Você está na página 1de 10

LAPORAN MK.

EKOLOGI PERTANIAN (AGH320)


IDENTIFIKASI KOMPONEN AGROEKOSISTEM BERBAGAI
TANAMAN DI KEBUN PERCOBAAN LEUWIKOPO
KELOMPOK 4
Majesta Esa Sofian
Gazevati Putri Adelis
Muhamad Ramdan
Asti Kusriyanti
Irsyadul Ibad
Chintya Dwi Septianingrum

A24130092
A24140013
A24140043
A24140096
A24140142
A24141083

Asisten :
Abil Dermail
A24120003
Adi Eka Pradipta A.
A24130014
Soefi Nastri Agustiani A.
A24140015
Andi Azhari Putra
A24140060
Dosen :
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Prof. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS
Dr. Ir Maya Melati, MS, MSc
Hafith Furqoni, SP, MSi

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan pertanian sangat erat kaitannya dengan kualitas lingkungan yang
dikelola. Kualitas lingkungan seperti tanah, air, dan vegetasi dikelola sedemikian
rupa sehingga menunjang hasil pertanian yang maksimal. Input pertanian seperti
pupuk kimia, kapur, dan pestisida diberikan dalam jumlah banyak untuk
meningkatkan hasil panen produk pertanian seperti yang dilakukan petani
Indonesia saat revolusi hijau. Peningkatan hasil panen produk pertanian terlihat
sangat nyata seiring dengan banyaknya faktor input yang diberikan. Namun dalam
jangka panjang ternyata berdampak pada penurunan kualitas lingkungan. Namun
seiring berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan, kini pengelolaan input
pertanian sudah mulai memperhatikan dampak lingkungannya dalam jangka
panjang. Dampak kualitas lingkungan ini telah berkembang dan dipelajari khusus
dalam Ilmu ekologi pertanian.
Lahan pertanian yang telah digunakan sejak dahulu harus diperhatikan
kualitas ekologinya. Kesuburan tanah akan menurun jika terus menerus dilakukan
usaha tani. Untuk menjaga kesuburan tanah tersebut maka diberikanlah pupuk
dalam dosis rekomendasi tertentu yang ramah lingkungan. Keadaan ekologi
berbagai tempat cukup beragam tergantung lokasi topografi, iklim, dan
penggunaan lahan. Dalam skala mikro, keadaan ekologi beberapa tempat di kebun
percobaan Leuwikopo berbeda-beda tergantung pemanfaatannya.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengenal dan mendeskripsikan teknik
budidaya terkait manipulasi komponen biotik dan abiotik pada agroekosistem
berbagai tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lahan Percobaan Dasar-Dasar Agronomi


Lahan percobaan untuk mata kuliah dasar-dasar agronomi merupakan salah
satu areal di Kebun Percobaan Leuwikopo yang digunakan oleh mahasiswa dalam
melaksanakan praktikum. Ekosistem yang ada pada lahan ini merupakan
ekosistem yang terpengaruh oleh campur tangan manusia. Beberapa kegiatan yang
mempengaruhi iklim mikro pada lahan ini diantaranya pengolahan tanah sebelum
tanam, pemberian kapur, pengaturan jarak tanam, penyemprotan pestisida, dan
lain-lain.
Komponen abiotik yang menyusun ekosistem di lahan diantaranya
bebatuan, tanah, kelembaban, air, serta udara. Komponen abiotik ini secara
langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi komponen biotik yang ada di
lahan tersebut. Beberapa komponen biotik yang ada antara lain tanaman
percobaan, gulma, serta serangga. Interaksi antar komponen biotik ini ada yang
bersifat positif dan juga negatif. Serangga yang membantu penyerbukan tanaman
akan merupakan contoh interaksi positif. Sedangkan tanaman dengan gulma
bersifat negatif. Menurut Sembodo (2010) gulma memiliki daya rusak yang
sangat tinggi terhadap tanaman budidaya karena sifat-sifatnya yang unggul. Sifatsifat tersebut antara lain adalah penguasaan areal yang baik, bijinya mengalami
dormansi, daya adaptasinya sangat tinggi, dan penyebarannya yang luas.
Terdapat beberapa komunitas tanaman pangan yang ditanam pada lahan
dasar-dasar agronomi yaitu jagung, kacang tanah, kacang hijau dan kedelai.
Terdapat dua pola penanaman pada lahan percobaan yaitu sistem monokultur dan
polikultur. Wirosoedarmo (1985) menyatakan monokultur adalah penanaman satu
jenis tanaman pada lahan dan waktu penanaman yang sama. Sedangkan polikultur
atau tumpang sari adalah penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dan
waktu yang sama. Masing-masing komoditas tanaman ditanam secara monokultur.
Setiap komoditas ditanam dalam sebuah petak berukuran 10 x 7.5 m yang terbagi
di lahan tersebut. Komoditas jagung ditanam dengan jarak tanam 20 x 80 cm,
sedangkan kacang tanah, kacang hijau, dan kedelai menggunakan jarak tanam 20
x 40 cm.

