Você está na página 1de 11

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ELICITING

ACTIVITIES (MEAs) PADA MATERI SEGI EMPAT TERHADAP


KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA
KELAS VII SMPN 2 KURIPAN
TAHUNPELAJARAN 2014/2015
Agus Very Kurniawan, Ita Chairun Nissa, dan Eliska Juliangkary
Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP Mataram
Email: Agusverykurniawan@ymail.com
ABSTRAK : This research aimed to know there is or no effect of Eliciting Activities model on
quadrangel material towards problem solving ability at seventh year students of SMPN 2 Kuripan in
Academic Year 2014/2015. This research consist of 48 students that is class VII F as experimental group
which is given treatmen of Eliciting Activities model an class VII E as control group used conventional
method. Population of this research was all seventh year students of SMPN 2 Kuripan consist of 142
students which is devided into 6 classes that is VII A to VII F. sample of this research was class VII F as
experimental group and class VII E as control group. The method of this research used Quasi
experimental design with Nonequivalen Control Group Design. Instrument of this research used final test
of problem solving ability test consist of 5 items. Based on the result of test showed that mean score of
experimental group was 71,05 and control group was 60,05. Based on t-test showed that t-test was 2,251
hinger than t-table was 2,021, so H0 was rejected and Ha was accepted. The conclusion of this research
showed that there is significant difference of problem solving ability in experimental group with Eliciting
Activities and control group with conventional method.
Keywords :Eliciting Activities Model, Problem Solving Ability, Quadrangel, Experiment.
ABSTRAK: Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaaran
Eliciting Activities pada materi segiempat terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VII
SMPN 2 Kuripan Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian ini melibatkan 48 siswa yang terdiri dari kelas
VII F sebagai kelas eksperimen yang diberi perlakuan dengan model Eliciting Activities dan kelas VII E
sebagai kelas kontrol menggunakan metode konvensional. Seluruh siswa kelas VII SMPN 2 Kuripan
berjumlah 142 orang yang terbagi dalam 6 kelas yaitu kelas VII A sampai VII F menjadi populasinya,
sedangkan sampel penelitian terdiri dari dua kelas antara lain kelas eksperimen (VII F) yang siswanya
berjumlah 24 orang dan kelas kontrol (VII E) yang berjumlah 24 orang. Penelitian ini merupakan
penelitian Quasi Eksperimen dengan jenis rancangan Nonequivalen Control Group Design. Adapun
instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yakni tes akhir yang merupakan tes kemampuan
pemecahan masalah dengan 5 butir soal. Berdasarkan hasil tes akhir menunjukan rata-rata kelas
eksperimen sebesar 71,05 dan kelas kontrol sebesar 60,05. Hasil uji-t diperoleh thitung sebesar 2,251 lebih
besar dari ttabel sebesar 2,021, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen dengan
model Eliciting Activities dan kelas kontrol dengan metode konvensional.
Kata kunci: Model Eliciting Activities, Kemampuan Pemecahan masalah, Segiempat, Eksperimen.

1. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan
berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Untuk itu dalam
pendidikan terdapat kegiatan belajar mengajar sebagai pokoknya. Ada dua komponen utama yang
berperan dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu guru dan siswa. Sekolah sebagai lembaga formal
merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Dalam pendidikan formal,
belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat
keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam
prestasi belajarnya. (Supardi, Jurnal Formatif 2(3): 248)
Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah siswa. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu dihadapkan dengan berbagai permasalahan.
Permasalahan itu tentu saja tidak semuanya permasalahan matematika. Namun, matematika
mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan masalah. Sehingga dalam pembelajaran
matematika siswa tidak hanya dituntut untuk menguasi materi saja tetapi mampu mengaitkan antara
konsep yang dipelajari di sekolah dengan kehidupan sehari-hari. Untuk menguasai matematika siswa
harus memiliki kemampuan berpikir logis, analitis dan kreatif karena ilmu matematika akan terus
berkembang mengikuti perkembangan zaman. Dalam belajar matematika siswa perlu belajar bersama
agar memiliki kemapuan menerima dan mengelola informasi. Matematika adalah ilmu dasar yang
harus di kuasai oleh siswa, tidak heran jika matematika diajarkan dari jenjang pendidikan dasar
hingga perguruan tinggi. Selain itu juga pelajaran matematika diberi porsi jam pelajaran lebih banyak
dibanding mata pelajaran lain.
Namun sampai saat ini masih banyak siswa yang menganggap pelajaran matematika adalah
pelajaran yang sangat sulit, menakutkan dan membosankan karena siswa kesulitan untuk memahami
konsep dan mengerjakan soal-soal matematika. Hal ini menjadi tugas bagi guru untuk membimbing
dan memberikan pengarahan kepada siswa betapa pentingnya mempelajari matematika karena
matematika selalu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tentunya dengan menggunakan strategi
atau metode yang dapat diterima oleh siswa. Hal diatas juga dialami oleh siswa kelas VII SMPN 2
Kuripan. Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 12 februari 2015 dengan guru mata pelajaran
matematika SMPN 2 Kuripan bahwa, kegiatan belajar mengajar masih banyak didominasi oleh
kegiatan guru sehingga siswa banyak diam, duduk dan tidak aktif dalam belajar. Tentu dalam hal ini
siswa tidak bisa mengembangkan kemampuannya bahkan siswa tidak dilatih untuk berpikir dalam
menyelesaikan masalah sehingga dalam menyelesaikan soal-soal matematika siswa belum mampu
memecahkannya dengan baik. Hal tersebut disebabkan karena pemilihan metode atau model
pembelajaran yang belum sesuai oleh guru. Guru sering menggunakan metode ceramah, tanya jawab,
dan latihan sehingga berdampak pada hasil belajar matematika siswa yang tergolong rendah.
Berdasarkan masalah diatas peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran Eliciting
Activities pada pembelajaran untuk meningkatkan kemapuan siswa dalam memahami dan
menyelesaikan soal matematika, sehingga mampu mengembangkan kemampuan dalam
menyelesaikan permasalahan matematika dan dapat meningkatkan hasil belajar dengan cara berpikir
bersama atau berkelompok untuk memecahkan konsep atau masalah yang diberikan oleh guru.
Sebuah model pembelajaran yang tidak mengharuskan siswa untuk menghafal fakta-fakta, tetapi
sebuah model yang mendorong siswa untuk berpikir kritis, logis dan kreatif dalam menyelesaikan
masalah.
Model Eliciting Activities adalah model pembelajaran matematika untuk memahami,
menjelaskan, dan mengkomunikasikan konsep-konsep matematika yang terkandung dalam suatu
sajian permasalahan melalui pemodelan matematika. Dalam Model Eliciting Activities, kegiatan
pembelajaran diawali dengan pemberian masalah kepada siswa untuk menghasilkan model
matematika yang digunakan untuk menyelesaikan masalah matematika, dimana siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil selama proses pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian Yu dan Chang

