Você está na página 1de 17

1.

Kelenjar Tiroid
a. Anatomi
Kelenjar tiroid merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada
leher bagian bawah di sebelah anterior trakea (Gambar 1). Kelenjar ini merupakan
kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang
berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula ini melekatkan tiroid ke laring
dan trakea. Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu
jembatan jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah kartilago kriko idea di leher, dan
kadang-kadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari isthmus di depan laring.

Gambar 1. Kelenar tiroid. Sumber


https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/fd/Illu08_thyroid.jpg/220pxIllu08_thyroid.jpg
Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai
thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap
lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea oblique lamina
cartilage thyroidea, dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6.
Kelenjar tiroid mempunyai panjang 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal
kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah
kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat tinggi ( 5 ml/menit/gram tiroid)
Tiroid dipendarahi oleh arteri thyroidea superior (cabang dari arteri karotid external) dan
arteri thyroidea inferior (cabang trunkus thyrocervical). Arteri superior akan bercabang
menjadi arteri anterior dan posterior, sedangkan arteri inferior akan bercabang menjadi
arteri superior dan inferior. Darah vena dibuang melalui vena thyroidea media dan vena
thyroidea superior, yang nanti akan bermuara ke vena jugularis interna, dan melalui vena
thyroidea inferior. Vena thyroidea inferior berasal dari gabungan vena dan bermuara ke
vena brachiocephalic kiri dan kanan. Sistem limfatik melewati nodi lymphoidei
praelaryngei dan nodilymphoidei pretracheal dan paratracheal. Sistem persyarafan dari
tiroid ada 2, dari simpatik dan parasimpatik. Simpatik berasal dari ganglion cervicalis
superio, inferior, dan mediana dari trunkus simpatikus, sementara parasimpatik berasal
dari nervus laryngeus superior dan reccurans

Gambar 2. Sistem pedarahan dari tiroid. Sumber


https://media1.britannica.com/eb-media/72/122272-004-54FEB627.jpg
b. Histologi
Terdapat 3 ciri utama dari kelenjar tiroid, yaitu folikel, sel folikular, dan sel parafolikular.

Gambar 3. Gambaran Histologis Tiroid Sumber :


https://en.wikipedia.org/wiki/File:Thyoid-histology.jpg
1. Folikel
Merupakan kumpulan sel berdiameter 0,02-0,9 mm. Berperan penting dalam
fungsi utama tiroid. Terdiri atas lapisan luar yang memiliki vaskularisasi yang
banyak, suplai dari sistem limfa dan syaraf, yang mengelilingi pusat dari
koloid yang tediri dari tiroglobulin
2. Sel Folikular
Merupakan sel yang melapisi folikel. Akan menyekresi hormon tiroid T3 dan
T4 apabila dirangsang oleh TSH. Makin aktif sel, maka sel akan berbentuk
lebih kolumnar daripada kuboid.
3. Sel Parafolikuler

Disebut juga sel C karena sitoplasma sel yang jernih. Berfungsi menyekresi
kalsitonin.
c. Patologi Anatomi (Graves disease)
Makroskopis

Gambar 4. Tiroid diffuse hiperplasi pada graves disease.


Sumber http://alf3.urz.unibas.ch/pathopic/e/getpic-fra.cfm?id=003081
Pada orang yang terkena hipertiroidisme Graves, terjadi pembesaran tiroid
(sampai 150 gr), berwarna kemerahan dan akan permukaan berbentuk mirip
pankreas.