Komoditas yang ditanam secara tumpang sari adalah jagung dan kacang
tanah. Umumnya sistem tumpangsari lebih menguntungkan dibandingkan sistem
monokultur karena produktivitas lahan menjadi lebih tinggi, jenis komoditas yang
dihasilkan beragam, hemat dalam pemakaian sarana produksi serta memperkecil
resiko kegagalan panen. Pada lahan percobaan dasar-dasar agronomi terlihat jarak
tanaman tumpang sari antara jagung dan kacang tanah cukup sempit dengan
populasi 374 tanaman jagung dan 748 tanaman kacang tanah pada lahan seluas 75
m2. Aerasi udara menjadi lebih terhambat sehingga kelembaban menjadi
meningkat. Hal ini tentu berpotensi meningkatkan pertumbuhan cendawan yang
dapat merusak tanaman.
Penelitian yang dilakukan oleh menunjukkan bahwa tanaman jagung yang
ditanam dengan jarak tanam 30 x 70 cm dengan baris ganda dikombinasikan
dengan perompesan daun jagung pada taraf 40% dapat mengoptimalkan hasil
kacang tanah dengan meminimumkan pengurangan hasil jagung. Kondisi tersebut
dipahami karena tersedianya ruang yang cukup luas yang memungkinkan radiasi
matahari dapat diterima oleh daun kacang tanah. Hal ini mendukung
berlangsungnya proses fotosintesis yang berguna dalam proses pertumbuhan
kacang tanah sehingga akumulasi fotosintat dapat didistribusikan ke komponen
hasil dan hasil biji kacang tanah (Zuchri, 2007).
OPT serta penyakit yang ada di lahan percobaan sangat beragam karena
banyaknya jenis tanaman yang ditanam. Penyakit yang ditemukan menyerang
tanaman jagung adalah penyakit hawar daun jagung yang disebabkan oleh
Helminthosporium turcicum ditandai dengan gejala munculnya bercak berwarna
cokelat dengan bentuk oval yang kemudian menyebabkan daun mengalami
nekrotik (BPTP Aceh, 2015). Hama yang muncul pada pertanaman jagung antara
lain belalang yang menyerang bagian daun.
Penyakit yang ditemukan pada pertanaman kacang tanah antara lain
penyakit belang yang disebabkan oleh peanut mottle virus (PMoV) ditandai
dengan epidermis daun yang tidak beraturan bentuk dan susunannya. Penyakit ini
dapat ditularkan secara mekanik oleh kutu daun Craccivora Koch. Ataupun biji
tanaman yang sakit dengan efektivitas penularan 22-100% (Semangun, 2004).

Penyakit hawar daun

Belalang yang menyerang

Gejala serangan peanut

jagung

daun jagung

mottle virus (PMoV) pada


daun kacang tanah

Angle House
Angle House merupakan tempat budi daya anggrek yang dipadukan dengan
kolam lele yang bertempat di Kebun Percobaan Leuwikopo. Ada beberapa jenis
anggrek yang dibudidayakan disana, misalnya Dendrobium, Cymbidium,
Oncidium, Phalaenopsis dan lain-lain. Pertumbuhan tanaman anggrek dipengaruhi
oleh iklim antara lain intensitas sinar matahari, kelembaban udara, dan temperatur
udara. Ketiga faktor ini merupakan faktor primer yang menentukan keadaan fisik
dan lingkungan setempat. Di samping itu terdapat juga faktor sekunder seperti
medium pertumbuhan, air, dan nutrisi serta faktor biotik seperti hama, penyakit
dan manusia (Yahman, 2009).
Suhu yang baik memungkinkan anggrek tumbuh dan berkembang secara
optimal. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menimbulkan efek
yang kurang baik bagi tanaman. Bila suhu terlalu

