Você está na página 1de 35

Senin, 13 April 2009

ANALISA NATRIUM BENZOAT PADA PRODUK SOFT DRINK


1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Keberadaan bahan pengawet pada bahan makanan tidak bisa dipungkiri keberadaannya.
Pengawet merupakan bahan yang ditambahkan untuk mencegah atau menghambat
terjadinya kerusakan atau pembusukan minuman atau makanan. Dengan penambahan
pengawet tersebut, produk minuman diharapkan dapat terpelihara kesegarannya. Namun,
produsen hendaknya tidak menambahkan dua jenis makanan itu sesuka hati, karena
bahan pengawet ini akan jadi berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan.
Bahan pengawet benzoat banyak digunakan sebagai pengawet salah satunya digunakan
pada minuman soft drink. Meski kandungan bahan pengawet tersebut umumnya tidak
terlalu besar, akan tetapi jika dikonsumsi secara terus-menerus tentu akan berakumulasi
dan menimbulkan efek terhadap kesehatan. Dampak lain dari bahan pengawet minuman
adalah kanker, dikonsumsi secara berlebihan dapat timbul efek samping berupa edema
(bengkak) yang dapat terjadi karena retensi atau tertahannya cairan di dalam tubuh. Bisa
juga naiknya tekanan darah sebagai akibat bertambahnya volume plasma lantaran
pengikatan air oleh natrium (Fadliwdt, 2007). Maka diperlukan penelitian lebih lanjut
terhadap pengawet benzoat pada minuman jenis soft drink.
1.2 Tinjauan Pustaka
Minuman ringan berkarbonasi atau di Indonesia dikenal dengan nama soft drink sejak
seabad yang lalu telah menjadi minuman ringan paling populer di Amerika Serikat
mengungguli minuman lainnya seperti kopi, teh dan jus. Demikian juga di Indonesia,
popularitas minuman yang notabene made in America ini terus meningkat. Di setiap
restoran, depot, warung bahkan pedagang kaki lima selalu menyediakan minuman
berkarbonasi ini. Banyak merek telah kita kenal salah satunya karena promosinya yang
gencar di media massa seperti Coca-Cola, Fanta, Sprite, Pepsi, 7-up dan sebagainya
(Widodo, 2008).
Di Amerika Serikat istilah soft drink digunakan untuk membedakan minuman tersebut
dari liquor (minuman beralkohol), sehingga minuman yang tidak beralkohol disebut soft
drink. Dengan demikian soft drink dapat diperjual belikan dengan bebas. Jika di wilayah
utara Amerika Serikat yang beriklim subtropis dan dingin minuman beralkohol menjadi
minuman favorit, maka Amerika Serikat bagian selatan yang tropis dan panas soft drink
yang populer.
Kita bisa mengindonesiakan soft drink sebagai minuman ringan, dengan asumsi bahwa
benar minuman ini memang ringan status gizinya. Minuman ini, selain kadar gulanya
yang tinggi, tidak memiliki zat gizi lain yang berarti. Kini, kita kenal berbagai jenis
produk minuman ringan yang beredar di pasaran. Ada yang beraroma buah cola, ada yang
berflavor buah jeruk, ada pula jenis flavor lain seperti rasa nanas, coffee cream, root beer
sampai cream soda (Widodo, 2008).

Komposisi dari soft drink adalah1. Air :


1. Air: komponen utama soft drink.
2. CO2 : sama dengan gas buang pernafasan kita. Berguna untuk memperbaiki flavor
minuman. Menghasilkan rasa masam yang enak dan rasa krenyes-krenyes dan
menggelitik di kerongkongan.
3. Gula / pemanis :
- Soft drink reguler : sukrosa (gula tebu), sirup fruktosa atau HFCS : high fructose corn
syrup.
- Soft drink diet : pemanis sintetis aspartam, sakarin atau siklamat. Di Amerika Serikat
menggunakan pemanis sintetis mutakhir : sucralose dan acesulfame-K.
4. Kafein (terutama pada jenis cola dan coffee cream) : kadarnya cukup tinggi,
membantu seseorang tetap terjaga atau tidak mengantuk, jantung dapat berdegub
kencang,
sehingga tidak direkomendasikan bagi mereka yang hipertensi, berpotensi serangan
jantung koroner atau stroke.
5. Zat pengawet : Umumnya soft drink diawetkan dengan sodium benzoat atau natrium
benzoat, suatu bahan pengawet sintetis. Aman untuk bahan pangan namun ada batas
maksimal yang harus diperhatikan.
6. Zat pewarna : Ditemukan pada beberapa jenis soft drink, tidak terdapat pada softdrink
jernih. Ada zat pewarna alamiah seperti karamel (pada soft drink cola) tetapi yang
banyak digunakan adalah zat pewarna sintetis seperti : karmoisin dan tartrazin.
7. Flavor buatan : seperti rasa jeruk, rasa strawberry, rasa nanas dan sebagainya,
merupakan flavor sintetik, bukan hasil ekstraksi buah-buahan, jadi jangan harapkan
mengandung vitamin dan mineral seperti yang ada pada buah-buahan.
(Widodo, 2008).
Benzoat (acidum benzoicum atau flores benzoes atau benzoic acid). Benzoat biasa
diperdagangkan adalah garam natrium benzoat, dengan ciri-ciri berbentuk serbuk atau
kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau, dan pada pemanasan yang tinggi akan
meleleh lalu terbakar (Sediadi, A dan Esti, 2000). Natrium benzoat merupakan zat
tambahan (eksipien) yang digunakan sebagai pengawet. Produsen sediaan farmasi oral
(yang dimakan) biasa menggunakannya. Natrium benzoat memiliki ambang batas
penggunaan 600 mg/l (Anonim, 2006).
Benzoat merupakan unsur alami yang terdapat dalam beberapa tumbuhan. Dan sering
digunakan sebagai anti bakteri atau anti jamur untuk mengawetkan makanan.
Penambahan ini menghasilkan dalam penurunan kapasitas buffer diet, dan setelah itu
akan meningkatkan keasaman dari urin (Mroz et al., 2000). Batas atas benzoat yang
diijinkan dalam makanan 0,1% di Amerika Serikat, sedangkan untuk negara-negara lain
berkisar antara 0,15-0,25%. Untuk negara-negara Eropa batas benzoat berkisar antara
0,015-0,5% (Ibekwe et al., 2007).
Sodium benzoat diproduksi dengan menetralisasi dari asam benzoat dengan sodium
hidrosida. Dunia mulai memproduksi sodium benzoate tahun 1997 yang diperkirakan
sekitar 55000-60000 ton. Produsen sodium benzoat terbesar adalah Netherlands, Estonia,
Amerika Serikat, dan Cina. Walaupun tidak disosialisasikan asam benzoat agen yang
efektif untuk antimikrobia untuk tujuan pengawetan, sodium benzoat lebih disukai dalam

penggunaannya karena 200 kali lebih mudah larut dibandingkan asam benzoat. Sekitar
0,1% umumnya cukup untuk pengawetan pada produk yang telah dipersiapkan untuk
diawetkan dan disesuaikan ke pH 4,5 atau dibawahnya. Pasar utama dari sodium benzoat
adalah dalam pengawetan soft drink, minuman sirup fruktosa jagung yang tinggi, sodium
benzoat jarang digunakan sebagai pengawet dalam acar, saus, dan jus buah. Sodium
benzoat juga digunakan dalam pembuatan obat dengan tujuan pemeliharaan (batas atas
1,0% dalam larutan obat) dan mengobati cara hidup dalam perlakuan dari pasien dengan
peredaran urea enzymopathies (Wibbertmann et al., 2000). Asam benzoat dan sodium
benzoat atau yang dikenal dengan Natrium benzoat (C6H5COONa) secara luas dapat
diterapkan sebagai bahan pengawet dalam sejumlah produk yang dikonsumsi oleh
manusia (Ibekwe et al., 2007).
Pengukuran benzoat dapat menggunakan HPLC. Adapun keunggulan dari HPLC adalah
- HPLC dapat menangani senyawa-senyawa yang stabilitasnya terhadap suhu terbatas,
begitu juga volatilitasnya bila tanpa menggunakan derivastisasi.
- HPLC mampu memisahkan senyawa yang sangat serupa dengan resolusi yang baik.
- Waktu pemisahan dengan HPLC biasanya singkat, sering hanya dalam waktu 5-10
menit, bahkan kadang-kadang kurang dari 5 menit untuk senyawa yang sederhana.
- HPLC dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dengan baik dan dengan presisi yang
tinggi, dengan presisi yang tinggi, dengan koefisien variasi dapat kurang dari 1%.
- HPLC merupakan teknik analisis yang peka
(Adnan, 1997).
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kandungan benzoat pada minuman soft
drink.
2. Bahan dan Metoda
2.1 Bahan dan Piranti
2.1.1 Bahan
Bahan yang digunakan adalah minuman soft drink merk FANTA rasa Strawberry dan
AW rasa Sasaparila yang mengandung Na-benzoat yang diperoleh dari mini market di
kawasan Semarang. Bahan kimia yang digunakan adalah larutan methanol 60%, akuades.
2.1.2 Alat
Piranti yang digunakan adalah berbagai piranti gelas, neraca analitis, kertas saring filter
eluen dan sampel 0,45 dan 0,2 m, dan HPLC-Shimadzu LC-10.
2.2 Metoda
2.2.1 Larutan standar
Menimbang Na-benzoat/asam benzoate sebanyak 100 mg dilarutkan dengan methanol
60% ke labu ukur 100 ml (Lar.A). Membuat seri konsentrasi dari larutan.A dengan
konsentrasi 100, 200, 1000 ppm. Kemudian diinjeksikan kedalam HPLC.
2.2.2 Larutan sampel

