Você está na página 1de 21

KARDIOMIOPATI PERIPARTUM

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama
Umur
Alamat
Suku
Pekerjaan
Agama
Status
Rumah Sakit
No. Reg
Tgl. MRS
Tgl. KRS

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Ny.M
34 tahun
Anassapu-Bontonompo, Kabupaten Gowa
Makassar
Ibu rumah tangga
Islam
Menikah
BLU RS dr. Wahidin Sudirohusudo
47 38 57
16 Juli 2011
21 Juli 2011

II. ANAMNESIS
Ibu masuk rumah sakit rujukan RSIA Pertiwi dengan D/ : G1P0A0 gravid 40 minggu
4 hari + PEB + Susp. NYHA. Ibu mengeluh sesak sejak usia kehamilan 6 bulan dan
memberat sejak 3 hari terakhir. Sesak tidak terus menerus, dipengaruhi oleh
aktivitas. Ibu merasa lebih nyaman pada posisi duduk. Nyeri dada (-). Riwayat sesak
sebelumnya (-). Riwayat berobat ke dokter penyakit jantung (-). Riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga (-). Nyeri perut tembus ke belakang (-). Riwayat
pelepasan lendir darah (-), riwayat pelepasan air ketuban (-). Riwayat ANC 4x
di Sp.OG, suntik TT 2 kali. Riwayat tekanan darah tinggi (-), baru diketahui sejak
masuk RS. Riwayat penyakit gula (-), riw. penyakit asma (+) sejak kecil.
III.

IV.

RIWAYAT HAID
HPHT
: 05 Oktober 2010
TP
: 12 Juli 2011
Menarche
: 12 tahun
Siklus haid
: 28 30 hari
Lama haid
: 3 5 hari
RIWAYAT OBSTETRI
GPA
: G1P0A0
Riwayat penyakit sebelumnya : Tidak ada
Riwayat KB
: Tidak pernah
Riwayat kehamilan sekarang
Pemeriksaan antenatal
: 4 kali di Sp.OG
Makanan
: Biasa
Obat-obatan
: Asam folat & multivitamin

V.

VI.

STATUS PRAESENS
Status generalis
Status vitalis
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
STATUS REGIONAL
Kepala
Leher
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas

VII.

STATUS OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar :
TFU
Situs anak
Punggung
Bagian terendah
Perlimaan
His
DJJ

: Baik/ Gizi cukup/ Sadar


:
:
:
:

160/110 mmHg
100 x/mnt
32 x/mnt
36,7OC

: Mesosefal, konjungtiva anemis (-), sklera


ikterus (-), sianosis (-), edema wajah (-)
: Massa tumor (-), pembesaran kelenjar (-)
:
: Simetris kanan dan kiri
: Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
: Sonor, kanan = kiri, batas paru hepar ICS
VI kanan depan
: Bunyi pernapasan bronkovesikuler
Bunyi tambahan Ronkhi +/+, Wheezing -/:
: Ictus cordis tidak tampak
: Ictus cordis tidak teraba
: Pekak, batas jantung kesan melebar (2 jari
LMC sinistra
: BJ I/II murni, regular
:
: Datar, ikut gerak napas
: Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
: Timpani
: Peristaltik (+) kesan normal
: Edema (+) pretibial dan dorsum pedis

:
:
:
:
:
:
:

33 cm
Memanjang
Kiri
Kepala
5/5
(-)
150 x/mnt

Janin kesan
Gerakan janin
TBJ
Pemeriksaan Dalam Vagina

VIII.

Tunggal
(+) dirasakan ibu
33 x 90 = 2970 gram
Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG
: Gravid tunggal hidup, letak kepala,
punggung kiri, plasenta di korpus anterior,
cairan amnion cukup (AFI=7,3 cm), biometri
janin ~ uk 40 minggu
KTG
: NST Reaktif
Darah Lengkap :
WBC
17.23 x103 /mm3
RBC
4.85 x 106 /mm3
HGB
8 gr/dl
HCT
30.8 %
PLT
361 x 103 /mm3
CT
530
BT
125
Kimia Darah :
GDS
Ureum
mg/dl
Kreatinin
mg/dl
SGOT
U/l
SGPT
Albumin
Asam urat
Urin Rutin :
Proteinuri

IX.

:
:
:
:

DIAGNOSIS KERJA

:
:
:
:
:
: 8, :
:
:
:

17,23 x103 /mm3


4,85 x 106 /m
8,8 gr/dL
30,8 %
361 x 103 /mm3
530
125

:
:
:

26
0.8
19

:
:
:
:
:
:
:

73 mg/dl
26 mg/dl
0.8 mg/dl
19 U/l
10 U/l
2,9 gr/dL
6,7 mg/dL

10 U/l

: +4

G1P0A0 gravid 40 minggu 4 hari belum inpartu + Preeklamsia Berat + Susp. CHF
NYHA IV
X. PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal/
Perjalanan Penyakit
Instruksi Dokter
Jam
16-07- G1P0A0
HT : 05-10-Lab : DL, CT, BT, GDS, Kimia
2011
10
Darah, Proteinurin
12.45 wita
TP : 12-0711
O2 4-6 liter/mnt
Ibu masuk rumah sakit rujukan
Posisi setengah duduk
RSIA Pertiwi dengan D/ : G1P0A0
Lapor konsulen, advis
gravid 40 minggu 4 hari + PEB +
Penanganan sesuai protap
Susp. NYHA. Ibu mengeluh sesak
PEB
sesak sejak usia kehamilan 6

bulan dan memberat sejak 3 hari Konsul bagian Kardiologi


Rencana terminasi kehamilan
terakhir.
Sesak
tidak
terus
menerus,
dipengaruhi
olehbila ada jawaban konsul
aktivitas.
Ibu
merasa
lebihkardiologi
nyaman pada posisi duduk. NyeriJawaban bagian Kardiologi :
EKG :Sinus takikardi, HR
dada
(-).
Riwayat
sesak
sebelumnya (-). Riwayat berobat115x/mnt, normoaksis, poor Rke dokter penyakit jantung (-).wave progression
Riwayat penyakit yang sama
D/ : CHF NYHA IV e.c. Susp
dalam keluarga (-). Nyeri perutPeripartum Cardiomiopati
tembuske belakang (-). Riwayat
Lasix 2 amp/ 12 jam/ iv (jika
pelepasan lendir darah (-), riwayat TDS 100 mmHg & tidak ada
pelepasan air ketuban (-). Riwayatkontra indikasi)
ANC 4x di Sp.OG, suntik TT 2 Berdasarkan Goldmans
kali. Riwayat tekanan darah tinggiCardiac Risk Index maka
(-), baru diketahui sejak masukpasien ini termasuk dlm
RS. Riwayat penyakit gula (-), riw.criteria Low Risk
penyakit asma (+) sejak kecil. Usul : Ekokardiografi
Pemeriksaan fisis :
postpartum (bila kondisi
TD : 160/110 mmHg
pasien memungkinkan)
Nadi
: 100 x/mnt
Pernapasan
: 32 x/mnt
Lapor konsulen, advis :
Suhu
: 36,7OC
Informed consent keluarga
Pemeriksaan Luar :
Cito SC
TFU
: 33 cm
Situs anak
: Memanjang
Punggung
: Kiri
Bagian terendah : Kepala
Perlimaan
: 5/5
His
: (-)
DJJ
: 150 x/mnt
Janin kesan
: Tunggal
Gerakan janin : (+) dirasakan
ibu

