Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
A24130092
A24140013
A24140043
A24140096
A24140142
A24141083
Asisten :
Abil Dermail
A24120003
Adi Eka Pradipta A.
A24130014
Soefi Nastri Agustiani A.
A24140015
Andi Azhari Putra
A24140060
Dosen :
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Prof. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS
Dr. Ir Maya Melati, MS, MSc
Hafith Furqoni, SP, MSi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan pertanian sangat erat kaitannya dengan kualitas lingkungan yang
dikelola. Kualitas lingkungan seperti tanah, air, dan vegetasi dikelola sedemikian
rupa sehingga menunjang hasil pertanian yang maksimal. Input pertanian seperti
pupuk kimia, kapur, dan pestisida diberikan dalam jumlah banyak untuk
meningkatkan hasil panen produk pertanian seperti yang dilakukan petani
Indonesia saat revolusi hijau. Peningkatan hasil panen produk pertanian terlihat
sangat nyata seiring dengan banyaknya faktor input yang diberikan. Namun dalam
jangka panjang ternyata berdampak pada penurunan kualitas lingkungan. Namun
seiring berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan, kini pengelolaan input
pertanian sudah mulai memperhatikan dampak lingkungannya dalam jangka
panjang. Dampak kualitas lingkungan ini telah berkembang dan dipelajari khusus
dalam Ilmu ekologi pertanian.
Lahan pertanian yang telah digunakan sejak dahulu harus diperhatikan
kualitas ekologinya. Kesuburan tanah akan menurun jika terus menerus dilakukan
usaha tani. Untuk menjaga kesuburan tanah tersebut maka diberikanlah pupuk
dalam dosis rekomendasi tertentu yang ramah lingkungan. Keadaan ekologi
berbagai tempat cukup beragam tergantung lokasi topografi, iklim, dan
penggunaan lahan. Dalam skala mikro, keadaan ekologi beberapa tempat di kebun
percobaan Leuwikopo berbeda-beda tergantung pemanfaatannya.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengenal dan mendeskripsikan teknik
budidaya terkait manipulasi komponen biotik dan abiotik pada agroekosistem
berbagai tanaman.
Komoditas yang ditanam secara tumpang sari adalah jagung dan kacang
tanah. Umumnya sistem tumpangsari lebih menguntungkan dibandingkan sistem
monokultur karena produktivitas lahan menjadi lebih tinggi, jenis komoditas yang
dihasilkan beragam, hemat dalam pemakaian sarana produksi serta memperkecil
resiko kegagalan panen. Pada lahan percobaan dasar-dasar agronomi terlihat jarak
tanaman tumpang sari antara jagung dan kacang tanah cukup sempit dengan
populasi 374 tanaman jagung dan 748 tanaman kacang tanah pada lahan seluas 75
m2. Aerasi udara menjadi lebih terhambat sehingga kelembaban menjadi
meningkat. Hal ini tentu berpotensi meningkatkan pertumbuhan cendawan yang
dapat merusak tanaman.
Penelitian yang dilakukan oleh menunjukkan bahwa tanaman jagung yang
ditanam dengan jarak tanam 30 x 70 cm dengan baris ganda dikombinasikan
dengan perompesan daun jagung pada taraf 40% dapat mengoptimalkan hasil
kacang tanah dengan meminimumkan pengurangan hasil jagung. Kondisi tersebut
dipahami karena tersedianya ruang yang cukup luas yang memungkinkan radiasi
matahari dapat diterima oleh daun kacang tanah. Hal ini mendukung
berlangsungnya proses fotosintesis yang berguna dalam proses pertumbuhan
kacang tanah sehingga akumulasi fotosintat dapat didistribusikan ke komponen
hasil dan hasil biji kacang tanah (Zuchri, 2007).