Menyaring sampel dengan kertas saring Cellulose Nitrate Membrane filter dengan
ukuran 0.2m. Menimbang 5ml sampel yang dilarutkan dengan methanol 60% kedalam
labu ukur 50ml. kemudian larutan siap diinjeksikan kedalam HPLC.
2.2.3 Sifat Fisik HPLC
Kolom : C18
Eluen : - 5mM KH2PO4 + 5mM K2HPO4 (92) dan Methanol (8)
- KH2PO4 5mM dan K2HPO4 5mM (0,68gr KH2PO4 dan 0,87gr K2HPO4 diencerkan
dengan akuabides sampai 1lt)
Dektektor : SPD-10AVP 225nM
Flow rate : 0,3 ml/menit
A press : 0 kgf/cm2
T. flow : 0,3mL/min
2.2.4 Analisa data
Untuk mengukur kadar benzoat dalam soft drink
3. HASIL
Hasil dari grafik dapat dapat dilihat bahwa larutan standart dengan konsentrasi 100 ppm
memiliki nilai puncak yang tertinggi dibandingan dengan konsentrasi 200 dan 1000 ppm
sehingga larutan standart 100 ppm digunakan sebagai perbandingan dalam menghitung
kadar benzoatnya dalam sampel. Dari perhitungan kadar benzoat dalam sampel diperoleh
konsentrasi pada sampel AW 19,8 ppm dan untuk sampel Fanta 19,2 ppm dan 19,8 ppm.
4. PEMBAHASAN
Mekanisme pemisahan yang terjadi didasarkan pada kompetensi antara fase gerak dan
sampel berikatan dengan kolom. Zat yang keluar terlebih dahulu, adalah zat yang yang
lebih polar daripada zat yang lainnya, sedangkan zat yang tertahan lebih lama dari kolom,
merupakan zat yang lebih non polar. Semakin polar fase gerak, waktu tambat sampel
semakin lambat dan semakin non polar fase gerak, sampel semakin cepat keluar.
Metode dan kondisi awal yang menjadi acuan pada percobaan ini adalah kolom C18, fase
gerak merupakan campuran kalium asam phospat dan dikalium asam phospat (92) dan
methanol (8), detektor UV 225 nm. Kondisi awal ini disesuaikan dengan alat yang
tersedia agar dapat diterapkan pada analisis sampel. Untuk menentukan pajang
gelombang analisis yang akan digunakan, dibuat spektrum serapan larutan standar asam
benzoat, dengan konsetrasi 100, 200, 1000 ppm, pada panjang gelombang 200-300 nm.
Panjang gelombang analisis yang dipilih adalah 225 nm, karena pada panjang gelombang
tersebut, semua zat memberi puncak yang baik. Pemilihan pajang gelombang harus
mempertimbangkan kadar zat pada sampel yang akan dianalisis (Hayun, 2004).
Dalam penelitian kali ini bahan yang digunakan adalah AW dan FANTA yang mana
keduanya menggunakan Na benzoat dalam memperpanjang umur simpan produk mereka.
Na benzoat merupakan nama dagang yang sering terdengar di pasaran, sedangkan sodium
benzoat merupakan nama ilmiahnya. Penggunaan sodium benzoat sebagai pengawet
karena sifatnya yang mudah larut dalam air sehingga banyak digunakan dalam kosmestik

dan industri pangan (Hussain et al., 2008).


Minunan soft drink sebenarnya dikonsumsi untuk meningkatkan nilai gizi, bersifat
menghilangkan rasa haus, mempunyai efek untuk menyembuhkan. Akan tetapi pada
perkembangannya ternyata banyak sof drink yang menggunakan bahan pengawet untuk
memperpanjang umur simpan. Hal ini terlihat dari analisa benzoat dengan menggunakan
HPLC yang mana diperoleh konsentrasi pada sampel AW 19,8 ppm dan untuk sampel
Fanta 19,2 ppm dan 19,8 ppm. Dengan adanya bahan pengawet maka dapat menurunkan
nilai gizi suatu produk. Umur simpan dari produk dijelaskan dengan tanggal kadarluasa
produk yang masih dapat diterima secara organoleptik (Doughari et al., 2007).
5. KESIMPULAN
- Metoda Kromatogarfi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dapat digunakan untuk menetapkan
kadar asam benzoat yang terdapat di dalam minuman ringan.
- Na atau sodium benzoate sering digunakan karena sifatnya mudah larut air.
- Umur simpan dari produk dapat diuji secara organoleptik.
6. DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M. (1997). Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. ANDI.
Yogyakarta.
Anonim. (2006). Pengawet Di Dalam Minutan Isotonik. http://www.halalguide.info.
Download tanggal 28 Mei 2008.
Doughari, J. H ; G. Alabi & A. M. Elmahmood. (2007). Effect Of Some Chemical
Preservatives On The Shelf-Life Of Sobo Drink. Journal African of Microbiology
Research. Vol.(2) pp. 037-041.
Hayun, Y. Harahap & C. N. Aziza. (2004). Penetapan Kadar Sakarin, Asam Benzoat,
Asam Sorbat, Kofeina, Dan Aspartam Di Dalam Beberapa Minuman Ringan Bersoda
Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 1. No. 3. Pp
148-159.
Hussain, I ; A. Zeb ; I. Shakir & A. S. Shah. (2008). Combine Effect Of Potassium
Sorbate And Sodium Benzoate on Individual And Blended Juices Of Apricot And Apple
Fruits Grown In Azad Jammu and Kashmir. Journal Pakistan of Nutrition. 7(1). Pp.181185.
Fadwilt, 2007. Menelisik minuman
Isotonikhttp://blog.its.ac.id/fadliwdt/2007/08/20/menelisik-minuman-isotonik/.
Download tanggal 28 Mei 2008.
Ibekwe ; S. Eberechukwu ; Uwakwe ; A. Amadikwa & Monanu, M. Okechukwu. (2007).
Effect Of Oral Intake Of Sodium Benzoate On Some Haematological Parameters Of
Wistar Albino Rats. Journal Scientific Research And Essay. Vol. 2.(1). Pp. 006-009.

Mroz, Z ; A. W. Jongbloed ; K. H. Partanen ; K. Vreman ; P. A. Kemme & J. Kogut. The


Effects Of Calcium Benzoate In Diets With Or Without Organic Acids On Dietary
Buffering Capacity, Apparent Digestibility, Retention Of Nutrients, And Manure
Characteristics In Swine. Journal Of Animal Science. 78. Pp. 2622-2632.
Sediadi, A. dan Esti, 2000. Pengawetan dan Bahan kimia.
http://ui.vlsm.org/bebas/v12/artikel/ pangan/PIWP/pengawetan.pdf. Download tanggal 28
Mei 2008.
Wibbertmann, A ; J. Kielhorn ; G. Koennecker ; I. Mangelsdorf, & C. Melber. (2000).
Benzoic Acid And Sodium Benzoate. Fraunhofer Institute for Toxicology and Aerosol
Research Hanover. Germany.
Widodo. (2008). Mengenal Minutan Ringan Berkarbonasi (Soft drink). http://www.untagsby.ac.id/index.php?mod=berita&id=92. Download tanggal 28 Mei 2008.
Diposkan oleh Breakthrough di 06:26
Waspadai Penggunaan Pengawet Natrium Benzoat dan Kalium
Sorbat
Kamis, 1 Maret, 2007 oleh: Siswono

Waspadai Penggunaan Pengawet Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat


Gizi.net - Penambahan pengawet Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat pada bahan
pangan memang tidak dilarang pemerintah. Namun, produsen hendaknya tidak
menambahkan dua jenis makanan itu sesuka hati, karena bahan pengawet ini akan
jadi berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan.
Asosiasi Konsumen Penang pada 1988 silam telah menyatakan bahwa berdasarkan
penelitian Badan Pangan Dunia (FAO), konsumsi benzoat yang berlebihan pada tikus
akan menyebabkan kematian dengan gejala-gejala hiperaktif, sawan, kencing terusmenerus dan penurunan berat badan.
"Kasus pelanggaran pelabelan produk yang mengandung natrium benzoat dan kalium
sorbat kerap kali ditemui. Tetapi memang belum ada upaya nyata dalam
penanggulangan masalah ini dari aparat terkait," kata dr Nurhasan, peneliti dari
Lembaga Konsumen Jakarta, Rabu (28/2), dalam jumpa pers di Hotel Maharani, di
Jakarta.
Pada Januari hingga Februari lalu, LKJ mengadakan survei penggunaan pengawer
Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat pada produk saus tomat, saus sambal dan kecap
manis yang banyaj ditemui di pasar-pasar lokal. Survei ini melibatkan beberapa
lembaga konsumen di sejumlah tempat, antara lain Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Medan, Batam dan Bali.
Hasilnya, sebagian produk itu ternyata tidak menuliskan komposisi bahan yang
digunakan, tidak mencantumkan alamat produsen yang memproduksi,dan tidak
menuliskan golongan bahan tambahan pangan (pengawet). Bahkan ada 14 produk

yang melebihi batas maksimum penggunaan natrium benzoat.


"Sejumlah produk juga tidak mencantumkan mengandung kalium sorbat dan natrium
benzoat, padahal berdasarkan analisa laboratorium positif," kata Nurhasan. Karena
itu, pihaknya mengimbau agar konsumen lebih berhati-hati dalam mengonsumsi
makanan, dan lebih memilih bahan-bahan alami yang aman bagi kesehatan.
Lies Pramana Sari, peneliti dari LKJ menambahkan, pemerintah hendaknya
mengawasi dan menertibkan pelabelan produk pangan yang mengandung pengawet
atau bahan tambahan lain. "Perlu ada pembinaan kepada para pelaku usaha kecil
dan menengah agar tidak menggunakan bahan pengawet di luar batas maksimum,"
ujarnya.
Laporan Wartawan Kompas Evy Rachmawati
Sumber: http://www.kompas.co.id/

Bahan
Tambahan
Pangan
Ditulis oleh Administrator
Senin, 28 Januari 2008
Pengantar
Food Additive atau Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami
BUKAN merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ....
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna,
pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental.
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan,
mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara oleh masyarakat, termasuk dalam pembuatan makanan
jajanan. Dalam prakteknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau
berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Halini disebabkan karena
ketidaktahuan produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan maupun mengenai peraturan tentang BTP.
Karena pengaruh terhadap kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen seringkali
tidak menyadari penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan.
Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan sering dilakukan oleh produsen pangan, yaitu:
l. Menggunakan bahan tambahan yang dilarang untuk makanan.
2. Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan.
BTP adalah bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan dan tidak merupakan bahan baku
pangan, dan penambahannya ke dalam pangan ditujukan untuk mengubah sifat-sifat makanan seperti
bentuk, tekstur, warna, rasa, kekentalan, dan aroma, untuk mengawetkan, atau untuk mempermudah proses
pengolahan. Secara khusus kegunaan BTP di dalam pangan adalah untuk:
1. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia
yang dapat menurunkan mutu pangan.

