Você está na página 1de 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 REMAJA
2. 1.1 Definisi Remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia.
Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan
perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada
umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun
(Notoatdmojo, 2007). Menurut Soetjiningsih (2004) Masa remaja merupakan
masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan
seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa
menjelang dewasa muda. Berdasarkan umur kronologis dan berbagai
kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja yaitu:
1) Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja adalah
bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20 tahun
anak laki- laki.
2) Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak,
remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
3) Menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah
mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat
tinggal.

Universitas Sumatera Utara

4) Menurut undang-undang perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah


remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan 19
tahun untuk anak-anak laki-laki.
5) Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak sudah
berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.
6) Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun.
(Soetjiningsih, 2004).
2.1.2

Tahap tahap Perkembangan Remaja


Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap

perkembangan remaja:
a. Remaja awal (early adolescent)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahanperubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan- dorongan yang
menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran
baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.
Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik.
Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali
terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan
dimengerti orang dewasa.
b. Remaja madya (middle adolescent)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau
banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu

Universitas Sumatera Utara

mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan


dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu
memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri,
optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja
pria harus membebaskan diri dari oedipus complex (perasaan cinta pada ibu
sendiri pada masa anak-anak) dengan mempererat hubungan dengan kawankawan.
c. Remaja akhir (late adolescent)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai
dengan pencapaian lima hal yaitu:

Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan


dalam pengalaman- pengalaman baru.

Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti


dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan


masyarakat umum (Sarwono, 2010).
Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu untuk

mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan sifat atau ciri


perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap yaitu:

Universitas Sumatera Utara

a. Masa remaja awal (10-12 tahun)


Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.
Tampak dan merasa ingin bebas.
Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan
mulai berpikir yang khayal (abstrak).
b. Masa remaja tengah (13-15 tahun)
Tampak dan ingin mencari identitas diri.
Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.
Timbul perasaan cinta yang mendalam.
c. Masa remaja akhir (16-19 tahun)

Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.

Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.

Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.

Dapat mewujudkan perasaan cinta.

Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.

(Widyastuti dkk, 2009).


2.1.3 Tugas tugas Perkembangan Remaja
Terdapat perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan
sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai kemampuan bersikap dan
berperilaku dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut
Hurlock (1991) adalah sebagai berikut:
1) Mampu menerima keadaan fisiknya.

Universitas Sumatera Utara

2) Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.


3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan
jenis.
4) Mencapai kemandirian emosional.
5) Mencapai kemandirian ekonomi.
6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan
untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat
7) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.
8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa.
9) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
10) Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga.
Tugas-tugas perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan
perkembangan kognitifnya,

yaitu

fase

operasional

formal.

Kematangan

pencapaian fase kognitif akan sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan


tugas-tugas perkembangannya itu dengan baik. Agar dapat memenuhi dan
melaksanakan tugas-tugas perkembangan, diperlukan kemampuan kreatif remaja.
Kemampuan kreatif ini banyak diwarnai oleh perkembangan kognitifnya (Ali dan
Asrori, 2009)

Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Perubahan Fisik Pada Remaja


a. Tanda seks primer
Tanda seks primer merupakan tanda yang menunjukkan alat kelamin
Pada wanita
Alat kelamin wanita bagian luar terdiri dari:
a) Bibir luar (labia mayora)
b) Labia minor (labia minora)
c) Klitoris, yaitu bagian penuh dengan ujung-ujung syaraf sehinngga sangat peka
terhadap

rangsangan/sentuhan.

Sentuhan-sentuhan pada klitoris dapat

menyebabkan terjadinya orgasme (puncak kenikmatan seksual) pada wanita.


d) Uretra (liang saluran seni)
e) Liang senggama (vagina) berfungsi sebagai jalan keluar haid, jalan masuk
penis dalam senggama, dan jalan keluar bayi waktu melahirkan.
Alat kelamin wanita bagian dalam terdiri dari:
a) Hymen (selaput dara)
b)

Mulut rahim (serviks) yang menghubungkan vagina dengan rahim

c) Rahim (uterus), yaitu jaringan sebesar telur ayam, tetapi punya kemampuan
melar yang sangat besar sekali dalam mengandung bayi.
d) Saluran telur (tuba palopii) disebelah kanan dan kiri rahim
e) Indung telur (ovarium) yang menghasilkan hormone-hormon estrogen,
progesterone dan sel telur.