Mikroskopis

Gambar 5. Grave Disease. Sumber


http://www.pathologyoutlines.com/imgau/thyroid/ThyroidGravesBychkov06.jpg
Pada hipertiroid, terjadi hiperplasi dan hipertropi sel folikular diikuti dengan
retensi bentuk lobular dan kongesti vaskuler prominen. Sel folikuler
berbentuk tinggi dengan papilla dan biasanya tidak memiliki inti
fibrofaskular. Nukleus berbentuk bulat, biasanya terpolarisasi, jarang
bertumpuk, koloid pucat dengan scalloped margin.
2. Krisis Tiroid
a. Definisi
Krisis tiroid atau thyrotoxic storm, merupakan komplikasi jarang yang bersifat fatal
dari hipertiroidisme. Biasanya terjadi pada pasien yang menderita tirotoksikosis
namun tidak dirawat atau dirawat secara sebagian yang dikemudian hari menjalani
precipitating event seperti infeksi, trauma, atau pembedahan. Krisis tiroid ditandai
dengan manifestasi berlebihan dari tirotoksikosis (hiperpirksia, takikardi, muntah,
mual, diare, agitasi. Terkadang dapat terjadi gagal jantung dan mipkard infark.
Penyebab utama dari krisis tiroid adalah Graves disease atau toxic multinodular
goiter (Plummers disease) [1].
b. Gejala dan Tanda Klinis
Pada kasus krisis tiroid, terdapat beberapa gejala kardinal seperti hiperthermia yang
berlebihan terhadap infeksi dan berkeringat dalam jumlah besar. Hipertermia dalam
krisis tiroid dapat menandakan termoregulasi defektif dari hipotalamus atau
peningkatan basal metabolic rate dimana terjadi peningkatan oksidasi lemak untuk
memenuhi laju metabolik dasar (lemak dapat menyumbang sampai 60% nilai resting
energy expenditure pada krisis tiroid). Gejala lain adalah takikardi yang tidak
proporsional dengan demam yang ada (tidak sesuai 1oC meningkat 8 detak per menit),
gangguan gastrointestinal (mulai dari mual, muntah, dan diare; Termasuk jaundice
pada kasus yang parah). Tahap lanjutan dari krisis tiroid dapat ditandai dengan
gangguan sistem saraf pusat yang dapat meliputi agitasi dan ketidakseimbangan
emosi, kebinguangan, paranoia, psikosis, dan koma. Selain itu, pasien juga dilaporkan
mengalami status epilepticus (kondisi dimana pasien menderita serangan epilepsi
tanpa ada fase tenang diantaranya) dengan stroke dan infark ganglia basalis bilateral.
Pada krissi tiroid, terdapat manifestasi dari krisis di beberapa sistem organ, antara
lain[3] :
Manifestasi Kardiovaskular
Gejala utama dari manifestasi kardiovaskular adalah gangguan ritme jantung
seperti sinus takikardi, fibrilasi atrial, supraventricullar tachyarythmia
lainnya, dan (sangat jarang) ventricular tachyarrythmia yang dapat dilihat
pada pasien tanpa gangguan jantung sebelumnya. Gejala lain adalah
Congestive Heart Failure atau Reversible Dilated Cardiomyopathy dapat
terjadi pada pasien muda dan paruh baya tanpa penyakit jantung dahulu. Pada
kasus krisis tiroid, terjadi peningkatan tekanan darah. Hal ini disebabkan efek
dari triiodotironin menyebabkan relaksasi atrial dan dan penurunan resistensi

vaskular, menyebabkan peningkatan cardiac output. Mekanisme biokimia


reaksi ini dapat dilihat dari bagan berikut ini

Gambar 8. Peran tiroid dan sistem renin angiotensin dalam manifestasi sistem kardiovaskular
dan sistem renal. TTHH, hormon tiroid; AT1R dan AT2R , angiotensin I reseptor dan angiotensin
reseptor 2.
Sumber: Vargas,2015

Dari bagan, dapat dilihat bahwa hormon tiroid dapat menurunkan resistensi
perifer dengan cara menghambat reseptor angiotensin 1 dan meningkatkan
kerja reseptor angotensin 2 sehingga menurunkan resistensi perifer. Selain itu,
efek dari T3 adalah peningkatan kontraktilitas dari jantung, meningkatkan
preload jantung Hal ini menyebabkan peningkatan cardiac output yang mana
dapat menyebabkan hipertensi sistolik tipe cardiogenic hypertension. Pada
kasus hipertiroid juga terjadi peningkatan kebutuhan oksigen sehingga dapat
terjadi infark miokardial. Komplikasi yang relatif jarang pada hipertiroid
berat adalah hipertensi pulmonal, yang disangka berada di dasar autoimun bila
dikaitkan dengan penyakit Graves, tetapi yang juga mungkin sekunder
peningkatan volume darah, cardiac output, dan nada simpatik, yang mengarah
ke vasokonstriksi paru dan peningkatan tekanan arteri paru. Kondisi ini
biasanya reversibel setelah pengobatan dengan obat antitiroid. Alasan lain
yang mungkin untuk hipertensi pulmonala adalah embolisme paru
Manifestasi Respiratorik

