Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun Oleh :
I MADE KRISNA DWIPAYANA
08007
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efusi Pleura adalah suatu proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura
mengandung sejumlah kecil cairan (5 20 ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi. (Suzanne & Brenda ,
2002)
Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat
mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia,
bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus Efusi Pleura per
100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita
Efusi Pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia
bakteri.
Menurut Depkes RI ( 2006 ), kasus Efusi Pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi
saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian Efusi Pleura disebabkan
keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini dan angka
kematian akibat Efusi Pleura masih sering ditemukan faktor resiko terjadinya Efusi
Pleura karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang kurang, lingkungan yang
padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana
kesehatan yang kurang dan kurangnya masyarakat tentang pengetahuan kesehatan.
Berdasarkan data Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati selama 3 bulan
terakhir (Mei Juli 2011) di Lantai IV Selatan Ruang IRNA B Gedung Teratai
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta didapatkan pasien yang dirawat dengan
Efusi Pleura sebanyak 20 kasus ( 3,61 % ) dari 544 kasus penyakit yang ditemukan.
Oleh karena itu, peran perawat dan tenaga kesehatan sangatlah diperlukan terutama
dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut seperti pneumonia, pneumothoraks, gagal nafas, dan kolaps
paru sampai dengan kematian. Peran perawat secara promotif misalnya memberikan
penjelasan dan informasi tentang penyakit Efusi Pleura, preventif misalnya
mengurangi merokok dan mengurangi minum minuman beralkohol, kuratif
misalnya dilakukan pengobatan ke rumah sakit dan melakukan pemasangan WSD bila
diperlukan, rehabilitatif misalnya melakukan pengecekan kembali kondisi klien ke
rumah sakit atau tenaga kesehatan.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas kasus dengan judul
Asuhan Keperawatan pada klien dengan Efusi Pleura sebagai karya tulis ilmiah
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis memperoleh gambaran dan pengalaman secara nyata tentang penetapan
proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien dengan Efusi Pleura
di Lantai IV Selatan Ruang IRNA B Gedung Teratai Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan Efusi Pleura
mahasiswa/i diharapkan mampu :
a.
f.
Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan praktek pada klien
dengan Efusi Pleura
g.
C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ilmiah ini menggunakan metode
deskritif, adapun pendekatan yang digunakan adalah studi kasus dengan teknik :
a.
b.
Observasi dan pemeriksaan fisik dengan pengamatan secara langsung pada klien
tentang hal yang berkaitan dengan masalah klien.
c.
Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mencari sumber informasi yang didapat
dari status klien dan hal yang berhubungan dengan masalah klien.
d. Studi literature (kepustakaan) yaitu dengan mempelajari buku, makalah dan sumbersumber lain untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang berhubungan dengan Efusi
Pleura sehingga dapat membandingkan antara teori dengan pelaksanaan yang ada
pada kasus nyata di Rumah Sakit.
D. Ruang Lingkup
Dalam penyusunan makalah ini penulis membatasi ruang lingkup pada Asuhan
Keperawatan Pada Klien Tn.M Dengan Efusi Pleura Dextra di IRNA B Lantai IV
Selatan IRNA B Gedung Teratai Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta, yang
dilakukan selama 3 x 24 jam pada tanggal 25 Juli sampai dengan 27 Juli 2011.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari 5 bab yaitu : Bab I :
PENDAHULUAN yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, ruang lingkup, sistematika penulisan. Bab II : TINJAUAN TEORITIS
yang terdiri dari pengertian, etiologi, kalsifikasi, patofisiologi, penatalaksanaan medis,
pengkajian
keperawatan,
diagnosa
keperawatan,
perencanaan
keperawatan,
dari
pengkajian
keperawatan,
diagnosa
keperawatan,
perencanaan,
keperawatan,
diagnosa
keperawatan,
perencanaan
keperawatan,
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Efusi Pleura adalah suatu proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura
Efusi Pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti ektravasasi cairan ke
dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan pleura yang berarti membran tipis yang
terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura viseralis dan pluera perietalis. Sehingga dapat
disimpulkan Efusi Pleura adalah ekstravasasi cairan yang terjadi di antara lapisan
viseralis perietalis. (Sudoyo, 2006)
Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam
rongga pleura. (Somantri irman, 2007)
Dari beberapa pernyataan diatas ditarik kesimpulan bahwa Efusi Pleura adalah suatu
keadaan dimana terdapat penumpukan cairan (5 20 ml) di dalam rongga pleura yang
cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan
pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya
tekanan hidrostatik, tekanan koloid, dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap
kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10 20%)
mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase disini mencapai 1 liter sehari.
B. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya Efusi Pleura menurut Wim de jong, 2005 dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Infeksi
a.
Tuberkulosis
b. Pneumonitis
c.
Abses paru
d. Perforasi esofagus
e.
Abses subfrenik
2. Non infeksi
a.
Karsinoma paru
b. Karsinoma pleura
1)
Primer
2)
Sekunder
c.
Gagal hati
d. Gagal ginjal
e.
Gagal jantung
f.
Kilotoraks
Menurut Somantri, 2007 secara patologis :
C. Patofisiologi
1. Proses perjalanan penyakit
Pada umumnya, Efusi terjadi karena penyakit pleura hampir sama dengan plasma
(eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma
Efusi Pleura dapat juga disebabkan oleh gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak
dapat memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah
peningkatan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler
sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya
menjadi bocor dan masuk kedalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari
pleura parietalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi
menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura.
2.
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut Suzanne & Brenda, 2002 yang dapat ditemukan pada
Efusi Pleura adalah
a.
Demam
b.
Menggigil
c.
d.
Dispnea
e.
Batuk
f.
3. Komplikasi
a.
Edema paru
b. Kolaps paru
c.
Gagal nafas
d. Pneumonia
e.
Pnumotoraks
D. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi
a.
Pleuritis tuberkulosa
Pengobatan dengan obat obat antituberkulosis paru ( Rifampisin, INH, pirazinamid
atau etambutol )
2. Tindakan medis
a.
pleura sisi pemasangan untuk drainage dekat dengan area intracosta kelima atau
keenam pada garis midklavikula.
b.
E. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doengoes marlyn E, 2000 data yang perlu dikaji pada pasien dengan Efusi
Pleura adalah
a.
Pengkajian awal
Integritas ego
Gejala : adanya faktor stres lama, masalah keluarga, rumah, perasaan tidak berguna atau tidak
ada harapan.
3)
Gejala : kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan
Tanda : turgor kulit kering, hilang lemak subkutan.
4)
5)
Pernapasan
Gejala : batuk produktif dan non produktif, nafas pendek, riwayat tuberkulosis.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, pengembangan dada tidak simetris, penurunan
premitus, bunyi nafas menurun, perkusi pendek, sputum hijau, deviasi trakea.
6)
Keamanan
Gejala : adanya kondisi penekanan imun
Tanda : demam rendah atau sakit panas akut
7)
Interaksi sosial
Gejala : perasaan sosial atau penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam
tanggung jawab atau perubahan peran.
8)
Gejala : riwayat keluarga tuberkulosis, status kesehatan batuk, kambuhnya tuberkulosis, tidak
berpartisipasi dalam pengobatan tuberkulosis.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Dengan melihat keadaan fisik yang khusus serta kehilangan kondisi yang lemah,
pernafasan yang cepat dan dangkal, serta adanya penurunan eksanpasi paru.
2) Auskultasi
Dengan ditemukan atau didengar adanya suara nafas ronchi (+) dan adanya krepitasi.
3) Perkusi
Adanya suara redup balikan pekak di atas Efusi Pleura apabila telah mengenai pleura
dan membentuk efusi.
4) Palpasi
Fremitus melemah.
c.
Pemeriksaaan penunjang
1)
Pemeriksaan diagnostik
Untuk menentukan adannya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat
membatu sebagai penentu waktu melakkukan aspirasi cairan tersebut, terutama pada
efusi yang terlokalisir.
2)
Pemeriksaan laboratorium
F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keerawatan yang muncul pada klien dengan Efusi Pleura adalah
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum.
2.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru ( akumulasi
dari udara atau cairan ).
G. Perencanaan Keperawatan
Kriteria hasil : klien tidak mengeluh sesak nafas, secret encer dan mudah dikeluarkan,
ronchi berkurang atau hilang, tanda tanda vital klien dalam batas normal ( tekanan
darah : 120/80 mmHg, nadi : 60 100 x/menit, suhu : 36 37 , pernafasan : 16 24
x/menit ).
Intervensi :
Intervensi keperawatan :
a.
Pantau fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman
serta penggunaan otot bantu pernafasan.
Rasional : penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektatis, ronchi, mengi,
menunnjukkan akumulasi secret atau ketidakmampuan membersihkan jalan nafas
yang dapat menimbulkan penggunaan alat aksesori pernafasan dan meningkatkan
kerja pernafasan.
b.
Catat kemampuan untuk mengeluarkkan mukosa atau batuk efektif : catat karakter
jumlah sputum adanya hemoptisis.
Rasional : pengeluaran sulit bila secret sangat kental, sputum berdarah kental atau
darah cerah akibat oleh kerusakan paru.
c.
