Você está na página 1de 6

Disfungsi self regulation

Menurut Boekaerts (2000: 26) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
seseorang kurang mampu untuk mengembangkan Pengaturan diri atau self
regulation yaitu
a. Kurangnya pengalaman dari lingkungan sosial
Kurangnya pengalaman dari lingkungan sosial merupakan faktor yang pertama
yang menyebabkan kegagalan seseorang dalam mengembangkan pengaturan
diri atau self regulation. Seringkali mereka mengalami kesulitan untuk
mengembangkan pengaturan diri (self regulation) disebabkan mereka tumbuh
di rumah atau lingkungan yang tidak mengajarkan mereka untuk melakukan
pengaturan diri (self regulation), mereka tidak diberikan contoh, ataupun tidak
diberikan reward (Boekaerts, 2000: 26 ).

Kurangnya pengalaman dari

lingkungan sosial terutama dari dari keluarga yang merupakan lingkungan


pertama pembentuk keperibadian seseorang, ternyata merupakan faktor
pertama

yang

menyebabkan

seseorang

mengalami

kegagalan

dalam

mengembangkan pengaturan diri atau self regulation. Hal tersebut disebabkan


karena mereka tidak diajarkan untuk melakukan pengaturan diri dan mereka
juga tidak diberikan contoh untuk melakukan pengaturan diri sehingga
mengakibatkan mereka kurang bisa untuk mengatur dirinya sendiri.
b. Sikap apatis (disinterest)
Hal kedua yang menghambat seseorang dalam mengembangkan kemampuan
pengaturan diri (self regulation) bersumber dari dalam dirinya yaitu adanya
sikap apatis (disinterest). Hal ini disebabkan dalam melakukan pengaturan diri
(self regulation) yang efektif dibutuhkan antisipasi, konsentrasi, usaha, refleksi
diri (self reflection) yang cermat (Boekaerts, 2000: 26 ). Sikap apatis seseorang

merupaka

salah

satu

faktor

yang

menghambat

seseorang

untuk

mengembangkan pengaturan diri (self regulation). Hal tersebut dikarenakan


dalam pengaturan diri yang efektif dibutuhkan antisipasi konsentrasi, usaha dan
refleksi diri. Sedangkan seseorang dengan sikap apatis memiliki ciri-ciri tidak
mau menghargai usaha orang lain, ragu-ragu dalam bertindak, tidak
memperdulikan orang lain, tidak bisa bekerjasama dengan orang lain, tidak
mempunyai emosi, lesu, dan tenang, tidak menghiraukan orang lain serta
mudah curiga berlebihan dengan orang lain (Coffield, 1981: 26). Hal itulah
yang

menyebabkan

orang

yang

memiliki

sikap

apatis

sulit

untuk

mengembangkan pengaturan diri (self regulation).


c. Gangguan suasana hati
Gangguan suasana hati, seperti mania atau depresi adalah batasan ketiga yang
dapat menyebabkan disfungsi pengaturan diri (self regulation) (Boekaerts,
2000: 27). Sebagai contoh, seseorang yang mengalami depresi cenderung
menunjukkan perilaku menyalahkan diri sendiri, salah dalam mempersepsikan
hasil perilaku mereka serta bersikap negative.
d. Ketidakmampuan belajar (Learning disabilities)
Hal keempat yang sering dihubungkan dengan disfungsi pengaturan diri (self
regulation) adalah adanya learning disabilities atau ketidakmampuan dalam
belajar, seperti masalah kurang mampu konsentrasi, mengingat, membaca dan
menulis (Boekaerts, 2000: 27). learning disabilities atau ketidakmampuan
dalam belajar, seperti masalah kurang mampu konsentrasi, mengingat,
membaca dan menulis hal-hal tersebut masuk kedalam karakteristik seseorang
tidak menerapkan pengaturan diri atau self regulation dengan baik seperti
kurang mampu konsentrasi hal itulah yang menyebabkan seseorang yang

mengalami

learning disabilities mengalami hambatan untuk melakukan

pengaturan diri.