Gejala paru utama adalah dyspnea dan takipnea terkait dengan peningkatan
kebutuhan oksigen. Pekerjaan yang berlebihan dari otot-otot pernapasan
mungkin akhirnya menyebabkan disfungsi diafragma. gagal napas dapat
terjadi akibat hiperdinamik cardiomyopathy tetapi juga dari penyakit paru
yang mendasarinya sudah ada sebelumnya.
Manifestasi Gastrointestinal

Gejala yang paling umum adalah diare dan muntah, yang dapat memperburuk
deplesi volume, hipotensi postural, dan shock dengan kolaps pembuluh darah.
diffuse sakit perut, mungkin disebabkan oleh gangguan regulasi
neurohormonal lambung disertai penundaan pengosongan lambung,bahkan
dapat menyebabkan seperti obstruksi usus atau perut akut . Kelainan fungsi
hati dan kehadiran penyakit kuning memrlukan terapi segera dan kuat.
Meskipun sebagian besar presentasi dari sakit perut akut pada tirotoksikosis
adalah secara medis alami, kondisi bedah juga dapat terjadi.
Manifestasi Renal dan Gangguan Elektrolit
Peningkatan kadar kalsium serum, disebabkan oleh peningkatan
hemokonsentrasi dan efek dari hormon tiroid pada resorpsi tulang. Natrium,
kalium, dan klorida biasanya normal. Karena lipolisis dan ketogenesis
meningkat, dan tuntutan metabolisme basal yang melebihi pengiriman
oksigen, ketoasidosis dan asidosis laktat yang diamati. Hipertiroidisme sering
dikaitkan dengan laju filtrasi glomerulus dipercepat, yang dapat berkembang
menjadi glomerulosklerosis dan proteinuria yang berlebihan. Ada laporan
kasus gagal ginjal yang disebabkan oleh rhabdomyolysis, retensi urin
berhubungan dengan dysynergy dari otot detrusor dan disfungsi kandung
kemih, dan autoimun kompleks-dimediasi nefritis bersamaan dengan penyakit
Graves.
Manifestasi Hematologis
Leukositosis moderat dengan pergeseran ringan ke kiri merupakan temuan
umum, bahkan tanpa adanya infeksi. Hipertiroidisme mungkin berhubungan
dengan hiperkoagulabilitas yang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi
fibrinogen, faktor VIII dan IX, plasminogen jaringan activator inhibitor 1,
faktor von Willebrand, peningkatan massa sel darah merah sekunder untuk
erythropoietin upregulation, dan kecenderungan untuk platelet augmented
pasang formasi. Komplikasi tromboemboli utama bertanggung jawab untuk
18% dari kematian akibat tirotoksikosis.

c. Epidemiologi dan Faktor Penyebab


Perkiraan pasti dari krisis tiroid mustahil ditentukan karena tingginya variabilitas dari
kriteria diagnosis. Krisis tiroid itu sendiri jarang dengan angka insiden 0,2 per
100.000 populasi dan sekitar 1-2% dari total pasien dengan hipertiroidisme [2]
Tirotoksikosis memiliki prevalensi tiga sampai lima kali lebih tinggi pada perempuan,
terutama pada anak usia pubertas. Dapat diasumsikan bahwa krisis tiroid lebih banyak
terjadi pada perempuan karena angka kejadian krisis tiroid terikat pada jumlah kasus
tirotoksikosis, akan tetapi tidak ada data yang menyatakan angka krisis tiroid
berdasarkan gender. Tirotoksiskosis terjadi pada berbagai umur, akan tetapi kasus
tirotoksikosis lebh prevalen dalam usia sepuluh sampai lima belas tahun, maka
diasumsikan bahwa krisis tiroid lebih banyak terjadi pada golobgan usia ini. Krisis
tiroid jarang terjadi setelah pembedahan kelenjar tiroid karena adanya pemberian obat
anti tiroid pada prosedur pra-operasi. Akan tetapi, tiroktosikosis dapat terjadi pada
operasi nontiroidal atau trauma pada kasus undiagnosted thyrotoxicosis. Krisis dapat