TBJ
: 33x90=2970 gr
Pemeriksaan Dalam :
Tidak dilakukan
D/ : G1P0A0 gravid 40 minggu 4 hari
belum inpartu + PEB + CHF
NYHA IV e.c. susp Peripartum
Cardiomiopati
17-072011

Post-op hari I :
Drips MgSO4 40% 6 gram
KU
: Baik
sampai 24 post-partum
Keluhan : (-)
Inj. Cefotaksim 1 gr/12 jam/iv
Mammae : tak
ASI : -/- Inj. Ranitidine 1 amp/8 jam/iv
TFU
: Sepusat
Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/iv
Peristaltik : (+)
Inj. As. Traneksamat 1 amp/8
Flatus
: (-)
jam/iv
Luka op : Verband kering
Periksa : Darah lengkap,
Lokia
: Kruenta
Kimia darah & Proteinuri
BAK
: Perkateter
BAB
: Belum
Terapi Anestesi :
Balans cairan :

Head-up 30O
Input : 1500 cc
Output : 1100 cc O2 via NRM 10-12 LPM
IWL : 200 cc
IVFD RL 500 cc
Darah Lengkap :
Diet biasa
WBC : 21,83x103/mm3
Bupivakain 4-6 cc/jam/SP
RBC : 4,23x106/mm3
Panzo 40
HGB : 7,8 gr/dL
Dopamin 3 mcg/kgBB/jam/SP
HCT : 26,9 %
Lasix 10 mg/jam/SP
PLT : 281.103/mm3
Transfusi PRC 2 unit
Kimia Darah :
SGOT : 25 u/L
SGPT : 5 u/L
Terapi Bagian Kardiologi :
Proteinurin : + 1
Lasix 2 amp/12 jam/iv (jika
TDS 100 mmHg)
KSR 1x1
Kontrol : Na, K, Cl

18-072011

Post-op hari II :
Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam/iv
KU
: Baik
Asam mefenamat 3x500 mg
Keluhan : (-)
SF 1x1
Mammae : tak
ASI : -/ Periksa : Darah lengkap,
TFU
: 1 jari bawah pusat
Kimia darah & Proteinurin
Luka op : Verband kering
Boleh pindah ke perawatan
Lokia
: Kruenta
BAK
: Perkateter
Terapi Bagian Kardiologi :
BAB
: Belum
Lasix 2 amp/12 jam/iv (jika
TDS 100 mmHg)
Darah Lengkap :

WBC : 16,64x103/mm3
RBC : 4,61x106/mm3
HGB : 9,6 gr/dL
HCT : 31,7 %
PLT : 241.103/mm3
Kimia Darah :
SGOT : 30 u/L
SGPT : 12 u/L
Ureum : 55 mg/dL
Kreatinin : 1,1 mg/dL
Proteinurin : Negatif
Elektrolit :
Natrium : 136 mmol/L
Kalium : 4,6 mmol/L
Klorida : 101 mmol/L

KSR 1x1
Rencana ekokardiografi

19-072011

Post-op hari III :


Cefadroksil 2x500 mg
KU
: Baik
Asam mefenamat 3x500 mg
Keluhan : (-)
SF 1x1
Mammae : tak
ASI : +/
Dulcolax supp II
+
TFU
: 2 jari bawah pusat Aff. Kateter
Aff. Epidural
Luka op : Verband kering
Lokia
: Sanguinolenta
BAK
: Perkateter
BAB
: Belum

20-072011

Post-op hari IV :
Cefadroksil 2x500 mg
KU
: Baik
Asam mefenamat 3x500 mg
Keluhan : (-)
SF 1x1
Mammae : tak
ASI : +/+
GV Opsite
TFU
: 2 jari bawah pusat
Luka op : Luka operasi kering Ekokardiografi hari ini
Lokia
: Sanguinolenta
BAK
: Lancar
BAB
: Sudah
Hasil Ekokardiografi :
EF 61%
Global normokinetik
MR-ringan
E/A 1
Kesimpulan : MR ringan & LVH

21-072011

Post-op hari V :
KU
: Baik
Keluhan : (-)

Cefadroksil 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
SF 1x1

Mammae : tak
ASI : +/+
Boleh pulang
TFU
: 3 jari bawah pusat Kontrol di Bagian Kardiologi
Luka op : Luka operasi kering
Lokia
: Sanguinolenta
BAK
: Lancar
BAB
: Sudah

XI.

