Você está na página 1de 20

A.

PENDAHULUAN
Budi Pekerti berarti sikap dan prilaku yang baik. Sifat-sifat yang
baik akan mendatangkan kebaikan dan sebaliknya hal yang buruk akan
menghasilkan keburukan pula. Oleh karena itu kita perlu menjunjung
tinggi nilai budi pekerti yang luhur. Ajaran budi pekerti menuntut kita agar
selalu berbuat kebaikan, kebenaran, serta memupuk keharmonisan
hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia
dengan lingkungan, yang sering disebut dengan konsep tri hita karana.
Salah satu bagian dari konsep tri hita karana adalah hubungan manusia
dengan manusia. Hal ini sangat perlu dilakukan oleh umat manusia, karena
manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan adanya hubungan
dengan manusia lainnya, hal ini dilakukan bertujuan untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka dari itu sangat perlu usaha manusia
untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antar umat manusia. Salah
satu caranya yaitu mengembangkan sikap Toleransi, Etika pergaulan.
Kita sering terperangkap dengan jebakan toleransi antar umat
beragama, yang diartikan dengan mencampuradukkan ritual keagamaan.
Bila kaum Nasrani natalan, kitapun dianjurkan mengikutinya. Padahal
sikap ini merupakan pengkhianatan terhadap keimanan dan ritual kita.
Makna toleransi yang sebenarnya bukanlah mencampuradukkan
keimanan dan ritual Islam dengan agama non Islam, tapi menghargai
eksistensi agama orang lain. Toleransi adalah istilah dalam konteks sosial,
budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya
diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat

diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah


toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat
mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Kata toleransi sebenarnya
bukanlah bahasa asli Indonesia, tetapi serapan dari bahasa Inggris
tolerance, yang definisinya juga tidak jauh berbeda dengan kata
toleransi/toleran. Menurut Oxford Advanced Learners Dictionary of
Current English, toleransi adalah quality of tolerating opinions, beliefs,
customs, behaviors, etc, different from ones own. Adapun dalam bahasa
Arab, istilah yang lazim dipergunakan sebagai padanan dari kata toleransi
adalah atau . Kata ini pada dasarnya berarti al-jd (kemuliaan).
atau saat al-shadr (lapang dada) dan tashul (ramah, suka memaafkan).
Makna ini selanjutnya berkembang menjadi sikap lapang dada/ terbuka
(welcome) dalam menghadapi perbedaan yang bersumber dari kepribadian
yang mulia. Kita tidak dilarang melakukan kerjasama dengan non muslim
dalam hal-hal yang berkaitan dnegan hal-hal dunia, misalnya hubungan
bisnis ataupun studi. Bahkan ada ayat yang memerintahkan agar kita
berlaku adil kepada siapa pun, termasuk kepada non muslim. Yakni : Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong
kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah : 8). Jadi, saat
berinteraksi dengan non muslim, prinsip-prinsip toleransi, keadilan, dan

kebenaran harus kita tegakkan. Namun untuk urusan yang berkaitan


dengan kayakinan dan peribadatan, kita mengambil garis yang jelas dan
tegas.

B.

PEMBAHASAN
Di dalam Islam, juga dikenal istilah toleransi. Toleransi (tasamuh)
di dalam Islam hanya berkenaan dengan masalah-masalah duniawiyyah
/masalah kemasyarakatan di dunia saja. Sedangkan dalam masalah
itiqad/aqidah Islamiyyah juga dalam masalah syariah tidak diketemukan
toleransi di dalamnya. Semua sudah terbingkai rapi dan teratur di dalam
satu aturan/perundangundangan yang berasal langsung dari Allah (Tuhan
Segala makhluk) dengan sistem aturan dari langit. Banyak orang yang
tidak tahu apaapa tentang ad-din (agama) ini dan berkata : ayat toleransi
dalam Islam adalah surat Al Kaafiruun ayat 6, yani, untukmulah
agamamu dan untukkulah agamaku. Dengan kejahilan (kebodohan)
mereka, mereka menjadikan Al Kaafiruun : 6 sebagai dalil toleransi antar
ummat beragama. Padahal, dari sebabsebab turunnya ayat itu (asbabun
nuzul) sendiri sudah terlihat bahwa Rasulullah TIDAK MAU
BERTOLERANSI dalam masalah aqidah.
Coba perhatikan asbabunnuzulnya:

