Você está na página 1de 4

BOPO Turun Belum Tentu Bank Lebih Efisien

Donald Banjarnahor
Jum'at, 10 Agustus 2012 | 19:12 WIB

JAKARTA: Bank Indonesia menyatakan efisiensi perbankan belum tentu meningkat, meskipun
rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional atau BOPO (beban
operasional/pendapatan operasional) mengalami penurunan.
Difi A. Johansyah, Direktur Grup Humas Bank Indonesia (BI), mengatakan bank sentral sedang
mengkaji tren penurunan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang
terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Menurut dia, sekilas angka BOPO tersebut menunjukan
perbaikan tingkat efisiensi perbankan.
Namun perlu digali lebih mendalam apakah penurunan itu karena semakin tingginya
pendapatan operasional terkait masih tingginya bunga kredit atau spread yang semakin lebar,
ujarnya kepada Bisnis hari ini, Jumat (10/8/2012).
Dia menambahkan peningkatan efisiensi baru terjadi apabila penurunan beban operasional lebih
cepat dibandingkan dengan kenaikan pendapatan operasional. Kami harapkan ini bisa menjadi
tren, meskipun 4 bulan belum bisa disimpulkan apakah akan jadi tren. Kami harapkan ini bisa
menjadi tren, ujarnya.
Dalam bebeberapa tahun terakhir, BI menilai perbankan nasional kurang efisien yang tercermin
atas tingginya rasio BOPO bila dibandingkan dengan negara tetangga. Pejabat bank sentral selalu
menekankan perlunya bank mengurangi beban operasional agar BOPO bisa turun hingga di
bawah 80%.

Secara statistik, keinginan bank sentral tersebut terwujud karena sejak Maret hingga Juni 2012,
posisi BOPO industri selalu di bawah 77%. Bahkan BOPO menyentuh 74,68% pada Juni dan
merupakan posisi terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Hal tersebut berbeda dengan kondisi yang terjadi pada tahun lalu hingga Februari 2012 karena
BOPO selalu berada di atas level 84%. Tingkat BOPO sempat menembus 91,78% pada Januari
2012 dan posisi terendah pada April 2011, yakni 84,46%
Dalam data BI terlihat pendapatan bunga bersih industri perbankan periode Januari-Juni 2012
mencapai Rp97,73 triliun, meningkat 16,9% dari setahun sebelumnya. Sementara itu, pendapatan
non bunga mencapai Rp67,2 triliun meningkat 14,3% dari sebelumnya Rp58,79 triliun.
Adapun beban operasional non bunga mencapai Rp109,1 triliun, meningkat 6,57% dari
sebelumnya Rp102,37 triliun. Itu masih ditambah keuntungan non operasional yang mencapai
Rp2,34 triliun turun dari periode sebelumnya yang mencapai Rp6,7 triliun. (sut)

BI: Perbankan Indonesia Jauh Tertinggal di ASEAN


Senin, 25 Juni 2012, 09:53 WIB
Republika/Yogi Ardhi

Halim Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Bank Indonesia (BI) melihat industri perbankan Indonesia


masih jauh tertinggal dibanding bank-bank negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia,
Thailand bahkan Filipina. Hal ini terjadi, meski kinerjanya terus membaik.
"Walaupun mengalami pertumbuhan yang pesat, secara individu hanya terdapat empat bank
umum Indonesia yang masuk 20 besar di kawasan ASEAN," kata Deputi Gubernur BI, Halim
Alamsyah, dalam pelatihan wartawan perbankan dan moneter (Partner) di Bogor, Senin (25/6).
Data BI per 31 Desember 2011 menunjukkan, dari segi total aset, modal, dan kredit, urutan
pertama dan kedua 20 bank terbesar ASEAN dikuasai bank dari Singapura, urutan ketiga sampai
kelima bank dari Malaysia, dan urutan enam sampai delapan bank dari Thailand. Bank asal
Indonesia yaitu Bank Mandiri berada di posisi sembilan, sementara BRI di posisi 11, sementara
BCA dan BNI di posisi 14 dan 15.
Halim mengatakan rendahnya tingkat efisiensi membuat perbankan Indonesia tertinggal dari
bank-bank di ASEAN, seperti terlihat dari rasio BOPO (biaya operasional dibanding pendapatan
operasional) masih kalah jauh dibanding dengan Malaysia, Thailand, apalagi Singapura. Padahal,

kata dia, rasio BOPO-nya sudah turun menjadi 76,7 persen pada April 2012,
Untuk indikator BOPO ini, Indonesia bahkan kalah dibandingkan Vietnam yang mencatat BOPO
sebesar 46,9 persen dan Filipina sebesar 79,6 persen.
Dijelaskan Halim, inefisiensi di sektor perbankan ini, selain disebabkan tingginya biaya dana
(cost of funds) juga disebabkan biaya operasional yang besar. Hal ini terjadi, terutama di bidang
biaya tenaga kerja dan biaya barang dan jasa.
Berdasarkan data BI sampai akhir 2011, biaya tenaga kerja mencapai 1,29 persen dari total aset
perbankan, sementara biaya barang dan jasa mencapai 0,54 persen dari aset. "Bank mengatakan
biaya tersebut merupakan dampak dari upaya penetrasi bank ke seluruh wilayah Indonesia
melalui pembukaan kantor cabang," kata Halim.

Você também pode gostar