terjadi pada kejadian perioperatif, seperti anasthesia, stress, dan deplesi volume cairan
tubuh karena hal ini menyebabkan peningkatan kadar tiroid bebas. Krisis tiroid juga
dapat terjadi pada kehamilan, persalinan, dan persalinan yang terdapat komplikasi
seperti pada persalinan dengan placenta previa. Pengeluaran hormon secara akut juga
dapat menyebabkan krisis tiroid. Hal lain yang dapat menyebabkan krisis tiroid
adalah terapi iodin radioaktif, penghentian dari terapi propiltiouracil, dan pemberian
lithium, iodin stabil, dan pewarna kontras teriodinisasi. Hal lain yangdapat
meningkatkan konsentrasi T3 dan T4 adalah infeksi, stress, terapi sitotoksik untuk
leukimia, terbakar, overdosis aspirin, ketoasidosis, dan keracunan organofosfat.
Amiodarone, obat anti ritmitik dan anti angina juga dapat menyebabkan tirotoksikosis
atau tiroiditis dekstruktif.
d. Diagnosis

Gambar 5. Tanda dan gejala dari krisis tiroid


Krisis tiroid merupakan diagnosis klinis bagi orang dengan hipertiroidisme yang
telah ada. Dalam menentukan apakah seseorang menderita krisis tiroid, hal yang
utama dalam pemeriksaan adalah sistem termoregulasi (kenaikan suhu), sistem
kardovaskular (mulai dari takikardi sampai fibrilasi atrial dan gagal jantung
kongestif), sistem saraf pusat (mulai dari agitasi sampai koma), dan sistem
gastrointestinal-hepatik (mulai dari muntah sampai kekuningan. Untuk diagnosis
dari pemeriksaan lab, serum T3 dapat berada dalam kondis normal, maka dari itu
penegakan diagnosis perlu diambil dari manifestasi klinik. Hal lain yang dapat
dinilai dari hasil lab adalah adanya hiperglisemi ringan akibat adanya peningkatan
glikogenolisis dan penekanan insulin oleh katekolamin. Pada kasus kronis, dapat
terjadi hipoglikemia. Pengaruh tiroid ke hati akan menyebabkan peningkatan
SGPT dan SGOT serta bilirubin. Dapat juga terjadi peningkatan serum alkaline
fosfat akibat peningkatan kegiatan osteoblastik tulang.

Tabel 1. Sistem penilaian Burch dan Wartofsky untuk krisis tiroid.


Sumber : Tintinalli 2015
Penilaian untuk krisis tiroid dapat menggunakan sistem skoring oleh Burch dan
Wartofsky (tabel diatas) dengan ketentuan ,25 menyatakan kemungkinan kecil
adanya krisi tiroid, 25-44 menyatakan ada kemungkinan krisi tiroid dan .45
menyatakan kemungkinan besar terjadi krisi tiroid.
e. Terapi
Ada 4 tahap dalam terapi krisi tiroid, yaitu:
1) Terapi yang diarahkan terhadap kelenjar tiroid
Penghambatan sintesis baru dari hormon tiroid dicapai dengan pemberian obat
antitiroid thionamide, seperti karbimazol, methimazole (Tapazole), dan
propylthiouracil.Obat ini pada pasien koma atau tidak kooperatif diberikan
oleh nasogastric atau per rektum sebagai enema atau supositoria. Menurut
pedoman baru diterbitkan oleh American Thyroid Association dan Clincal
Endocrinology Association, propylthiouracil dapat dimulai dengan dosis 500
sampai 1000 mg diikuti oleh 250 mg setiap 4 jam, dan methimazole harus
diberikan pada dosis harian 60 sampai 80 mg. Propylthiouracil akan
memberikan perbaikan klinis yang lebih cepat karena memiliki keuntungan
tambahan menghambat konversi T4 ke T3, properti tidak dimiliki oleh
methimazole. Karena thionamides mengurangi sintesis hormon baru tapi tidak
sekresi thyroidal yang telah ada, pengobatan terpisah harus diberikan untuk
menghambat proteolisis dari koloid dan pelepasan T4 dan T3 ke dalam darah.
Baik yodium anorganik atau lithium karbonat dapat digunakan untuk tujuan
ini. Iodida dapat diberikan baik secara oral sebagai solusi Lugol atau sebagai
larutan kalium iodida (3-5 tetes setiap 6 jam Adalah penting bahwa yodium
harus diberikan tidak lebih cepat dari 1 jam setelah dosis thionamide