RESUME
Ibu masuk rumah sakit rujukan RSIA Pertiwi dengan D/ : G1P0A0 gravid 40
minggu 4 hari + PEB + Susp. NYHA. Ibu mengeluh sesak sesak sejak usia
kehamilan 6 bulan dan memberat sejak 3 hari terakhir. Sesak tidak terus menerus,
dipengaruhi oleh aktivitas. Ibu merasa lebih nyaman pada posisi duduk. Nyeri dada
(-). Riwayat sesak sebelumnya (-). Riwayat berobat ke dokter penyakit jantung (-).
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-). Nyeri perut tembus ke belakang (-).
Riwayat pelepasan lendir darah (-), riwayat pelepasan air ketuban (-). Riwayat ANC
4x di Sp.OG, suntik TT 2 kali. Riwayat tekanan darah tinggi (-), baru diketahui
sejak masuk RS. Riwayat penyakit gula (-), riw. penyakit asma (+) sejak kecil.
Pemeriksaan fisis TD 160/110 mmHg, nadi 100 x/mnt, pernapasan 32 x/mnt,
suhu 36,7OC. Pada pemeriksaan obstetrik didapatkan : TFU 33 cm, situs anak
memanjang, punggung kiri, bagian terendah kepala, perlimaan 5/5, his tidak ada,
DJJ 150 x/mnt, janin kesan tunggal, gerakan janin (+) dirasakan ibu, TBJ
33x90=2970 gr, pemeriksaan dalam tidak dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal
dalam batas normal. Kadar asam urat sedikit meningkat (6,7 mg/dL)serta kadar
albumin serum menurun (2,9 gr/dL). Proteinuri didapatkan +4. Berdasarkan
pemeriksaan USG obstetri didapatkan gravid tunggal hidup, letak kepala, punggung
kiri, plasenta di korpus anterior, cairan amnion cukup (AFI=7,3 cm), biometri
janin ~ uk 40 minggu dan hasil KTG : NST reaktif.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan maka pasien ini didiagnosis dengan G1P0A0 gravid 40 minggu
4 hari belum inpartu + Preeklamsia Berat + Susp. CHF NYHA IV. Setelah melakukan
penanganan awal, maka dilaporkan ke konsulen jaga. Konsulen jaga mengadviskan
penanganan sesuai protap PEB, konsul bagian Kardiologi dan rencana terminasi
kehamilan bila ada jawaban konsul kardiologi.
Bagian kardiologi mendiagnosis pasien ini dengan CHF NYHA IV e.c. Susp
Peripartum Cardiomiopati dan di berikan terapi : Lasix 2 amp/ 12 jam/ iv (jika TDS
100 mmHg & tidak ada kontra indikasi). BerdasarkanGoldmans Cardiac Risk
Index maka pasien ini termasuk dlm criteria Low Risk. Usul Bagian Kardiologi :
Ekokardiografi postpartum (bila kondisi pasien memungkinkan). Setelah dillaporkan
ke konsulen jaga maka diadviskan untuk dilakukan cito SC. Setelah
dilakukan informed consent untuk tidak hamil lagi dan menerima kontrasepsi Kontap

karena kehamilan berikutnya akan meningkatkan mortalitas ibu tetapi pasien


menolak untuk dilakukan tubektomi, pasien memilih kontrasepsi injeksi hormonal 12
minggu.
Pada perawatan selanjutnya keadaan pasien membaik. Hasil pemeriksaan
Ekokardiografi, kesan : MR ringan & LVH. Pada post-op hari ke-5 pasien
dipulangkan dan dianjurkan untuk melakukan kontrol di Bagian Kardiologi untuk
penanganan penyakit jantung selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN
Kardiomiopati peripartum (PPCM) adalah bentuk kegagalan jantung
yang terjadi pada wanita hamil terutama dalam beberapa bulan terakhir kehamilan
atau puerperium dini. Demakis dkk pada tahun 1971, pertama kali mendefinisikan
PPCM dengan tiga kriteria diagnostik yaitu :

Perkembangan gagal jantung terjadi dalam waktu satu bulan terakhirkehamilan atau
enam bulan pascapersalinan.
Penyebab gagal jantung tidak dapat diidentifikasi.
Tidak ditemukan penyakit jantung sebelum bulan terakhir kehamilan.(1-7)
Batas waktu yang ketat digunakan dalam kriteria diagnostik dimaksudkan untuk
menyingkirkan penyebab bawaan dan didapat dari kegagalan jantung yang
biasanya muncul pada
trimester
ke dua. Komite lokakarya
tentangPPCM
merekomendasikan dimasukkannya gambaran echocardiographic disfungsi ventrikel
kiri untuk
lebih menegaskan PPCM. Tambahan kriteriadiagnostik Echocardiographic yang
menunjukkan disfungsi ventrikel kiriteria tersebut yatiu:
Fraksi ejeksi <45%
Left ventricular fractional memendek <30%
Left ventricular end-diastolic dimension > 2,7 cm/m2 luas permukaan tubuh(1,3,4)
INSIDENS
Insiden PPCM bervariasi di
seluruh
dunia. Laporan pertama penyakit gagal
jantung dalam
kehamilan dibuat pada
tahun
1849 oleh
Ritchie, dan seringdigambarkan
sebagai kardiomiopati pada
tahun
1930. Insidens lebih
tinggiyang
dilaporkan terjadi
di
Afrika
Selatan
(1-6)
(1: 1.000 kelahiran hidup).
Insidens yang lebih tinggi di negara berkembang mungkindisebabkan
oleh variasi budaya lokal, faktor ekologi, pengaruh lingkungan,kriteria diagnostik dan
pola pelaporan
yang
digunakan. Diagnosa hanya
didasarkan pada gambaran klinis juga
telah menyebabkan
tingginya
angka
insidens. Secara
keseluruhan,
laporan
terbaru dari
berbagai
bagian Duniamenunjukkan kejadian dari 1 di 1.485 sampai 4.000 kelahiran hidup
dancenderung untuk meningkat.(1-3)
FAKTOR RESIKO
Faktor risiko penyebab PPCM yang umum dilaporkan adalah usia tua, multiparitas,
kehamilan mutipel, ras kulit hitam, obesitas, malnutrisi hipertensi dalam kehamilan,
preeklamsia, pemeriksaan antenatal yang kurang, penyalahgunaan alkohol, kokain
dan tembakau, dan kondisi sosial ekonomi yang rendah. PPCM telah dilaporkan
sebagian besar pada wanita lebih dari 30 tahun, tetapi dapat terjadi pada berbagai
kelompok umur. Meskipun PPCM telah dilaporkan pada primigravida, ditemukan
terjadi lebih sering dengan multiparitas. Di Amerika Serikat sebagian besar penderita
adalah dari golongan Afrika Amerika, meskipun, golongan Asia (Korea, Jepang, Cina
dan India), dan hispanik juga pernah dilaporkan. Kehamilan kembar tampaknya
mempunyai risiko lebih tinggi terkena PPCM. (1,4-6)
Preeklamsia dan hipertensi telah dikaitkan dengan sejumlah besar kasus
PPCM. Banyak penulis bahkan melaporkan sebagai bentuk gagal jantung hipertensi.