OPT serta penyakit yang ada di lahan percobaan sangat beragam karena
banyaknya jenis tanaman yang ditanam. Penyakit yang ditemukan menyerang
tanaman jagung adalah penyakit hawar daun jagung yang disebabkan oleh
Helminthosporium turcicum ditandai dengan gejala munculnya bercak berwarna
cokelat dengan bentuk oval yang kemudian menyebabkan daun mengalami
nekrotik (BPTP Aceh, 2015). Hama yang muncul pada pertanaman jagung antara
lain belalang yang menyerang bagian daun.
Penyakit yang ditemukan pada pertanaman kacang tanah antara lain
penyakit belang yang disebabkan oleh peanut mottle virus (PMoV) ditandai
dengan epidermis daun yang tidak beraturan bentuk dan susunannya. Penyakit ini
dapat ditularkan secara mekanik oleh kutu daun Craccivora Koch. Ataupun biji
tanaman yang sakit dengan efektivitas penularan 22-100% (Semangun, 2004).
jagung
daun jagung
Angle House
Angle House merupakan tempat budi daya anggrek yang dipadukan dengan
kolam lele yang bertempat di Kebun Percobaan Leuwikopo. Ada beberapa jenis
anggrek yang dibudidayakan disana, misalnya Dendrobium, Cymbidium,
Oncidium, Phalaenopsis dan lain-lain. Pertumbuhan tanaman anggrek dipengaruhi
oleh iklim antara lain intensitas sinar matahari, kelembaban udara, dan temperatur
udara. Ketiga faktor ini merupakan faktor primer yang menentukan keadaan fisik
dan lingkungan setempat. Di samping itu terdapat juga faktor sekunder seperti
medium pertumbuhan, air, dan nutrisi serta faktor biotik seperti hama, penyakit
dan manusia (Yahman, 2009).
Suhu yang baik memungkinkan anggrek tumbuh dan berkembang secara
optimal. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menimbulkan efek
yang kurang baik bagi tanaman. Bila suhu terlalu
menampakkan dehidrasi : batang dan daun terbakar, kering, kuning, dan berakhir
dengan kematian. Sessler (1978) dalam Solvia (2005) membagi tanaman anggrek
ke dalam 3 golongan berdasarkan kebutuhan suhu yaitu anggrek tipe dingin,
membutuhkan suhu 130 - 180C pada malam hari dan suhu siang hari antara 180 C
- 210 C (Cymbidium, Phalaenopsis). Anggrek tipe sedang, suhu malam hari 180 C
- 200 C dan siang hari 270 C - 290C (Dendrobium, Cattleya, Oncidium). Anggrek
tipe hangat, suhu malam hari 210 - 240 C, sedang siang hari 240C - 300 C (Vanda,
Arachnis, Renanthera).
Agar pertumbuhan tanaman menjadi baik, diusahakan suhu tetap sesuai
dengan kebutuhan. Siang hari merupakan saat kritis bagi tanaman anggrek. Saat
itu anggrek membutuhkan lebih banyak air untuk mempertahankan jumlah air di
dalam tubuh tanaman. Risiko dehidrasi dapat dikurangi dengan mengurangi atau
menekan suhu agar tidak terlalu tinggi. Salah satu upaya tersebut adalah dengan
pengabutan dan penyiraman. Pengabutan bertujuan untuk meningkatkan
kelembaban. Tanaman anggrek membutuhkan kelembaban udara yang tinggi
untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan air yang diperoleh melalui udara. Fungsi
kolam lele pada angle house adalah meningkatkan kelembaban udara sehingga
tanaman anggrek terhindar dari resiko dehidrasi. Sementara penyiraman dilakukan
sesuai dengan kondisi lingkungan. Saat musim kemarau penyiraman dilakukan 3
kali sehari, sedangkan musim hujan 2 hari sekali.
Kelembaban yang kurang sesuai memungkinkan tanaman terserang
penyakit. Cendawan dan bakteri merupakan beberapa penyebab penyakit yang
menyerang tanaman saat kelembaban udara tidak optimum. Kelembaban udara
yang dibutuhkan tanaman anggrek Phalaenopsis spesies antara 60% -75%. Untuk
memodifikasi intensitas cahaya digunakan paranet 60% dan 75%. Paranet ini
berbeda karena kebutuhan masing-masing anggrek intensitas cahayanya berbeda.