sebelumnya. Jika tidak yodium akan meningkatkan sintesis hormon tiroid,


memperkaya produksi hormon dalam kelenjar, dan dengan demikian
memungkinkan lanjutan dari tirotoksikosis. Ketika yodium diberikan
bersamaan dengan dosis penuh obat antitiroid, penurunan cepat kadar T4
serum terlihat, dengan nilai mendekati normal berkisar dalam 4 atau 5 hari.
Agen lain yang secara teoritis dapat digunakan dengan cara ini adalah kontras
pewarna radiografi ipodate (Oragrafin) dan asam iopanoic (Telepaque), yang
bertindak tidak hanya dengan mengurangi pelepasan hormon tiroid tetapi juga
dengan memperlambat konversi perifer T4 ke T3, serta mungkin menghalangi
mengikat kedua T3 dan T4 ke reseptor sel mereka. Pada pasien yang mungkin
alergi terhadap yodium, lithium karbonat dapat digunakan sebagai alternatif.
Lithium harus diberikan awalnya sebagai 300 mg setiap 6 jam, dengan
penyesuaian berikutnya dosis yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat
lithium serum sekitar 0,8 sampai 1,2 mEq / L.
2) Terapi yang menurunkan kadar dan fungsi T3 dan T4 dari perifer
Mengingat keberadaan dan kemungkinan tingkat tinggi beredar T4 dan T3
dalam besar pembuluh darah dan ruang distribusi jaringan, dalam pengobatan
kasus yang parah dengan antitiroid obat saja tidak cukup. Plasmapheresis dan
pertukaran plasma terapeutik terapi alternatif yang efektif, yang dapat
mengurangi kadar T4 dan T3 dalam waktu 36 jam. Plasma atau solusi albumin
yang diberikan selama terapi pertukaran plasma menyediakan situs pengikatan
baru untuk mengurangi tingkat sirkulasi hormon tiroid bebas. Namun, efek ini
bersifat sementara dan berlangsung hanya sekitar 24 sampai 48 jam, dan
dengan demikian harus diikuti oleh terapi lebih definitif. Tiroidektomi awal
telah dilaporkan untuk mengurangi angka kematian dari 40% sampai 20%
dalam pengobatan standar menjadi kurang dari 10%. Dialisis peritoneal atau
hemoperfusion eksperimental melalui tidur resin atau arang kolom juga telah
digunakan. Tambahan terapi lain adalah pemberian oral resin cholestyramine,
yang mengakibatkan penghapusan T4 dan T3 oleh tiroid yang mengikat
hormon memasuki usus melalui resirkulasi enterohepatik, dengan ekskresi
berikutnya kompleks resin-hormon. Hughes adalah yang pertama untuk
mengobati pasien dengan krisis thyrotoxic dengan b-adrenergik blocker untuk
memperbaiki manifestasi dari kelebihan hormon tiroid. Propranolol adalah
paling umum digunakan di Amerika Serikat. Dosis oral 60 sampai 80 mg
setiap 4 jam atau dosis intravena 0,5 sampai 1 mg diikuti dengan dosis
berikutnya dari 2 sampai 3 mg diberikan secara intravena selama 10 sampai
15 menit setiap beberapa jam direkomendasikan bersama konstan pemantauan
irama jantung. Mungkin ada manfaat teoritis berasal dari efek penghambatan
propranolol atas konversi T4 ke T3, tapi dampak yang signifikan terlihat
hanya dengan dosis oral yang lebih tinggi dari 160 mg / d. Penggunaan beta
blockers tidak hanya mengoreksi denyut jantung dan mengurangi kebutuhan
oksigen dari otot jantung, tetapi juga menurunkan agitasi, kejang, perilaku
psikotik, tremor, diare, demam, dan diaphoresis. Pada beberapa pasien,