( 2 ) ( 1 ) [ } 5]
( { } { 3) .
:
]: /202 [ 6] []

[ ] [7

: : :
" : "

] . [8 } : {
} {
) (4 ) (5 )(6
} ) (4 ) (5 ){ (6
. } { ] } [9 {
.
".] " :[ ] [10" : " :
: :
.
: :
} . { } { ] [11 :
"" ] . [ ][13].[12
Sangat jelaslah dari asbabunnuzul tersebut bahwa surat Al-Kafirun diturunkan
untuk menanggapi bujuk rayu para dedengkot kafir Quraisy diantaranya : Haris
bin Qois Assahmy, Al-'Ashi bin Wa-il, Al-Walid bin Al-Mughirah, Al-Aswad bin
Abdu Yaguts, Al-Aswad bin Muthalib dan Umayyah bin Khalaf yang menemui
Rasulullah saw dan berkata: "Wahai Muhammad! Mari kita bersama - sama
menyembah apa yang kami sembah dan kami akan menyembah apa yang engkau
sembah dan kita bersekutu dalam segala hal dan engkaulah pemimpin kami." Lalu

para kafir itu pun menjanjikan beberapa imbalan seperti harta yang berlimpah,
sehingga akan membuat Rasulullah SAW menjadi lelaki yang terkaya di kota
Makkah, juga mereka (kafir Quraisy) akan menikahkannya dengan wanita
wanita yang cantik. Lalu mereka berkata :
Semuanya itu adalah untukmu, hai Muhammad, asal kamu cegah dirimu dari
mencaci maki tuhan-tuhan kami dan jangan pula kamu menyebut-nyebutnya
dengan sebutan yang buruk. Jika kamu tidak mau, maka sembahlah tuhan-tuhan
kami selama setahun dan kami akan mengikuti pula agamamu selama setahun.
Tapi, apa jawab orang yang Allah telah pilih menjadi kekasih-Nya itu,
"Tunggulah sampai ada wahyu yang turun kepadaku dari Robbku." Lalu seketika
itu, Allah Jalla JalalluHu menurunkan firman-Nya :
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula)
menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan
untukkulah, agamaku." (Al Kaafiruun : 1-6)
Lalu Allah menurunkan firman-Nya lagi,
Katakanlah: "Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai
orang-orang yang tidak berpengetahuan?" (Az Zumar : 64)
Setelah mendengar keterangan itu, lalu pergilah mereka dengan tangan hampa dan
dalam keadaan hina dina.
Jadi sangatlah jelas bahwa Allah Azza wa Jalla melarang Rasul-Nya untuk
bertoleransi dalam masalah aqidah dan syariah kepada orang kafir bahkan di ayat
itu juga, secara tidak langsung Allah melalui Nabi-Nya menyuruh ummatnya agar

menyebut mereka (yang bukan Islam) dengan sebutan Kafir (orang yang ingkar
kepada Allah). Tidak pernah Allah menyebut mereka ataupun orang semacam
mereka dengan sebutan Yaa Ayyuha Ghoirul Muslimuun (Wahai, orangorang
non-Islam), tapi Allah menyebut mereka dengan sebutan Yaa Ayyuhal
Kaafiruun (Wahai, orangorang kafir). Meskipun agak terdengar kasar (bagi orang
Indonesia) tetapi itulah sebutan langsung dari Allah Azza wa Jalla untuk mereka,
dan kita wajib mengikutinya. Tidak oleh membantahnya. Hal itu sematamata
hanya untuk menyatakan bahwa Islam tidak bisa bertoleransi dalam hal aqidah.
Dan ayat Lakum Diinukum WaLiyadiin BUKANLAH ayat toleransi, melainkan
ayat PENEGASAN untuk TIDAK mengikuti apaapa yang orang kafir suruh
kepada kita ummat Islam. Disinilah banyak yang salah kaprah.
2.1.

Toleransi Saat Ini

Sebetulnya, tidak ada bedanya antara toleransi ummat beragama zaman ini dengan
toleransi ummat beragama zaman dulu (yani zaman Nabi SAW dan para
Shahabatnya RA), dimana toleransi itu hanya sebatas muamalah duniawiyyah
saja.
Bahkan, jika dilihat kenyataannya saat ini kaum Kafir tidak ada sikap toleransinya
sama sekali terhadap kaum Muslimin. Bahkan masalah duniapun mereka
memusuhi ummat yang telah dibangun atas dasar tauhid ini.
Telah benarlah firman Allah Tabaroka wa TaAla :
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu
mengikuti agama mereka. Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah
petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka

setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung
dan penolong bagimu. (Al Baqarah : 120)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman
kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak
henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang
menyusahkan kamu. telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang
disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami
terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. (Ali Imran :
118)
Berdasarkan ayat di atas maka toleransi harus diberdayakan terhadap siapapun
selama mereka :
1.

Tidak menimbulkan madharat kepada kita (baik duniawy maupun

ukhrawy);
2.

Tidak merasa bahagia dengan derita dan kesusahan yang menimpa kita;

3.

Jelas menyatakan benci kepada kita.

Dari Shahabat Abu Hurairah ra; Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya akan
datang kepada manusia tahun-tahun penuh penipuan, dimana PENDUSTA
DIBENARKAN, sedangkan ORANG JUJUR DIDUSTAKAN, PENGKHIANAT
DIPERCAYA, sedangkan ORANG AMANAT DIANGGAP PENGKHIANAT,
Pada masa itu Ruwaibidhah berbicara. Beliau saw ditanya : Apakah
Ruwaibidhah itu wahai Rasulullah ? Beliau saw bersabda : Orang bodoh yang
berbicara tentang persoalan (masalah) yang banyak.[14]
Jadi, toleransi kaum kafir terhadap kaum Muslim hanyalah isapan jempol semata.
Mereka memusuhi kaum Muslim dengan permusuhan yang besar. Bahkan

sampaisampai, mereka mampu membuat lidah saudarasaudara kita (yang


awam) latah (ikutikutan) menyebut saudara/saudarinya sebagai teroris. Dan
sampai sekarang pun, apa dan siapa yang disebut teroris, itu masih belum jelas.
2.2.

Islam Tidak Memaksa

Islam sendiri tidak pernah memaksa orang lain untuk masuk ke dalam Islam,
sebagaimana :
tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar
kepada Thaghut[15] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.(Al-Baqoroh: 256)
Islam tidak mengenal paksaan, karena paksaan hanya melahirkan ketidak setiaan
bahkan ketidak ikhlasan, oleh karena itu Islam hanya mengenal ajakan. Ajakan
kepada Islam adalah dakwah Islamiyyah yang mengajak manusia yang masih
berkubang di dalam lumpur kejahiliyahan (kebodohan/ketidakpahaman masalah
ad-din) ke dalam cahaya yang terang benderang. Oleh karena itu al-Islam juga
bermakna yang membedakan antara yang Haq (Jalan yang Benar) dengan yang
Bathil (Jalan yang Sesat).
serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[16][845] dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah

yang

(Annahl:125)

lebih

mengetahui

orang-orang

yang

mendapat

petunjuk.

Di dalam membedakan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat/bathil,
Islam tidak mengenal kompromi apalagi toleransi, karena itu menyangkut hal
yang prinsip (aqidah). Jadi, inti dari ayat tidak ada paksaan dalam Islam itu tidak
ada hubungannya dengan kompromi atau toleransi dengan kekafiran dan
kemaksiyatan. Tiaptiap yang mengaku ummat Islam wajib menyebarkan ajaran
Islam ke seluruh penjuru dunia guna menancapkan kemuliaan Islam yang didasari
dengan akhlak dan prinsip (aqidah) yang baik.
Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan

amanat-Nya.

Allah

memelihara

kamu

dari

(gangguan)

manusia[17]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang


yang kafir.(Al-Maidah:67)
2.3.

Toleransi Yang Dinginkan si Kafir

Orangorang kafir menginginkan agar kita sebagai ummat Islam mau mengikuti
tata cara mereka sebagai salah satu toleransi/loyalitas pada mereka. Padahal Islam
sangat melarang berloyalitas pada kaum Kafir karena loyalitas yang dilakukan
akan menimbulkan al-Muwaalaah (kecintaan) pada si kafir, jika sudah cinta, maka
Allah Azza wa Jalla berfirman :
Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi
kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di
antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah.
Maka jika mereka berpaling[18], tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu
menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi
pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong. (An Nisaa : 89)

Kita dilarang menjadi penolong dalam agamaagama mereka. Seperti, mereka


menginginkan kita ikut serta dalam perayaan hari raya mereka. Mereka juga
menginginkan kita mensahkan apaapa yang mereka lakukan, seperti minum
khomr, makan dagingdaging yang haram (anjing, babi, dsb), membuat rumah
ibadah mereka, berzina, pacaran, mengghibah, dan lainnya. Yang pada akhirnya,
mereka menyuruh agar kita menghargai pemurtadan yang mereka lakukan.
Maka dari itu, kita harus mempunyai sikap al-Muaadaah (membenci). Membenci
siapa yang dimaksud?. Membenci apapun yang bertentangan dengan hukum
Quran dan Sunnah, membenci siapapun yang membenci Allah dan Rosul-Nya,
membenci apaapa yang selain Allah dan membenci karena Allah.
" :
( ) .
Dari Abi Umamah dari Nabi Muhammad : Beliau pernah bersabda : Siapa
saja yang mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, memberi karena
Allah dan melarang karena Allah, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan
imannya.[19] (HR. Abu Daud, dishohihkan oleh Al Abani)
Dan siapa saja yang mencintai tidak karena Allah dan membenci tidak karena
Allah, bahkan dia membenci Allah, Rosul dan penganut agama-Nya, maka ia telah
Kafir. Atau membenci Allah saja maka ia sudah Kafir. Atau membenci Rosul-Nya
saja maka ia juga Kafir, atau membenci penganut agama-Nya saja, maka ia juga
telah Kafir.
Jadi pada intinya, orangorang kafir menginginkan kita bertoleransi terhadap
mereka dengan cara, kita (kaum Muslimin) harus :

1.

Mengikuti perayaan hari besar/raya mereka, seperti ; Natal bersama, Nyepi

bersama, Paskah bersama, perayaan hari valentine, perayaan malam tahun baru
serta ikut serta dalam pembuatan/memeriahkan hari besar mereka.
2.

Mensahkan pendirian bangunan ibadah mereka, seperti Gereja, Pura,

Wihara, dan tempat tempat penyembahan berhala lainnya yang dibangun di


tengahtengah komunitas kaum Muslimin.
3.

Mengikuti atau membenarkan apaapa yang mereka lakukan, seperti

ibadahnya mereka, minumminuman haramnya mereka, pemurtadan yang mereka


lakukan, dll.
4.

Menampakkan kebahagiaan/kesenangan jika hari raya mereka tiba.

Kesemuanya itu adalah HARAM dilakukan oleh ummat Islam, bahkan tidak
boleh terlintas di dalam hati ummat Islam sedikitpun.
Dari Abu Sa'id al-Khudry bahwasanya Rasulullah bersabda: "Sungguh kalian
akan mengikuti sunnah (cara/metode) orang-orang sebelum kamu, sejengkal-demi
sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga andaikata mereka menelusuri/masuk ke
lubang biawak, niscaya kalian akan masuk ke dalamnya juga. Para Shahabat
bertanya : "Wahai Rasulullah! Apakah (mereka itu) orang-orang Yahudi dan
Nashrani?". Beliau bersabda: "Siapa lagi (kalau bukan mereka). (HR.
Bukhari)[20]
2.4.

Islam Melarang Mengambil OrangOrang Kafir Sebagai Teman

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi


dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu), sebahagian mereka adalah
pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan

mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang


zholim." (Al Maaidah: 51)
Ibnu Hazm telah menukil adanya ijma (kesepakatan ulama) bahwa loyal (wala)
pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan.[21]
Bahkan, Imam Hasan bin Muhammad bin Asshobah telah meriwayatkan dari
Muhammad bin Sirin, dia berkata: Abdullah bin 'Utbah berkata, "hendaknya salah
seorang mereka berhati-hati agar tidak menjadi Yahudi dan Nashrani tanpa
disadarinya, Beliau menduga bahwa itu yang dikehendaki ayat ini."[22]
Islam melarang kita menjadikan orangorang kafir dan musyrik sebagai
pemimpin, karena dikhawatirkan bahkan diyakini bahwa mereka akan memimpin
dengan kekafiran, kemaksiyatan dan kebodohannya. Islam juga melarang
mengambil mereka sebagai teman dekat (shahabat), dikhawatirkan dia (si kafir)
akan menjerumuskan kita ke dalam kekafirannya.
Rasulullah pernah berpesan : Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka
hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya. (HR. Ahmad dan
Tirmidzi)[23].
Di hadist tersebut Nabi memberikan pesan yang tersirat, bahwa kita harus
mengambil orang Mukmin saja sebagai teman.
Bahkan orangorang Muslim yang mengambil orangorang kafir sebagai teman,
diancam oleh Allah dengan siksaan yang pedih,
Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat
siksaan yang pedih, (An Nisaa : 138)
2.5.

Siapa yang dimaksud dengan orangorang munafik ?

(yani) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman


penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari
kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan
Allah. (An Nisaa : 139)
Akan tetapi, Islam membolehkan kita berbuat adil terhadap orang kafir, dengan
catatan ; si kafir tersebut TIDAK MEMERANGI DAN MEMBENCI KAUM
MUSLIMIN.
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orangorang yang TIDAK MEMERANGIMU karena agama dan TIDAK JUGA
MENGUSIR KAMU dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil. (Al Mumtahanah : 8)
Jika si kafir tidak memerangi dan membenci kaum Muslimin karena agama juga
tidak mengusir kita dari negeri kita (tidak menjajah). Maka kita boleh berbuat adil
kepada mereka (yani, memberikan hakhaknya). Berbuat adil disini bukan berarti
loyal (mencintai serta menjadi penolong) terhadap mereka. Tetap, kita tidak boleh
bertoleransi dalam hal aqidah. Tetap kita harus berlepas diri dari kekufuran
mereka.
Ibnu Katsir -rahimahullah- menjelaskan makna ayat tersebut, Allah tidak
melarang kalian berbuat ihsan (baik) terhadap orang kafir yang tidak memerangi
kaum muslimin dalam agama dan juga tidak menolong mengeluarkan wanita dan
orang-orang lemah, yani Allah tidak melarang kita untuk berbuat baik dan
berbuat adil kepada mereka. Karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang berbuat adil.[24]
2.6. Islam Menghargai Pluralitas Agama Tapi Tidak Untuk Pluralisme Agama

Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu,
tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. kecuali orang-orang yang diberi
rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat
Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi
neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (Huud : 118
119)
Imam Qotadah rahimahullah- menjelaskan : Kalaulah Allah menghendaki, tentu
Dia akan menjadikan seluruh umat manusia ini sebagai Muslimin.[25]
Tetapi mereka senantiasa berikhtilaf (berselisih pendapat) . Dari perselisihan
itu bercerailah antara dua kubu, sebagian menjadi Kafir dan sebagian lagi menjadi
Mukmin.
Seorang kafir berhak untuk tetap dalam agamanya, tapi di akhirat, ia harus
mempertanggung jawabkan atas pilihannya itu. Tapi tetap, kaum Muslim wajib
mengajak mereka dengan seruan Islam.
Islam pun menghargai adanya pluralitas (kemajemukan, keberagaman, perbedaan)
agama selama kemajemukan itu tidak memerangi, menistai dan melecehkan
agama Islam-, akan tetapi Islam tidak menerima pluralisme agama. Jika pluralitas
diubah menjadi isme (suatu paham yang harus diyakini keberadaannya) maka
otomatis Islam harus membenarkan keimanan/prinsip dasar orang kafir. Maka dari
itu, ajaran Islam menolak pluralisme agama dan tidak memungkiri adanya
pluralitas agama.
Perlu diketahui, kesesatan pluralisme dalam beragama bisa berdampak buruk :
1. Pernikahan beda agama, yang akan melahirkan anak yang cacat aqidah dan
akhlaknya. Dan Allah pun tidak merestui/meridhoi pernikahan itu. Dan para

ulama SEPAKAT bahwa, pernikahan tersebut (beda agama) termasuk dari zina
dan dosa besar, juga harus dipertanggung jawabkan di akhirat kelak.
dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik

(dengan

wanita-wanita

mukmin)

sebelum

mereka

beriman.

Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia
menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintahperintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (Al
Baqarah : 221)
2. Akan munculnya orangorang yang bodoh (jahil) dalam perkara ad-din
(agama), karena semua agama dijadikan satu dan diaduk secara sistematis dengan
pemikiran yang berasal dari akal insani dan membuang wahyu Ilahi Yang Suci.
Jika sudah begitu, maka lahirlah orangorang bodoh yang berpengetahuan agama
yang kosong.
3. Akan munculnya kesesatan dimanamana, karena kebohodan dalam perkara
agama. Orangorang yang mengusung ideologi pluralisme agama akan
menafsirkan ayatayat suci berdasarkan percampur adukkan dari semua agama.
Jika sudah begitu, agama bukan lagi suatu produk dari langit (Allah), tapi sudah
berupa produk dari manusia (ciptaan Allah).
4. Akan terjadi kemaksiyatan dimanamana. Agama mengajarkan menyeru orang
untuk berbuat baik/maruf dan mencegah dari halhal yang munkar/maksiyat. Jika
pluralisme agama sudah merebak di suatu masyarakat, maka halhal yang maruf

akan dianggap menjadi hal yang munkar/maksiyat, sedangkan halhal yang


munkar/maksiyat dianggap sebagai halhal yang maruf/baik.
Jika sudah begitu, orangorang yang tidak mau agamanya dilecehkan, dinistakan
bahkan dicampur aduk dengan agama lain, mereka akan mempertahankan
agamanya dengan caranya sendiri.
Maka dari itu, Islam sangat menolak apapun bentuk pluralisme dalam beragama.
Dan tiada toleransi maupun kompromi dengan pluralisme agama. Karena itu
(pluralisme agama) bisa menjadi indikasi senjata orangorang kafir untuk
menghancurkan agama Allah Yang Mulia ini.
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka
itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (Ali Imran : 54)

C.

KESIMPULAN
Pada intinya, Islam tidak mengajarkan toleransi dan kompromi
dalam masalah yang sifatnya itiqadiyyah (aqidah/prinsip) atau yang
berkaitan dalam masalah ukhrowi/akhirat seorang Muslim. Dan haram
bagi ummat Islam untuk membenarkan aqidah keimanan orangorang
kafir dan musyrik serta bergembira atau ikutikutan pada acara hari raya
mereka. Dan ummat Islam dilarang mengikuti fatwafatwa ulama sesat
yang bergelar akademis tinggi sekalipun, yang membolehkan bertoleransi
kepada kaum kafir dalam masalahmasalah yang terkait di atas. Mereka
sengaja memadamkan cahaya agama Allah dengan pemikiranpemikiran
mereka dengan cara memanipulasi hujjah dan argumentasi serta

melecehkan ayatayat Al Quran Yang Suci. Dan ummat Islam tidak


boleh tertipu dengan orangorang semacam itu.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Yusuf al-Qaradhawi. 1994. Fatw Mushirah. Manshurah: Dar al-Wafa.

Cet. ke-3. Jilid ke-2.


2.

A. S. Hornby. 1986. Oxford Advanced Learners Dictionary of Current

English. London: Oxford University Press. Cet. ke-23.


3.

Ahmad Warson Munawwir. 1997. Kamus al-Munawwir Arab Indonesia

Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif. Edisi ke-2. Cet. Ke-14.


4.

Tafsir Al-Baghowy, Maosoatulquraniladzim, Yaman, 2011, Juz 8.

5.

http://id.wikipedia.org/wiki/Toleransi

6.

Shahih Al-Bukhori, Maosoatulhaditsunnabawy, Yaman,2011, Juz 4.

7.

Al Muhalla, Ibnu Hazm, Yaman, 2011, jilid 11.

8.

Tafsir Ibnu Katsir, Maosoatulquraniladzim, Yaman, 2011, Juz 3.

9.

Shahih Al-Bukhori, Maosoatulhaditsunnabawy, Yaman,2011, Juz 8.

10.

Tafsir Al Quran Al Azhim, Ibnu Katsir, Muhaqqiq: Sami bin Muhammad

Salamah, jilid 8, terbitan Dar At Thoyibah, cetakan kedua, 1420 H


11.

[1]

Jamiul Bayan jilid 7.

Yusuf al-Qaradhawi. 1994. Fatw Mushirah. Manshurah: Dar al-Wafa.

Cet. ke-3. Jilid ke-2. h. 667


[2]

http://id.wikipedia.org/wiki/Toleransi

A. S. Hornby. 1986. Oxford Advanced Learners Dictionary of Current

][3

English. London: Oxford University Press. Cet. ke-23. h. 909


Ahmad Warson Munawwir. 1997. Kamus al-Munawwir Arab Indonesia

][4

Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif. Edisi ke-2. Cet. Ke-14. h. 657


- - : ) ( .

][5

. : 654 / 8 :
. ""

][6

. ""

][7

.362 / 1 : 331 / 30 : 561 / 4 :

][8

) .(543 333 / 8 :
: :
. .
. : 733 / 8

][9

. "" ][10
" 297 / 3 : " :

][11

""." "
"" . : :

][12


. ) (
) ( - -

. : 331 - 330 / 30 :
. (162 - 161) : . 32 / 3 : )(1
564-561. 8 . ][13

[14]

HR. Ibnu Majah no. 4023, Ahmad no. 7571, dan Al-Hakim no. 8708.

Dinyatakan HASAN oleh Ahmad Syakir, dan SHAHIH oleh Ibnu Katsir dan Al
Albani dalam Silsilah Al Ahadist Ash Shahihah no. 1887 dan Shahih Al Jami Ash
Shagir no. 3650
[15] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
[16]

Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan

antara yang hak dengan yang bathil.


[17]

Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad s.a.w.

[18]

Diriwayatkan bahwa beberapa orang Arab datang kepada Rasulullah s.a.w.

di Madinah. lalu mereka masuk Islam, kemudian mereka ditimpa demam


Madinah, karena itu mereka kembali kafir lalu mereka keluar dari Madinah.
kemudian mereka berjumpa dengan sahabat Nabi, lalu sahabat menanyakan
sebab-sebab mereka meninggalkan Madinah. mereka menerangkan bahwa mereka
ditimpa demam Madinah. sahabat-sahabat berkata: mengapa kamu tidak
mengambil teladan yang baik dari Rasulullah? sahabat-sahabat terbagi kepada dua
golongan dalam hal ini. yang sebahagian berpendapat bahwa mereka telah
menjadi munafik, sedang yang sebahagian lagi berpendapat bahwa mereka masih
Islam. lalu turunlah ayat ini yang mencela kaum muslimin karena menjadi dua
golongan itu, dan memerintahkan supaya orang-orang Arab itu ditawan dan
dibunuh, jika mereka tidak berhijrah ke Madinah, karena mereka disamakan
dengan kaum musyrikin yang lain.
[19]
[20]

(4681)
Shahih Al-Bukhori, Maosoatulhaditsunnabawy, Yaman,2011, Juz 4, hal.

169 no. 3456

[21] Al Muhalla, Ibnu Hazm, Yaman, 2011, jilid 11, hal 138
[22] Tafsir Ibnu Katsir, Maosoatulquraniladzim, Yaman, 2011, Juz 3, hal 132
[23]

Shahih Al-Bukhori, Maosoatulhaditsunnabawy, Yaman,2011, Juz 8, hal. 38

no. 6170
[24]

Tafsir Al Quran Al Azhim, Ibnu Katsir, Muhaqqiq: Sami bin Muhammad

Salamah, jilid 8 hal 90, terbitan Dar At Thoyibah, cetakan kedua, 1420 H
[25]

Jamiul Bayan jilid 7, hal 137 nomor 18712

Você também pode gostar