Universitas Sumatera Utara

Pada laki-laki
Alat kelamin pria terdiri dari:
a) Testis menghasilkan hormon-hormon testosterone dan androgen dan
spermatozoa diproduksi dalam jumlah ratusan juta.
b) Saluran deferens (vas deferens), yaitu yang menghubungkan testis dengan
kelenjar prostat.
c) Kelenjar prostat yaitu tempat penyimpanan spermatozoa untuk sementara.
d) Saluran kencing (uretra), yaitu tempat keluarnya air mani dalam keadaan
penis berereksi (Sarwono, 2010)
b. Tanda seks sekunder
Tanda-tanda seks sekunder merupakan tanda-tanda badaniah yang
membedakan pria dan wanita.
Pada wanita bisa ditandai antara lain: pertumbuhan tulang-tulang (badan
menjadi tinggi, anggota badan menjadi panjang), pertumbuhan payudara, tumbuh
bulu yang halus dan lurus berwarna gelap dikemaluan, mencapai pertumbuhan
ketinggian badan setiap tahunnya, bulu kemaluan menjadi keriting, haid, dan
tumbuh bulu- bulu ketiak.
Pada laki-laki bisa ditandai dengan pertumbuhan tulang-tulang, tumbuh bulu
kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara, bulu
kemaluan menjadi keriting, tumbuh rambut-rambut halus diwajah (kumis,

Universitas Sumatera Utara

jenggot), tumbuh bulu ketiak,

rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan

gelap, tumbuh bulu didada (Sarwono, 2010)


2.2 PENDIDIKAN SEKS
2.2.1 Pendidikan
a. Konsep pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di dalam
bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu
pedagogik praktis atau praktek pendidikan. Oleh sebab itu, konsep pendidikan
kesehatan adalah konsep pendidikan yang di aplikasikan pada bidang kesehatan.
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah
yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau
masyarakat. Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai
makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup didalam
masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan
(lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya). Dalam
mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak
terlepas dari kegiatan belajar (Notoatmodjo, 2007).
b. Ruang pendidikan kesehatan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi,
antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau

Universitas Sumatera Utara

aplikasinya dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan. Dari dimensi sasarannya,


pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3 diantaranya:
a)

Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu.

b)

Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.

c)

Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas


Dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat berlangsung

di berbagai tempat, dengan sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya:


a) Pendidikan kesehatan disekolah, dilakukan disekolah dengan sasaran murid.
b) Pendidikan kesehatan di rumah sakit, dilakukan di rumah sakit-rumah sakit
dengan sasaran pasien atau keluarga pasien, di puskesmas dan sebagainya.
c) Pendidikan kesehatan ditempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau
karyawan yang bersangkutan
Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat
dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari
(Leavel dan Clark), sebagai berikut:
a) Promosi Kesehatan (Health Promotion)
Dalam tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam
peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan hygiene
perorangan dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

b) Perlindungan Khusus (Specifik Protection)


Dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus
ini

pendidikan

kesehatan

sangat

diperlukan

terutama

dinegara-negara

berkembang. Hal ini karena kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisai


sebagai perlindungan terhadap penyakit pada dirinya maupun pada anak-anaknya
masih rendah.
c) Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt
Treatment)
Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap
kesehatan dan penyakit, maka sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang
terjadi didalam masyarakat, bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak
mau diperiksa dan diobati penyakitnya. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak
memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu, pendidikan
kesehatan sangat diperlukan pada tahap ini.
d)

Pembatasan Cacat (Disability Limitation)


Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang

kesehatan dan penyakit, maka sering masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya


sampai tuntas. Dengan kata lain mereka tidak melakukan pemeriksaan dan
pengobatan yang komplit terhadap penyakitnya. Pengobatan yang tidak layak dan
sempurna

dapat

mengakibatkan

orang

yang

bersangkutan

cacat

atau

ketidakmampuan.