tinggi, tanaman akan

menampakkan dehidrasi : batang dan daun terbakar, kering, kuning, dan berakhir
dengan kematian. Sessler (1978) dalam Solvia (2005) membagi tanaman anggrek
ke dalam 3 golongan berdasarkan kebutuhan suhu yaitu anggrek tipe dingin,
membutuhkan suhu 130 - 180C pada malam hari dan suhu siang hari antara 180 C
- 210 C (Cymbidium, Phalaenopsis). Anggrek tipe sedang, suhu malam hari 180 C
- 200 C dan siang hari 270 C - 290C (Dendrobium, Cattleya, Oncidium). Anggrek
tipe hangat, suhu malam hari 210 - 240 C, sedang siang hari 240C - 300 C (Vanda,
Arachnis, Renanthera).
Agar pertumbuhan tanaman menjadi baik, diusahakan suhu tetap sesuai
dengan kebutuhan. Siang hari merupakan saat kritis bagi tanaman anggrek. Saat
itu anggrek membutuhkan lebih banyak air untuk mempertahankan jumlah air di

dalam tubuh tanaman. Risiko dehidrasi dapat dikurangi dengan mengurangi atau
menekan suhu agar tidak terlalu tinggi. Salah satu upaya tersebut adalah dengan
pengabutan dan penyiraman. Pengabutan bertujuan untuk meningkatkan
kelembaban. Tanaman anggrek membutuhkan kelembaban udara yang tinggi
untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan air yang diperoleh melalui udara. Fungsi
kolam lele pada angle house adalah meningkatkan kelembaban udara sehingga
tanaman anggrek terhindar dari resiko dehidrasi. Sementara penyiraman dilakukan
sesuai dengan kondisi lingkungan. Saat musim kemarau penyiraman dilakukan 3
kali sehari, sedangkan musim hujan 2 hari sekali.
Kelembaban yang kurang sesuai memungkinkan tanaman terserang
penyakit. Cendawan dan bakteri merupakan beberapa penyebab penyakit yang
menyerang tanaman saat kelembaban udara tidak optimum. Kelembaban udara
yang dibutuhkan tanaman anggrek Phalaenopsis spesies antara 60% -75%. Untuk
memodifikasi intensitas cahaya digunakan paranet 60% dan 75%. Paranet ini
berbeda karena kebutuhan masing-masing anggrek intensitas cahayanya berbeda.
Terdapat pula atap fiber yang digunakan untuk anggrek Phalaenopsis sp dan
tanamaan anggrek yang baru diaklimatisasi.
Media yang digunakan antara lain batang pakis, arang kayu, sphagnum
moss (lumut yang dikeringkan), akar kadaka (tidak mudah terurai), andam (seperti
adaka), serabut kelapa yang telah diolah, serta kaliandra yang dikeringkan
(dipakai untuk Dendrobium, Cattleya). Pemilihan media tanaman juga disesuaikan
dengan jenis anggrek. Anggrek Phalenopsis gigantimum menggunakan botol
bekas atau paralon untuk menyimpan air karena membutuhkan kelembaban yang
tinggi dibandingkan jenis anggrek yang lain.
Pemeliharaan berupa aplikasi pestisida dilakukan secara berkala untuk
menghindari serangan hama dan penyakit yang melampaui ambang ekonomi.
Pemberian fungisida, bakterisida, dan insektisida diberikan setengah dosis
rekomendasi normal karena jika kelebihan dosis anggrek akan mengalami
plasmolysis dengan gejala terbakar. Pada musim hujan biasanya anggrek rawan
terserang cendawan dan bakteri, sedangkan pada musim kemarau biasanya rawan
terhadap serangan kumbang. Salah satu yang sering menyerang adalah kumbang
gajah (Orchidophilus aterrimus Wat.). Gejala serangan yang ditimbulkan antara

lain terdapat lubang bekas gerekan pada daun serta umbi semu (pseudobulb) yang
selanjutnya menyebabkan gejala pembusukan (Distan Yogyakarta, 2016).
Gejala serangan bakteri umumnya ditandai oleh daun yang berbau busuk,
sedangkan serangan cendawan ditandai dengan bopeng hitam di daun.
Pengendalian dilakukan dengan aplikasi fungisida serta bakterisida pada saat
aklimatisasi. Pengendalian lain secara non kimiawi menggunakan daun nimba dan
jarak untuk menghindari serangan hama dan penyakit.

