan yang diawetkan dengan penambahan asam atau cuka buah atau vinegar.
Data pengaturan bahan pengawet dari Codex Alimetarius Commission (CAC), USA
(CFR), Australia dan New Zealand (FSANZ) tercatat 58 jenis bahan pengawet yang
dapat digunakan dalam produk pangan. Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan
No. 722 tahun 1988 telah mengatur sebanyak 26 jenis bahan pengawet.
Produk Pangan
K-nitrit
Ca- / Na-propionat
Na-metasulfat
Alergi kulit
Sulfur dioksida
(SO2)
Asam sorbat
Natamysin
Pelukaan kulit
Dapat menyebabkan mual,
muntah, tidak nafsu makan, diare
dan pelukaan kulit
K-asetat
BHA
Makanan asam
Daging babi segar dan
sosisnya, minyak sayur,
shortening, kripik
kentang, pizza beku,
instant teas
2. Warna kuning pada mie BUKAN HANYA DISEBABKAN PENAMBAHAN PEWARNA, tetapi
senyawa KAROTENOID pada tepung (karotenoid tidak hanya terdapat pada wortel) yang muncul akibat
proses pengolahan mie antara lain penambahan garam, pengulenan dan perebusan. Jika tepung belum
diolah, maka karotenoid akan terikat pada jaringan matrix terigu, jadi tidak terlihat kuning.
Pada produsen yang sudah mempunyai nama, kontrol dari lembaga pengawas
makanan lebih ketat. Akan ditemui tartrazin pada kemasan mie instant. Tartrazin
merupakan pengawet makanan dibatasi penggunaannya. Dan produsen harus dapat
membuktikan klaim bahwa produk mereka memang aman. Bisa dilihat di INFORMASI
NILAI GIZI kemasan mie instant bahwa kandungan Vitamin A sudah memenuhi 50%
AKG (Angka Kecukupan Gizi) untuk kebutuhan gizi harian 2000 kalori (masing2 orang
kebutuhan kalorinya berbeda). Yang dimaksud dengan Vit. A ini adalah senyawa
karotenoid
tadi.
3. Kekenyalan pada mie disebabkan dua alasan. Pertama, karena dalam mie ada
protein yang jika ditambah air akan membentuk GLUTEN. Gluten ini akan membentuk
matriks dengan pati terigu dan ketegaran matriks inilah yang menentukan kekenyalan
mie. Alasan kedua, pada mie ditambahkan garam karbonat, ini pun tidak boleh
berlebihan karena kalo jika terlalu banyak tekstur mie akan terlalu lembek (nantinya
akan membuat mie tidak kenyal) karena garam ini akan membantu pegikatan air ke
jaringan
matriks
terigu.
Jadi, kenyalnya tekstur mie bukan karena pengenyal. Memang banyak pengusaha
kecil
yang
nakal,
namun
pengawasannya
untuk
produsen/pengusaha
besar,
kontrolnya
lebih
dan
ketat.
4. TIDAK ADA ZAT LILIN dalam mie. Ketegaran permukaan mie disebabkan adanya
gluten yang mencegah kelengketan mie satu sama lain DI DALAM mie.
5. Kelebihan natrium benzoat alias paraben memang tidak baik untuk tubuh, jadi di
dalam mie instant yang bermasalah memang sambal, kecap dan bubuk penyedapnya
itu. Ditambah lagi dengan adanya MSG (Monosodium Glutamate). Minyak ekstra yang
ditambahkan pada kemasan mie instant juga perlu diperhatikan. Ada sumber yang
mengatakan bahwa minyak tersebut berasal dari minyak recycle atau bekas
menggoreng bawang. Hati2 saja, tidak usah terlalu sering mengkonsumsinya.
6. Mie instant (mie-nya) adalah produk yang cukup tinggi kalorinya (sekitar 460
kalori). Namun akan menimbulkan bahaya jika terlalu sering mengkonsumsi mie
instant berkaitan dengan pola makan kita. Karena seringkali kita mengkonsumsi mie
instant dengan hanya penambahan telur saja, mengabaikan sayuran. Inilah yang
dapat menyebabkan masalah besar pada saluran cerna kita, mulai dari usus sampai
anus. Analoginya sama dengan ketika kita hanya makan nasi beserta lauk telur atau
daging
dan
kurang
mengkonsumsi
buah
dan
sayur.
