Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Keperawatan Katarak, Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur
angsur penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya.
Contoh Asuhan Keperawatan Katarak
Laki-laki
Perempuan
Total
1971
44,2
47,2
45,7
1980
50,6
53,7
52,2
1990
58,1
61,5
59,8
1995
61,5
65,4
63,5
2000
63,3
67,2
65,3
2005
64,9
68,8
66,9
2010
66,4
70,4
68,4
2015
67,7
71,7
69,8
2020
69,0
73,0
71,7
Sumber: BPS, 1992, 1993 Keterangan: Angka harapan hidup sejak lahir
Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata
rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju
seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang 1000 orang per hari pada
tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah Baby
Boom pada masa lalu berganti menjadi Ledakan penduduk lanjut usia.
Menurut penelitian yang dilakukan terhadap orang lanjut usia di Indonesia yang dilakukan oleh
Prof. Dr.R. Boedhi Darmojo, terjadi peningkatan jumlah lanjut usia yang sangat signifikan
seperti terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 1.1 Demografi Orang Lanjut Usia di Indonesia
Tahun
1980
Total penduduk (55 tahun ke atas) 148
a. Total (juta)
11,4
b. Persentase (%)
7,7
Harapan hidup
55,30
1985
165
13,3
8
58,19
1990
183
16
8,7
61,12
1995
202
19
9,4
64,05
2000
222
22,2
10
65-70
2020
29,12
11,09
70-75
Jumlah Lansia
Persentase
1971 (a)
5.306.874
4,48%
1980 (b)
7.998.543
5,45%
1990 (c)
11.277.557
6,29%
1995 (d)
12.778.212
6,56%
2000 (d)
15.262.199
7,28%
2005 (d)
17.767.709
7,97%
2010 (d)
19.936.859
8,48%
2015 (d)
23.992.553
9,77%
2020 (d)
28.822.879
11,34%
Sumber: (a) Biro Pusat Statistika, 1974; (b) Biro Pusat Statistika,1983; (c) Biro Pusat
Statistika, 1992; (d) Ananta dan Anwar, 1994. Dikutip oleh Djuhari dan Anwar, 1994
Meningkatnya umur harapan hidup dipengaruhi oleh:
1)
2)
3)
4)
Secara individu, pada usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal ini akan
menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan bergesernya pola
perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit pada lansia juga bergeser dari
penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (degeneratif).
Survei rumah tangga tahun 1980, angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun sebesar
25,70% diharapkan pada tahun 2000 nanti angka tersebut menjadi 12,30% (Depkes RI, Pedoman
Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan I, 1992).
Perawatan terhadap pasien lansia bisa menjadi tugas yang menantang bagi para tenaga klinis.
Perubahan perubahan kecil dalam kemampuan seorang pasien lansia untuk melaksanakan
aktivitas sehari hari atau perubahan kemampuan seorang pemberi asuhan keperawatan dalam
2)
Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat: Konsep Lansia, Konsep
Penyakit Post Operasi Katarak dan Konsep Asuhan Keperawatan Klien Dengan Post Operasi
Katarak.
2.1 Konsep Teori Lansia
2.1.1 Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
2.1.2 Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992).
Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti
mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang
mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat,
kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskpun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus
menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan perubahan yangmenuntut dirinya
untuk menyesuakan diri secara terus menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan
lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip
oleh MunandarAshar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah masalah yang menyertai lansia
yaitu:
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya,
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah,
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan
5) Belajar memperlakukan anak anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan
perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah
perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin
bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang
semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan kegiatan rekreasi tak berubah hanya
cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk
selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan
untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang
dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan
akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan
atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan
pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini
menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lanjut usia
b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan
gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan
ganda (triple loss), yakni :
1. kehilangan peran
2. hambatan kontak sosial
3. berkurangnya kontak komitmen
2.1.4 Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara
lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1) Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang
diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
2) Permasalahan khusus :
a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun
sosial.
b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik
lansia
2.1.5 Faktor faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
1) Hereditas atau ketuaan genetik
2) Nutrisi atau makanan
3) Status kesehatan
4) Pengalaman hidup
5) Lingkungan
6) Stres
2.1.6 Perubahan perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
1) Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh, diantaranya sistim
pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
2) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan
konsep dir.
3) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970)
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak
dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
2.1.7 Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut the National Old Peoples Welfare Council , dikemukakan 12 macam penyakit lansia,
yaitu :
1) Depresi mental
2) Gangguan pendengaran
3) Bronkhitis kronis
4) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
5) Gangguan pada koksa / sendi pangul
6) Anemia
7) Demensia
2.2 Konsep Penyakit Katarak
2.2.1 Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur angsur penglihatan
kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara C.Long, 1996)
2.2.2 Etiologi
1) Ketuaan biasanya dijumpai pada katarak Senilis
2) Trauma terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar oleh sinar X atau benda
benda radioaktif.
3) Penyakit mata seperti uveitis.
4) Penyakit sistemis seperti DM.
5) Defek kongenital
2.2.3 Patofisiologi
Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya keseimbangan atara protein
yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut dalam membran semipermiabel. Apabila
terjadi peningkatan jumlah protein yang tdak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan
sintesa protein, perubahan biokimiawi dan fisik dan protein tersebut mengakibatkan jumlah
protein dalam lens melebihi jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam bagian
ynag lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan nama katarak. Terjadinya
penumpukan cairan/degenerasi dan desintegrasi pada serabut tersebut menyebabkan jalannya
cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan penglihatan.
2.2.4 Macam macam Katarak
1) katarak kongenital
Adalah katarak sebagian pada lensa yang sdah idapatkan pada waktu lahir. Jenisnya adalah:
a) Katarak lamelar atau zonular.
b) Katarak polaris posterior.
c) Katarak polaris anterior
d) Katarak inti (katarak nuklear)
e) Katarak sutural
2) Katarak juvenil
Adalah katarak yang terjadi pada anak anak sesudah lahir.
3) Katarak senil
Adalah kekeruhan lensa ang terjadi karena bertambahnya usia. Ada beberapa macam yaitu:
a) katarak nuklear
Kekeruhan yang terjadi pada inti lensa
b) Katarak kortikal
Kekeruhan yang terjadi pada korteks lensa
c) Katarak kupliform
Terlihat pada stadium dini katarak nuklear atau kortikal.
Katarak senil dapat dibagi atas stadium:
a) katarak insipiens
Katarak yang tidak teratur seperti bercak bercak yang membentuk gerigi dengandasar di perifer
dan daerah jernih di antaranya.
b) katarak imatur
Terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga
masih terdapt bagian- bagian yang jernih pada lensa.
c) katarak matur
Bila proses degenerasi berjala terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama sama hasil
desintegritas melalui kapsul.
d) katarak hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut sehingga korteks lensa mencair dan dapat keluar melalui
kapsul lensa.
4) Katarak komplikasi
Terjadi akibat penyakit lain. Penyakit tersebut dapat intra okular atau penyakit umum.
5) Katarak traumatik
Terjadi akibat ruda paksa atau atarak traumatik.
2.3 Kosep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operasi Katarak
2.3.1 Pengkajian
1) Data Subyektif
a) Nyeri
b) Mual
c) Diaporesis
d) Riwayat jatuh sebelumnya
e) Pengetahuan tentang regimen terapeutik
Kemerahan
Edema
Zat purulen
Nilai laboratorium: peningkatan SDP, perubahan SDP, hasil pemeriksaan kultur sesitivitas
abnormal.
d) Ketajaman penglihatan masing masing mata.
e) Cara berjalan, riwayat jatuh sebelumnya.
f) Kemungkinan penghalang lingkungan seperti;
Tiang infus
Tempat sampah
Sandal
g) Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi.
2.3.2 Perumusan Diagnosa Keperawatan
2) Nyeri akut b/d interupsi pembedahan jaringan tubuh
3) Resiko tinggi terhadap infeksi b/d peningkatan perentanan sekunder terhadap interupsi
permukaan tubuh.
