Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Apendisitis memiliki angka insidensi tertinggi pada orang yang berasal/memiliki kebudayaan
barat, terutama pada laki-laki dengan rentang usia 10-19 tahun [1]. Hal ini disebabkan pada kasus
orang yang lebih muda, apendiks memiliki jaringan limfoid yang lebih besar. Hal ini
menyebabkan terjadinya apendisitis akibat dari Lymphoid Hyperplasia (dapat disebabkan oleh
obstruksi akibat apapun pada lumen apendiks). Sementara, angka apensitis akan menurun pada
orang yang lebih tua. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya perbesaran lumen apendiks akibat
atrofi dari jaringan limfoid (disebabkan terutama oleh penuaan) menyebabkan kemungkinan
obsruksi dari jaringan limfoid menurun dan menurunkan angka kejadian apendisitis pada orang
yang lebih tua (sekitar 5-10 % kasus apendisitis). Sementara, menurut cohort study yang
dilakukan Terlinder dan Anderson pada imigran Swedia pada 2015, imigran yang berasal dari
Asia dan Afrika memiliki angka insiden apendisitis terendah, sementara imigran yang berasal
dari Amerika Selatan memiliki angka apendisitis tertinggi, baik untuk imigran generasi pertama
maupun imigran generasi kedua (keturunan generasi pertama) [2]. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh genetik dan epigenetik terhadap angka apendisitis. Sementara menurut Azodi
dkk, pengaruh lingkungan lebih berpengaruh pada kasus apendisitis. Hal ini ditunjukkan dengan
kasus apendisitis pada kembar Swedia dan Australia (australia pada penelitian terpisah dengan
hasil yang sama/menyerupai), dimana dapat disimpulkan bahwa pada pria, kasus apendisitis
terutama dipengaruhi oleh lingkungan, pada kasus merokok, sementara pada wanita lebih
disebabkan oleh faktor genetik [3]
Gambar 1. Grafik insiden Apendisitis pada pria dan wanita 2004-2007 ( Sumber http://www.intechopen.com/books/appendicitis-a-collection-ofessays-from-around-theworld/demographic-and-epidemiologic-features-of-acute-appendicitis)
Gambar 2. Apendiks yang dilepas secara pembedahan. Terdapat eksudat dan hiperemi yang seharusnya warna lebih terang dan halus
Sumber : http://library.med.utah.edu/WebPath/GIHTML/GI102.html
Gambar 3. Bagian ujung apendiks yang menghasilkan eksudat serosa berwarna kuning mengkilap yang dibatasi oleh batas hiperemis merah
Sumber http://library.med.utah.edu/WebPath/GIHTML/GI102.html
Pada appendisitis, jaringan meyekresikan exudat fibronopurulen pada serosa (lebih mengkilap).
Selain itu, lumen dapat berisi pus dan kadang bercampur darah. Terjadi perforasi (pelubangan ),
ulserasi mukosal , fecalith dan bahan penyumbat lainnya.
Gambaran Mikroskopis
Pada appendisitis akut, terjadi ulserasi mukosal, peningkatan neutrofil pada muscularis propria
dengan nekrosis, kongesti, dan dapat berisi dari minimal sampai padat. Pada kasus dimana
apendisitis menjadi akut (tidak diobati), mukosa akan menghilang, nampak dinding nekrosis,
fibrosis prominen, jaringan granulasi, pembuluh darah trombosis, dan infiltrasi kronis[4].
Gambar 6. Metabolisme glukosa dan lemak menjadi keton sebagai sumber energi otak saat puasa. Sumber
https://neurorexia.files.wordpress.com/2013/03/1-s2-0-s0197018606000441-gr1.jpg
Pada kondisi puasa, akan terjadi perubahan lemak menjadi asetil ko-a yang mana akan masuk ke
siklus krebs untuk diubah menjadi glukosa atau diubah menjadi asam asetoasetat dan hidroksibutirat yang mana akan menyuplai otak. Pada kondisi DM tipe 1, proses ini akan
berlangsung terus-menerus, menyebabkan terjadinya penumpukan dari benda keton (asetoasetat
dan -hidroksibutirat utama) yang mana dapat menyebabkan perubahan keseimbangan asam basa
dari tubuh yang mana akan menyebabkan kondisi hipereksibilitas pada saraf yang
mengakibatkan peningkatan kemungkinan kerusakan pada saraf yang menghasilkan rasa nyeri[4].
Selain itu, peningkatan keton dapat menyebabkan terjadinya muntah yang dikarenakan
electrolyte imbalance dan gastroparesis akibat tingginya nilai glukosa.