2. Membentuk makanan menjadi lebih balk, renyah, dan lebih enak di mulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
4. Meningkatkan kualitas pangan.
5. Menghemat biaya.
Klasifikasi BTP
BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan
pada makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir
tidak mempunyai nilai gizi.
3.

Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain pada
makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba

4.

Antioksidan, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah
terjadinya ketengikan.

5.

Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya) makanan yang berupa
serbuk seperti tepung atau bubuk.

6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan, menambah atau
mempertegas rasa dan aroma.
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral, dan pendapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan, menetralkan,
dan mempertahankan derajat keasaman makanan.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang
tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem
dispersi yang homogen pada makanan.
10. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.
11. Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan, sehingga memantapkan
warna, aroma, dan tekstur.
Selain BTP yang tercantum dalam Peraturan Menteri tersebut, masih ada beberapa BTP lainnya yang biasa
digunakan dalam makanan, misalnya:
l. Enzim, yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat rnenguraikan secara enzimatis,
misalnya membuat makanan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.
2. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik tunggal maupun
campuran, dapat meningkatkan nilai gizi makanan.
3. Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab air sehingga mempertahankan kadar air dan makanan.

Sifat, Kegunaan dan Keamanan BTP


Dari beragam jenis BTP seperti yang telah disebutkan di atas sebenarnya hanya beberapa yang penggunaannya
pada makanan lebih sering dibandingkan dengan BTP lainnya. Oleh karena itu sifat dan keamanan BTP yang
sering digunakan tersebut dijelaskan di bawah ini.
Pewarna
Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu:
Memberi kesan menarik bagi konsumen
Menyeragamkan warna makanan
Menstabilkan warna
Menutupi perubahan warna selama proses pengolahan
Mengatasi perubahan warna selama penyimpanan.
Penggunaan pewarna yang aman pada makanan telah diatur melalui peraturan Menteri Kesehatan yang
mengatur mengenai pewarna yang dilarang digunakan dalam rnakanan, pewarna yang diizinkan serta batas
penggunaannya, termasuk penggunaan bahan pewarna alami. Tetapi masih banyak produsen makanan, terutama
pengusaha kecil, yang menggunakan bahan-bahan pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan,
misalnya pewarna untuk tekstil atau cat. Hal ini disebabkan pewarna tekstil atau cat umumnya mempunyai warna
lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, serta harganya lebih murah, dan produsen pangan belum
mengetahui dan menyadari bahaya dari pewarna-pewarna tersebut.
Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering ditemukan pada makanan, terutama makanau jajanan,
adalah Metanil Yellow (kuning metanil) yang berwarna kuning, dan Rhodamin B yang berwarna merah. Bahan
pewarna kuning dan merah tersebut sering digunakan dalam pembuatan berbagai macam makanan seperti sirup,
kue-kue, agar, tahu, pisang dan tahu goreng dan lain-lain. Kedua pewarna ini telah dibuktikan menyebabkan
kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelah mengkonsumsi, oleh karena itu dilarang digunakan di
dalam makanan walaupun dalam jumlah sedikit.
Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetetis adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti
ekstrak daun pandan atau daun suji, kunyit, dan ekstrak buah-buahan yang pada umumnya lebih aman. Akan tetapi
penggunaan bahan pewarn alami juga ada batasannya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Beberapa
pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya adalah:
Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar
ketimun dalam botol (300 mg/kg, dan yogurt beraroma (150 mg/kg)
Beta-karoten, yaitu pewarna alami berwarna merah-oranye yang dapat digunakan untuk mewarnai acar
ketimun dalam botol (300 mg/kg), es krim (100 mg/kg), keju (600 mg/k, dan lemak dan minyak makan
(secukupnya).
Klorofil, yaitu pewarna alami berwarna hijau yang digunakan untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg) atau keju
(secukupnya).
Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning-oranye yang dapat digunakan untuk mewarnai es krrm dan
sejenisnya (50 mg/kg), atau lemak dan minyak makan (secukupnya).
Pemanis Buatan
Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula karena
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami (gula), yaitu:

Rasanya lebih manis


Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis
Tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita
penyakit gula (diabetes)
Harganya lebih manis.
Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan pangan di Indonesia adalah siklamat dan
sakarin yang mempunyai tingkat kemanisan masing-masing 30-80 dan 300 kali gula alami, oleh karena itu
sering disebut sebagai "biang gula".
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan sebenarnya siklamat dan sakarin hanya boleh digunakan dalam
makanan yang khusus ditujukan untuk orang yang menderita diabetes atau sedang menjalani diet kalori.
Amerika dan Jepang bahkan sudah melarang sama sekali penggunaan kedua pemanis tersebut karena
terbukti berbahaya bagi kesehatan. Di Indonesia, siklamat dan sakarin sangat mudah diperoleh dengan harga
yang relatif murah. Hal ini mendorong produsen rninuman ringan dan makanan jajanan untuk menggunakan
kedua jenis pemanis buatan tersebut di dalam produknya. Penggunaan pemanis tersebut terutama didasari pada
alasan ekonorni karena harga gula pasir yang cukup tinggi, sedangkan tingkat kemanisan pemanis buatan jauh
lebih tinggi daripada gula sehingga penggunaannya cukup dalarn jumlah sedikit, yang berarti mengurangi modal.
Batas maksimum penggunaan siklamat adalah 500 mg 3 g/kg bahan, sedangkan batas maksimum penggunaan
sakarin adalah 50 - 300 mg/kg bahan. Keduanya hanya boleh digunakan untuk makanan rendah kalori, dan
dibatasi tingkat konsumsinya sebesar 0,5 mg/kg berat badan/hari. Jadi bila berat badan kita 50 mg/kg maka
jumlah maksimum siklamat atau sakarin yang boleh dikonsumsi per hari adalah 50 x 0,5 mg atau 25 mg. Jika kita
rnengkonsumsi kue dengan kandungan siklamat 500 mg/kg bahan, maka dalam satu hari kita hanya boleh
mengkonsumsi 25/500 x 1 kg atau 50 g kue.
Penggunaan pemanis buatan yang diizinkan dalam makan adalah sebagai berikut:
Sakarin (dan garam natrium sakarin), untuk saus, es lilin,minuman ringan dan minuman yogurt berkalori rendah
(300mg/kg), es krim, dan sejenisnya serta jem dan jeli berkalori rendah (200 mg/kg), permen berkalori rendah
(100 mg/kg), serta permen karet dan minuman ringan fernentasi berkalori rendah (50 mg/kg).

Siklamat (dan garam natrium dan kalsium siklamat), untuk saus, es lilin, minuman ringan dan minuman
yogurt berkalori rendah (3 g/kg), es krim, es puter dan sejenisnya serta jem dan jeli berkalori rendah (2 g/kg),
pernen berkalori rendah (1 g/kg), dan minuman ringan fermentasi berkalori rendah (500 mg/kg).

Sorbitol, untuk kismis (5 g/kg), jem, jeli dan roti (300 mg/kg), dan makanan lain (120 mg/kg).

Aspartam

Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat
menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi
tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang
masa simpan atau memperbaiki tekstur.
Pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan adalah benzoat, yang
umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering
digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus
sambal, jeli dan jeli, manisan, kecap, dan lain-lain.

Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya.
Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu,
tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan

mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan


dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum
digunakan dan jenis makanan serta batas penggunaannya pada makanan
diantaranya adalah:
Benzoat (dalam bentuk asam, atau gararn kalium atau natrium benzoat), yaitu bahan yang digunakan untuk
mengawetkan minuman ringan dan kecap (600 mg,/kg), serta sari buah, saus tomat, saus sambal, jem dan
jeli, manisan, agar, dan makanan lain (1 g/kg).

Propionat (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium propionat), yaitu bahan pengawet untuk roti
(2 g/kg) dan keju olahan (3 g/kg).

Nitrit (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrit) dan nitrat (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrat),
yaitu bahan pengawet untuk daging olahan atau yang diawetkan seperti sosis (125 mg nitrit/kg atau 500 mg
nitrat/kg), korned dalam kaleng (50 mg nitrit/kg), atau keju (50 mg nitrat/kg).