Universitas Sumatera Utara

e) Rehabilitasi (Rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi
cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihanlatihan tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran orang tersebut,
ia tidak atau segan melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Disamping itu
orang yang cacat setelah sembuh dari penyakit, kadang-kadang malu untuk
kembali ke masyarakat (Notoatmodjo, 2007).
c. Peranan pendidikan kesehatan
Semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan
mengacu pada H. L. Blum. Dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat sebagai
salah satu negara yang sudah maju Blum menyimpulkan bahwa lingkungan
mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan. Kemudian
berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua, pelayanan
kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap status
kesehatan (Notoatmodjo, 2007).
2.2.2 Pendidikan Seks
a. Defenisi
Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah
penyalahgunaan seks. Khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang
tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular,
depresi, dan perasaan berdosa (Sarwono, 2010)

Universitas Sumatera Utara

Beberapa pihak tidak setuju dengan pendidikan seks, karena dikhawatirkan


dengan pendidikan seks, anak-anak yang belum saatnya tahu tentang seks jadi
mengetahuinya dan karena dorongan keingintahuan yang besar yang ada pada
remaja, mereka jadi ingin mencobanya. Namun pandangan pro kontra pendidikan
seks tersebut pada hakikatnya tergantung sekali pada bagaimana kita
mendefenisikan pendidikan seks itu sendiri. Jika pendidikan seks diartikan
sebagai pemberian informasi mengenai seluk beluk anatomi dan proses faal dari
reproduksi manusia semata ditambah dengan teknik-teknik pencegahannya (alat
kontasepsi), maka kecemasan yang disebutkan diatas memang beralasan
(Sarwono, 2010).
b. Perlunya pendidikan seks
Sarwono (2010) berpendapat bahwa pendidikan seks bukanlah penerangan
tentang seks semata-mata. Pendidikan seks, sebagaimana pendidikan lain pada
umumnya seperti pendidikan agama, atau pendidikan Moral Pancasila, yang
mengandung pengalihan nilai-nilai dari pendidik kesubjek-didik. Dengan
demikian, informasi tentang seks diberikan secara kontekstual, yaitu dalam
kaitannya dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Pendidikan seks
yang konstektual ini jadinya mempunyai ruang lingkup yang luas. Tidak terbatas
pada perilaku hubungan seks semata tetapi menyangkut pula hal-hal seperti peran
pria dan wanita dalam masyarakat, hubungan pria-wanita dalam pergaulan, peran
ayah ibu dan anak-anak dalam keluarga dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Perbedaan pandangan tentang perlunya pendidikan seks bagi remaja nyata


dari penelitian WHO (World Health,1979) di 16 negara eropa yang hasilnya
adalah sebagai berikut:
a) 5 negara mewajibkannya disetiap sekolah
b) 6 negara menerima dan mensahkannya denganundang-undang tetapi tidak
mengharuskannya di sekolah
c) 2

negara

secara

umum

menerima

pendidikan

seks,

tetapi

tidak

mengukuhkannya dengan undang-undang.


d) 3 negara tidak melarang, tetapi juga tidak mengembangkannya
(Sarwono, 2010)
Pandangan yang mendukung pendidikan seks antara lain diajukan oleh
Zelnik dan Kim yang menyatakan bahwa remaja yang telah mendapatkan
pendidikan seks tidak cenderung jarang melakukan hubungan seks, tetapi mereka
yang belum pernah mendapatkan pendidikan seks, cenderung lebih banyak
mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki (Zelnik dan Kim, 1998 dalam
Sarwono 2010). Pendidikan seks yang hanya berupa larangan atau berupa katakata tidak boleh tanpa adanya penjelasan lebih lanjut adalah sangat tidak efektif.
Dikatakan tidak efektif karena pendidikan seperti ini tidak cukup untuk
mempersiapkan remaja dalam menghadapi kehidupannya yang semakin sulit.
Pengaruh minuman keras, obat-obatan terlarang, tekanan dari teman atau patah
hati akibat hubungan cintanya, akan semakin menjerumuskan mereka pada
aktivitas seksual lebih dini (Dianawati, 2003)