Namun, preeklamsia sendiri jarang menyebabkan gagal jantung pada wanita sehat.
Tidak adanya perubahan vaskular dan hilangnya hipertensi dan preeklamsia
sebelum timbulnya gagal jantung menunjukkan hanya hipertensi yang mungkin
terkait dan memperburuk PPCM, dan bukan merupakan penyebab.(1,3,4,6)
Malnutrisi, status sosial ekonomi rendah, dan pemeriksaan antenatalyang
kurang juga disebutkan sebagai faktor risiko dalam laporan sebelumnya, tetapi
korelasi faktor-faktor ini belum ditemukan dalam studi lebih lanjut. Ada juga laporan
tentang faktor resiko yang langka seperti penyalahgunaan kokain, alkohol dan
tembakau.(1,5-7)
ETIOLOGI
Penyebab pasti PPCM tidak diketahui. Beberapa hipotesis penyebab
PPCM seperti miokarditis, virus, faktor autoimun, sitokin inflamasi, respon
hemodinamik
abnormal
terhadap
perubahan
fisiologis
pada
kehamilan,penggunaan tokolitik berkepanjangan dan defisiensi selenium.
a. Miokarditis
Miokarditis didefinisikan sebagai infiltrasi inflamasi perivaskular limfosit dan
makrofag yang menyebabkan nekrosis miosit dengan atau tanpa fibrosis.
EMB dipandu Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada daerah kontras yang lebih
tinggi dapat meningkatkan bukti terjadinyamiokarditis akut pada tahap awal
penyakit. Eosinofil dikenal memilikisifat kollagenolitik dan kardiotoksik ditemukan
dalam jumlah yangsignifikan pada penderita PPCM. Hal tersebut menyiratkan peran
eosinofil dalam perkembangan miokarditis di PPCM.(1-5,7)
b. Sitokin inflamasi
Silwa dkk, dalam sebuah studi yang besar, menemukan konsentrasi tinggi sitokin
inflamasi seperti faktor nekrosis tumor (TNF ), protein C-reaktif (CRP), Interleukin-6
(IL-6) dan Fas/Apo-1 (sebuah penanda apoptosis) pada pasien PPCM. Kadar CRP
berkorelasi terbalik dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) dalam studi mereka.
Konsentrasi TNF yang tinggi dapat menyebabkan remodeling ventrikel lebih
lanjutmelalui
reseptor
jantung
spesifik, yang
menyebabkan disfungsi
ventrikel.Ditemukan kadar sinyal transduser dan aktivator transkripsi-3 yang lebih
tinggi terhadap miokardium pada tikus hamil mati yang menunjukkan
terjadinya gagal jantung dan apoptosis. Temuan dari studi lain menunjukkan bahwa
apoptosis miokard mungkin merupakan penyebabterjadinya PPCM. Penelitian yang
lebih besar menargetkan sitokin ini perlu dikembangkan untuk mengetahui peran
mereka terhadap terjadinya PPCM.(1-3,7)
c. Infeksi Virus
Infeksi virus juga terlibat sebagai penyebab miokarditis. Penurunan kekebalan
selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi virus. Bultmann dkk, menemukan
materi genomik virus dalam spesimen biopsi pasien PPCM. Polymerase chain
reaction (PCR) dan ekstraksi bahan genom dari EMB dipandu kontras
MRI sangat membantu dalammendeteksi genom virus. Pada saat yang sama, ada

beberapa laporantidak menunjukkan adanya prevalensi infeksi virus pada pasien


PPCM, dan berpendapat bahwa kardiomiopati virus tidak perlu dimasukkan dalam
kriteria penyebab PPCM. Pentingnya dilakukan penelitian lanjutyang lebih spesifik
untuk membangun hubungan miokarditis virus dan PPCM. (1,2,4,5,7)
d. Faktor autoimun
Telah dihipotesiskan bahwa sel-sel janin dari haplotype ayah masuk ke dalam
sirkulasi ibu berkaitan dengan penurunan kekebalan akibatkehamilan, dan mungkin
tetap
beredar
untuk
waktu
yang
lama
tanpa
penolakan.
Sel-sel
tersebut dianggap sebagai antigen asing setelah normalisasi kekebalan ibu pasca
persalinan dan dapat memicu respon imun. Autoantibodi dapat dibentuk terhadap
plasenta, rahim atau janin pada ibu hamil. Autoantibodi ini mungkin silang bereaksi
dengan miokardium dan dapat menyebabkan kardiomiopati. (1-5)
e. Respon hemodinamik abnormal terhadap perubahan fisiologis pada kehamilan
Volume darah dan cardiac output (CO) meningkat, sedangkan resistensi pembuluh
darah sistemik (SVR) menurun selama kehamilan. Dilatasi ventrikel kiri dapat terjadi
sebagai respons terhadap peningkatanbeban. Pengurangan fungsi ventrikel kiri
pada kehamilan lanjut dan awalmasa nifas secara khas terlihat. Di duga bahwa
PPCM mungkinmerupakan eksaserbasi fenomena yang normal tersebut.(1-5)

f.

Defisiensi Selenium
Cenac dkk, menemukan konsentrasi selenium yang rendah pada pasien PPCM,
yang mungkin hanya suatu kebetulan daripada menjadipenyebab. Levander
menyatakan bahwa defisiensi selenium menyebabkan peningkatan kerentanan
terhadap infeksi virus, yang pada gilirannya menyebabkan kardiomiopati. (1,2)
g. Faktor lain
Beberapa faktor yang kurang penting yang dapat berkontribusi bagi
pengembangan PPCM adalah :

Terapi tokolitik berkepanjangan


Namun, pengobatan ini mungkin memperberat penyakit jantung yang sudah ada
daripada memainkan peran etiologi. (1-5)
Hormon
Relaksin, hormon utama ovarium, dapat menyebabkan dilatasi jantung yang
berlebihan menyebabkan kardiomiopati. Meskipun sebelumnya terlibat, namun
pada laporan berikutnya estrogen, progesteron atau prolaktin tidak mendukung
peran apapun dalametiologi PPCM.(1,2)
GAMBARAN KLINIS
Gejala
Dispnea saat aktivitas, ortopnea, batuk, dan dispnea paroksismal nokturnal
biasanya terlihat pada pasien dengan PPCM dan sering mirip dengan
gejala kegagalan ventrikel kiri (LVF). Terjadi pembentukan trombus jantung dan