Di kemasan mie instant (*mie goreng I**omie) tertulis serat makanannya hanya 10%
AKG. Artinya, serat dalam mie instant hanya memenuhi 10 % dari kebutuhan serat
harian
kita.
pada pembakaran sate atau pada pemanggangan roti pada suhu tinggi. Selain itu,
bahan pewarna non makanan juga bersifat karsinogenik. Namun belum ada
pembuktian
bahwa
di
dalam
mie
instant
ditemukan
karsinogen.
8. Hal lain yang kurang disadari adalah kandungan minyak dalam mie instant yang
dapat mencapai 30% dari bobot kering. Hal tersebut perlu diwaspadai bagi penderita
obesitas atau mereka yang sedang menjalani program penurunan berat badan.
9. Selain itu, terdapat pula natrium yang terkandung dalam mie instant yang berasal
dari garam (NaCl) dan bahan pengembangnya. Bahan pengembang yang umum
digunakan adalah natrium tripolifosfat (a.k.a sodium tripolifosfat atau STPP),
mencapai 1% dari bobot total mie instant per takaran saji. Natrium memiliki efek
yang kurang menguntungkan bagi penderita maag dan hipertensi. Bagi penderita
maag, kandungan natrium yang tinggi akan menetralkan lambung, sehingga lambung
akan mensekresi asam yang lebih banyak untuk mencerna makanan. Keadaan asam
lambung yang tinggi akan berakibat pada pengikisan dinding lambung dan
menyebabkan rasa perih. Sedangkan bagi penderita hipertensi, natrium akan
meningkatkan tekanan darah karena ketidakseimbangan antara natrium dan kalium
(Na dan K) di dalam darah dan jaringan.
10. Sifat karbohidrat dalam mie berbeda dengan sifat yang terkandung di dalam nasi.
Sebagian karbohidrat dalam nasi merupakan karbohidrat kompleks (= polisakarida
kompleks)
yang
dapat
memberi
efek
rasa
kenyang
lebih
lama
(*karena
memiliki transite time lebih lama di usus). Sedangkan karbohidrat dalam mie instant
sifatnya lebih sederhana sehingga mudah diserap. Akibatnya, mie instant memberi
efek lapar lebih cepat dibanding nasi (*karena transite timenya lebih cepat)
tersebut adalah Kopi Kap, Jolly Cool Drink, Zporto, Jungle Juice, Zestea,
dan Mogu-mogu.
Kategori ketiga dan keempat masuk dalam kategori pembohongan publik. Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan Depkes harus bertindak tegas dan menarik produk
tersebut dari pasar, kata Nova.
Kombet berencana melakukan class action terhadap BPOM karena mengeluarkan
izin minuman berbahan pengawet yang membahayakan manusia. Produsen minuman
juga dianggap melanggar Permenkes 722 Tahun 1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan. Juga UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta UU No
7 Tahun 1996 tentang Pangan. Jalur hukum sedang disusun berkasnya,
katanya.
Peneliti Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) Nurhasan yang ikut dalam konferensi
pers kemarin mengatakan, perkembangan penyakit lupus meningkat tajam di
Indonesia. Tahun ini saja, di RS Hasan Sadikin Bandung sudah terdapat 350
orang yang terkena SLE (sistemic lupus erythematosus) , jelasnya.
Penyakit tersebut merupakan peradangan menahun yang menyerang berbagai
bagian tubuh, terutama kulit, sendi, darah, dan ginjal. Hal itu disebabkan
adanya gangguan autoimun dalam tubuh.
Sistem kekebalan tubuh seseorang yang seharusnya menjadi antibodi tidak
berfungsi melindungi, tapi justru sebaliknya, menggerogoti tubuh sendiri.
Gejalanya, kulit membengkak, kencing berdarah atau berbuih, gatal-gatal, dan
sebagainya. Penyakit ini menyebabkan kematian dan belum ada obatnya,
terang Nurhasan.
Penyakit lain yang disebabkan bahan pengawet minuman dalam kemasan adalah
kanker. Karena itu, produsen minuman kemasan sebaiknya memperhatikan hak
konsumen untuk sehat. Caranya dengan memperpendek masa kedaluwarsa atau
menghilangkan sama sekali bahan pengawet dalam minuman kemasan, kata
Nurhasan. (tom/fal)
Dan
Rabu, 15 Nopember 2006
Banyak Minuman Kemasan tak Cantumkan Bahan Pengawet
Jika dikonsumsi terus menerus dan berakumulasi, akan menimbulkan efek terhadap
kesehatan.