Sorbat (dalam bentuk garam kalium atau kalsium sorbat), yaitu bahan pengawet untuk margarin, pekatan sari
buah, dan keju (1 g/kg).
Sulfit (dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit atau metabisulfit), yaitu bahan pengawet untuk
potongan kentang goreng (50 mg/kg), udang beku (100 mg/kg), dan pekatan sari nenas (500 mg/kg).
Pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam
makanan dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya boraks dan formalin. Boraks banyak digunakan dalam
berbagai makanan seperti baso, mie basah, pisang molen, lemper, buras, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit,
dan selain bertujuan untuk mengawetkan juga dapat membuat makanan lebih kompak (kenyal) teksturnya dan
memperbaiki penampakan. Akan tetapi boraks sangat berbahaya bagi kesehatan. Boraks bersifat sebagai
antiseptik dan pembunuh kuman, oleh karena itu banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu,
dan untuk bahan antiseptik pada kosmetik. Penggunaan boraks seringkali tidak disengaja karena tanpa diketahui
terkandung di dalam bahan-bahan tambahan seperti pijer atau bleng yang sering digunakan dalam pembuatan
baso, mie basah, lontong dan ketupat.
Formalin juga banyak disalahgunakan untuk mengawetkan makanan seperti tahu dan mie basah. Formalin
sebenarnya merupakan bahan untuk mengawetkan mayat dan organ tubuh dan sangat berbahaya bagi
kesehatan, oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 formalin meru pakan salah satu bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP.
Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa
Salah satu penyedap rasa dan aroma yang dikenal luas di Indonesia adalah vetsin atau bumbu masak dan
terdapat banyak merek di pasaran. Penyedap rasa tersebut mengandung senyawa yang disebut monosodium
glutamat (MSG). Peranan asam glutamat sangat penting, diantaranya untuk merangsang dan menghantar
sinyal-sinyal antar sel otak, dan dapat memberikan citarasa pada makanan. Dalam peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, penggunaan MSG dibatasi secukupnya, yang berarti tidak boleh
berlebihan.
Pengemulsi, Pemantap dan Pengental
Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengental dalam makanan adalah untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air
sehingga produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan air, serta mempunyai tekstur yang
kompak. Jenis makanan yang sering menggunakan BTP semacam ini adalah es krim, es puter, saus sardin, jem, jeli,
sirup, dan lain-lain. Bahan-bahan pengemulsi, pemantap dan penstabil yang diizinkan digunakan dalam makanan
diantaranya:
Agar, untuk sardin dan sejenisnya (20 g/kg), es krim, es puter dan sejenisnya (10 g/kg), keju (8 g/kg), yogurt (5
g/kg), dan kaldu (secukupnya).

Alginat (dalarn bentuk asam, atau garam kalium atau kalsium alginat), untuk sardin dan sejenisnya (20 g/kg),

keju (5 g/kg), dan kaldu (3 g/kg).

Dekstrin, untuk es krim, es puter dan sejenisnya (30 g/kg), yogurt (10 g/kg), dan kaldu (secukupnya).

Gelatin, untuk yogurt (10 g/kg) dan keju (5 g/kg).


Gom (bermacam-macam gom), untuk es krim, es puter, sardin dan sejenisnya, serta sayuran kaleng yang
mengandung mentega, minyak dan lemak (10 g/kg), keju (8 g/kg), saus slada (7,5 g/kg), yogurt (5 g/kg),
minuman ringan dan acar ketimun dalam botol (500 mg/kg).
Karagen, untuk sardin dan sejenisnya (20 g/kg), es krim, es puter dan sejenisnya, serta sayuran kaleng yang
mengandung mentega, lemak atau minyak (10 g/kg), yogurt, keju dan kaldu (5 g/kg), dan acar ketimun dalam
botol (500 mg kg).
Lesitin, untuk es krirn, es puter, keju, makanan bayi dan susu bubuk instan (5 g/kg), roti, margarin dan minuman
hasil olah susu (secukupnya).
Karboksimetil selulosa (CMC), untuk sardin dan sejenisnya (20 g/kg), es krim, es puter dan sejenisnya (10
g/kg), keju dan krim (5 g/kg), dan kaldu (4 g/kg).

Pektin, untuk es krim, es puter dan sejenisnya (30 g/kg), sardin dan sejenisnya (20 g/kg), yogurt, minuman
hasil olah susu, dan sayur kalengan yang mengandung mentega, lemak dan minyak (10 g/kg), keju (8 g/kg),
jem dan marmalad (5 g/kg), sirup (2,5 g/kg), dan minuman ringan (500 mg/kg).

Pati asetat, untuk es krim, es puter dan sejenisnya (30 g/kg), yogurt dan sayuran kaleng yang mengandung
mentega, lemak dan minyak (10 g/kg) dan kaldu (secukupnya).
Antioksidan
Antioksidan adalah BTP yang digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada makanan akibat proses oksidasi
lemak atau minyak yang terdapat di dalam makanan. Bahan-bahan yang sering ditambahkan antioksidan adalah lemak
dan minyak, mentega, margarin, daging olahan/awetan, ikan beku, ikan asin, dan lain-lain. Bahan antioksidan yang
diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya :
Askorbat (dalam bentuk asam sorbat, atau garam kalium, natrium atau kalsium), yaitu antioksidan untuk kaldu
(l g/kg), daging olahan/awetan, jem, jeli dan marmalad, serta makanan bayi (500 mg/kg), ikan beku (400
mg/kg), dan potongan kentang goreng beku (100 mg/kg).
Butil Hidroksianisol (BHA), untuk lemak dan minyak makan serta mentega (200 mg/kg), dan margarin (100
mg/kg).
Butil Hidroksitoluen (BHT), untuk ikan beku (1 g/kg), minyak, lemak, margarin, mentega dan ikan asin (200
mg/kg).
Propil galat, untuk lemak dan minyak makan, margarin dan mentega (100 mg/kg).
Tokoferol, untuk makanan bayi (300 mg/kg), kaldu (50 mg/kg), serta lemak dan minyak makan (secukupnya).
Pengatur Keasaman (Pengasam, Penetral dan Pendapar)
Fungsi pengatur keasaman pada makanan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih asam, lebih basa, atau
menetralkan makanan. Pengatur keasaman mungkin ditambahkan langsung ke dalam makanan, tetapi seringkali
terdapat di dalarn bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan. Beberapa pengatur keasaman yang
diizinkan untuk digunakan dalam makanan, diantaranya adalah :

Aluminium amonium/kalium/natrium sulfat. yaitu terdapat di dalam soda kue (jumlah yang diizinkan adalah
secukupnya).

Asam laktat, untuk makanan pelengkap serealia (15 g/kg), makanan bayi kalengan (2 g/kg), dan rnakananmakanan lain seperti pasta tomat, jem/jeli, buah-buahan kaleng, bir, roti, margarin, keju, sardin, es krim, es
puter, dan acar ketimun dalam botol (secukupnya).
Asam sitrat, untuk makanan pelengkap serealia (25 g/kg), makanan bayi kalengan (15 g/kg), coklat dan coklat
bubuk (5 g/kg), dan makanan-rnakanan lain seperti pasta tomat, jem/jeli, minuman ringan, udang, daging,
kepiting dan sardin kalengan, margarin, keju, saus, sayur dan buah kaleng (secukupnya).
Kalium dan natrium bikarbonat, untuk coklat dan coklat bubuk (50 g/kg), mentega (2 g/kg), serta makanan
lainnya seperti pasta tomat, jem/jeli, soda kue, dan makanan bayi (secukupnya).
Anti Kempal
Antikempal biasa ditambahkan ke dalam pangan yang berbentuk tepung atau bubuk. Oleh karena itu peranannya di dalam
makanan tidak secara langsung, tetapi terdapat di dalarn bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan seperti
susu bubuk, tepung terigu, gula pasir, dan sebagainya. Beberapa bahan antikempal yang diizinkan di dalam
bahan-bahan untuk makanan diantaranya:
Aluminium silikat, yaitu untuk susu dan krim bubuk (1 g/kg).
Kalsium aluminium silikat, yaitu untuk serbuk garam dengan rempah atau bumbu serta merica (20 g/kg), gula
bubuk (15 g/kg), dan garam meja (10 g/kg).
Kalsium silikat, penggunaannya untuk produk-produk seperti pada penggunaan kalsium aluminium silikat,
ditambah untuk susu bubuk (10 g/kg) dan krim bubuk (1 g/kg).

Magnesium karbonat, penggunaannya seperti pada kalsium silikat.

Magnesium oksida dan magnesium silikat, penggunaannya seperti pada aluminium silikat.

Pemutih dan Pematang Tepung


Pemutih dan pematang tepung adalah bahan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan sekaligus
pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu hasil pemanggangan, misalnya dalam pembuatan roti,
kraker, biskuit, dan kue. Beberapa bahan pemutih dan pematang tepung yang diizinkan untuk makanan
diantaranya:
Asam askorbat, yaitu digunakan untuk tepung (200 mg/kg)
Kalium bromat, untuk tepung (150 mg-:,g) serta roti dan sejenis-nya (100 mg/kg)
Natrium pirofosfat, untuk adonan kue (5 g/kg bahan kering), roti dan sejenisnya (3,75 g/kg tepung), wafel dan
tepung campuran wafel serta serabi dan tepung campuran serabi (3 g/kg bahan kering).
Pengeras
Pengeras ditambahkan ke dalam makanan untuk membuat makanan menjadi lebih keras atau mencegah makanan
menjadi lebih lunak. Beberapa bahan pengeras yang diizinkan untuk makanan diantaranya:
Kalsium glukonat, untuk mengeraskan buah-buahan dan sayuran dalam kaleng seperti irisan tomat kalengan
(800 mg/kg), tomat kalengan (450 mg/kg), buah kalengan (350 mg/kg), acar ketimun dalam botol (250 mg/kg),
serta jem dan jeli (200 mg/kg).
Kalsium klorida, penggunaannya seperti kalsium glukonat, ditambah dengan apel dan sayuran kalengan (260
mg/kg).
Kalsium sulfat, untuk irisan tomat kalengan (800 mg/kg), tomat kalengan (450 mg/kg), serta apel dan sayuran

kalengan (260 mg/kg).


Sekuestran
Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat ion logam pada makanan sehingga memantapkan warna dan tekstur
makanan, atau mencegah perubahan warna makanan. Beberapa bahan sekuestran yang diizinkan untuk makanan
diantaranya:
Asam fosfat, untuk produk kepiting kalengan (5 g/kg), serta lemak dan minyak makan (100 mg/kg).
Isopropil sitrat, untuk lemak dan minyak makan serta margarin (100 mg/kg).
Kalsium dinatrium edetat (EDTA), untuk udang kalengan (250 mg/kg), jamur kalengan
potongan kentang goreng beku (100 mg/kg).

(200 mg/kg), dan

Monokalium fosfat, untuk ikan dan udang beku (5 g/kg), daging olahan/awetan (3 g/kg), dan kaldu ( 1 g/kg).
Natrium pirofosfat, penggunaan seperti monokalium fosfat, ditambah untuk sardin dan produk sejenisnya (5
g/kg), dan potongan kentang goreng beku (100 mg/kg).
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2001. Materi Penyuluhan Bagi Perusahaan Makanan Industri Rumah Tangga. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten
Sleman. Sleman.