(2009: 9), menyatakan bahwa Model Eliciting Activities berguna untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa.
Chamberlin (2008: 4), memaparkan bahwa Model Eliciting Activities ini muncul pada
pertengahan 1970. Pada MEAs ini siswa dihadapkan pada masalah yang dalam penyelesaiannya siswa
diharuskan membuat model sendiri dan diterapkan dalam bentuk kelompok.
Berdasarkan uraian diatas, Model Eliciting Activities adalah model pembelajaran yang berpusat
pada siswa yang mengharapkan siswa dapat membuat dan mengembangkan model matematika atas
permasalahan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari serta dituntut untuk memahami konsepkonsep yang digunakan dalam menyelesaikan masalah matematika. Jadi, siswa tidak hanya sekedar
mengahasilkan model matematika tetapi juga mengerti konsep yang di gunakan dalam pembuatan
model matematika dari permasalahan yang diberikan.
Lesh (2003: 173-194), menyatakan enam prinsip yang harus diterapkan dalam penerapan Model
Eliciting Activities, yaitu :
1. The Reality Principle, prinsip ini disebut prinsip keberartian. Prinsip ini menyatakan bahwa
masalah yang disajikan sebaiknya realitas dan dapat terjadi dalam kehidupan siswa. Prinsip ini
bertujuan untuk meningkatkan minat siswa dalam mensimulasikan aktivitas yang nyata.
Permasalahan yang realistis lebih memungkinkan solusi kreatif dari siswa.
2. The Construction Principle, prinsip ini menyatakan bahwa respon yang sangat baik dari tuntutan
permasalahan adalah penciptaan sebuah model. Sebuah model adalah sebuah sistem yang terdiri
atas elemen-elemen, hubungan antar elemen, operasi yang menggambarkan interaksi antar elemen,
dan pola atau aturan yang diterapkan pada hubungan-hubungan dan operasi-operasi.
3. Prinsip Self-Assessment, prinsip Self-Assessment menyatakan bahwa siswa harus mampu
mengukur kelayakan dan kegunaan solusi tanpa bantuan guru. Prinsip Self-Assessment terjadi saat
kelompok-kelompok mencari jawaban yang tepat.
4. Prinsip konstruksi dokumentasi, prinsip ini menyatakan bahwa siswa harus mampu menyatakan
pemikirannya mereka sendiri selama bekerja dalam MEAs dan bahwa proses berpikir mereka
harus didokumentasikan dalam solusi. Tuntutan dokumentasi solusi melibatkan teknis penulisan.
5. Prinsip Effective Prototype, prinsip ini menyatakan bahwa model yang dihasilkan harus dapat
ditafsirkan oleh orang lain. Prinsip ini membantu siswa belajar bahwa solusi kreatif yang
diterapkan pada permasalahan matematis berguna dan dapat digeneralisasikan. Solusi terbaik dari
masalah matematis harus cukup kuat untuk diterapkan pada situasi berbeda dan mudah dipahami.
6. Prinsip konstruksi Shareability dan Reusability, Prinsip ini menyatakan bahwa model harus dapat
digunakan pada situasi serupa.
Dalam kehidupan sehari-hari akan muncul banyak permasalahan, dengan permasalahan inilah
seseorang mampu berpikir dan menemukan cara untuk menyelesaikannya, sehingga dengan
permasalahan inilah dapat membuat seseorang semakin dewasa dan memiliki banyak pengalaman
dalam menyelesaikannya. Menurut Bell dalam (isrokatun, 2006), suatu situasi dikatakan masalah
bagi seseorang jika ia menyadari keberadaan situasi tersebut, mengakui bahwa situasi tersebut
memerlukan tidakan dan tidak dapat dengan segera menemukan pemecahannya. Suherman dkk.
dikutip (Widjajanti, 2009: 403), menyatakan bahwa suatu masalah biasanya memuat suatu situasi
yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya, akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang
harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan
anak tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak
dapat dikatakan sebagai masalah bagi anak tersebut. Dengan demikian, masalah dapat diartikan
sebagai situasi persoalan atau pertanyaan yang harus dijawab pada saat itu, sedangkan kita tidak
mempunyai rencana solusi yang jelas. Suatu masalah bagi seorang siswa apabila ia tidak bisa
menyelesaikannya dengan menggunakan algoritma rutin. Selain itu dalam menyelesaikan masalah
siswa harus bisa membedakan masalah agar bisa menyelesaikannya dengan mudah.