Sejumlah minuman kemasan yang beredar di pasaran ditengarai menggunakan bahan
pengawet yang dapat berbahaya bagi kesehatan. Celakanya, pada label kemasan produk
kerap tidak dicantumkan komposisi bahan pengawet tersebut sehingga sangat merugikan
konsumen.
Ketua Komite Masyarakat Anti Bahan Pengawet (Kombet), Nova Kurniawan
mengatakan, pihaknya menemukan adanya beberapa merek produk minuman kemasan
yang mengandung bahan pengawet jenis kalsium sorbat dan natrium benzoat. Minuman
kemasan itu biasa dijual di pasar, warung pinggir jalan, dan swalayan, ujarnya kepada
pers, Selasa (14/11) di Jakarta.
Untuk mengetahui ada tidaknya bahan pengawet dalam minuman kemasan, dilakukan
kerja sama dengan tiga lembaga peneliti, yakni LP3ES, Sucofindo Jakarta, M-Brio Bogor
dan Bio Farmaka Bogor. Sampel diambil secara acak, terutama pada jenis produk
minuman isotonik, untuk selanjutnya diuji secara laboratorium.
Menurutnya, dari hasil riset terhadap 15 produk minuman pada tanggal 17-20 November
2006 oleh Sucofindo Jakarta, menunjukkan bahwa produk yang terdeteksi mengandung
pengawet natrium benzoat (Na benzoat) adalah Zporto (376,17 miligram/liter), Freez
Mix (267,84 mg/l), Arinda Sweat (286,08 mg/l), Zhuka Sweat (214,15 mg/l), Kino Sweat
(260,86 mg/l), Amazone (433,30 mg/l) Boyzone (280,41 mg/l), Amico Sweat (289,93
mg/l), dan Pocap (263,39 mg/l). Produk yang mengandung kalium sorbat (K sorbat)
adalah Zegar (95,37 mg/l). Sementara, yang terdeteksi mengandung Na benzoat dan K
sorbat yakni Mizone (107,28 mg/l dan 91,20 mg/l).
Hasil riset M-Brio bogor yang dikeluarkan pada 3 Nopember terhadap produk yang sama
menunjukkan Mizone (Orange Lime) mengandung K sorbat 113 mg/l dan Freez Mix
mengandung Na benzoat 120 mg/l. Berikutnya, Arinda Sweat (Na benzoat 119 mg/l),
Zegar (K sorbat 116 mg/l), Zhuka Sweat (Na benzoat 117 mg/l) Kino Sweat (Na benzoat
122 mg/l), Amazon (Na benzoat 118 mg/l), Boyzone (Na benzoat 123 mg/l) V-Zone (Na
benzoat 120 mg/l) Americo Sweat (Na benzoat 121 mg/l) dan Pokap (Na benzoat 123
mg/l).
Laporan dari Bio Farmaka Research Center IPB Bogor juga menemukan Mizone baik
rasa Passian Fruit dan Orange Lime mengandung pengawet natrium benzoat dan kalium
sorbat, demikian pula pada produk Jungle Jus. Sedangkan untuk Vitazone, Pocari Sweat,
Rezza Sportion, Nu Apple EC dan Jus AFI tidak ditemukan kedua jenis pengawet tadi.
Lebih jauh, Nova menyatakan, meski kandungan bahan pengawet rata-rata tidak terlalu
besar, akan tetapi jika dikonsumsi terus menerus dan berakumulasi, akan menimbulkan
efek terhadap kesehatan. Bahan pengawet pada dasarnya merupakan bahan yang
ditambahkan pada makanan untuk menghambat terjadinya kerusakan atau pembusukan
makanan dan minuman. Penggunaan pengawet terutama dilakukan oleh perusahaan yang
memproduksi minuman mudah rusak. Dengan pemberian pengawet tersebut, produk
minuman diharapkan dapat terpelihara kesegarannya.
Tetapi, meski mengandung bahan pengawet, masyarakat masih terus mengkonsumsi
produk-produk itu. Masyarakat memang tidak diberitahu akan hal itu, karena pada label