mungkin ada risiko relatif atau kontraindikasi untuk penggunaan agen ini.
Pada pasien dengan riwayat bronkospasme atau asma dan pengobatan dengan
baik selektif b1-blocker atau reserpin guanethidine harus dipertimbangkan
sebagai gantinya. Sebuah blocker short-acting b-adrenergik, esmolol, juga
telah berhasil digunakan dalam pengelolaan krisi tiroid. Dosis awal 0,25-0,5
mg / kg diikuti dengan infus 0,05-0,1 mg / kg per menit. Obat penting lainnya
dengan potensi terapi tinggi dan kemampuan sederhana untuk menghambat
konversi perifer T4 ke T3 adalah steroid. Awal dosis 300 mg hidrokortison
diikuti oleh 100 mg setiap 8 jam selama 24-36 jam harus memadai. Krisis
tiroid telah dilaporkan kambuh saat steroid telah dihentikan setelah perbaikan
klinis awal. Alasan di balik penggunaan rutin steroid mungkin teoritis dan
belum terbukti, tapi berkaitan dengan kemungkinan insufisiensi adrenal relatif
sekunder untuk meningkatkan metabolisme lebih cepat kortisol. Beberapa
pihak telah menyarankan bahwa administrasi tambahan dari 1a (OH) vitamin
D3 mungkin mempercepat pengurangan T4 serum dan T3. Dalam penelitian
terbaru, administrasi 2 g / d L-karnitin dalam krisis thyrotoxic memfasilitasi
pengurangan dosis dari methimazole. Mekanisme tampaknya terkait dengan
penghambatan oleh L-carnitine dari T3 dan T4 masuk ke inti sel. Meskipun
temuan awal menjanjikan, percobaan tambahan untuk terapi memerlukan
konfirmasi.
3) Terapi terhadap sistem yang dekompensasi
Deplesi cairan disebabkan oleh hiperpireksia dan diaphoresis, serta muntah
atau diare, harus diganti untuk menghindari kolaps pembuluh darah. Cairan
yang tepat akan mengobati hiperkalsemia ,bila ada. Penggantian bijaksana
cairan diperlukan pada pasien usia lanjut dengan gagal jantung kongestif atau
kompromi jantung lainnya. Cairan infus yang mengandung 10% dekstrosa
(selain elektrolit) akan lebih baik mengembalikan glikogen hati yang habis.
Suplemen vitamin dapat ditambahkan ke intravena yang untuk menggantikan
kekurangan yang berdampingan. Hipotensi tidak mudah diperbaiki dengan
hidrasi yang memadai sehingga mungkin memerlukan pressor dan / atau terapi
glukokortikoid. Untuk demam, acetaminophen daripada salisilat adalah
antipiretik yang dianjurkan, karena salisilat menghambat ikatan hormon tiroid
dan dapat meningkatkan T4 bebas dan T3, sehingga secara sementara
memperburuk krisis thyrotoxic. Hipertermia juga merespon baik untuk
pendinginan eksternal dengan spons alkohol, pendingin selimut, dan ice
packs. Beberapa peneliti menganjurkan penggunaan rangka relaksan otot
dantrolen, tapi risiko yang signifikan terkait dengan penggunaannya tidak
direkomendasi rutin. Ketika hadir, gagal jantung kongestif harus dicek secara
rutin. Meskipun kurang umum digunakan saat ini, ketika digoxin digunakan,
dosis yang lebih besar dari dosis biasa mungkin diperlukan karena
peningkatan turnover dalam kondisi tirotoksikosis

4) Terapi terhadap penyakit penyebab


Terapi ini tidak lengkap kecuali diagnosis pencetus dibuat dan pengobatan
untuk penyakit yang mendasari diimplementasikan. Ini bukan masalah dalam
kasus-kasus yang jelas seperti trauma, operasi, persalinan, atau penarikan
obat antitiroid prematur diketahui telah menjadi pemicu dari thyrotoxic krisis,
dan yang mungkin tidak memerlukan manajemen tambahan. Namun, ketika
tidak ada faktor pencetus terakhir adalah jelas, pencarian untuk beberapa
fokus infeksi
harus dilakukan. Kultur rutin urine, darah, dan dahak harus diperoleh
pada pasien thyrotoxic demam, dan kultur dari situs lain dapat dibenarkan
dengan alasan klinik. Antibiotik spektrum luas secara empiris mungkin
diperlukan awalnya sambil menunggu hasil kultur. Kondisi seperti
ketoasidosis, tromboemboli paru, atau stroke mungkin mendasari krisis
thyrotoxic, terutama pada pasien obtunded atau psikotik, dan membutuhkan
manajemen yang kuat dan rutin.