4) Resiko tinggi terhadap cidera b/d keterbatasan penglihatan, berada di lingkungan yang asing
dan keterbatasan mobilitas dan perubahan kedalaman persepsi karena pelindung mata.
5) Resiko tinggi terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik b/d kurang aktivitas
yang diijinkan, obat obatan, komplikasi dan perawatan lanjutan.
2.3.3 Perencanaan
1) Nyeri akut
a) Tujuan: nyeri teratasi
b) Kriteria hasil: klien melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri setelah
intervensi.
c) Intervensi:
Jelaskan bahwa nyeri dapat akan terjadi sampai beberapa jam setelah pembedahan.
Rasional: Nyeri post op dapat terjadi sampai 6 jam post op.
Lakukan tindakan penghilanagn nyeri non invasif atau non farmakologik, seperti berikut;
Posisi: tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah ubah antara berbaring pada
punggung dan pada sisi yang tidak dioperasi.
Distraksi
Latihan relaksasi
Rasional: beberapa tindakan penghilang nyeri non invasif adalah tindakan mandiri yang dapat
dilaksanakan perawat dalam usaha meningkatkan kenyamanan pada klien.
Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan aalgesik yang diresepkan.
Rasional: Analgesik mambantu dalam menekan respon nyeri dan menimbulkan kenyamanan
pada klien.
Beritahu doker jika nyeri tidak hilang setelah jam pemberian obat, jika nyeri disertai
mual atau jika anda memperhatikan drainase pada pelindung mata.
Rasional: Tanda ini menunjukkan peningaktan tekanan intra okuli (TIO) atau komplikasi lain.
2) Resiko tinggi terhadap infeksi
a) Tujuan: infeksi tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: klien akan menunjukkan penyembuhan insisi tanpa gejala infeksi.
c) Intervensi:
Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupancairan yang adekuat.
Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai hari pertama setelah operasi atau
sampai diberitahukan
Rasional: Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang
meningkatkan penyembuhan
Ketika meneteskan, hindari kontak antara ata, tetesan dan alat penetes.
Ajarkan teknik ini kepada klien dan anggota keluarganya.
Rasional: Teknik aseptik meminimialkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi resiko
infeksi.
Peningkatan suhu
Nilai laboratorium abnormal (mis. Peningkatan SDP, hasil kultur dan sensitivitas positif)
Rasional: Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan
keseriusan infeksi.
Lakukan tindakan untuk mencegah ketegangan pada jahtan (misal anjurkan klien
menggunakan kacamata protektif dan pelindung mata pada siang hari dan pelindung mata pada
malam hari).
Rasional: Ketegangan pada jahitan dapat menimbulkan interupsi menciptakan jalan masuk untuk
mikroorganisme.
Modifikasi lingkungan untuk menghilangkan kemungkinan bahaya.
Pastikan pintu dan laci tetap tertutup atau terbuka secara sempurna.
Rasonal: Kehilangan atau gangguan penglihatan atau menggunakan pelindung mata juga apat
mempengaruhi resiko cidera yang berasal dari gangguan ketajaman dan kedalaman persepsi.
Tinggikan pengaman tempat tidur. Letakkan benda dimana klien dapat melihat dan
meraihnya tanpa klien menjangkau terlalu jauh.
Rasional: Tinakan ini dapat membantu mengurangi resiko terjatuh.
Bantu klien dan keluarga mengevaluasi lingkungan rumah untuk kemungkinan bahaya.
Binatang peliharaan
Tangga
Rasional: Perlunya untuk empertahankan lingkungan yang aman dilanjutkan setelah pulang.
4) Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik
a) Tujuan: Inefektif penatalaksanaan regimen tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: Berkaitan dengan rencana pemulangan rujuk pada rencana pemulangan.
c) Intervensi:
Membaca
Menonton televisi
Memasak
Mandi
Tekankan pentingnya tidak mengusap mata atau menggosok mata dan menjaga balutan
serta pelindung protektif tetap pada tempatnya sampai hari pertama setelah operasi.