Bahan Pengawet dalam Produk Pangan


| Pendahuluan | Definisi Pengawet Makanan | Ciri-ciri Makanan Rusak |
| Mencegah Makanan agar tidak Rusak | Tujuan Penggunaan Pengawet |
| Jenis Pengawet yang Diijinkan | Jenis Pengawet yang Dilarang |
| Hal-hal yang Perlu Diperhatikan | Kesimpulan | Pustaka |

Pendahuluan
Setiap hari kita menggunakan dan mengkonsumsi pangan, tapi mungkin kita
tidak tahu atau tidak peduli dengan bahan yang disebut Bahan Tambahan Pangan
(BTP). BTP yang paling populer adalah pengawet seperti benzoat, penguat rasa
seperti Mono Sodium Glutamat (MSG), pemanis buatan seperti siklamat dan
sebagainya.
Seperti halnya penggunaan bahan kimia baik senyawa organik maupun
anorganik, untuk obat, makanan atau kosmetik selalu mempunyai sisi baik dan sisi
buruk, tergantung pada ketepatan penggunaan dan kesesuaian takarannya dengan
tujuan penggunaannya.
Prinsip dasarnya adalah bahan tambahan pangan (BTP) harus digunakan
secara tepat sesuai peruntukannya dan dengan takaran yang tepat serta tidak
melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan.
Makanan penting untuk pertumbuhab dan untukmempertahankan hidup karena
makanan merupakan sumber energi untuk membangun jaringan tubuh yang rusak
serta memelihara pertahanan tubuh dari penyakit.
Namun terkadang pangan dapat pula menjadi media penyebaran penyakit, terutama
bila yang dikonsumsi itu adalah pangan rusak.
Pangan rusak merupakan sebutan untuk makanan dan minuman yang
tercemar oleh bakteri patogen, bahan kimia atau toksis, dan cemaran fisik (seperti
pecahan gelas, kotoran lalat, potongan logam dan kayu), sehingga sekalipun

dikonsumsi dalam jumlah wajar bisa menimbulkan penyakit. Salah satu cara yang
efektif melindungi diri dari penyakit akibat konsumsi pangan rusak adalah dengan
mengenali penyebabnya dan melakukan upaya penyelamatan bahan pangan dari
agen penyebab kerusakan. Makanan dinyatakan mengalami kerusakan jika telah
terjadi perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki dari sifatnya.
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu
sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan
kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun
masuknya mikroba perusak.
Pengetahuan tersebut menuntun manusia dalam upaya memperpanjang daya
simpan atau membuat lebih awet pangan dengan menurunkan kadar air pangan
melalui berbagai cara antara lain pengeringan, pemberian bahan/senyawa yang
dapat mengikat air bebas atau membunuh mikroba perusak. Permasalahan atau
petanyaan yang timbul kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan
pengawet yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan aman dikonsumsi
manusia?
Untuk itu perlu dikenali hal-hal sebagai berikut :
- Apa ciri-ciri pangan rusak?
- Apa yang dimaksud dengan pengawetan pangan?
- Apakah bahan pengawet yang ditambahkan/produk pangan yang dihasilkan aman
dikonsumsi
manusia?
- Apa tujuan penggunaannya?
- Jenis pangan apa saja yang sering diawetkan?
- Siapa pengguna bahan pengawet?
- Jenis pengawet apa saja yang diperbolehkan untuk bahan pangan?
- Hal-hal apa saja yang diperhatikan dalam penggunaan pengawet pangan?

>> kembali ke atas <<


Definisi Bahan Tambahan Pangan (PTP) Pengawet
Yang dimaksud PTP Pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat
mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan

lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut


dapat disebabkan oleh fungi, bakteria dan mikroba lainnya.
Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang dibawa makanan (food
borne illness) termasuk botulism yang membahayakan kehidupan.
Pengawet pangan adalah upaya untuk mencegah, menghambat pertumbuhan
mikroba yang terdapat dalam pangan. Pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu penggunaan suhu rendah, suhu tinggi, iradiasi atau dengan penambahan
bahan pengawet (BTP Pengawet). Produk-produk pangan dalam kemasan yang diproses
dengan panas atau disebut sterilisasi komersil seperti kornet dalam kaleng atau susu
steril dalam kemasan tetrapak tidak menggunakan bahan pengawet karena proses termal
sudah cukup untuk memusnahkan mikroba pembusuk dan patogen.

Produk-produk ini akan awet lebih dari setahun meskipun disimpan pada suhu
kamar. memang ada produk pangan dalam kemasan yang menggunakan bahan
pengawet, misalnya sambal, selai dan jem dalam botol.
Kedua jenis produk ini setelah dibuka biasanya tidak segera habis, sehingga supaya
awet terus pada suhu kamar maka produk ini membutuhkan bahan tambahan
pangan pengawet.

>> kembali ke atas <<


Ciri-ciri Pangan Rusak
Pangan dinyatakan mengalami kerusakan jika telah terjadi perubahanperubahan yang tidak dikehendaki dari sifatnya. kerusakan dapat terjadi karena
kerusakan fisik, kimia atau enzimatis. Namun secara umum, kerusakan pangan
disebabkan oleh berbagai faktor dimana salah satunya adalah tumbuhan bakteri,
kamir atau kapang pada pangan yang dapat merusak protein sehingga
mengakibatkan bau busuk, dan juga dapat membentuk lendir, gas, busa, asam
ataupun racun.
Tanda-tanda kerusakan yang dapat terjadi pada pangan

1.

Buah-buahan dan sayuran.


Selama proses penanaman pemanenan, penyimpanan, dan pengangkutan ke pasar,
buah dan sayuran berpeluang terkontaminasi bahan kimia pertanian aseperti residu
pestisida, antibiotik pertanian, pupuk dan bahan perangsang tumbuh. Karena itu
sebelum diolah dan dikonsumsi, buah dan sayuran harus dicuci terlebih dahulu
dengan air bersih.
Kerusakan yang sering terjadi adalah karena benturan fisik, serangan serangga dan
serangan mikroorganisme. Buah dan sayuran yang rusak terlihat busuk, berubah
warna dan rasa, serta berlendir.

2.

Daging dan Hasil Olahannya.


Daging segar merupakan media yang ideal bagi pertumbuhan bakteri karena
daging mengandung zat nutrien dan air dalm jumlah cukup serta pH sedang.
Mikroba yang terdapat dalam tubuh atau daging hewan berasal dari lingkungan
hidup seperti dari pakan atau air. Mikroba masuk ke dalam tubuh hewan melalui
saluran pencernaan. Agar kita terhindar dari penyakit, mikroba patogen yang
berkembang biak dalam potongan daging dimusnahkan terlebih dahulu.
Caranya tak lain sebelum dimakan, daging atau bahan pangan yang mengandung
daging harus dimasak dengan sempurna. Jadi, daging mudah rusak karena
kandungan nutrisi dan kadar airnya tinggi. Kerusakan daging ditandai dengan
perubahan warna, bau, dan berlendir.

3.

Ikan dan Hasil Olahannya


Ikan dan kerang dapat menjadi media perantara bagi mikroba patogen (seperti
Vibrio) dan parasit (seperti cacing pipih) yang dapat menginfeksi manusia. Bibit
penyakit ini berasal dari lingkungan alami ikan, terutama lingkungan air yang
terkontaminasi oleh kotoran penderita penyakit kolera.
Bakteri Vibrio tidak menyebabkan diare tetapi mengakibatkan terjadinya infeksi di
saluran pencernaan yang bersifat parah dan bisa mengancam nyawa.
Untuk memperkecil resiko terkena penyakit, ikan yang dimakan mentah atau
setengah matang harus dicuci bersih-bersih. Kerusakan pada ikan ditandai dengan
terjadinya perubahan warna, bau, tekstur dan terbentuknya lendir. Bakteri yang
menyebabkan kerusakan ikan dipengaruhi oleh suhu penyimpanan ikan.

4.

Susu dan Hasil Olahannya.


Susu yang diperah secara higienis dari hewan yang sehat sebetulnya mengandung
kontaminan mikroba dalam jumlah yang rendah. Namun dalam perjalanan menuju
tempat pengolahan lanjutan, susu mudah tercemar mikroba. Selama proses
pengolahanpun ancaman kontaminasi bakteri tetap ada, terutama bila peralatan
yang digunakan tidak steril. Kerusakan pada susu ditandai dengan pembentukan
gas, penggumpalan, lendir, tengik, dan perubahan rasa. Penggumpalan dan
pembentukan lendir pada susu disebabkan oleh bakteri dan juga terbentuknya
asam pada susu.
Makanan Kalengan.
Kerusakan makanan kalengan akibat bakteri menjadikan makanan berbau busuk
dan berwarna hitam.

5.

>> kembali ke atas <<


Bagaimana mencegah pangan agar tidak rusak
1. Gunakan bahan baku yang baik.
2. Bersihkan semua alat sebelum digunakan.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah bekerja.
4. Masaklah pangan secara seksama dan sempurna untuk membunuh mikroorganisme
yang ada di dalamnya.
5. Simpanlah pangan di tempat yang sesuai.
Selain dengan cara seperti di atas, untuk menghindari/mencegah serta menghambat
pertumbuhan bakteri dalam pangan agar lrbih tahan lama dilakukan proses pengawetan
pada pangan
Salah satu dari beberapa teknik pengawetan pangan adalah memberikan bahan tambahan
pangan (BTP) untuk pengawetan, hal ini dilakukan dengan menambahkan suatu bahan
kimia tertentu dengan jumlah tertentu yang diketahui memiliki efek mengawetkan dan
aman untuk dikonsumsi manusia. Jenis dan jumlah pengawet yang diijinkan untuk
digunakan telah dikaji keamanannya.
BTP digunakan dalam pangan setidaknya mempunyai lima alasan utama, yaitu:

1.

2.

3.

4.

5.