Terdapat pula atap fiber yang digunakan untuk anggrek Phalaenopsis sp dan
tanamaan anggrek yang baru diaklimatisasi.
Media yang digunakan antara lain batang pakis, arang kayu, sphagnum
moss (lumut yang dikeringkan), akar kadaka (tidak mudah terurai), andam (seperti
adaka), serabut kelapa yang telah diolah, serta kaliandra yang dikeringkan
(dipakai untuk Dendrobium, Cattleya). Pemilihan media tanaman juga disesuaikan
dengan jenis anggrek. Anggrek Phalenopsis gigantimum menggunakan botol
bekas atau paralon untuk menyimpan air karena membutuhkan kelembaban yang
tinggi dibandingkan jenis anggrek yang lain.
Pemeliharaan berupa aplikasi pestisida dilakukan secara berkala untuk
menghindari serangan hama dan penyakit yang melampaui ambang ekonomi.
Pemberian fungisida, bakterisida, dan insektisida diberikan setengah dosis
rekomendasi normal karena jika kelebihan dosis anggrek akan mengalami
plasmolysis dengan gejala terbakar. Pada musim hujan biasanya anggrek rawan
terserang cendawan dan bakteri, sedangkan pada musim kemarau biasanya rawan
terhadap serangan kumbang. Salah satu yang sering menyerang adalah kumbang
gajah (Orchidophilus aterrimus Wat.). Gejala serangan yang ditimbulkan antara
lain terdapat lubang bekas gerekan pada daun serta umbi semu (pseudobulb) yang
selanjutnya menyebabkan gejala pembusukan (Distan Yogyakarta, 2016).
Gejala serangan bakteri umumnya ditandai oleh daun yang berbau busuk,
sedangkan serangan cendawan ditandai dengan bopeng hitam di daun.
Pengendalian dilakukan dengan aplikasi fungisida serta bakterisida pada saat
aklimatisasi. Pengendalian lain secara non kimiawi menggunakan daun nimba dan
jarak untuk menghindari serangan hama dan penyakit.
Media sphagnum
moss
Lahan Penelitian
Selain lahan polikultur praktikum Dasar-Dasar Agronomi, lahan penelitian
juga menjadi sasaran dalam kunjungan para praktikan. Lahan ini memilik luas
sekitar 400 m yang dibagi-bagi menjadi 3-4 ulangan, dengan sifat tanah yang
podsolik. Komoditas-komoditas yang ditanam cukup beragam, namun umumnya
adalah komoditas hortikultura seperti cabai, tomat, terong, kacang tanah, dan lain
sebagainya, tetapi ada juga beberapa komoditas pangan seperti iles-iles
(Amorphophallus muelleri). Penanaman tanaman-tanaman tersebut kemudian
dilakukan secara rotasi atau bergiliran, agar semua komoditas memiliki
kesempatan yang sama untuk ditanaman. Di dalam lahan ini, umumnya penelitian
yang dilakukan adalah untuk perakitan varietas hibrida.
Agropromo
Dalam lokasi ini, tersedia berbagai macam tanaman-tanaman buah beserta
bibitnya yang juga dijual kepada masyarakat umum. Uniknya, tanaman-tanaman
buah ini banyak yang berada dalam pot, atau disebut dengan tabulampot (tanaman
buah dalam pot). Umumnya, tanaman dalam tabulampot ini merupakan hasil dari
pembiakan sendiri, yang kebanyakan berasal dari cangkok. Untuk perawatannya
sendiri, tabulampot memerlukan pemupukan yang sedikit lebih intensif
dibandingkan tanaman buah diluar pot karena medianya yang terbatas. Pupuk
yang digunakan biasanya merupakan pupuk kompos biasa, ataupun pupuk
kompos dengan bahan utamanya adalah akar bambu, yang telah terbukti sangat
baik bagi pertumbuhan tanaman-tanamannya.
DAFTAR PUSTAKA