Berikan klien posisi semi fowler, bantu klien untuk batuk dan latihan nafas dalam.
Rasional : posisi semi fowler dapat memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernafasan.
sehingga
menurunkan tahanan terhadap aliran udara agen mukolik menurunkan kekentalan dan
perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru ( akumulasi
dari udara atau cairan ).
Tujuan : pola nafas kembali efektif
Kriteria hasil : klien menunjukkan usaha untuk nafas dalam, bernafas tidak
menggunakan otot bantu pernafasan, tanda tanda vital klien dalam batas normal
( tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi : 60 100 x/menit, suhu : 36 37 , pernafasan :
16 24 x/menit).
rvensi
dakan keperawatan :
a. Observasi penggunaan otot otot bantu pernafasan dan retraksi dada.
Rasional : adanya distress pernafasan dapat dideteksi secara intensif.
b. Pantau tanda tanda vital terutama frekuensi pernafasan secara periodik (tiap 8 jam).
Rasional : cepatnya frekuensi pernafasan klien menunjukkan pola nafas tidak efektif.
c. Pertahankan posisi semi fowler.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru.
d. Bimbing, ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan nafas dalam ( ambil nafas
melalui hidung kemudian dikeluarkan secara perlahan melalui mulut ).
Rasional : dengan melakukan nafas dalam akan memaksimalkan pengambilan oksigen
dan meningkatkan inspirasi dan ekspirasi agar lebih teratur.
e. Kolaborasi
1) Pemberian oksigen sesuai indikasi.
Rasional : dapat meningkatkan suplai oksigen.
2) Pemeriksaan laboratorium yaitu AGD.
Rasional : beratnya gangguan metabolik dan pernafasan dapat diketahui dengan
pemeriksaan AGD.
3) Pemasangan WSD.
Rasional : untuk meningkatkan ekspansi paru.
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan rekoil paru
paru dan gangguan transportasi oksigen.
Tujuan : klien dapat mempertahankan dan meningkatkan ventilasi dan oksigenisasi
yang adekuat.
Kretia hasil : tanda tanda vital klien dalam batas normal ( tekanan darah : 120/80
mmHg, nadi : 60 100 x/menit, suhu : 36 37 , pernafasan : 16 24 x/menit ), bunyi
paru normal, tidak adanya distress pernafasan, dapat menunjukkan tehnik nafas dalam
dan batuk efektif, tidak ada sianosis, kulit hangat.
Intervensi :
Tindakan keperawat :
a. Observasi dispnea, takipnea, menurunya bunyi nafas dan memantau peningkatan
upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
Rasional : penyakit yang mendasari seperti TB paru menyebabkan efek dari pada paru
paru, efek pernafasan dapat dari jaringan seperti dispnea dan sampai distress
pernafasan.
b. Observasi adanya perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan
pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
2)
Intervensi :
Tindakan keperawatan :
a. Catat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan dan kekurangan berat badan,
kemampuan atau ketidakmampuan menelan, riwayat mual dan muntah .
Rasional : berguna dalam mengidentifikasi derajat atau luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat.
b. Awasi masukan atau pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Rasional : berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
c. Kaji anoreksia, mual dan muntah.
Rasional : dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan
masalah untuk meningkatkan pemasukan dan pengeluaran nutrisi.
d.
e. Anjurkan makan sedikit tapi sering dengan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
Rasional : memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu atau
kebutuhan energi dari makan makanan yang banyak dan menurunkan iritasi
lambung.
5.
Intervensi :
Tindakan keperawatan :
a.
Observasi tanda tanda infeksi pada daerah pemasangan WSD seperti kalor, rubor,
dolor, tumor dan funngsiolesa.
Rasional : mengetahui indikator adanya infeksi untuk menentukan tindakan
selanjutnya..
Ganti balutan dan botol WSD setiap hari dengan tehnik steril
Rasional : mencegah perkembangan mikroorganisme disekitar daerah pemasangann
WSD.
d. Anjurkan klien untuk menjaga balutannya agar jangan sampai basah dan kotor.
Rasional : balutan yang basah merupakan media perkembangan mikroorganisme.
e.
Observasi sistem kepatenan selang WSD terhadap sumbatan, tertekuk, undulasi, dan
produksi cairan pada WSD.
Rasional : memastikan kepatenan WSD.
f.
Kolaborasi
6.
Kriteria hasil : tanda tanda vital klien terutama suhu dalam batas normal ( tekanan
darah : 120/80 mmHg, nadi : 60 100 x/menit, suhu : 36 37 , pernafasan : 16 24
x/menit ), nilai laboratorium terutama leukosit dalam batas normal ( leukosit normal :
5000 10.000 rb/ul ), tidak terjadi komplikasi dan infeksi berulang.
Intervensi :
Tindakan keperawatan :
a.
d. Kolaborasi
1) Pemberian obat antibiotik, misal obat anti tuberkulosis pada TBC dan kortikostseroid
( prednisone ).
Rasional : pengobatan yang teratur dapat mengurangi resiko perluasan infeksi dan
mempercepat proses penyembuhan.
2)
H. Pelaksanaan Keperawatan
Mandiri atau independent adalah suatu tindakan perawat berorientasi pada tim kerja
perawat dalam melakukan, menentukan, merencanakan, dan mengevaluasi tindakan
terhadap klien.
b. Interdependent atau kolaborasi adalah suatu tindakan yang bersifat kolaboratif dengan
tim kesehatan lainnya.
4. Pendokumentasian implementasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat mencatat tindakan tersebut dan
respon dari klien menggunakkan format khusus pendokumentasian pada pelaksanaan.
I.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan cara
menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk
memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Evaluasi keperawatan pada asuhan
keperawatan Efusi Pleura yaitu :
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien Tn. M
dengan Efusi Pleura Dextra di Lantai IV Selatan IRNA B Gedung Teratai RSUP
Fatmawati Jakarta. Asuhan keperawatan ini dilakukan dengan metode pemecahan
masalah secara ilmiah sesuai dengan tahapan proses keperawatan, yaitu : pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
b. Resume kasus
Tn. M, 59 tahun datang ke UGD RSUP Fatmawati pada tanggal 21 juli 2011 dengan
rujukan dari RSUD Depok dengan keluhan batuk batuk kurang lebih 1 bulan, batuk
disertai dengan sputum dan darah, sputum berwarna putih encer, demam ( + ) naik
turun, keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis, klien mengatakan nyeri
pada daerah dada kanan, nafsu makan klien menurun, klien mengatakan hanya minum
obat yang dibeli dari warung.
Hasil laboratorium Hemoglobin : 8,0 g/dl (normal P : 13,2-17,3 g/dl, W : 11,7-15,5
g/dl), hematokrit : 28 % (normal P : 33-45%, W : 33-45%), leukosit : 11,3 rb/ul
(normal : 5-10 rb/ul), trombosit : 869 rb/ul (normal : 150-440 rb/ul), eritrosit : 3,25
juta/ul (normal P : 4,40-5,90 jt/ul, W : 3,80-5,20 rb/ul).
Di UGD sudah dilakukan pemeriksaan TTV klien TD : 130/90 mmHg, N : 88 x/menit,
S : 370C, RR : 24 x/menit. Masalah keperawatan yang muncul pada Tn. M adalah
bersihan jalan nafas tidak efektif, nyeri, dan nutrisi. Tidakan yang dilakukan
diruangan adalah pemasangan IVFD RL 20 tetes/menit, mencatat TTV , tekanan darah
GENOGRAM
59 th
Keterangan
:
Meninggal
Laki laki
:
Perempuan
Klien
:
Garis keturunan
:
Tinggal serumah
yang membuat alergi, makanan pantangan dan makanan diit tidak ada, klien tidak
menggunakan obat-obatan dan alat bantu sebelum makan. Selama di rumah sakit,
klien makan 3 x sehari dengan nafsu makan kurang baik dan klien hanya
menghabiskan porsi makan yang di sediakan rumah sakit, tidak ada makanan yang
tidak disukai klien, makanan yang membuat alergi tidak ada, makanan pantangan
tidak ada dan tidak menggunakan alat bantu makan.
2) Pola eliminasi
Sebelum masuk rumah sakit frekuensi buang air kecil 5 kali sehari dengan warna
kuning jernih, klien mengatakan tidak ada keluhan saat buang air kecil dan tidak
terpasang alat bantu. Frekuensi buang air besar klien 1 kali sehari, berwarna kuning
kecoklatan dengan konsistensi lembek, berbau khas, tidak ada keluhan dan tidak
menggunakan laxative. Selama di rumah sakit frekuensi buang air kecil 3 kali
sehari, berwarna kuning jernih, tidak ada keluhan dan tidak terpasang alat bantu.
Frekuensi buang air besar 1 kali sehari, berwarna kuning kecoklatan dengan
konsistensi lembek, berbau khas, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan laxative.
3) Personal hygene
Sebelum sakit, klien mandi 2 kali sehari pagi dan sore, melakukan oral hygiene 2 kali
sehari pagi dan malam dan mencuci rambut 2 x dalam seminggu. Selama di rumah
sakit klien mandi 2 kali sehari pagi dan sore dibantu keluarga dengan cara dilap dan
melakukan oral hygiene 2 x sehari pagi dan malam.