mungkin muncul gejala emboli seperti nyeri dada, hemoptisis dan hemiplegia.
Meskipun sangat jarang, emboli koroner tunggal ataumultiple (dan infark
miokard) sering terjadi pada pasien dengan PPCM. Gejala nonspesifik seperti
palpitasi, kelelahan, malaise, dan nyeri abdomenditemukan pada 50% kasus.(1-3,5-7)
Kebanyakan pasien PPCM berada pada kelas NYHA III atau IV, tetapi
penggunaan klasifikasi NYHA mungkin tidak secara akurat mencerminkan beratnya
penyakit karena gambaran normal ditemukan pada kehamilan lanjut.(1,2)
Tanda
Tekanan darah mungkin normal, tinggi atau rendah. Takikardia, irama Gallop,
vena leher membesar dan edema pedis biasanya ditemukan. Secara
klinis, jantung bisa normal atau mungkin ada regurgitasi mitral danatau trikuspid
dengan krepitasi paru dan hepatomegali. Pasien bahkan mungkin datang
dengan kejang yang berhubungan dengan edema serebridan herniasi serebelum.(1,2)
PEMERIKSAAN
Setiap pasien harus memiliki elektrokardiogram (EKG), foto thorax (CXR), dan
Doppler echocardiografi untuk diagnosis.(1-5)
1. EKG
EKG biasanya menunjukkan takikardia sinus, meskipun mungkin ada fitur flutter /
fibrilasi atrium, hipertrofi atrium dan ventrikel kiri (LVH), deviasi aksis kiri, kelainan
ST-T non-spesifik, low voltage complex, aritmia, gelombang Q pada lead
anteroseptal dan abnormalitas konduksi sepert perpanjangan interval PR, QRS
dan bundle branch blocks. Dilaporkan juga terjadinya supraventricular / ventrikel
takikardia, denyut prematur dan gambaran infark miokard. Dalam banyak
kasus,EKG bahkan mungkin normal.
2. Foto thoraks
Mungkin ada bukti kardiomegali, LVH, edema paru, kongesti vena paru dan efusi
pleura bilateral pada foto thoraks, atau mungkin normal.
3. Ekokardiografi Doppler
Ekokardiografi Doppler adalah alat diagnostik yang paling penting untuk menilai
keparahan dan prognosis pasien PPCM. Gambaran umumekokardiografi meliputi
peningkatan left ventricular end diastolic diameter (LVEDD), penurunan left
ventricular fractional (LVFS) dan LVEF. Dilatasi dari semua ruang jantung, regurgitasi
mitral, trikuspid, paru dan aorta, pergerakan abnormal difus dinding dan efusi
perikardium ringan juga
dilaporkan. Murmur
regurgitasi
mungkinmerupakan konsekuensi dari dilatasi jantung. Pasien dengan miokarditis
memiliki disfungsi sistolik yang lebih berat dari mereka yang tidak miokarditis.
Peningkatan tekanan arteri paru (PAP) dan hipertensi arteri paru (PAH) juga terlihat
di sebagian besar kasus. Kadang-kadang, disfungsi ventrikel kanan dan
pembesaran atrium kiri mungkin jugaditemukan. MRI adalah alat yang lebih sensitif
dari ekokardiografi untuk mendiagnosa trombus. Pemeriksaan ekokardiografi telah
digunakan
untuk menentukan
prognosis PPCM,
tapi dobutamin
stress

echocardiography, memiliki kemampuan untuk menunjukkan cadangan kontraktil,


mungkin alat yang lebih baik.
4. Biopsi Endomiokardial (EMB)
Peran EMB pada
pasien
PPCM masih kontroversial.
Sensitivitas
diagnostik EMB dilaporkan sekitar 50%, sedangkan spesifisitas sangat tinggi (99%).
EMB memiliki hasil negatif palsu yang tinggi dan dapat bervariasi dengan
waktu dilakukan biopsi. EMB yang dilakukan padaawal dari proses penyakit
memberikan hasil positif yang lebih baik. EMB dipandu kontras MRI dapat
memberikan hasil yang lebih positif. EMB mempunyai beberapa risiko prosedural,
dan oleh karena itu hanya dipertimbangkan jika pasien tidak membaik setelah dua
minggu manajemen konvensional atau ada kecurigaan klinis kuat adanyamiokarditis.
5. Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung digunakan untuk evaluasi fungsi ventrikel kiri,melakukan EMB
dan
angiografi
koroner. Kateterisai
akan
menunjukkanpeningkatan tekanan pengisian jantung dan penurunan CO dan PAH,
tetapi indikasinya terbatas pada gagal jantung berat, perburukan gejala penyakit
jantung dan penyakit jantung iskemik (IHD). Angiografi koroner harus selalu
dipertimbangkan pada pasien dengan gambaran klinis dan EKG dari IHD, sindrom
koroner akut, hiperlipidemia, riwayat merokok dan diabetes mellitus.
6. Investigasi lain yang lebih sering digunakan
Polymerase chain reaction (PCR)
Digunakan untuk deteksi patologi virus pada pasien PPCM yang tidak membaik
dengan pengobatan konvensional.
Compliment fixation tests
Untuk mendeteksi infeksi oleh mikroorganisme. Kultur darah untuk menyingkirkan
penyebab infeksi.
Radionuklida ventrikulografi
Metode ini telah digunakan untuk menilai fungsi jantung, namun memiliki
kelemahan karena paparan radiasi dan digantikan dengan ekokardiografi.
Radionuklida ventrikulografi mungkin lebih unggul dalam mendeteksi kelainan
gerakan dinding regional pada pasien IHD.
Immunofluoresensi dan pewarnaan imunohistokimia
Pewarnaan spesimen EMB digunakan untuk mendeteksi autoantibodi terhadap
miokardium.
Estimasi enzim jantung
Enzim jantung dan angiografi koroner ditemukan dalam batas normal pada PPCM.
Hematologi rutin , biokimia dan tes serologi
Untuk menyingkirkan penyakit jantung umum lainnya. PeningkatanCRP dan
sitokin menunjukkan kardiomiopati inflamasi. Namun, efektivitas tes tersebut harus
dinilai kasus per kasus.
DIAGNOSIS

Diagnosis PPCM didasarkan


pada pengecualian penyebab
umumkegagalan jantung seperti
infeksi, toksin dan metabolik, penyakit
jantungiskemik
atau katup. Diagnosis
dini PPCM mungkin
sulit karena
banyakkesamaan gejala
klinis dengan kehamilan lanjut. Harus diingat bahwa
komplikasi kehamilan tua (seperti
anemia, toksemia dan
emboli cairan
ketuban) memiliki manifestasi yang sama. Presentasi paling umum PPCM adalah
dalam periode
postpartum ketika
sebagian dari gejala inimenghilang. Ekokardiografi dan
evaluasi laboratorium
lain akanmemperkuat diagnosis
klinis. Diagnosis diferensial PPCM termasukaccelerated
hypentension, preeklamsia, IDCM, emboli paru, anemia dantirotoksikosis.(1-7)

1.

2.

3.

4.