Suasana lingkungan di dalam


angle house

Media sphagnum
moss

Batang pakis yang dicacah


dan dibuat papan sebagai
media tanam bibit anggrek

Lahan Penelitian
Selain lahan polikultur praktikum Dasar-Dasar Agronomi, lahan penelitian
juga menjadi sasaran dalam kunjungan para praktikan. Lahan ini memilik luas
sekitar 400 m yang dibagi-bagi menjadi 3-4 ulangan, dengan sifat tanah yang
podsolik. Komoditas-komoditas yang ditanam cukup beragam, namun umumnya
adalah komoditas hortikultura seperti cabai, tomat, terong, kacang tanah, dan lain
sebagainya, tetapi ada juga beberapa komoditas pangan seperti iles-iles
(Amorphophallus muelleri). Penanaman tanaman-tanaman tersebut kemudian
dilakukan secara rotasi atau bergiliran, agar semua komoditas memiliki
kesempatan yang sama untuk ditanaman. Di dalam lahan ini, umumnya penelitian
yang dilakukan adalah untuk perakitan varietas hibrida.

Agropromo
Dalam lokasi ini, tersedia berbagai macam tanaman-tanaman buah beserta
bibitnya yang juga dijual kepada masyarakat umum. Uniknya, tanaman-tanaman

buah ini banyak yang berada dalam pot, atau disebut dengan tabulampot (tanaman
buah dalam pot). Umumnya, tanaman dalam tabulampot ini merupakan hasil dari
pembiakan sendiri, yang kebanyakan berasal dari cangkok. Untuk perawatannya
sendiri, tabulampot memerlukan pemupukan yang sedikit lebih intensif
dibandingkan tanaman buah diluar pot karena medianya yang terbatas. Pupuk
yang digunakan biasanya merupakan pupuk kompos biasa, ataupun pupuk
kompos dengan bahan utamanya adalah akar bambu, yang telah terbukti sangat
baik bagi pertumbuhan tanaman-tanamannya.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Teknik budidaya yang diterapkan pada masing-masing tempat berbeda


sesuai dengan komoditas yang ditanam. Lahan percobaan dasar-dasar agronomi
melakukan teknik budidaya dengan cara pengolahan tanah sebelum tanam,
pemberian kapur, pengaturan jarak tanam, penyemprotan pestisida, dan lain-lain
untuk penanaman jagung dan kacang tanah. Angle house melakukan teknik
budidaya dengan cara membuat rumah yang terdapat kolam lele untuk menjaga
kelembaban ruang dan memberikan paranet untuk mengurangi intensitas cahaya
sehingga sesuai dengan kondisi optimum budidaya tanaman anggrek. Lahan
penelitian melakukan teknik budidaya yang hampir sama dengan lahan percobaan
dasa-dasar agronomi. Agropromo melakukan teknik budidaya dengan cara
tabulampot, yaitu menanam tanaman buah di dalam pot yang jarak tanamnya telah
diatur.
Saran
Saran dari kami adalah perlunya optimalisasi lahan sesuai dengan faktor
biotik dan abiotiknya sehingga lahan dapat termanfaatkan dengan baik sesuai
dengan komoditas yang ditanam.

DAFTAR PUSTAKA

[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh. 2015. Beberapa penyakit


pada tanaman jagung dan pengendaliannya.
http://nad.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/info-teknologi/722beberapa-penyakit-pada-tanaman-jagung-dan-pengendaliannya. [12
Desember 2016].
[Distan] Dinas Pertanian Provinsi Yogyakarta. 2016. Mengenal kumbang
moncong pada tanaman anggrek. http://distan.jogjaprov.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=8485:mengenal-kumbangmoncong-pada-tanaman-anggrek&catid=41:artikel&Itemid=514. [12
Desember 2016].
Semangun H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Yogyakarta
(ID): Gajah Mada University
Sembodo D.R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu
Sessler G.J. 1978. Orchids and How to Grow Them. New Jersey: Prentice Hall
Inc.
Wirosoedarmo. 1985. Dasar-Dasar Irigasi Pertanian. Malang (ID): Universitas
Brawijaya
Yahman. 2009. Struktur dan Komposisi Tumbuhan Anggrek di Hutan Wisata.
Jakarta (ID): Agromedia
Zuchri A. 2007. Optimalisasi hasil tanaman kacang tanah dan jagung dalam
tumpangsari melalui pengaturan baris tanam dan perompesan daun jagung.
J. Embryo. 4(2):156-163.

Você também pode gostar