Untuk mempertahankan konsistensi produk.


Emulsifier memberikan tekstur produk berbentuk emulsi atau suspensi yang
konsisten dan mencegah pemisahan fasa air dengan fasa lemak suatu emulsi atau
pemisahan fasa cair dan fasa padat suatu suspensi. Penstabil dan pengental
menghasilkan tekstur yang lembut dan homogen pada pangan tertentu.
Untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi.
Vitamin dan mineral yang ditambahkan ke dalam pangan seperti susu, tepung,
serelia lain dan margarin untuk memperbaiki kekurangan zat tersebut dalam diet
seseorang atau mengganti kehilangannya selama proses pengolahan pangan.
Fortifikasi dan pengayaan pangan semacam ini telah membantu mengurangi
malnutrisi dalam populasi masyarakat Amerika. Semua pangan yang mengandung
nutrien yang ditambahkan harus diberi label yang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku secara internasional atau sesuai ketentuan masing-masing negara.
Untuk mempertahankan kelezatan dan kesehatan (wholesomeness) pangan.
Pengawet menahan kerusakan pangan yang disebabkan oleh kapang, bakteria,
fungi atau khamir. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang
dibawa makanan (food born illness) termasuk botulism yang membahayakan
kehidupan.
Antioksidan adalah pengawet yang mencegah terjadinya bau yang tidak sedap.
Antioksidan juga mencegah potongan buah segar seperti apel menjadi coklat bila
terkena udara.
Mengembangkan atau mengatur keasaman/kebasaan pangan.
Bahan pengembang yang melepaskan asam bila dipanaskan bereaksi dengan
baking soda membantu mengembangkan kue, biskuit dan roti selama proses
pemanggangan. Pengatur keasaman/kebasaan membantu memodifiksi
keasaman/kebasaan pangan agar diperoleh bau, rasa dan warna yang sesuai.
Untuk menguatkan rasa atau mendapatkan warna yang diinginkan.
Berbagai jenis bumbu dan penguat rasa sintetik atau alami memperkuat rasa
pangan. Sebaliknya warna memperindah tampilan pangan tertentu untuk
memenuhi ekspektasi konsumen.

>> kembali ke atas <<

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan pengawet


Pengawetan pangan disamping berarti penyimpanan juga memiliki 2 (dua) maksud yaitu
(1) menghambat pembusukan dan
(2) menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin.
Penggunaan pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya berperan sebagai
antimikroba atau antioksidan atau keduanya. Jamur, bakteri dan enzim selain penyebab
pembusukan pangan juga dapat menyebabkan orang menjadi sakit, untuk itu perlu
dihambat pertumbuhan maupun aktivitasnya.
Jadi, selain tujuan di atas, juga untuk memelihara kesegaran dan mencegah
kerusakan makanan atau bahan makanan menjadi tengik yang disebabkan oleh
perubahan kimiawi dalam makanan tersebut.
Peran sebagai antioksidan akan mencegah produk pangan dari ketengikan, pencoklatan,
dan perkembangan noda hitam. Antioksidan menekan reaksi yang terjadi saat pangan
menyatu dengan oksigen, adanya sinar, panas, dan beberapa logam.

Siapa yang boleh menggunakan bahan tambahan pangan pengawet?


Bahan tambahan Pangan Pengawet boleh digunakan oleh perusahaan-perusahaan
yang memproduksi pangan yang mudah rusak. Pencantuman label pada produk pangan
sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar,
tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan
ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.
Label pangan sekurang-kurangnya memuat :
- Nama produk
- Berat bersih atau isi bersih
- Nama dan alamat pabrik yang memproduksi atau memasukkan pangan ke wilayah
Indonesia.
>> kembali ke atas <<
Pengawet makanan yang diijinkan :

Pengawet yang diijinkan digunakan untuk pangan tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/88 Tentang Bahan Tambahan Makanan,
mencakup :

1. Asam Benzoat
14. Kalsium benzoat
2. Asam Propionat
15. Kalsium Propionat
3. Asam Sorbat
16. Kalsium Sorbat
4. Belerang Oksida
17. Natrium Benzoat
5. Etil p-Hidroksida Benzoat
18. Metil-p-hidroksi Benzoat
6. Kalium Benzoat
19. Natrium Bisulfit
7. Kalium Bisulfit
20. Natrium Metabisulfit
8. Kalium Meta Bisulfit
21. Natrium Nitrat
9. Kalium Nitrat
22. Natrium Nitrit
10. Kalium Nitrit
23. Natrium Propionat
11. Kalium Propionat
24. Natrium Sulfit
12. Kalium Sorbat
25. Nisin
13. Kalium Sulfit
26. Propil-p-hidroksi Benzoat
Penambahan bahan pengawet pada produk pangan menjadi bahan perhatian utama
mengingat perkembangan iptek pangan menyangkut hal tersebut yang begitu cepat serta
sering menimbulkan teka-teki bagi konsumen menyangkut keamanannya.
Garam atau NaCl
Telah berabad lampau digunakan hingga saat ini sebagai bahan pengawet terutama untuk
daging dan ikan. Larutan garam yang masuk ke dalam jaringan dan mengikat air
bebasnya, sehingga menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri penyebab
pembusukan, kapang, dan khamir.
Produk pangan hasil pengawetan dengan garam dapat memiliki daya simpan beberapa
minggu hingga bulan dibandingkan produk segarnya yang hanya tahan disimpan selama
beberapa jam atau hari pada kondisi lingkungan luar.
Ikan pindang, ikan asin, telur asin dan sebagainya merupakan contoh produk pangan
yang diawetkan dengan garam.
Gula atau sukrosa
Gula atau sukrosa merupakan karbohidrat berasa manis yang sering pula digunakan
sebagai bahan pengawet khususnya komoditas yang telah mengalami perlakuan panas.
Perendaman dalam larutan gula secara bertahap pada konsentrasi yang semakin tinggi
merupakan salah satu cara pengawetan pangan dengan gula. Gula seperti halnya garam
juga menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri penyebab pembusukan, kapang,
dan khamir.
Dendeng, manisan basah dan atau buah kering merupakan contoh produk awet yang
banyak dijual di pasaran bebas.
Cuka buah atau vinegar
Merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk mengawetkan daging, asyuran
maupun buah-buahan. Acar timun, acar bawang putih, acar kubis (kimchee) merupakan
produk pangan yang diawetkan dengan penambahan asam atau cuka buah atau vinegar.
Data pengaturan bahan pengawet dari Codex Alimetarius Commission (CAC), USA
(CFR), Australia dan New Zealand (FSANZ) tercatat 58 jenis bahan pengawet yang
dapat digunakan dalam produk pangan. Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan
No. 722 tahun 1988 telah mengatur sebanyak 26 jenis bahan pengawet.

>> kembali ke atas <<


Pengawet makanan yang dilarang digunakan dan bahaya penggunaannya :
Sebagai contoh, penggunaan formalin yang sering digunakan untuk mengawetkan Tahu,
Mie Basah dapat menyebabkan :
- Kanker paru-paru
- Gangguan pada jantung
- Gangguan pada alat pencernaan
- Gangguan pada ginjal, dll.

Penggunaan Boraks atau Pijer dapat menyebabkan :


- Gangguan pada kulit
- Gangguan pada otak
- Gangguan pada hati, dll

Sehubungan denga teka-teki yang muncul menyangkut keamanan penggunaan bahan


pengawet dalam produk pangan, maka Tabel 1 berikut disajikan kajian keamanan
beberapa pengawet yang banyak digunakan oleh industri pangan.
Tabel1. Pengaruh beberapa bahan pengawet terhadap kesehatan
Bahan Pengawet
Ca-benzoat

Produk Pangan

Pengaruh terhadap Kesehatan

Sari buah, minuman


ringan, minuman anggur
manis,
ikan asin
Sari buah, cider, buah
kering, kacang kering,
sirup, acar

Dapat menyebabkan reaksi


merugikan pada asmatis dan yang
peka terhadap aspirin

K-nitrit

Daging kornet, daging


kering, daging asin, pikel
daging

Ca- / Na-propionat

Produk roti dan tepung

Nitrit dapat mempengaruhi


kemampuan sel darah untuk
membawa oksigen, menyebabkan
kesulitan bernafas dan sakit
kepala, anemia, radang ginjal,
muntah
Migrain, kelelahan, kesulitan tidur

Na-metasulfat

Produk roti dan tepung

Alergi kulit

Sulfur dioksida
(SO2)

Asam sorbat
Natamysin

Produk jeruk, keju, pikel


dan salad
Produk daging dan keju

Dapat menyebabkan pelukaan


lambung, mempercepat serangan
asma, mutasi genetik, kanker dan
alergi

Pelukaan kulit
Dapat menyebabkan mual,
muntah, tidak nafsu makan, diare
dan pelukaan kulit

K-asetat
BHA

Makanan asam
Daging babi segar dan
sosisnya, minyak sayur,
shortening, kripik
kentang, pizza beku,
instant teas

Merusak fungsi ginjal


Menyebabkan penyakit hati dan
kanker.

>> kembali ke atas <<


Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan BTP pengawet
Mencermati kemungkinan gangguan kesehatan seperti yang tercantum dalam Tabel
1, maka FDA mensyaratkan kepada produsen pangan untuk membuktikan bahwa
pengawet yang digunakan aman bagi konsumen dengan mempertimbangkan :
- Kemungkinan jumlah paparan bahan pengawet pada konsumen sebagai akibat
mengkonsumsi
produk pangan yang bersangkutan.
- Pengaruh komulatif bahan pengawet dalam diet.
- Potensi toksisitas (termasuk penyebab kanker) bahan pengawet ketika tertelan oleh
manusia atau
binatang.
Namun demikian perlu diperhatikan hal-hal penting dalam menggunakan bahan
tambahan pangan pengawet adalah :
- Pilih pengawet yang benar/yang diijinkan untuk dalam pangan serta telah terdaftar di
Badan POM
RI.
- Bacalah takaran penggunaannya pada penandaan/label.
- Gunakan dengan takaran yang benar sesuai petunjuk pada label.
- Membaca dengan cermat label produk pangan yang dipilih/dibeli serta
mengkonsumsinya secara
cerdas produk pangan yang menggunakan bahan pengawet.
Contoh BTP Pengawet lengkap dengan penandaan dan takaran penggunaannya.