KOMPLIKASI (1,5)
Tromboemboli
Thrombus sering
kali terbentuk pada
pasien
dengan LVEF <35% dan
telah dilaporkan tingkat kematian
akibat tromboemboli 30
50%. Embolisistemik yang
mengarah
kepada Transient Ischemic Attack (TIA),hemiplegia, emboli paru, infark
miokard akut (AMI), oklusi arterimesenterika yang memberikan
gejala akut abdomen, infark ginjal yangmengakibatkan pielonefritis dan
infark limpa. Tromboemboli perifermenyebabkan iskemia tungkai dan gangren.
Aritmia
Aritmia seperti sinus takikardia, takikardi atrium dan ventrikel, fibrilasidan flutter
atrium, denyut ventrikel prematur, atrium dan ventrikel ekstra
sistol dan WolfeParkinson-White Syndrome dapat terjadi
pada PPCM.Dapat
pula
terjadi
takikardia ventrikel yang menyebabkan henti jantung.Meningkatnya
penggunaan implan
cardioverter
defibrillator otomatis(AICD) pada
pasien PPCM menurunkan risiko tinggi aritmia yang mengancam jiwa.
Kegagalan organ
Gagal hati
akut dan
koma hepatik yang
timbul akibat gagal
jantungkongesti pada pasien PPCM. Dapat
pula
terjadi
bakteremia
dankegagalan multiorgan termasuk hati, jantung dan ginjal.
Komplikasi obstetrik & perinatal
Pada PPCM,, insidens aborsi meningkat (4 - 25%), partus prematur (11 - 50%), bayi
kecil
untuk masa
kehamilan dan bayi berat
lahir
rendah,
pertumbuhan janin terlambat dan kematian
janin intrauterin. Dalambeberapa
kasus didapatkan
anomali kongenital janin (4
- 6%). Gagal
jantung kongestif dihubungkan dengan tingkat kematian bayi yang lebih tinggi (10%).
PENATALAKSANAAN (1-7)
Penanganan medis
PPCM
mirip penanganan
pada
penyakit gagal
jantung.Pengobatan utama adalah pembatasan cairan dan garam, digoksin, diuretik,

A.

B.

vasodilator
dan
antikoagulan. Kehamilan
dan
menyusui
harus
selalumenjadi pertimbangan sebelum memilih obat.
TINDAKAN NON-FARMAKOLOGIS
Bed rest total selama 6 - 12 bulan, seperti yang telah dianjurkan sebelumnya, terkait
dengan kejadian rendah kardiomegali, tetapi hasil yang sama dapat dicapai tanpa
istirahat
di
tempat
tidur
berkepanjangan. Bed
rest
total mungkin merupakan predisposisiterjadinya trombosis vena dalam (deep vein
thrombosis) dan
selanjutnya meningkatkan
risiko
emboli
paru.
Setelah
gejala klinismembaik dengan manajemen medis, olahraga sederhana sebenarnya
dapat meningkatkan perbaikan otot serta tonus arteri. Asupan cairandan garam dan
cairan harus dibatasi masing-masing 2 - 4 gram / hari dan 2 L / hari, dan juga
penting dalam perbaikan gejala.
MANAJEMEN FARMAKOLOGI
Digoksin
Digoksin
bermanfaat sebagai ionotropik,
dan mengurangi gejalasimptomatik. Digoksin dalam dosis rendah aman selama
kehamilan
dan
menyusui
(dosis
tinggi akan meningkatkan
sitokin
inflamasi) dan kadardigoksin
serum
harus
dimonitor,
terutama bila
dikombinasi dengan diuretik.Pengobatan digoksin selama 6 - 12 bulan dapat
mengurangi risiko kekambuhan dari PPCM.
Diuretik
Diuretik aman pada kehamilan dan menyusui. Diuretik diindikasikan untuk
mengurangi preload dan mengurangi gejala. Namun, harus hati-hatiterhadap
dehidrasi iatrogenik yang menyebabkan hipoperfusi rahim danmengakibatkan gawat
janin. Loop diuretik biasa digunakan di rumah sakit, tapi thiazides dapat
digunakan pada kasus-kasus
ringan. Dapat
terjadi
alkalosis
metabolik akibat dehidrasi yang dipicu oleh diuretik. Penambahan acetazolamide
akan mengurangi alkalosis
dengan menghilangkanbikarbonat.
Spironolactone,
karena sifat antagonisme aldosteronnya, telahterbukti dapat mengurangi gejala,
frekuensi perawatan di rumah sakit dan kematian pada pasien gagal
jantung berat bila dikombinasi dengan manajemen standar. Namun, spironolactone
mungkin tidak aman pada kehamilan dan sebaiknya dihindari pada periode
antepartum.
Vasodilator
Vasodilator
sangat
penting
dalam penanganan gagal
jantung karena efekmenurunkan preload dan afterload. Vasodilator meningkatkan
CO
dankeberhasilan
pengobatan gagal
jantung. Angiotensin Converting EnzymeInhibitor
(ACEI) atau Angiotensin Reseptor Blocker
II
(ARB) sekarang
dianggap
sebagai
manajemen utama dan telah terbukti menurunkan angka kematian pasien gagal
jantung secara signifikan. ACE-I dan ARB dikontraindikasikan pada kehamilan
karena teratogenisitas, tapi harusdipertimbangkan setelah melahirkan, dan bahkan