Selain itu, pada kondisi DM, glukosa darah akan sangat tinggi (hyperglikemi). Hal ini akan
memicu terjadinya pengubahan glukosa menjadi sorbitol dan fruktosa. Peningkatan Sorbitol dan
Fruktosa akan menurunkan Myoinositol (sebuah second messenger), mengakibatkan
menurunnya aktivitas dari Na+/K+-ATP-ase yang akan menggangu kerja dan struktur dari
neuron. Hal ini memicu penyebaran abnormal dari sinyal listrik yang menyebabkan rasa nyeri [6].
Rasa sakit abdomen yang bermigrasi ke kuadran kanan bawah (1 poin bila ada)
Anorexia (1 poin)
Mual dan muntah (1 poin)
Rasa lunak pada kuadran kanan bawah (2 poin)
Rebound pain (Nyeri tekan setelah dilepas) (1 poin)
Peningkatan suhu ( 37,3 oC ) (1 poin)
Leukositosis (> 10.000 WBC/mm3) (2 poin)
Terjadi perubahan hitung leukosit kekiri (>75% Neutrofil) (1 poin)
Pasien dengan total nilai >7 memiliki resiko besar mengalami apendisitis sementara pasien
dengan skor <5 memiliki resiko yang sangat rendah. Penilaian ini memiliki tingkat akurasi ~80%
dengan akurasi pada pria 78-92 % dan wanita 58-85%
Penyakit autoimun
Ketidakseimbangan stress oksidatif genetik
Stress
Terbakar matahari
Reaksi neural
Keturunan
Gambar 8. Proses interkonversi monosakarida. Sumber: Fsiologi Guyton dan Hall ed.13
Setelah mengalami interkonversi, glukosa akan memasuki 10 tahapan glikolisis, glukosa akan
dipecah dalam 5 tahap dan kemudian akan diubah menjadi asam piruvat dalam 5 tahap.
Tahap selanjutnya adalah mengubah asam piruvat menjadi asetil koA. Pada tahap ini, tidak
terbentuk ATP, namun atom H+ yang diproduksi akan diubah pada tahap fosfolirasi.
Gambar 10. Proses Fosfolirasi. Sumber: Fsiologi Guyton dan Hall ed.13
Tahap selanjutnya adalah siklus asam sitrat/siklus asam trikarbosilat/siklus krebs. Pada siklus ini,
ATP yang dihasilkan secara langsung hanya 2 (dari perubahan -ketoglutarat menjadi asam
suksinat) akan tetapi, hidrogen yang dilepas sangat banyak, yaitu 24 atom. Atom-atom H akan
kemudian berikatan dengan substrat dan akhirnya masuk kedalam fosfolirasi oksidatif.
Gambar 11. Siklus Krebs. Sumber: Fsiologi Guyton dan Hall ed.13
Substrat-H akan dilepas oleh bantuan enzim dehidrogenase. H yang lepas kemudian akan
berikatan dengan NAD+ membentuk suatu kompleks NADH
Gambar 12. Pembentukan kompleks NADH. Sumber: Fsiologi Guyton dan Hall ed.13
Pada akhirnya seluruh kompleks yang terbentuk akan masuk kedalam siklus asam sitrat, dimana
90% ATP akan diproduksi dalam proses ini. Kurang lebih 66% dari glukosa diubah menjadi ATP
dan 34% sisanya terbuang sebgai panas.
Gambar 13. Fosfolirasi Oksidatif. Sumber: Fsiologi Guyton dan Hall ed.13
Pada kondisi dimana oksigen tidak mencukupi, glikolisis tidak akan berlanjut ke siklus krebs,
akan tetapi terjadi fermentasi dimana Asam piruvat hasil glikolisis akan diubah menjadi asam
laktat oleh enzim laktat dehidrogenase. Apabila asupan oksigen kembali normal, asam laktat
akan diubah kembali menjadi asam piruvat dan masuk kedalam siklus asam sitrat.
Gambar 14. Fermentasi asam piruvat. Sumber: Fsiologi Guyton dan Hall ed.13
Pada kasus glukosa lambat dipecah ( akibat sel tidak aktif), jalur pentosa fosfat (terutama dalam
hati) akan memecah kelebihan glukosa yang diangkut kedalam sel
Gambar 14. Jalur pentosa fosfat. Sumber: Fsiologi Guyton dan Hall ed.13
Glikogenolisis
Pada kasus dimana gula darah menurun, cadangan gula pertama (glikogen) akan dipecah
menjadi glukosa 1 fosfat yang akan masuk kedalam proses glikolisis. Glikogenolisis
terutama diatur oleh glukagon dan insulin. Sementara untuk kondisi lawan-atau-lari,
hormon epinefrin akan memacu terjadinya glikogenolisis.
Glukoneogenesis