>> kembali ke atas <<


Kesimpulan
Dari informasi di atas dapat diketahui bahwa untuk menjamin mutu awal pangan
tetap terjaga selama mungkin juga untuk menghambat pembusukan akibat mikroba
perusak makanan perlu ditambahkan bahan pengawet pangan. Bahan pengawet pangan
merupakan bahan tambahan pangan yang boleh digunakan dalam produk pangan asalkan
digunakan secara tepat sesuai peruntukkannya dan dengan takaran yang tepat serta tidak
melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan.
Bahan tambahan pangan diperlukan dalam kehidupan masa sekarang untuk membantu
penyediaan pangan bagi umat manusia. Tanpa BTP pengawet, kerusakan pangan, biaya
pangan dan kehilangan pangan karena serangga atau mikroba menjadi sangat tinggi.
Yang perlu diperhatikan dalam menggunakan bahan pengawet pangan adalah :
- Pilih pengawet yang benar/yang diijinkan untuk digunakan dalam pangan serta telah
terdaftar di Badan POM RI
- Bacalah takaran penggunaannya pada penandaan/label
- Gunakan dengan takaran yang benar sesuai petunjuk pada label.
- Membaca dengan cermat label produk pangan yang dipilih/dibeli serta
mengkonsumsinya secara
cerdas produk pangan yang menggunakan bahan pengawet.
Mudah-mudahan artikel ini dapat merupakan sumbangsih dalam pemahaman
penggunaan bahan pengawet dalam pangan yang memang telah kita nikmati manfaatnya
sejak lama

INSTANT NOODLE FACTS


Written by Wahidah Mahanani & Bunga Primasari
Sunday, 31 May 2009 14:19

1. Pada mie tidak ditambahkan pengawet (bisa dibuktikan dengan pengujian


kandungan pengawet spesifik/tertentu misalnya pengujian kandungan Paraben atau
Natrium benzoat). Mie instan awet karena mengalami penggorengan dalam minyak
(deep frying) pada suhu tinggi dan lalu dikeringkan sehingga kadar airnya sangat
rendah. Dengan demikian mikrobia tidak dapat tumbuh (karena kadar airnya rendah).

2. Warna kuning pada mie BUKAN HANYA DISEBABKAN PENAMBAHAN PEWARNA, tetapi
senyawa KAROTENOID pada tepung (karotenoid tidak hanya terdapat pada wortel) yang muncul akibat
proses pengolahan mie antara lain penambahan garam, pengulenan dan perebusan. Jika tepung belum
diolah, maka karotenoid akan terikat pada jaringan matrix terigu, jadi tidak terlihat kuning.
Pada produsen yang sudah mempunyai nama, kontrol dari lembaga pengawas
makanan lebih ketat. Akan ditemui tartrazin pada kemasan mie instant. Tartrazin
merupakan pengawet makanan dibatasi penggunaannya. Dan produsen harus dapat
membuktikan klaim bahwa produk mereka memang aman. Bisa dilihat di INFORMASI
NILAI GIZI kemasan mie instant bahwa kandungan Vitamin A sudah memenuhi 50%
AKG (Angka Kecukupan Gizi) untuk kebutuhan gizi harian 2000 kalori (masing2 orang
kebutuhan kalorinya berbeda). Yang dimaksud dengan Vit. A ini adalah senyawa
karotenoid

tadi.

3. Kekenyalan pada mie disebabkan dua alasan. Pertama, karena dalam mie ada
protein yang jika ditambah air akan membentuk GLUTEN. Gluten ini akan membentuk
matriks dengan pati terigu dan ketegaran matriks inilah yang menentukan kekenyalan
mie. Alasan kedua, pada mie ditambahkan garam karbonat, ini pun tidak boleh
berlebihan karena kalo jika terlalu banyak tekstur mie akan terlalu lembek (nantinya
akan membuat mie tidak kenyal) karena garam ini akan membantu pegikatan air ke
jaringan

matriks

terigu.

Jadi, kenyalnya tekstur mie bukan karena pengenyal. Memang banyak pengusaha
kecil

yang

nakal,

namun

pengawasannya

untuk

produsen/pengusaha

besar,

kontrolnya

lebih

dan
ketat.

4. TIDAK ADA ZAT LILIN dalam mie. Ketegaran permukaan mie disebabkan adanya
gluten yang mencegah kelengketan mie satu sama lain DI DALAM mie.

5. Kelebihan natrium benzoat alias paraben memang tidak baik untuk tubuh, jadi di
dalam mie instant yang bermasalah memang sambal, kecap dan bubuk penyedapnya
itu. Ditambah lagi dengan adanya MSG (Monosodium Glutamate). Minyak ekstra yang
ditambahkan pada kemasan mie instant juga perlu diperhatikan. Ada sumber yang
mengatakan bahwa minyak tersebut berasal dari minyak recycle atau bekas
menggoreng bawang. Hati2 saja, tidak usah terlalu sering mengkonsumsinya.
6. Mie instant (mie-nya) adalah produk yang cukup tinggi kalorinya (sekitar 460
kalori). Namun akan menimbulkan bahaya jika terlalu sering mengkonsumsi mie
instant berkaitan dengan pola makan kita. Karena seringkali kita mengkonsumsi mie
instant dengan hanya penambahan telur saja, mengabaikan sayuran. Inilah yang
dapat menyebabkan masalah besar pada saluran cerna kita, mulai dari usus sampai
anus. Analoginya sama dengan ketika kita hanya makan nasi beserta lauk telur atau
daging

dan

kurang

mengkonsumsi

buah

dan

sayur.

Di kemasan mie instant (*mie goreng I**omie) tertulis serat makanannya hanya 10%
AKG. Artinya, serat dalam mie instant hanya memenuhi 10 % dari kebutuhan serat
harian

kita.

7. Yang dimaksud dengan karsinogen adalah senyawa-senyawa yang apabila masuk


ke tubuh akan memicu timbulnya sel kanker, misalnya acrylamide yang dihasilkan

pada pembakaran sate atau pada pemanggangan roti pada suhu tinggi. Selain itu,
bahan pewarna non makanan juga bersifat karsinogenik. Namun belum ada
pembuktian

bahwa

di

dalam

mie

instant

ditemukan

karsinogen.

Konsumsi mie instant setiap hari akan MENINGKATKAN KEMUNGKINAN seseorang


terjangkiti kanker, terutama kanker usus karena kekurangan serat seperti yang telah
dipaparkan pada point 6.

8. Hal lain yang kurang disadari adalah kandungan minyak dalam mie instant yang
dapat mencapai 30% dari bobot kering. Hal tersebut perlu diwaspadai bagi penderita
obesitas atau mereka yang sedang menjalani program penurunan berat badan.

9. Selain itu, terdapat pula natrium yang terkandung dalam mie instant yang berasal
dari garam (NaCl) dan bahan pengembangnya. Bahan pengembang yang umum
digunakan adalah natrium tripolifosfat (a.k.a sodium tripolifosfat atau STPP),
mencapai 1% dari bobot total mie instant per takaran saji. Natrium memiliki efek
yang kurang menguntungkan bagi penderita maag dan hipertensi. Bagi penderita
maag, kandungan natrium yang tinggi akan menetralkan lambung, sehingga lambung
akan mensekresi asam yang lebih banyak untuk mencerna makanan. Keadaan asam
lambung yang tinggi akan berakibat pada pengikisan dinding lambung dan
menyebabkan rasa perih. Sedangkan bagi penderita hipertensi, natrium akan
meningkatkan tekanan darah karena ketidakseimbangan antara natrium dan kalium
(Na dan K) di dalam darah dan jaringan.

10. Sifat karbohidrat dalam mie berbeda dengan sifat yang terkandung di dalam nasi.
Sebagian karbohidrat dalam nasi merupakan karbohidrat kompleks (= polisakarida
kompleks)

yang

dapat

memberi

efek

rasa

kenyang

lebih

lama

(*karena

memiliki transite time lebih lama di usus). Sedangkan karbohidrat dalam mie instant
sifatnya lebih sederhana sehingga mudah diserap. Akibatnya, mie instant memberi
efek lapar lebih cepat dibanding nasi (*karena transite timenya lebih cepat)

Minuman isotonik bikin sakit


Author: Admin | Files under Kesehatan
Bbrp minuman yg saat nie di larang & ditarik dari peredaran = frezz Mix, ize pop, nihdu
orange drink, amazone, MIZONE, zhuka sweat, arinda, cafeta zone, amico sweat, oki
jelly drink, jelly juice, fruit jam, zeger Iso Tonic, boy zone, coffe cup, jelly cool drink,
ZPORTO, jungle juice, zes tea, mogu2. MEngandung siklomat, bisa menyebabkan
penyakit lupus ( marusak antibodi dan blm ada obat) larangan nie sdh di sebar di skul2 di
JKT. Fw key g laen yach
Search di Google nemu artikel berikut (Jawapos dan Republika) :
http://www.jawapos. co.id/index. php?act=detail_ c&id=256676
JAKARTA - Hati-hati mengonsumsi minuman dalam kemasan. Terutama minuman
berjenis isotonik. Zat pengawet yang ada dalam minuman kemasan itu sangat
berbahaya. Salah satunya dapat menyebabkan penyakit sistemic lupus
erythematosus (SLE) yang menyerang sistem kekebalan tubuh.
Komite Masyarakat Antibahan Pengawet (Kombet) kemarin merilis hasil risetnya
terhadap 28 minuman dalam kemasan. Yang paling banyak diteliti adalah
minuman isotonik. Ternyata sebagian besar minuman dalam kemasan mengandung
bahan pengawet yang membahayakan tubuh, kata Ketua Kombet Nova Kurniawan
saat konferensi pers di Hotel Sari Pan Pasific kemarin.
Penelitian Kombet yang disupervisi Lembaga Penelitian Pendidikan dan
Penerangan Jakarta itu dilakukan di tiga laboratorium, yakni di Sucofindo
Jakarta, M-Brio Bogor, dan Bio-Formaka Bogor. Ada dua zat pengawet yang
dicari dalam minuman kemasan, yakni natrium benzoate dan kalium sorbet.
Riset tersebut dilakukan 17 Oktober hingga 3 November 2006.
Hasilnya, minuman dalam kemasan diklasifikasi dalam empat kategori. Kategori
pertama adalah produk yang tidak ditemukan bahan pengawet natrium benzoate
dan kalium sorbat. Yakni, Pocari Sweat, Vita-Zone, NU Apple EC, Jus AFI, dan
Sportion.
Kategori kedua, produk yang memakai pengawet natrium benzoat dan
mencantumkannya di label kemasan. Minuman yang masuk kategori ini adalah
Freezz Mix, Ize Pop, Nihau Orange Drink, Zhuka Sweat, Amazone, Kino Sweat,
Arinda Sweat, Arinda Ice Coffee, Cafeta, Vzone, Pocap, Amico Sweat, Okky
Jelly Drink, Deli Jus, dan Fruitsam.
Ada juga minuman yang mengandung dua pengawet, natrium benzoat dan kalium
sorbat, tetapi hanya mencantumkan satu jenis pengawet. Yakni Mizone,
Boy-zone, dan Zegar Isotonik. Yang paling parah adalah minuman yang
mengandung pengawet, tapi tidak mencantumkannya dalam label kemasan. Minuman

tersebut adalah Kopi Kap, Jolly Cool Drink, Zporto, Jungle Juice, Zestea,
dan Mogu-mogu.
Kategori ketiga dan keempat masuk dalam kategori pembohongan publik. Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan Depkes harus bertindak tegas dan menarik produk
tersebut dari pasar, kata Nova.
Kombet berencana melakukan class action terhadap BPOM karena mengeluarkan
izin minuman berbahan pengawet yang membahayakan manusia. Produsen minuman
juga dianggap melanggar Permenkes 722 Tahun 1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan. Juga UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta UU No
7 Tahun 1996 tentang Pangan. Jalur hukum sedang disusun berkasnya,
katanya.
Peneliti Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) Nurhasan yang ikut dalam konferensi
pers kemarin mengatakan, perkembangan penyakit lupus meningkat tajam di
Indonesia. Tahun ini saja, di RS Hasan Sadikin Bandung sudah terdapat 350
orang yang terkena SLE (sistemic lupus erythematosus) , jelasnya.
Penyakit tersebut merupakan peradangan menahun yang menyerang berbagai
bagian tubuh, terutama kulit, sendi, darah, dan ginjal. Hal itu disebabkan
adanya gangguan autoimun dalam tubuh.
Sistem kekebalan tubuh seseorang yang seharusnya menjadi antibodi tidak
berfungsi melindungi, tapi justru sebaliknya, menggerogoti tubuh sendiri.
Gejalanya, kulit membengkak, kencing berdarah atau berbuih, gatal-gatal, dan
sebagainya. Penyakit ini menyebabkan kematian dan belum ada obatnya,
terang Nurhasan.
Penyakit lain yang disebabkan bahan pengawet minuman dalam kemasan adalah
kanker. Karena itu, produsen minuman kemasan sebaiknya memperhatikan hak
konsumen untuk sehat. Caranya dengan memperpendek masa kedaluwarsa atau
menghilangkan sama sekali bahan pengawet dalam minuman kemasan, kata
Nurhasan. (tom/fal)
Dan
Rabu, 15 Nopember 2006
Banyak Minuman Kemasan tak Cantumkan Bahan Pengawet
Jika dikonsumsi terus menerus dan berakumulasi, akan menimbulkan efek terhadap
kesehatan.
Sejumlah minuman kemasan yang beredar di pasaran ditengarai menggunakan bahan
pengawet yang dapat berbahaya bagi kesehatan. Celakanya, pada label kemasan produk

kerap tidak dicantumkan komposisi bahan pengawet tersebut sehingga sangat merugikan
konsumen.
Ketua Komite Masyarakat Anti Bahan Pengawet (Kombet), Nova Kurniawan
mengatakan, pihaknya menemukan adanya beberapa merek produk minuman kemasan
yang mengandung bahan pengawet jenis kalsium sorbat dan natrium benzoat. Minuman
kemasan itu biasa dijual di pasar, warung pinggir jalan, dan swalayan, ujarnya kepada
pers, Selasa (14/11) di Jakarta.
Untuk mengetahui ada tidaknya bahan pengawet dalam minuman kemasan, dilakukan
kerja sama dengan tiga lembaga peneliti, yakni LP3ES, Sucofindo Jakarta, M-Brio Bogor
dan Bio Farmaka Bogor. Sampel diambil secara acak, terutama pada jenis produk
minuman isotonik, untuk selanjutnya diuji secara laboratorium.
Menurutnya, dari hasil riset terhadap 15 produk minuman pada tanggal 17-20 November
2006 oleh Sucofindo Jakarta, menunjukkan bahwa produk yang terdeteksi mengandung
pengawet natrium benzoat (Na benzoat) adalah Zporto (376,17 miligram/liter), Freez
Mix (267,84 mg/l), Arinda Sweat (286,08 mg/l), Zhuka Sweat (214,15 mg/l), Kino Sweat
(260,86 mg/l), Amazone (433,30 mg/l) Boyzone (280,41 mg/l), Amico Sweat (289,93
mg/l), dan Pocap (263,39 mg/l). Produk yang mengandung kalium sorbat (K sorbat)
adalah Zegar (95,37 mg/l). Sementara, yang terdeteksi mengandung Na benzoat dan K
sorbat yakni Mizone (107,28 mg/l dan 91,20 mg/l).
Hasil riset M-Brio bogor yang dikeluarkan pada 3 Nopember terhadap produk yang sama
menunjukkan Mizone (Orange Lime) mengandung K sorbat 113 mg/l dan Freez Mix
mengandung Na benzoat 120 mg/l. Berikutnya, Arinda Sweat (Na benzoat 119 mg/l),
Zegar (K sorbat 116 mg/l), Zhuka Sweat (Na benzoat 117 mg/l) Kino Sweat (Na benzoat
122 mg/l), Amazon (Na benzoat 118 mg/l), Boyzone (Na benzoat 123 mg/l) V-Zone (Na
benzoat 120 mg/l) Americo Sweat (Na benzoat 121 mg/l) dan Pokap (Na benzoat 123
mg/l).
Laporan dari Bio Farmaka Research Center IPB Bogor juga menemukan Mizone baik
rasa Passian Fruit dan Orange Lime mengandung pengawet natrium benzoat dan kalium
sorbat, demikian pula pada produk Jungle Jus. Sedangkan untuk Vitazone, Pocari Sweat,
Rezza Sportion, Nu Apple EC dan Jus AFI tidak ditemukan kedua jenis pengawet tadi.
Lebih jauh, Nova menyatakan, meski kandungan bahan pengawet rata-rata tidak terlalu
besar, akan tetapi jika dikonsumsi terus menerus dan berakumulasi, akan menimbulkan
efek terhadap kesehatan. Bahan pengawet pada dasarnya merupakan bahan yang
ditambahkan pada makanan untuk menghambat terjadinya kerusakan atau pembusukan
makanan dan minuman. Penggunaan pengawet terutama dilakukan oleh perusahaan yang
memproduksi minuman mudah rusak. Dengan pemberian pengawet tersebut, produk
minuman diharapkan dapat terpelihara kesegarannya.
Tetapi, meski mengandung bahan pengawet, masyarakat masih terus mengkonsumsi
produk-produk itu. Masyarakat memang tidak diberitahu akan hal itu, karena pada label

kemasannya, tak ada penjelasan tentang komposisi kandungan bahan pengawetnya,


imbuh Nova. Kalau pun dicantumkan, lanjut dia, penjelasan mengenai komposisi itu
biasanya ditulis menggunakan huruf yang amat kecil, sehingga tidak mudah dibaca. Atau,
memakai bahasa asing sehingga tidak mudah dipahami oleh konsumen.
Selama ini, ada tiga kelompok produk yang beredar di pasaran. Pertama, produk yang
tidak menggunakan bahan pengawet. Kedua, produk yang menggunakan bahan pengawet
dan mencantumkan pada label makanan. Ketiga, menggunakan bahan pengawet tapi tak
mencantumkan pada kemasan. Padahal, adanya label yang mencantumkan komposisi
kandungan bahan pada produk tadi, amatlah penting. Maka dari itu, pemerintah melalui
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Depkes, harus bertindak tegas
dengan mencabut izin produk minuman yang tidak sesuai ketentuan.
Sementara, Nur Hasan dari Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) mengatakan bahwa
produk yang sengaja tidak mencantumkan komposisi bahan pada label kemasan, bisa
dikatakan telah melanggar UU Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah tentang
Iklan dan Label Pangan serta Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan. Menurutnya,
tak hanya pengawet, sebenarnya produk makanan maupun minuman yang beredar, juga
banyak mengandung bahan pewarna serta pemanis. Kita tentu sangat prihatin, karena
penggunaan yang tidak terkontrol dari bahan-bahan tadi dapat berbahaya bagi
kesehatan, tandasnya.
Berbagai jenis penyakit bisa timbul akibat akumulasi dari bahan tersebut dalam tubuh.
Seperti, kanker dan menyebabkan systemic lupus erythematosus (SLE), dan sebagainya.
Dengan begitu, dia mengharapkan agar masyarakat lebih kritis dan berhati-hati dalam
membeli produk minuman atau makanan kemasan antara lain dengan meneliti lebih
dahulu komposisi kandungan bahan pada label kemasan. n yus
Mengenai SLE bisa dilihat disini :
http://en.wikipedia.org/wiki/Systemic_lupus_erythematosus
Sumber : disini
You must be logged in to post a comment

Você também pode gostar