f. Prognosis
Bahkan dengan diagnosis dini, kematian dapat terjadi, dan angka kematian dilaporkan
memiliki
berkisar antara 10% sampai 75% pada pasien rawat inap. Pada kebanyakan pasien
yang
bertahan dalam krisis thyrotoxic, perbaikan klinis berkembang pesat dan diamati
dalam
24 jam pertama. Selama periode pemulihan beberapa hari ke depan, terapi pendukung
seperti kortikosteroid, antipiretik, dan cairan intravena dapat dikurangi berdasarkan
status pasien, asupan oral kalori, cairan tubuh, stabilitas vasomotor, dan perbaikan
berkelanjutan. Setelah krisis telah diatasi, perhatian dapat beralih ke pertimbangan
pengobatan definitif tirotoksikosis.
Apabila tiroidektomi dipertimbangkan, tirotoksikosis harus telah diobati sebelum
operasi, untuk menghindarkan kemungkinan kambuh selama operasi. Tiroidektomi
total adalah prosedur pilihan. Yodium radioaktif sebagai pengobatan definitif sering
dihindari oleh penggunaan baru- yodium anorganik yang masih baru diberikan pada
hampir semua kasus krisis, tetapi bisa dipertimbangkan pada kemudian hari, terapi
thionamide antitiroid dilanjutkan untuk memulihkan dan menjaga euthyroidism
sampai waktu seperti terapi ablatif dapat diberikan.
Melanjutkan pengobatan dengan obat antitiroid saja, dengan harapan pasien
mempertahankan remisi spontan, juga mungkin.

g.

Diagnosis Banding

Tabel 2. Diagnosis banding untuk krisis tiroid

h. Tes Laboratorium
Dalam pemeriksaan krisi tiroid ada beberapa tes yang dapat dilakukan, yaitu
1) Kadar T4 meningkat, Kadar T3 meningkat (tirotoksikosis)
2) Tirotropin Reseptor Assay (TSIs) : berfungsi untuk menegakkan diagnosis
Grave disease.
3) Tes faal hati : Monitoring kerusakan hati karena penggunaan obat antitiroid
seperti thioamides.
4) Pemeriksaan Gula darah : Pada pasien diabetes, penyakit grave dapat
memperberat diabetes, sebagai hasilnya dapat terlihat kadar A1C yang
meningkat dalam darah.
5) Kadar antibodi terhadap kolagen XIII menunjukan Grave Oftalmofati yang
sedang aktif.
Sementara, pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah:
1) Foto Polos Leher : Mendeteksi adanya kalsifikasi, adanya penekanan pada
trakea, dan mendeteksi adanya destruksi tulang akibat penekanan kelenjar
yang membesar.
2) Radio Active Iodine (RAI) : scanning dan memperkirakan kadar uptake
iodium berfungsi untuk menentukan diagnosis banding penyebab hipertiroid.
3) USG : Murah dan banyak digunakan sebagai pemeriksaan radiologi pertama
pada pasien hipertiroid dan untuk mendukung hasil pemeriksaan laboratorium
4) CT Scan : Evaluasi pembesaran difus maupun noduler, membedakan massa
dari tiroid maupun organ di sekitar tiroid, evaluasi laring, trakea (apakah ada
penyempitan, deviasi dan invasi).
5) MRI : Evaluasi Tumor tiroid (menentukan diagnosis banding kasus
hipertiroid)
6) Radiografi nuklir : dapat digunakan untuk menunjang diagnosis juga sebagai
terapi.
7)
i. Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain
hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada
tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atai diplopia akibat
oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan curah
jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot
proksimal.1 Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid yang
jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun yang mengalami
henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit dilakukan pemeriksaan sampel
darah sebelumnya. Hal yang mengejutkan adalah kadar plasma glukosa mencapai 14
mg/dL dan kadar asam laktat meningkat hingga 6,238 mM. Dengan demikian, jika
krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan normotermi hipoglikemik dan asidosis
laktat, perlu dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini

karena kondisi ini memerlukan penanganan kegawatdaruratan. Penting pula untuk


menerapkan prinsip-prinsip standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik.
j. Pencegahan
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri
dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya struma adalah :
Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku
makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium
Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut
Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah
dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk
menghindari hilangnya yodium dari makanan
Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini
memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat
terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida
diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang
mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum.
Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah
endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria
berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui
yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya
bervariasi sesuai umur dan kelamin.
Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun
sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk
anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit,
mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas
penyakit yang dilakukan melalui beberapa cara yaitu :
Diagnosis
Penatalaksanaan Medis
3) Pencegahan Tertier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial
penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut :
Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan
mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran.
Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan

Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar
dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui
melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan
rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi
aesthesis yaitu yang berhubungan dengan kecantikan.

k. Etiologi
a Pelepasan seketika hormone tiroid dalam jumlah yang besar. Pelepasan tiba-tiba
hormon tiroid diduga dapat menyebabkan manifestasi hipermetabolik yang terjadi
selama krisis tiroid, namun analisis laboratorium T3 & T4 mungkin tidak nyata
dalam fenomena ini.
b Hiperaktivitas adrenegik. Telah banyak diketahui bahwa hormon tiroid dan
katekolamin saling mempengaruhi satu sama lain. Walaupun masih belum pasti
apakah efek hipersekresi hormon tiroid atau peningkatan kadar katekolamin
menyebabkan peningkatan sensitivitas dan fungsi organ efektor. Namun interaksi
tiroid katekolamin dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan reaksi kimia,
meningkatkan konsumsi nutrien dan oksigen, meningkatkan produksi panas,
perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan status katabolik.
c Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan. Lipolisis berlebihan,
peningkatan jumlah asam lemak mengoksidasi dan menghasilkan energi panas yang
berlebih yang sulit untuk dihilangkan melalui jalan vasodilatasi. Energi ini bukan
berbentuk adenosin trifosfat pada tingkat molekuler, dan juga tidak dapat digunakan
oleh sel.
Walaupun etiologinya belum jelas, namun terdapat beberapa faktor yang disinyalir
memicu krisis tiroid, diantaranya : infeksi, trauma, pembedahan non tiroid,
tiroidectomi, reaksi insulin, kehamilan, pemberhentian terapi anti tiroid mendadak,
hipertiroid yang tidak terdiagnosa, factor psikologis.
Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik.
Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit
Graves.Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan komplikasi
dari operasi tiroid. Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi kelenjar tiroid selama
operasi pada pasien hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat terjadi sebelum, selama, atau
sesudah operasi. Operasi umumnya hanya direkomendasikan ketika pasien
mengalami penyakit Graves dan strategi terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai
adanya kanker tiroid. Krisis tiroid berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat
menyebabkan kematian.

Analisis masalah
a. Bagaimana aloanamnesis terhadap kasus?
b. Berapa frekuensi BAB yang normal dalam sehari?

Berdasarkan asosiasi gastroenterologi amerika, frekuensi BAB normal adalah tiga kali sehari
sampai dengan tiga kali seminggu
c. Bagaimana konsistensi feses yang normal?
Berdasarkan Bristol Stool Scale (terlampir), feses normal adalah tipe 3 dan 4 sementara tipe 1
dan 2 konstipasi dan 5,6,7 cenderung diare.

d. Apa saja klasifikasi dari diare?


Berdasarkan WHO (2013), terdapat 3 jenis diare, yaitu
Acute watery diarrhoea, yaitu diare yang berlangsung selama beberapa hari atau
jam. Termasuk kolera. Biasanya disebabkan enterotoxigenic E. coli (ETEC),
infeksi Giardia atau Cryptosporadium, atau keracunan toksin B. cereus atau S.
aureus.
Acute bloody diarrhoea, yaitu diare yang mengandung darah, termasuk disentri
Persistant diarrhoea, diare yang berlangsung selama lebih dari 14 hari
e. Bagaimana gejala klinis krisis tiroid?
f. Bagaimana tatalaksana krisis tiroid? (termasuk farmakoterapi dan nonfarmakoterapi,
asupan gizi, edukasi, nya)
g. Apa komplikasi krisis tiroid?
h. Apa diagnosis banding dari kasus?

Você também pode gostar