dapat diberikan padakehamilan lanjut ketika obat lainnya tidak efektif. ACE-I
diekskresikanmelalui ASI sehingga ASI harus dihentikan pada pasien yang
membutuhkan ACE-I. Infus nitrogliserin dan natrium nitroprusside (SNP) mungkin
diperlukan dalam kondisi yang parah. Karena toksisitas sianida yang tinggi, SNP
mungkin bukan pilihan yang baik pada periode antepartum.
Calcium channel blocker
Awalnya, penggunaan calcium channel blockers (CCB) pada gagal jantung tidak
dapat diterima karena efek kontraktil negatif dan potensirisiko hipoperfusi rahim.
Amlodipine sekarang telah terbuktimeningkatkan tingkat kelangsungan hidup pada
pasien kardiomiopati non-iskemik. Pada pengujian Prospective Randomized
Amlodipine Survival Evaluation (PRAISE), amlodipine dapat menurunkan kadarIL6 dan menunjukkan peran potensial dalam pengelolaan PPCM. Levosimendan,
sebuah sensitizer kalsium memiliki efek vasodilatasidan meningkatkan kontraktilitas
jantung pada pasien gagal jantung.Akhir-akhir ini, Levosimendan telah digunakan
pada pasien PPCMdan berhasil menurunkan peningkatan Pulmonary Capillary
Wedge Pressure (PCWP) dan selanjutnya meningkatkan CO. Karena kurangnya
laporan tentang keamanannya, levosimendan sebaiknyadihindari pada pasien
menyusui.
Beta blocker
Beta bloker tidak dikontraindikasikan pada kehamilan, tetapi penggunaannya
dikaitkan dengan berat badan lahir rendah. Beta blockers dengan sifat
tambahan blok alpha (seperti carvedilol) juga mengurangi afterload. Carvedilol telah
digunakan dengan aman pada kehamilan dan PPCM. Beta blockers dan ACE-I
mungkin mempunyaiperan tambahan dalam penekanan respon imun, dan juga
mencegah remodeling ventrikel dan mengurangi ukuran ventrikel. Obat
dapatdikurangi secara bertahap selam 6 - 12 bulan bila secara klinis fungsi
ventrikel dan ekokardiografi kembali normal. Jika ada bukti disfungsi jantung terusmenerus yang terkait dengan hipertensi atau diabetes, obat harus dilanjutkan untuk
waktu yang lama.
Agen antiaritmia
Agen antiaritmia kadang mungkin diperlukan untuk mengobatikeluhan simptomatik.
Tidak ada agen antiaritmia yang benar-benar aman pada kehamilan. Quinidine dan
Procainamide merupakan pengobatan lini pertama karena profil keamanan yang
lebih tinggi dan pengobatan harus dilakukan di rumah sakit. Digoksin dapat
dipertimbangkan untuk aritmia atrium, dan adenosin juga dapat digunakan dalam
keadaan darurat. Amiodarone dapat menyebabkan hipotiroidisme, retardasi
pertumbuhan dan kematian perinatal, sehingga harus dihindari pada trimester
pertama dan diberikan hanya pada aritmia berat yang mengancam kehidupan.
Terapi antikoagulan
Terapi antikoagulan diberikan pada pasien dengan LVEF <35% dan pasien terbaring
di tempat tidur dengan atrial fibrilasi, trombus,obesitas dan riwayat
tromboemboli. Keadaan hiperkoagulasi yang biasa terjadi pada kehamilan dan stasis

C.

D.

darah karena disfungsi ventrikel membuat pasien PPCM lebih rentan terhadap
pembentukan trombus dan komplikasinya. Situasi ini dapat bertahan selama enam
minggu masa nifas, sehingga diperlukan penggunaan heparin dalam antepartum
dan heparin atau warfarin dalam periode postpartum. Warfarin merupakan
kontraindikasi
pada
kehamilan karena efek
teratogenik,
tetapi baik heparin maupun warfarin aman digunakan selama menyusui.
Terapi imunosupresif
Terapi imunosupresif dengan azathioprine dan prednisolon telah diteliti pada pasien
PPCM dengan miocarditis-positif. Melvin dkk,pertama mencatat perbaikan dramatis
dalam tiga pasien dengan terapi imunosupresif. Dalam studi lain, 9 dari 10 pasien
menunjukkan
perbaikan
PCWP
dan Left
Ventricular
Stroke
Work
Index (LVSWI)dengan terapi prednisolon. Namun, Pengujian Pengobatan Miokarditis
gagal untuk menunjukkan keuntungan dari terapi imunosupresif pada pasien PPCM.
Saat ini, tampaknya tidak ada indikasi rutin terapi imunosupresif, tetapi dapat
dipertimbangkan bila
hasil biopsi
terbukti
tidak berespon setelah 2 minggu pengobatantandar.
Terapi imunoglobulin
Imunoglobulin intravena (IVIG) telah terbukti meningkatkan perbaikandisfungsi
ventrikel akibat PPCM. Mengingat
bukti-bukti
meningkatnya
autoimunitas pada PPCM, mungkin bijaksana untuk mempertimbangkan IVIG pada
pasien PPCM yang tidak berespon terhadap pengobatan konvensional.
Interferon
Interferon telah digunakan bila hasil biopsi membuktikan miokarditis virus. Interferon
hanya memperbaiki parameter echocardiografi, namun tidak menghasilkan banyak
manfaat terhadap gejala simtomatik pasien PPCM.
Immunomodulasi
Pentoxifylline, agen imunomodulasi dikenal untuk mengurangi produksi TNFa, CRP
dan Fas/Apo-1, telah terbukti dalam penelitian dapat memperbaiki kelas NYHA,
LVEF dan hasil akhir pengobatan pada pasien PPCM bila dikombinasikan dengan
pengobatan konvensional. Namun, dibutuhkan lebih banyak bukti sebelum
pentoxifylline dapat direkomendasikan.
MANAJEMEN OPERASI
Transplantasi jantung hanya diperuntukkan bagi mereka yang resisten
terhadap semua manajemen medis, tetapi tingkat penolakan lebih besar karena
tingginya titer antibodi yang beredar. Pasien dengan usia muda, kerusakan endorgan minimal dan PPCM onset dini memiliki hasil yang lebih menguntungkan.
MANAJEMEN OBSTETRIK
PPCM selama periode antepartum memerlukan pemantauan janin dan
ibu yang intensif. Suatu pendekatan multidisiplin yang melibatkan dokter kebidanan,
ahli jantung, anestesi dan perinatologist mungkin diperlukan untuk memberikan
perawatan yang optimal kepada pasien PPCM.Analgesia regional akan mengurangi
stres jantung akibat nyeri persalinan, sedangkan aplikasi forsep outlet atau alat

vakum dapat meminimalkan stres jantung pada kala 2 persalinan. Operasi caesar
meningkatkan risiko kehilangan darah, endometriosis dan emboli paru, dan paling
baik dilakukan untuk indikasi obstetri serta dalam kondisi dekompensasi berat.
Setelahpersalinan, pasien perlu pemantauan di Unit Perawatan Intensif (ICU) untuk
deteksi dini dan pengelolaan autotransfusi uterus yang menginduksi edema paru.
Dokter kebidanan harus memberikan konseling tentang menyusui dan
kehamilan berikutnya sebelum pasien dipulangkan. Tidak ada kontrasepsi yang
benar-benar ideal untuk wanita dengan penyakit jantung, karena resiko terjadinya
komplikasi seperti thrombosis dan infeksi. Jenis-jenis kontrasepsi :
Barier/ kondom
Kurang ideal karena angka kegagalan cukup tinggi 12 %
Pil oral ontrasepsi
Angka keberhasilan sangat tinggi tetapi karena ada resiko tromboemboli maka
pemakaiannya harus dihindari pada kelainan jantung seperti mitral stenosis, riwayat
tromboemboli, atrial fibrilasi, katup jantung prostetik, kardiomiopati, dan sindroma
Eisenmenger
Kontrasepsi bebas estrogen
Walaupun efektifitasnya lebih rendah tapi terbukti aman untuk wanita dengan
penyakit jantung
IUD
Pemakaian harus hati-hati karena adanya resiko infeksi dan reflex vagal yang dapat
menimbulkan bradikardia pada saat pemasangan. Selain itu pada pasien yang
memakai antikoagulan ada resiko perdarahan menstruasi yang banyak
Tubektomi atau vasektomi
Dianjurkan pada pasien yang sudah tidak mengingkan anak (8)

PROGNOSIS
Prognosis dilaporkan PPCM bervariasi, tetapi dengan manajemen yang
canggih seperti sekarang ini maka prognosisnya menggembirakan.
Pemulihan dari PPCM
Pemulihan klinis terdiri dari perbaikan gejala dan penghentianpengobatan
gagal jantung. Pemulihan disfungsi ventrikel telah didefinisikan sebagai :
1. LVEF 50% atau perbaikan > 20%
2. LVFS 30%
Meskipun
sebagian
besar
pemulihan
terjadi
dalam
2
bulan
pertama,tapi dapat pula sampai 6 - 12 bulan. Tingkat kelangsungan hidup 5
tahun94% pada pasien dengan pemulihan komplit fungsi ventrikel.(1,9,10)
Kriteria Prognosis Buruk
Umumnya pasien dengan usia dan paritas yang lebih tinggi, kehamilan
kembar, ras kulit hitam, onset lambat gejala (> 2 minggu pasca persailnan),
trombus intrakardiak, defek konduksi jantung, disfungsi ventrikelpersisten enam
bulan setelah melahirkan, penyakit medis sebelumnya dan keterlambatan

dalam penangan medis awal memiliki prognosis buruk. LVEF (<45%) pada dua
bulan setelah diagnosis juga memiliki prognosis buruk.Akhir-akhir ini, kadar antibodi
anti-klamidia, TNF dan IgG kelas 3 yangtinggi telah dikaitkan dengan prognosis
buruk. Dibandingkan dengan postpartum, terjadinya PPCM antepartum dikaitkan
dengan prognosis buruk.(1)
Mortalitas
Angka kematian hingga sekitar 50% dan sekitar setengahnyameninggal
dalam bulan pertama sejak munculnya gejala dan mayoritas dalam tiga bulan
pertama
dari
periode
postpartum.
Penyebab
tertinggi
kematian adalah tromboemboli,
serta
gagal
jantung
kongestif berat dan
aritmia. Pengetahuan yang lebih baik tentang patofisiologi, pendekatan multimodal
dan strategi manajemen invasif dan intensif dapat menurunkan tingkat mortalitas.(1,10)
RISIKO KEKAMBUHAN DALAM KEHAMILAN BERIKUTNYA
Kebanyakan laporan menggambarkan kekambuhan PPCM pada kehamilan
berikutnya. Belum jelas
apakah
ini
disebabkan
eksaserbasi darikegagalan jantung subklinis sebelumnya atau reaktivasi dari proses
penyakit yang sama. Resiko tertinggi kekambuhan tetap pada pasien dengan
disfungsi jantung persisten dan risiko terendah pada mereka yang fungsi jantung
telah normal, sebagaimana dibuktikan dengan dobutamin stress test. (1)
Multiparitas meningkatkan risiko kerusakan jantung yang ireversibel pada
kehamilan berikutnya. Kekambuhan gagal jantung berkisar antara 21-80% pada
kehamilan berikutnya. Kekambuhan PPCM juga dapat terjadipada pasien yang
ukuran dan fungsi ventrikel yang telah kembali normal.Oleh karena itu,
kriteria yang digunakan untuk mendeteksi pemulihan fungsi ventrikel berdasarkan
ekokardiografi istirahat pada pasien PPCM harus direvisi, dan dobutamin stress
test mungkin memainkan peran penting.(1,10,11)

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.

Bhakta P, Biswas BK and Banerjee B. Peripartum Cardiomyopathy : Review of the


Literature. Yonsei Med J. Vol 48, No. 4. 2007; 731-747.
Colombo BM and Ferrero S. Peripartum Cardiomyopathy. Orphanet encyclopedia.
2004. Available at : www.orpha.net/data/patho/GB/uk-Peripartum-cardiomyopathy.pdf

3.

Pearson GD et all. Peripartum Cardiomyopathy : National Heart, Lung, and Blood


Institute and Office of Rare Diseases (National Institutes of Health) Workshop
Recommendations and Review. JAMA, March 1, 2000Vol 283, No. 9. Available
at : www.jama.ama-assn.org

4.

Lok SI et all. Peripartum cardiomyopathy: the need for a national database. Neth
Heart J (2011) 19:126133. Available at : www.springerlink.com

5.

Ramaraj R and Sorrel VL. Peripartum cardiomyopathy: Causes, diagnosis, and


treatment. Cleveland clinic journal of medicine volume 76, number 5 may 2009; 289296.

6.

Wells GL and Twomley KM. Peripartum Cardiomyopathy: A Current Review.Journal of


Pregnancy. Volume 2010, Article ID 149127, 5 pages.

7.

Cunningham C, Rivera J and Spence D. Severe Preeclampsia, Pulmonary Edema,


and Peripartum Cardiomyopathy in a Primigravida Patient. AANA Journal. Vol 79,
No.3. California, 2011. Available at : www.aana.com/aanajournalonline.aspx

8.

Soewarto S. Tata Laksana Kehamilan pada Penyakit Jantung. Himpunan Kedokteran


Fetomaternal POGI. Jakarta. 2007; 21-23.

9.

Fett JD, Christine LG, Carrway RD and Murphy JG. Five-Year Prospective Study of
the Incidence and Prognosis of Peripartum Cardiomyopathy at a Single Institution.
Mayo
Clinis
Proc. December
2005;80(12):1602-1606.
Available
at :www.mayoclinicproceedings.com

10.

Elkayam U et all. Maternal and fetal outcomes of subsequent pregnancies in women


with peripartum cardiomyopathy. N Engl J Med, Vol. 344, No. 21. 2001; 15671571. Available at : www.nejm.org

11.

Elkayam U et all. Pregnancy-Associated Cardiomyopathy : Clinical Characteristics


and a Comparison Between Early and Late Presentation.Circulation. 2005;111:20502055. Available at : http://www.circulationaha.org

Você também pode gostar