Regulasi Diri (Self regulation)


Manusia mempunyai kemampuan berpikir, dengan kemampuan tersebut manusia
memanipulasi lingkungan sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan
manusia. Menurut Bandura (1998: 3) akan terjadi strategi reaktif dan proaktif
dalam regulasi diri. Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika
tujuan hampir tercapai, strategi proaktiflah yang menentukan tujuan baru yang
lebih tinggi. Menurut Bandura (1998: 3) ada tiga proses yang dapat dipakai untuk
melakukan pengaturan diri, yaitu memanipulasi faktor eksternal, memonitoring

dan mengevaluasi tingkah laku internal. Tingkah laku manusia merupakan


dipengaruh oleh faktor eksternal dan internal. Bandura mengatakan bahwa faktor
faktor yang mempengaruhi Self regulation dapat terbagi menjadi dua faktor,
yakni faktor eksternal dan faktor internal. Berikut penjelasannya:

1. Faktor Eksternal dalam regulasi diri


Menurut Bandura (1998: 3) ada tiga proses yang dapat dipakai untuk
melakukan

pengaturan

diri,

yaitu

memanipulasi

faktor

eksternal,

memonitoring dan mengevaluasi tingkah laku internal.


Bandura mengatakan bahwa faktor faktor yang mempengaruhi Self
regulation dapat terbagi menjadi dua faktor, yakni faktor eksternal
mempengaruhi regulasi diri dalam dua cara, yaitu pertama faktor eksternal
memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku dan yang kedua faktor
eksternal

mempengaruhi

regulasi

diri

dalam

bentuk

penguatan

(reinforcement). Berikut penjelasannya:


a. faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku
Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi,
membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua dan guru,
serta pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas, anak
belajar mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai diri
(Bandura, 1998: 3). Hal ini menunjukkan bahwa orang tua memiliki andil
yang besar dalam proses kepribadian anak secara umum. Model pola asuh
yang diterapkan orang tua kepada anak-anaknya akan mempengaruhi
kepribadian anak dalam proses perkembangannya. Sehingga kualitas dan
potensi anak untuk mengembangkan diri dapat berawal dari jenis pola
asuh apa yang diterapkan orang tua kepada anaknya tersebut.

b. Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan


(reinforcement).
Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan
insentif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan
penguatan biasanya bekerja sama, dimana ketika orang dapat mencapai
standar tingkah laku tertentu maka butuh penguatan agar tingkah laku
semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan kembali (Bandura, 1998: 3).
Reward digunakan sebagai penguat dari sebuah perilaku yang telah
dilakukan untuk tujuan tertentu. Dukungan dari lingkungan dalam bentuk
sumbangan materi atau pujian dan dukungan orang lain juga diperlukan
untuk menguatkan pengaturan diri.
2. Faktor Internal dalam regulasi diri
Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal, yaitu pertama,
observasi diri (self observation), Kedua, proses penilaian tingkah laku
(judgement process) dan yang ketiga, yaitu respon diri (self response).
a. Observasi diri (self observation)
observasi diri (self observation) dimana individu harus mampu
memonitoring performansinya, walau tidak sempurna karena individu
cenderung menilai beberapa aspek tingkah lakunya dan mengabaikan
tingkah laku yang lainnya (Bandura, 1998: 3).
Seseorang harus memperhatikan secara selektif
perilakunya.

Apa

yang

diperhatikan

seseorang

beberapa

aspek

tergantung

pada

ketertarikan seseorang akan sesuatu atau tujuan ingin dicapainya.


b. Proses penilaian tingkah laku (judgement process)
Proses penilaian tingkah laku (judgement process) adalah melihat
kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah
laku dengan norma standar tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan
pentingnya suatu aktivitas dan memberi atribusi performansi. Standar
pribadi

berasal

dari

pengalaman-pengalaman

mengamati

model.

Berdasarkan sumber model dan performansi yang mendapat penguatan,


maka proses kognnitif menyusun ukuran-ukuran atau norma yang sifatnya
sangat pribadi karena ukuran tersebut tidak selalu sinkron dengan
kenyataan.

Sebagian

besar

aktivitas

harus

dinilai

dengan

membandingkannya dengan ukuran eksternal, bisa berupa norma standar,


perbandingan sosial, perbandingan dengan orang lain atau perbandingan
kolektif (Bandura, 1998: 3).
Proses penilaian dimaksudkan untuk membantu seseorang dalam
mengontrol perilakunya. Seseorang tidak hanya mampu untuk menyadari
dirinya, akan tetapi mampu untuk menilai seberapa berharga tindakan
seseorang berdasarkan tujuan yang telah dibuatnya.
c. Respon diri (self response)
Respon diri (self response) dimana pada akhirnya berdasarkan pengamatan
dan judgment, individu mengevaluasi diri sendiri dan menghadiahi atau
menghukum dirinya sendiri (Bandura, 1998: 3).
Seseorang merespon positif dan negatifnya perilaku tergantung pada
bagaimana perilaku tersebut muncul dipengaruhi oleh standar personal.
Reaksi diri ini menjadi penghubung sebelum diberlakukannya penguatan
diri (reward) atau hukuman diri (punishment).

Você também pode gostar