Rasional: Mengusap atau menggosok mata dapat merusak integritas jahitan dan memebrikan
jalan masuk untk mikroorganisme. Menjaga mata tertutup mengurangi resiko kontaminasi oleh
mikroorganisme di udara.
Jelaskan informasi berikut untuk tetap setiap obat obatan yang diresepkan.
Jadwal, dosis (jumlah dan waktu)
Teknik pemberian
Instruksikan klien dan keluarga untuk melaporkan tanda dan gejala berikut:
Kehilangan penglihatan
Instruksikan untuk menjaga hygiene mata (membuang drainase yang mengeras dengan
menyeka kelopak mata yang terpejam menggunakan bola kapas yang dielmbabakan dengan
larutan irigasi mata).
Rasional: Sekresi dapat melekat pada kelopak mata dan blu mata. Pembuangan sekresi dapat
memberikan kenyamanan dan mengurangi resiko infeksi dengan mneghilangkan sumber
mikroorganisme.
Tekankan pentingnya perawatan lanjutan yang adekuat, dengan adwal yang ditentukan
oleh ahli bedah. Klien harus mengetahui tanggal dan waktu jadwal perjanjian pertamanya
sebelum pulang.
Rasional: Perawatan lanjutan memberikan kemungkinan penyembuhan dan memngkinkan
deteksi dini komplikasi.
BAB 3
AS U H AN K E PE R AW AT AN
PADA KLIEN KATARAK
3.1 Pengkajian
Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 2001 pada pukul 11.30 WIB samapi
dengan selesai pada pukul 12.30 WIB.
3.1.1 Pengumpulan data
1) Data biografi klien
a) Nama :b) Tempat dan tanggal lahir:
c) Pendidikan terakhir:d) Agama:
banyak sekret yang menumpuk pada mata kiri dan ternyata klien belum memahami beberapa
pantangan yang arus dijalaninya.
Obat obatan: bila nyeri biasanya perawat memberikan Gentamycin Salp 31
Satus imunisasi:
Alergi terhadap obat obatan, makanan maupun zat paparan lain seperti debu, cuaca tidak ada
pada klien.
9) A D L (activity daily living)
Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan kebutuhan ADL klien diskor dengan A karena
berdasarkan pengamatan mahasiswa, klien mampu memenuhi kebutuhan makan, kontinen,
berpindah, ke kamar kecil dan berpakaian secara mandiri.
Kebutuhan istirahat tidur kadang kadang terganggu bila nyeri pada luka post operasi kambuh.
Pada pengkajian personal hygiene tampak penumpukan sekret pada mata kiri klien.
Psikologis kien meliputi:
Persepsi klien terhadap penyakit: klien merasa wajar karena umurnya sudah tua.
Konsep diri baik karena klien mampu memandang dirinya secara positif dan mau
menerima kehadiran orang lain.
Kemampuan adaptasi klien baik, terlihat daris eringnya klien mengunjungi teman
temannya di wisma yang lain.
Mekanisme pertahanan diri: klien mengnaggap kehidupan di luar panti sudah tidak
menarik lagi baginya, klien ingin menghabiskan hari tuanya di panti. Klien mengatakan senang
tinggal di panti karena mendapatkan keteraturan dalam hal makan, istirahat dan kebutuhan lain
terpenuhi.
10) Tinjauan sistem
a) Keadaan umum: baik, klien tampak bersih.
b) Tingkat kesadraan : CM (compos mentis)
c) Skala koma glasgow: 15
d) Tanda tanda vital: N: 76 x/mnt; S: 36,80C, RR: 18 x/mnt; TD: 130/80 mmHg.
e) Sistem kardiovaskuler:
Perkusi: Tidak ada suara redup, pekak atau suara abnoral lain.