Pemecahan masalah adalah proses yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Hal ini
berkaitan dengan proses berpikir dalam mengumpulkan fakta dan dianalisa sehingga mendapatkan
sebuah kesimpulan. Begitupun dalam pemecahan masalah matematika, siswa harus paham cara
memecahkan masalah sehingga pemecahan masalah ini sangat penting dimiliki oleh siswa.
Ada beberapa tahap penyelesaian masalah yang di gunakan dalam penelitian ini adalah : (1)
memahami masalah, (2) mengidentifikasi masalah, dari persoalan apa yang ditanya, (3) membuat
model matematika dan membuat rencana penyelesaiannya, (4) menyelesaiakan masalah menggunakan
rencana yang sudah dipilih, (5) menguji kebenaran dari penyelesaian yang diperoleh.
2. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi eksperimen yaitu metode
yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap sampel penelitian.
(Sugiyono, 2014: 77) menjelaskan bahwa deesain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat
berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan
eksperimen. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, sedangkan desain penelitian
yang digunakan adalah Nonequivalen Control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah
jumlah seluruh kelas VII SMPN 2 Kuripan tahun 2014/2015, pada penelitian ini tidak menggunakan
teknik pengambilan sampel dalam hal ini sudah terbentuk 2 kelas sebagai sampel yaitu kelas VII E
dan VII F, hanya saja untuk menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan cara diundi
sehingga didapatkan kelas VII F sebagai kelas eksperimen dan kelas VII E sebagia kelas kontrol.
Instrumen dalam penelitian ini adalah :
a. Lembar observasi
Lembar observasi yaitu lembaran yang berisikan tentang komponen-komponen yang akan
diamati di dalam tahapan pembelajaran guru. Instumen ini dirancang oleh peneliti untuk
mengumpulkan data mengenai keterlaksanaan langkah pembelajaran oleh guru selama proses
pembelajaran berlangsung. Data observasi ini memuat kegiatan pembelajaran untuk setiap sub
konsep yang dikaji, yang berisi lembar observasi keterlaksanaan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
b. Tes
Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu
dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Tes ini berupa pretest dan
post test, berbentuk uraian essay 5 butir soal pada pokok bahasan segiempat. Tes berupa soal-soal
pemecahan masalah yang berguna untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa. Untuk mengetahui persyaratan tes yang baik, sebelum digunakan instrumen tersebut perlu
di ujicoba terlebih dahulu agar ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang di nilai sesuai,
sehingga betul-betul menilai apa yang harus di nilai. Uji coba instrumen dalam penelitian ini
menggunakan uji validitas dan reliabelitas instrument.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunkan dalam penelitian ini adalah:
a. Lembar Obsevasi, digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dan dilaksanakan
pada saat proses pembelajaran berlangsung.
b. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes subjektif/essay. Tes ini juga dimaksudkan
untuk melihat kemampuan yang dimiliki subjek dalam bentuk tertulis. Tes diberikan kepada subjek
penelitian sebanyak dua kali, yaitu sebelum proses pembelajaran (Pretest) dan setelah mereka
menerima materi pelajaran matematika (Posttest) baik pada kelas eksperimen yang menggunakan
Model Eliciting Activities maupun pada kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional.
Teknik Analisi Data dalam penelitian ini adalah :

1.

Data Keterlaksanaan RPP


Analisis hasil pengamatan keterlaksanaan RPP menggunakan rumus sebagai berikut:
A
100%
N
Uji homogenitas

=
2.

Uji homogenitas dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:


=

(Sugiyono, 2014:197)
Varians untuk masing-masing kelas diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:
12 =
3.

( )2
1 1

Uji normalitas
Uji normalitas dillakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berasal dari distribusi
normal atau tidak. Pada penelitian ini, pengujian normalitas menggunakan uji Chi-kuadrat,
adapun prosedur pengujian yaitu sebagai berikut:
2 =

2
( )
=1

Sugiyono, (2014:172)

4.

Uji hipotesi (uji-t)


Menurut (sugiyono, 2014), jika anggota sampel tidak sama n1 n2, dan varian homogen, maka
dapat digunakan rumus Polled Varians dengan derajat kebebasan (dk) = n1 + n2 2 dan =
0,05 sebagai berikut:
thitung

1 2
1 2
+ 2
1
2

1
1

2
2

Riduwan, (2013:165)
3. Hasil Penelitian
pada bagian ini akan dipaparkan laporan hasil penelitian yang meliputi hasil uji coba
instrumen, keterlaksanaan pembelajaran dan kemampuan pemecahan masalah siswa.
a. Hasil uji coba instrumen
Uji coba instrumen dilakasanakan pada tanggal 24 April 2015 di SMPN 2 Kuripan pada kelas VII
A sebanyak 22 siswa. Dilaporkan hasil uji coba instrumen meliputi uji validitas instrumen dan uji
reliabilitas instrumen.