Universitas Sumatera Utara

c. Materi pendidikan seks


Materi pendidikan seks sangat bervariasi dari satu tempat ketempat lain,
tetapi sebuah survey oleh Orr (1982) menunjukkan bahwa pada umumnya materi
pendidikan seks adalah sebagai berikut:
a) Masalah-masalah yang banyak dibicarakan dikalangan remaja sendiri
Perkosaan
Masturbasi
Homoseksualitas
Disfungsi seksual
Eksoploitasi seksual
b) Kontrasepsi dan pengaturan kesuburan
Alat KB
Pengguguran
Alternatif-alternatif dari pengguguran
c) Nilai-nilai seksual
Seks dan nilai-nilai moral
Seks dan hukum
Seks dan media massa
Seks dan nilai-nilai religi
d) Perkembangan remaja dan reproduksi manusia
Penyakit menular seksual

Universitas Sumatera Utara

Kehamilan dan kelahiran


Perubahan-perubahan pada masa puber
Anatomi dan fisiologi
Obat-obatan, alkohol dan seks
e) Keterampilan dan perkembangan sosial
Berkencan
Cinta dan perkawinan
f) Topik-topik lainnya
Kehamilan pada remaja
Kepribadian dan seksualitas
Mitos-mitos yang dikenal oleh umum
Kesuburan
Keluarga berencana
Menghindari hubungan seks
Teknik-teknik hubungan seks (Margaret, 1980 dalam Sarwono, 2010).
Pendidikan seks di Indonesia seyogyanya tetap dimulai dari rumah. Salah
satu alas an utamanya adalah karena masalah seks ini merupakan masalah yang
sangat pribadi sifatnya, yang kalau hendak dijadikan materi pendidikan juga
perlu penyampaian yang pribadi. Dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh
Sawono mengungkapkan bahwa dari sudut pandang remaja sendiri, mereka
mendambakan untuk memperoleh informasi tentang seks itu dari orang tuanya
(Sarwono, 2010)

Universitas Sumatera Utara

Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan seksual, seperti yang


diuraikan oleh Gunarsa (1999) berikut ini, mungkin patut diperhatikan:
a)

Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat raguragu atau malu.

b)

Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan


yang tidak-tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi,
boleh mempergunakan contoh atau simbol seperti misalnya: proses
pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa uraiannya
tetap rasional.

c)

Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan


kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak. Terhadap anak umur
9 atau 10 tahun belum perlu menerangkan secara lengkap mengenai perilaku
atau tindakan dalam hubungan kelamin, karena perkembangan dari seluruh
aspek kepribadiannya memang belum mencapai tahap kematangan untuk
dapat menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut.

d)

Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya


pengetahuan dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama
buat setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat
disesuaikan dengan keadaan khusus anak

e)

Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan


seksual perlu diulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui
seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu

Universitas Sumatera Utara

untuk mengingatkan dan memperkuat (reinforcement) apa yang telah


diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengtahuannya.
2.3 AKTIVITAS SEKSUAL
2. 3.1 Aktivitas
a. Pengertian aktivitas
Dari segi biologis semua makhluk hidup mulai dari binatang sampai dengan
manusia, mempunyai aktivitas masing-masing. Manusia sebagai salah satu
makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang luas, sepanjang kegiatan
yang dilakukannya, yaitu antara lain: berjalan, berbicara, bekerja, menulis,
membaca, berpikir dan seterusnya. Secara singkat aktivitas manusia tersebut
dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
a)

Aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain misalnya: berjalan,


bernyanyi,tertawa dan sebagainya.

b)

Aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya berpikir,
berfantasi, bersikap, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat

diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. perilaku
dikatakan wajar apabila ada penyesuaian diri yang diselaraskan peran manusia
sebagai makhluk ndividu, sosial dan berketuhanan (Purwanto, 1999). Aktivitas
atau perbuatan manusia tidak terjadi secara sporadic (timbul dan hilang pada saatsaat tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan kontinuitas antara satu perbuatan
dengan perbuatan berikutnya. Tiap-tiap perilaku selalu mengarah pada suatu tugas

Universitas Sumatera Utara

tertentu. Keunikan perilaku berbeda dari yang lainnya. Jadi tiap-tiap manusia
memiliki ciri-ciri, sifat-sifat tersendiri yang membedakan dari manusia lainnya.
Pengalaman-pengalaman masa lalu dan aspirasi-aspirasinya untuk masa yang
akan datang menentukan perilaku dimasa kini dan arena tiap orang mempunyai
pengalaman dan aspirasi yang berbeda-beda, maka perilaku di masa kini pun
berbeda-beda (Purwanto,1999).
b. Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut teori Lawrence Green, mengemukakan bahwa perilaku manusia
dari tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor
pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non
behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3
faktor, diantaranya:
a)

Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam


pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan lain-lain.

b)

Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan


fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban
dan lain-lain

c)

Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan


perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2

Seksual

a. Pengertian seksual
Seksual adalah rangsangan-rangsangan atau dorongan yang timbul
berhubungan dengan seks (Notoatmodjo, 2007). Seksualitas bukan semata-mata
bagian intrinsik dari seseorang tetapi juga meluas sampai berhubungan dengan
orang lain. Keintiman dan kebersamaan fisik merupakan kebutuhan sosial dan
biologis sepanjang kehidupan. Kesehatan seksual telah didefinisikan sebagai
pengintegrasian aspek somatik, emosional, intelektual dan sosial dari kehidupan
seksual, dengan cara yang positif memperkaya dan meningkatkan kepribadian,
komunikasi dan cinta. Seks juga digunakan untuk memberi label jender, baik
seseorang itu pria atau wanita.
Seksualitas berhubungan dengan bagaimana seseorang mengkomunikasikan
perasaan tersebut kepada orang lain melalui tindakan yang di lakukannya, seperti
sentuhan, ciuman, pelukan, senggama seksual dan melalui perilaku yang lebih
halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpelukan dan perbendaraan kata
(Zawid, 1994).
b. Tahapan perkembangan seksual
Tahapan psikoseksual yang harus dilalui seorang anak menurut Sigmund
Freud terbagi dalam 4 fase yaitu:

Universitas Sumatera Utara

a) Fase oral
Fase oral adalah fase seorang anak mendapatkan perasaan nikmat melalui
mulutnya, yaitu ketika sedang menyusu dan mengisap air susu ibu yang
dimulai sejak bayi hingga usia 1-2 tahun.
b) Fase anal
Pada fase anal, kenikmatan yang dirasakannya berubah dari mulut ke daerah
anus dan sekitarnya (seperti saluran kencing). Rasa nikmat akan dirasakan
anak ketika sedang menahan kencing dan buang air besar. Fase ini dimulai
pada anak berusia 2-4 tahun.
c) Fase phallus
Selanjutnya perubahan yang dirasakannya turun kebagian alat kelaminnya.
Fase ini berlangsung pada saat anak berumur 4-6 tahun.
d) Fase laten
Fase laten berlangsung pada usia sekolah. Fase laten ini terbagi 2 bagian
sebagai berikut:

Bagian awal
Pada bagian ini seorang anak sudah tidak lagi memperhatikan kenikmatan
yang pernah dirasakan pada alat kelaminnya, bahkan cenderung seperti
melupakan kejadian tersebut.

Bagian akhir
Begitu memasuki bagian akhir dari masa laten, seorang anak mulai
menunjukkan

kembali

kenikmatan

yang

dirasakan

melalui

alat

Universitas Sumatera Utara

kelaminnya. Karena pada saat memasuki fase ini usia anak telah beranjak
dewasa, dorongan seksual, perasaan cinta, ketertarikannya kepada lawan
jenis mulai tumbuh. Jadi, perhatian anak beralih kepada alat kelaminnya
adalah hal wajar.
2. 3.3 Aktivitas Seksual
a. Defenisi aktivitas seksual
Perilaku (aktivitas) seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh
hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.
Bentuk-bentuk aktivitas ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik
sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. (Sarwono, 2010).
Dalam hal ini aktivitas (perilaku) seksual diurutkan sebagai berikut:

Berpacaran/Berkencan

Berpegangan tangan

Mencium pipi pacar

Berpelukan dengan pacar

Mencium bibir pacar

Dipegang/Memegang buah dada pacar

Memegang alat kelamin pacar

Melakukan senggama (Sarwono, 2010)

Universitas Sumatera Utara

b. Pola aktivitas seksual remaja


Perkembangan aktivitas seksual dipengaruhi berbagai faktor antara lain
perkembangan psikis, fisik, proses belajar dan sosiokultural. Beberapa aktivitas
seksual yang sering dijumpai pada remaja yaitu:
a) Masturbasi/onani
Masturbasi ataupun onani merupakan salah satu aktivitas yang sering
dilakukan oleh remaja. Masturbasi yakni melakukan rangasangan seksual
khususnya pada alat kelamin, yang dilakukan sendiri dengan berbagai cara
untuk tujuan mencapai orgasme. Kegiatan masturbasi dilakukan hampir
semua orang, baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan sebenarnya
masturbasi sudah berlangsung sejak seseorang berusia balita yang dalam
perkembangan psikoseksual disebut juga fase phallus. Kegiatan ini sering
terjadi pada masa awal pubertas seseorang. Karena dorongan seksual yang
mendesak, sedangkan objek-objek seksual tidak ada. Sejauh ini secara medis
tidak ditemukan efek samping masturbasi. Apabila seseorang merasa
ketagihan dengan bermasturbasi, sebaiknya ia mengubah pandangannya
terhadap masturbasi. Setelah itu secepatnya mengalihkan dan menggunakan
pikirannya pada kegiatan-kegiatan lainnya seperti berolah raga, menyalurkan
hobinya, berkumpul dengan teman-temannya atau membaca bacaan humor.

Universitas Sumatera Utara

b) Petting
Definisi petting adalah upaya membangkitkan dorongan seksual antar jenis
kelamin dengan cara menyentuh orgab seksual tanpa melakukan tindakan
intercourse. Usia 15 tahun ditemukan bahwa 39 remaja perempuan
melakukan petting, sedangkan 57% remaja laki-laki melakukan petting.
c) Oral seks
Oral seks melakukan rangsangan dengan mulut pada organ seks
pasangannya. Jika melakukan oral seks itu laki-laki, sebutannya adalah
cunnilingus, jika yang melakukan oral seks tersebut perempuan, sebutannya
adalah fellatio.
d) Anal seks
Anal seks adalah hubungan seksual yang dilakuakan dengan memasukkan
penis kedalam anus atau anal. Aktivitas seksual seperti ini tentu sangat
berbahaya karena anus mengandung banyak bakteri biang penyakit.
e) Hubungan seksual
Hubungan seksual atau yang disebut bersetubuh yang benar menurut
etika, moral dam agama adalah jika dilakukan melalui sebuah ikatan
pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan yang dilandasiu oleh rasa
cinta. Dengan bersetubuh, dua orang akan menjadi satu secara fisik dan
emosional. Inilah yant disebut pemenuhan dorongan seksual dalam arti yang
sebenarnya. Aktivitas seksual seperti ini tidak menimbulkan rasa ketakutan
terhadap penyakit menular, risiko kehamilan diluar nikah, ataupun berdosa.

Universitas Sumatera Utara

Hubungan seksual yang pertama dialami oeh remaja dipengaruhi oleh


berbagai faktor yaitu:

Waktu/saat mengalami pubertas, saat itu mereka tidak pernah


memahami tentang apa yang dialaminya.

Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar

Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai kesempatan


untuk melakukan pertemuan yang makin sering tanpa kontol yang baik
sehingga hubungan akan makin mendalam.

Hubungan antar mereka makin romantis.

Status ekonomi, mereka yang berkecukupan akan dengan mudah


melakukan pesiar ketempat-tempat rawan yang memungkinkian adanya
kesempatan melakukan hubungan seksual, sebaliknya kelompok yang
ekonomi lemah tetapi banyak kebutuhan/tuntutan mereka mencari
kesempatan untuk memenfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan
sesuatu.

Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas antara lain


sering sering mempergunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi
ke tempat sepi.

Tekanan dari teman sebaya, kelompok sebaya kadang-kadang ingin


menunjukkan

penampilan

diri

yang

salah

untuk

menunjukkan

kematangannya.

Penggunaan obat-obatan terlarang

Universitas Sumatera Utara

Mereka kehilangan kontrol sebab tidak tahu akan batas-batasnya mana


yang boleh dan mana yang tidak boleh.

Mereka merasa sudah saatnya melakukan aktivitas seksual sebab merasa


matang secara fisik.

Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya.

Aktivitas seksual pacarnya.

Penerimaan menunjukkan kegagahan dan kemampuan fisiknya.

Sekedar terjadinya peningkatan rangsangan seksual akibat peningkatan


kadar hormon reproduksi/seksual (Soetjiningsih, 2004).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas (perilaku) seksual


Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seksual yaitu:
a)

Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido


seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksualini membutuhkan penyaluran
dalam bentuk tingkah laku seksual.

b)

Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia
perkawinan, baik secara hukum karena adanya undang-undang tentang
perkawinan yang menetapkan batas usia menikah (sedikitnya 16 tahun untuk
wanita dan 19 tahun untuk pria), maupun karena norma sosial yang makin
lama makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan
(pendidikan, pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lainnya).

c)

Sementara usia perkawinan ditunda, norma-norma agama tetap berlaku di


mana seseorang dilarang untuk melakuakan hubungan seks sebelum

Universitas Sumatera Utara

menikah. Bahkan larangannya berkembang lebih jauh kepada tingkah laku


yang lain seperti berciuman dan masturbasi. Untuk remaja yang tidak dapat
menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melangggar laranganlarangan tersebut.
d)

Kecenderungan pelanggaran meningkat oleh karena adanya penyebaran


informasi dengan adanya teknologi canggih (video, internet, Video Compact
Disc, telepon genggam, dan lain-lain).

e)

Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya


yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak tidak
terbuka, malah cenderung membuat jarak dengan masalah seksual.

f)

Dipihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang


makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat sebagai akibat
berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita
makin sejajar dengan pria (Sarwono, 2010).

d. Aktivitas seksual menyimpang pada remaja


Beberapa aktivitas seksual yang sering dijumpai sebagai berikut:
a) Homoseksual
Faktor penyebab yang paling kuat timbulnya penyimpangan ini adalah
faktor keturunan. Homoseksual sebenanya bukan tergolong penyakit pada
umumnya, melainkan identitas seseorang.
b) Sodomi
Sodomi adalah hubungan seks yang dilakukan oleh para homo.

Universitas Sumatera Utara

c) Transeksual
Sebutan ini ditujukan untuk orang laki-laki atau perempuan yang tidak
menginginkan jenis kelamin mereka untuk memperoleh kepuasan seksualnya.
Kelainan ini sebenarnya sudah dapat dilihat pada usia anak-anak seperti
kesukaanya pada boneka dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kegiatan
perempuan.
d) Transvetite
Transvetite merupakan istilah yang diberikan seorang laki-laki heteroseksual
yang menginginkan memakai pakaian perempuan.
e) Exhibitions
Penderita exhibition akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara
memperlihatkan penis secara sengaja kepada perempuan atau anak kecil
yang menurutnya sesuai dengan keinginanya.
f)

Fetihisme
Merupakan pemujaan yang ditujukan pada benda-benda mati atau bagian
tubuh idolanya sampai mendapat kepuasan seksual.

g)

Phedophilia
Merupakan kelainan seksual yang memperoleh kepuasan jika berhubungan
seksual sengan anak kecil atau dibawah umur.
(Dianawati, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Você também pode gostar