ROM klien baik/penuh, klien seimbang dalam berjalan, osteoporosis (-), kemampuan
menggenggam kuat, otot ekstremitas ka/ki sama kuat, tidak ada kelainan tulang, atrofi dll.
j)
Sistem endokrin
Klien mengatakan tidak menderita kencing manis. Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar.
k) Sistem immune
Klien mengatkan belum pernah disuntik imunisasi, sensitivitas terhadap zat alergen (-), riwayat
penyakit berkaitan dengan imunisasi, klien mengatakan tidak tahu.
l) Sistem gastrointestinal
Klien hanya mengkonsumsi makanan yang disediakan dari dapur umum panti ditambah dengan
kadang kadang minum kopi. Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan yang disediakan
pendamping wisma tanpa keluhan mual. Klien mengatakan tinggal di panti membuatnya makan
teratur 3x/hari dengan snack 2x/hari dan tambahan susu, teh atau kopi sehingga klien merasakan
badannya lebih gemuk semenjak tinggal di panti. BB sekarang: 33 kg, keadaan gigi klien: sudah
ompong semuanya, klien mengatakan tidak ada kesulitan menelan an mengunyah makanan.
m) Sistem reproduksi
Klien mengatakan tidak punya anak dari hasil pernikahannya, riwayat berhenti menstruasi lebih
kurang 30 tahun yll.
n) Sistem persyarafan
Keadaan status mental klien baik dengan emosi stabil. Respon klien terhadap pembicaraan (+)
dengan bicara yang normal dan jelas, suara pelo (-), bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa
dan bahasa Indonesia. Interpretasi klien terhadap lawan bicara cukup aik.
Keadaan mata kiri tampak penumpukan sekret, penglihatan agak kabur tetapi klien mampu pergi
ke wisma lain tanpa bimbingan orang lain atau menggunakan tongkat dan klien juga mampu
mengikuti kegiatan senam dengan baik. IOL (+), hiperemis (+). Klien mampu melihat dalam
jarak pandang K50 mtr. Kemampuan pendengaran agak menurun sehingga lawan bicara harus
berbicara agak keras supaya klien mendengar.
11) Status kognitif/afektif/sosial
a) Short potable mental status questionaire (SPMSQ) dengan skor: 10, fungsi intelektual utuh.
b) Mini mental state exam (MMSE) dengan skor: 25, aspek kognitif dari fungsi mental dalam
keadaan baik.
c) Inventaris depresi beck, dengan skor: 3 pada keraguan raguan, kesulitan kerja dan
keletihan. Jadi tidak ada tanda tanda depresi pada klien.
d) Apgar keluarga denagn lansia, skor: 8 dimana fungsi sosial klien dalam kedaan normal.
12) Data penunjang
Hasil pemeriksaan gluko test (-)
3.1.2 Analisa Data
No
Data
Etiologi
Masalah
1. DS:
Interupsi
Nyeri
2. Klien mengeluh nyeri pada
pembedahan katarak Resiko infeksi
3. mata kiri pot op menyebar ke
pada mata kiri.
Resiko cidera
kepala saat terpapar sinar matahari Peningkatan
atau baru bangun tidur.
kerentanan skunder
Klien mengatakan bila nyeri terhadap interupsi
kambuh, mengalami kesulitan
pembedahan katarak.
tidur.
Keterbatasan
Klien mengatakan riwayat
penglihatan.
Klien mengeluh nyeri pada mata kiri pot op menyebar ke kepala saat terpapar sinar
matahari atau baru bangun tidur.
IOL (+)
2) Resiko infeksi b/d peningkatan kerentanan skunder terhadap interupsi pembedahan katarak
ditandai dengan:
DS:
Klien mengatakan mata kiri terasa nyeri, panas dan nyeri menyebar sampai ke kepala.
Klien mengeluh nyeri pada mata kiri pot op menyebar ke kepala saat terpapar sinar
matahari atau baru bangun tidur.
IOL (+)
2) Resiko infeksi b/d peningkatan kerentanan skunder terhadap interupsi pembedahan katarak
ditandai dengan:
DS:
Klien mengatakan mata kiri terasa nyeri, panas dan nyeri menyebar sampai ke kepala.