1. Hasil uji validitas instrumen pretest


Dapat dilihat pada tabel 3.1
Analisis uji coba instrumen pre test
No. Butir
Koefesien r
Rtabel (N=22;5%)
Soal
1
0,601
0,423
2
0,460
0,423
3
0,425
0,423
4
0,455
0,423
5
-0,017
0,423

kriteria
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak valid

Berdasarkan tabel diatas dari 5 butir soal pretest bentuk subjektif/esai diperoleh 1 soal yang
tidak valid diantaranya nomor 5. Soal tersebut tidak valid karena nilai rhitung < rtabel, dimana nilai
rtabel = 0,423. Soal tersebut memiliki kriteria validitas sangat rendah karena koefesien korelasi
adalah antara 0,000r<0,200.
2. Hasil uji validitas instrument post test
Dapat dilihat pada tabel 3.2
Analisis uji coba instrumen posttest
No.
Koefisien Korelasi Kriteria Validitas
No. Butir Soal
1
0,602
0,423
Valid
2
0,432
0,423
Valid
3
0,426
0,423
Valid
4
-0,57
0,423
Tidak valid
5
0,465
0,423
Valid
Berdasarkan tabel diatas dari 5 butir soal pretest bentuk subjektif/esai diperoleh 1 soal
yang tidak valid diantaranya nomor 4. Soal tersebut tidak valid karena nilai rhitung < rtabel, dimana
nilai rtabel = 0,423. Soal tersebut memiliki kriteria validitas sangat rendah karena koefesien
korelasi adalah antara 0,000r<0,200. Dan sebaliknya diperoleh 4 butir soal yang valid
diantaranya nomor 1,2,3, dan 5 karena nilai rhitung > rtabel, dimana nilai rtabel = 0,423.soal-soal
tersebut memiliki kriteria validitas sedang dan kuat karena nilai koefesien korelasi adalah
antara 0,400r<0,600, dan 0,600r<0,800. Artinya 4 butir soal tersebut memiliki validitas
yang baik jika digunkan dalam penelitian.
3. Hasil uji reliabelitas instrument pre test
Dari hasil perhitungan diperoleh Reliabelitas (r11) pre test sebesar 0,625 dari 5 soal,
didapatkan rtabel = 0,423. Karena rhitung lebih besar dari rtabel maka berdasarkan kriteria pengujian
jika rhitung > rtabel, maka soal tersebut dikatan reliabel dan jika rhitung < rtabel maka soal tersebut
tidak reliabel. Dari tabel diperoleh rtabel = 0,423 lebih kecil dari rhitung = 0,625, artinya soal
tersebut reliabel dengan kategori cukup tinggi, apabila digunakan dalam penelitian maka data
yang diperoleh dapat dipercaya.
4. Hasil uji reliabelitas instrument post test
Dari hasil perhitungan diperoleh Reliabelitas (r11) post test sebesar 0,610 dari 5 soal,
didapatkan rtabel = 0,423. Karena rhitung lebih besar dari rtabel maka berdasarkan kriteria pengujian
jika rhitung > rtabel, maka soal tersebut dikatan reliabel dan jika rhitung < rtabel maka soal tersebut
tidak reliabel. Dari tabel diperoleh rtabel = 0,423 lebih kecil dari rhitung = 0,610, artinya soal
tersebut reliabel dengan kategori cukup tinggi, apabila digunakan dalam penelitian maka data
yang diperoleh dapat dipercaya.

5. Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan sebelum berlangsungnya perlakuan pada kedua sampel yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal
kedua kelas tersebut, apakah memiliki kemampuan yang sama. pabila hasil uji-F didapatkan
Fhitung Ftabel maka disimpulkan bahwa kedua kelas sampel homogen, maka dapat dilanjutkan
ketahap perlakuan yaitu dengan pembelajaran menggunakan model eliciting activities untuk
kelas eksperimen dan pembelajaran dengan metode konvensional untuk kelas kontrol. Dari data
awal dilakukan uji-F dan diperoleh Fhitung sebesar 1,136 dan Ftabel sebesar 2,00. Maka nilai Fhitung
< Ftabel dan dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal kedua kelas sampel tersebut homogen.
b. Hasil observasi keterlaksanaan RPP
Data hasil observasi keterlaksanaan RPP dalam penelitian ini di peroleh melalui pengamatan pada
saat proses pembelajaran berlangsung pada kelas eksperimen dan kelas control. Adapun hasil
keterlaksanaan RPP dari kedua kelas tersebut dapat di lihat pada tabel 3.3
Tabel 3.3 Ringkasan Hasil Observasi Keterlaksanaan RPP Pada Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol.
Hasil
Keterangan

Jumlah sekor yang dicapai


Sekor maksimal
Persentase
keterlaksanaan RPP
Katagori

Kelas Eksperimen
Pertemuan
I
II
13
15
15
15
86,67%
100%

Kelas Kontrol
Pertemuan
I
II
9
10
11
11
81,81%
90,90%

Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik

Berdasarkan tabel 3.3 di atas menunjukkan bahwa sekor keterlaksanaan RPP untuk
pertemuan pertama pada kelas eksperimen setelah menggunakan model pembelajaran eliciting
activities sebanyak 13 sekor, dengan sekor maksimal adalah 15 sehigga dapat dilihat persentase
keterlaksanaan RPP adalah 86,67% hal ini dapat digolongkan dalam katagori sangat baik. Pada
pertemuan kedua pada kelas eksperimen mengalami peningkatan yaitu jumlah sekor yang
diperoleh lebih besar dari pertemuan pertama yaitu sebesar 15, dengan sekor maksimal 15
sehingga persentase keterlaksanaan RPP sebesar 100% dan digolongkan kedalam katagori sangat
baik. Sedangkan pada kelas kontrol setelah menggunakan metode konvensional pada pertemuan
pertama memperoleh sekor sebesar 9 sekor dan sekor maksimal 11 sekor dengan persentase
keterlaksanaan RPP sebesar 81,81% hal ini digolongkan kedalam katagori sangat aktif. Pada
pertemuan kedua pada kelas kontrol mengalami peningkatan dengan jumlah sekor yang tercapai
sebesar 10 sekor dengan sekor maksimal 11 sehingga didapatkan persentase keterlaksanaan RPP
pada pertemuan kedua meningkat menjadi 90,90% dan digolongkan kedalam katagori sangat
baik.
c. Hasil tes kemampuan pemecahan masalah
Tes akhir diberikan setelah kedua kelas sampel dikenai perlakuan. Adapun hasil tes akhir
siswa untuk kedua sampel kelas dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.4 Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen dan Kontrol.
Pada tabel ini menerangkan analisis data kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Diantaranya jumlah atau total nilai, nilai rata-rata, standar deviasi, variansi dan
nilai tertinggi serta nilai terendah pada kedua kelas sampel.
No.
1.
2.
3.
4.
3.
4.

Keterangan
Jumlah
Rata-Rata
Sd2
Variansi
Tertinggi
Terendah

Kelas Eksperimen
1492
71,05
15,318
234,648
96
48

Kelas Kontrol
1261
60,05
16,329
266,648
85
25

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol, dimana hasil belajar siswa pada materi segiempat pokok
bahasan menghitung keliling bangun segiempat, untuk kelas eksperimen dengan pembelajaran
menggunakan model eliciting activities lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol dengan
pembelajaran menggunakan metode konvensional, nilai ini dilihat dari nilai keseluruhan (jumlah)
kedua kelas sampel yaitu kelas eksperimen sebesar 1492 dan kelas kontrol 1261 dan nilai rata-rata
kelas eksperimen yaitu 71,05 dan nilai rata-rata kelas kontrol yaitu 60,05. Nilai tertinggi dari kelas
eksperimen yaitu 96 dan nilai tertinggi dari kelas kontrol yaitu 85, sedangkan nilai terendah pada
kelas eksperimen sebesar 48 dan kelas kontrol 25.
d. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data kedua kelas
sampel.Berikut hasil uji normalitas kelas sampel berdasarkan data tes akhir.
Tabel 3.5 Hasil Uji Normalitas. Pada tabel ini menerangkan hasil uji normalitas pada kedua kelas
sampel dengan menggunakan persamaan (3.7) sebagai syarat untuk menguji hipotesis.
No
Kelas

Kriteria
Sig
1.
Eksperimen
0,54
0,05
Berdistribusi normal
2.
Kontrol
0.246
0,05
Berdistribusi normal
Kriteria pengujiannya yaitu berdistribusi normal jika sig > dengan =0,05. Dalam hal lainnya
tidak terdistribusi normal. Berdasarkan tabel di atas, nilai signifikan untuk variabel eksperimen
adalah 0,54 sedangkan signifikan untuk variabel kontrol adalah 0,246 dan keduanya > 0,05.
Karena nilai sig 0,05 maka kedua kelas sama-sama berdistribusi normal.
e. Pengujian hipotesis penelitian
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 71,05 dan nilai ratarata kelas kontrol adalah 60,05. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan yang signifikansi antara nilai rata-rata tes kemampuan pemecahan masalah kelas
eksperimen dengan model pembelajaran eliciting activities dan kelas kontrol dengan metode
konvensional. Hipotesis yang diajukan sebagai berikut :
Ha : jika Ha diterima, maka ada pengaruh Model Eliciting Activities terhadap kemampuan
pemecahan masalah siswa.
Ho : jika Ho diterima, maka tidak ada pengaruh Model Eliciting Activities terhadap kemampuan
pemecahan masalah siswa.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis maka diperoleh hasil seperti dalam tabel dibawah ini.

Tabel 3.6 Hasil Uji Hipotesis. Pada tabel ini menerangkan hasil uji hipotesis pada kedua sampel
penelitian yang bertujuan untuk menghitung perbedaan signifikansi hasil belajar pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol
No Kelas
ttabel
Kriteria
hitung
1.
Eksperimen
2,251
2,021
1 - 2 0
2.
Kontrol
2,251
2,021
1 - 2 0
Dari hasil perhitungan diperoleh thitung sebesar 2,251 dan ttabel sebesar 2,021 pada dk = 40 dan taraf
signifikan 5% (cara perhitungannya dapat dilihat pada lampiran). Karena t hitung = 2,251> ttabel =
2,021, maka Ho ditolak dan Ha terima. Jadi kesimpulannya terdapat perbedaan yang signifikan
antara kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen dengan pembelajaran model Eliciting
Activties dan kelas kontrol dengan metode konversional.
4. Pembahasan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tes akhir (post test) pada kedua kelas
sampel yang homogen yaitu kelas VII E menggunakan metode konvensional dan kelas VII F yang
menggunakan Model Eliciting Activities. Berdasarkan hasil perhitungan kedua kelas, didapatkan nilai
rata-rata kelas VII F sebagai kelas eksperimen adalah 71,05. Sedangkan rata-rata nilai kemampuan
pemecahan masalah kelas VII E sebagai kelas kontrol adalah 60,05. Di bawah ini akan ditampilkan
diagram nilai kedua kelas sampel.
Gambar 1.1 diagram Nilai Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol. Pada gambar di bawah ini
menerangkan perbedaan kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
120
100
80
60

eksperimen

40

kontrol

20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122

Dari data di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol, dimana kelas eksperimen maupun kelas kontrol yang sama-sama
berjumlah 24 orang diperoleh nilai kelas eksperimen yang menggunakan model Eliciting Activities
memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dari pada kelas kontrol menggunakan metode konvensional.
Ini dilihat dari gambar 4.1 yaitu digram kelas eksperimen yang berwarna biru dan kelas kontrol yang
berwarna merah lebih rendah dari pada kelas eksperimen.
Dari data tes kemampuan pemecahan maslah tersebut akan dilakukan uji hipotesis. Sebelum
melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas data. Uji
normalitas data dilakukan pada dua kelompok data, meliputi data kelompok eksperimen dan data
kelompok kontrol. Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui sebaran data skor post test dalam
pengujian hipotesis. Kriteria pengujiannya yaitu berdistribusi normal jika sig , dengan =0,05.
Berdasarkan hasil analisis normalitas pada taraf signifikansi 5%, nilai sig untuk variabel eksperimen
adalah 0,054 sedangkan sig untuk variabel kontrol adalah 0,246 dan keduanya > 0,05. Karena nilai
sig/p > 0,05 maka kedua kelas sama-sama berdistribusi normal, ini berarti data nilai post test siswa
kelas VII SMPN 2 Kuripan pada data kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal.

Analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah uji beda mean
(uji t). Kriteria pengujiannya adalah jika thitung < ttabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Sebaliknya
thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 5% ( =
0,05) atau taraf kepercayaan 95% dengan dk = N1 + N2 2. Dari hasil analisis data diperoleh thitung =
2,251, sedangkan ttabel dengan dk = (21+21) 2 = 40 adalah 2,021 pada taraf signifikansi 5%, sehingga
thitung = 2,251 > ttabel = 2,021, yang berarti H0 ditolak dan Ha diterima. sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen
dengan model pembelajaran Eliciting Activities dan kelas kontrol dengan metode konvensional. Lebih
tingginya nilai post test pada kelas eksperimen menunjukan bahwa siswa telah belajar sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh model Eliciting Activities, dimana dalam model ini siswa mampu belajar
secara aktif dalam kelompok untuk menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan oleh guru.
Permasalahan tersebut adalah permasalahan dunia nyata siswa. Pembelajaran dengan menggunakan
model Eliciting Activities memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan metode
pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan oleh suasana pembelajaran dengan model Eliciting
Activities dapat memotivasi peserta didik untuk aktif dalam kelompoknya, menemukan solusi bersama.
Solusi-yang didapatkan oleh siswa akan disampaikan atau dipresentasikan di depan kelas, sehingga
ada interaksi antara siswa dengan siswa lain yang memotivasi mereka agar lebih aktif dalam belajar.
Pada pembelajaran dengan menggunakan model Eliciting Activities, guru tidak sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa tetapi juga membimbing siswa dalam belajar.
5. Simpulan dan Saran
a. Simpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan maka kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian ini bahwa penggunaan model Eliciting Activities berpengaruh terhadap kemampuan
pemecahan masalah siswa pada materi pokok segiempat kelas VII SMPN 2 Kuripan tahun
pelajaran 2014/2015. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan uji hipotesis diperoleh t hitung
sebesar 2,251 dan ttabel sebesar 2,021 pada dk = 40 dan taraf signifikan 5% Karena thitung = 2,251>
ttabel = 2,021, maka Ho ditolak dan Ha terima. Jadi kesimpulannya terdapat perbedaan yang
signifikan antara kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen dengan pembelajaran model
Eliciting Activties dan kelas kontrol dengan metode konvensional.
b. Saran
Adapun saran-saran berikut, peneliti tujukan untuk pihak-pihak sebagai berikut:
1. Bagi Siswa, diharapkan kepada siswa agar lebih aktif lagi dalam belajar karena guru tidak
akan mengulang lagi materi yang sudah diajarkan.
2. Bagi Guru, diharapkan dapat menggunakan model pembelajaran Eliciting Activities yang
digunakan dalam proses belajar mengajar.
3. Bagi Pihak Sekolah, Diharapkan untuk senantiasa melakukan evaluasi terhadap
penyelenggaraan pendidikan baik yang berkenan dengan kualitas guru, siswa maupun sarana
dan prasarana yang dibutuhkan untuk peningkatan kualitas pendidikan pada masa-masa yang
akan datang.
4. Bagi Peneliti selanjutnya, diharapkan untuk mencoba menerapkan Model pembelajaran
Eliciting Activities pada materi-materi yang lain agar lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

.
Chamberlin, S. A., Moon, S. M. Model-Eliciting Activities as a Tool to Delevop and Identify
Creatively Gifted Mathematicians. Journal of Secondary Gifted Education. Vol. XVII, No. I,
2005
Chamberlin dan Moon. How Does the Problem Based Learning Approach Compare to the ModelEliciting Activities Approach in Mathematics?. januari2015.
Isrokatun. Konsep Pembelajaran pada Materi Peluang Guna Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah. Januari 2015.
Lesh, Richard, and Doerr, Helen M. Beyond Constructivism: Models and Modeling Perspectives on
Mathematics Problem Solving, Learning, and Teaching. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates Publishers. 2003
Riduwan. 2013. Belajara Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung:
Alfabeta
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D. Alfabeta. Bandung.
Supardi. Peran Berpikjir Kreatif dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Formatif 2(3): 248-262
Widjajanti, D. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika:
Apa dan Bagaimana Mengembangkannya. Prosiding Seminara Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika. UNY, 2009
Yu, S. Y. & C. K. Chang. n.d. What did Taiwan Mathematics Teacher Think of Model-Eliciting
Activities and Modeling?. Tersedia di http://120.107.180.177/1832/9802/98-2- 04pa.pdf
[diakses pada 17-1-2015].

Você também pode gostar