Membantu m
2. pembedahan katarak
keperawatan selama 3
mengidentifikasi tindakan
kenyamanan dan m
3. pada mata kiri.
hari, nyeri berkurang
penghilangan nyeri yang efektif
tekanan pada bola m
Resiko infeksi b/d
ditandai dengan:
dengan tidur dalam posisi duduk.
Beberapa tind
Lakukan tindakan
penghilang nyeri no
penghilanagn nyeri non invasif atau adalah tindakan ma
non farmakologik, seperti berikut; dapat dilaksanakan
Analgesik ma
punggung dan pada sisi yang tidak dalam menekan res
dioperasi.
dan menimbulkan k
Distraksi
pada klien.
Latihan relaksasi
Tanda ini me
Membungkuk melewati
preferensi dokter, u
pinggang
status kesehatan kli
Mandi
pembatasan ini dap
Tingkatkan penyembuhan
Nutrisi dan h
luka:
optimal meningkatk
Teknik asepti
untuk meneteskan tetes mata:
meminimialkan ma
Gangguan pe
Infeksi konjungtiva
atau menggunakan
(pembuluh darah menonjol)
mata dapat mempen
Peningkatan suhu
mengurangi resiko
Nilai laboratorium
abnormal (mis. Peningkatan SDP,
hasil kultur dan sensitivitas positif)
Klien kooperatif.
09.00
Pembatasan aktifitas.
matahari.
Evaluasi
S: Klien mengatakan nyeri pada mata kiri sudah
agak berkurang, klien sudah dapat istirahat
dengan baik.
O: Mata berair (-), kemerahan (-)
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan perencanaan dengan mengadakan
koordinasi dengan pendamping wisma.
S: Klien mengatakan matanya sudah tidak panas
lagi,berair (-)
O: mata berair (-), kemerahan (-), sekret (-)
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan perencanaan dengan mengadakan
koordinasi dengan pendamping wisma.
S: Klien mengatakan penglihatannya sudah lebih
terang.
O: Klien berjalan ke luar wisma tanpa dibimbing
dan tanpa memakai tongkat.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan perencanaan dengan mengadakan
koordinasi dengan pendamping wisma.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan gerontik merupakan salah satu bagian dari asuhan keperawatan yang
diberikan kepada indivdu atau sekleompok lansia dalam konteks peran perawat sebagai penerima
asuhan keperawatan yang diberikan secara profesional.
Dalam konteks keperawatan gerontik yang dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha
Bahagia Magetan dari tanggal 03 07 Deseber 2001, mahasiswa diberikan tanggung jawab
untuk membina satu orang klien lansia yang memiliki masalah kesehatan dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan dimulai dari tahap pengkajian sampai pada tahap evaluasi guna
mengetahui perkembangan kesehatan klien lansia secara komprehensif.
4.2 Saran
1) Bagi institusi pengelola Panti Sosial Tresna Werdha Bahagia Magetan.
Agar seoptimal mungkin menerapkan konsep pemikiran yang telah disepakati guna
meningkatkan fungsi dan peran panti secara optimal.
2) Bagi pembimbing PSIK FK Unair Surabaya
Agar seoptimal mungkin mengupayakan kehadiran serta bimbingannya guna membantu
mahasiswa menjalani proses praktek keperawatan gerontik dengan lebih baik sesuai target
pencapaian yang ingin diraih.
3) Bagi mahasiswa sendiri
Untuk lebih meningkatkan pemahaman dan pengetahuan guna mnegembangkan konsep asuhan
keperawatan gerontik secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Afdol. Et all. (1995). Latar Belakang Sosial Ekonomi dan Tingkat Kepuasan Hidup Lanjut Usia
Penghuni Panti Werdha. PPKP lemlit Unair. Surabaya
Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis, Binarupa
Aksara, Jakarta.
Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat
Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little Brown and
Company. Boston
Depkes RI Badan Litbangkes. (1986). Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta
Depsos RI. (-). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
Dalam Panti. Depsos RI. Jakarta
..(1993). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan I. Depkes
Ri. Jakarta
..(1994). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan II.
Depkes Ri. Jakarta
Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia,
Jakarta.
Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC. Jakarta
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri