Você está na página 1de 7

KONSEP RIBA DALAM ISLAM

1.

Pengertian Riba
Riba secara bahasa bermakna; ziyadah (tambahan). Dalam pengertian
lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
batil. Kata riba juga berarti ; bertumbuh menambah atau berlebih. Al-riba atau
ar-rima makna asalnya ialah tambah tumbuh dan subur. Adapun pengertian
tambah dalam konteks riba adalah tambahan uang atas modal yang diperoleh
dengan cara yang tidak dibenarkan syara, apakah tambahan itu berjumlah
sedikit maupun berjumlah banyak seperti yang disyaratkan dalam Al-Quran.
Riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa inggris sebagai usuryyang
artinya the act of lending money at an exorbitant or illegal rate of
interest sementara para ulama fikih mendefinisikan riba dengan kelebihan
harta dalam suatu muamalah dengan tidak ada imbalan atau gantinya. Maksud
dari pernyataan ini adalah tambahan terhadap modal uang yang timbul akibat
transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang kepada pemilik uang pada
saat utang jatuh tempo.
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan baik dalam transaksi jual beli, maupun pinjam meminjam secara batil
atau bertentangan dengan prinsip muaamalat dalam Islam. Mengenai hal ini
Allah mengingatkan dalam Al-Quran Surat An-Nisa : 29 ..............................
Artinya : Hai orang-orang yang beriman janganah kamu memakan harta
sesamamu dengan jalan batil.
Dalam kaitanya dengan pengertian al-batil dalam ayat tersebut, ibnu
ArobiAl-Maliki menjelaskan seperti yang dikutif oleh Afzalurrohman.
.........
pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang
dimaksud riba dalam ayat Al-Quran yaitu setiap penambahan yang diambil
tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan
syariah.
Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu
transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut
secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek.
Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat
sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena
penggunaan si penyewa. Mobil misalnya, sesudah dipakai maka nilai
ekonomisnya pasti menurun jika dibandingkan sebelumnya. Dalam hal jual beli,
si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang diterimanya.
Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta perkongsian berhak
mendapatkan keuntungan karena disamping menyertakan modal juga turut serta
menanggung kemungkinan resiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.

Dalam transaksi simpan pinjam dana, secara konvensional si pemberi


pinjaman mengambil tambahan dalam bunga tanpa adanya suatu
penyeimbangan yang diterima si peminjam kecuali kesempatan dan faktor
waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Namun, yang tidak
adil disini adal peminjam diwajibkan untuk selalu dan pasti untung dalam setiap
penggunaan kesempatan tersebut. Demikian juga dana itu tidak akan
berkembang dengan sendirinya, hanya dengan faktor waktu semata tanpa ada
faktor orang yang menjalankan dan mengusahakannya. Bahkan ketika orang
tersebut mengusahakan bisa saja untung bisa saja rugi.
Pengertian senada disampaikan oleh jumhur ulama sepanjang sejarah
Islam dari berbagai madzahib fiqhiyyah, diantaranya sebagai berikut.
a.
Badr Ad-Din Al-Ayni pengarang Umdatul Qari syarah Shahih Al-Bhukhari.
..........................
Prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syariah riba berarti
penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis rill.
b.

c.
d.

e.

f.

g.

Imam zarkasi dari madzab Hanafi


.............
Riba adalah tambahan yang disaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya
iwadh (atau padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.
Raghib Al-Asfahani
.................................
Riba adalah penambahan atas harta pokok.
Imam An-Nawawi dari Madzab Syafii.
...................................
Berdasarkan penjelasan Imam Nawawi diatas, dapat dipahami bahwa salah satu
bentuk
riba
yang
dilarang
oleh
Al-Quran
dan
As-Sunnah
adalah ................................penambahan atas harta pokok karena unsur waktu.
Dalam dunia perbankan, hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuai lama
waktu pinjaman.
Qatadah
.....................................
Riba Jahiliyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga
waktu tertentu. Apabila telah datang saat membayar dan si pembeli tidak
mampu membayar, maka ia memberikan bayaran tambahan atas penangguhan.
Zaid Bin Aslam
...................................
Yang dimaksud dengan riba jahiliyah yang beramplikasi pelipatgandaan sejalan
dengan waktu adalah seseorang yang memiliki piutang atas mitranya. Pada saat
jatuh tempo ia berkata bayar sekarang atau tambah.
Mujahid
.........................................

Mereka menjual daganganya dengan tempo. Apabila telah jatuh tempo dan
(tidak mampu membayar) si pembeli memberikan tambahan atas tambahan
waktu.
h.
Jafar As-Shodiq dari kalangan Madzab Syiah
............................................
Jafar As-Shodiq berkata ketika ditanya mengapa Allah SWT mengharamkan
riba supaya orang tidak berhenti berbuat kebajikan karena ketika diperkenankan
untuk mengambil bunga atas pinjaman maka seseorang tadi tidak berbuat
maruf lagi atas transaksi pinjam meminjam dan seterusnya. Padahal Qord
bertujuan untuk menjalin hubungan yang erat dan kebajikan antar manusia.
i.
Imam Ahmad Bin Hambal. Pendiri Madzab Hambali
.......................................
Imam Ahnad Bin Hambal ketika ditanya tentang riba beliau menjawab
sesungguhnya riba itu adalah seseorang memiliki utang maka dikatakan
kepadanya apakah akan melunasi atauy membayar lebih. Jikalau tidak mampu
melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga pinjaman) atas
penambahan waktu yang diberikan.
2.

Jenis-Jenis Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing
adalah riba utang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok yang pertama terbagi
lagi menjadi riba jahiliyah dan qardh. Sedangkan kelompok kedua riba jual beli
terbagi menjadi riba Afdhl dan riba nasiah. Adapun penjelasannya sebagai
berikut:
a.
Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disaratkan terhadap yang
berhutang (Muqtaridh).
b.
Riba Jahiliyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu
membayar hutangnya pada waktu yang ditentukan.
c.

Riba fadhl
Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda,
sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk jenis barang ribawi.
d.
Riba nasiah
e.
Penangguhan, penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainya. Riba dalam nasiah muncul
karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antar yang diserahkan saat
ini dengan yang diserahkan kemudian.
Dalam kitab Fathul Muin riba dibagi menjadi tiga yaitu :
1.
Riba Fadhl

2.
3.

1.
2.
3.
4.

Yaitu selisih barang pada salah satu tukar menukar dua barang yang sama
jenisnya. Termasuk dalam macam ini adalah riba qordh yaitu jika dalam utang
kembali kepada pihak pemberi utang.
Riba yad
Yaitu jika salah satu dari penjuual dan pembeli berpisah dari akad sebelum serah
terima.
Riba Nasa
Yaitu jika mensaratkan ada penundaan penyerahan dua barang maqud alaih
dalam penukaranya (jual-beli).
3. Hukum Riba
Hukum riba dalam Islam telah ditetapkan dengan jelas, yakni dilarang
dan termasuk dariu salah satu perbuatan yang diharamkan. Namun proses
pelaranga riba dalam Al-Quran tidak diturunkan oleh Allah SWT sekaligus,
melainkan diturunkan dalam empat tahap.
Allah memberikan pengertian bahwa riba tidak akan menambah kebaikan
disisi Allah SWT. Allah berfirman :
.....................................Arrum Ayat 39
Allah SWT memberikan gambaran siksa bagi yahudi dengan salah satu
karakternya suka memakan riba.
(QS. An-Nisa : 160-161)...........................
Allah melarang memakan riba yang berlipat ganda
Ali Imran 130..............................
Allah melarang dengan keras dan tegas semua jenis riba.
Albaqoroh 278-279...............................
Untuk lebih memperjelas keharaman riba, Rosululloh SAW juga menjelaskan
dan beberapa hadits diantaranya:
..............................................
Artinya : dari Jabir ia berkata Rosululloh SAW mengutuk orang yang menerima
riba, orang yang membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan dua orang
saksinya, kemudian beliau bersabda mereka itu semuanya sama ( HR. Muslim)
......................................................hadis
Hakim meiwayatkan dari Ibnu Masud bahwasanya nabi Saw telah bersabda
riba itu mepunyai 73 tingkatan, yang paling rendah (dosanya) sama dengan
seseorang yang berzina dengan ibunya. (HR. Mutafaqun Alaihi).
Bahkan dalam suatu hadis dinyatakan bahwa dosa orang yang mengerjakan riba
lebih besar beberapa kali lipat daripada dosa orang yang berzina. Hal ini
didasari oleh logika bahwa zina biasanya terjadi akibat gejolak syahwat yang
tidak tertahan dan dilakukan tanpa pikir panjang, sementara praktek riba
dilakukan dengan pertimbangan yang matang, jelas dan telaten.
Hakikat larangan tersebut tegas, mutlak, dan tidak mengendung perdebatan.
Tidak ada ruang untuk mengatakan bahwa riba mengacu sekedar pada pinjaman

dan bukan bunga, karena Nabi melarang mengambil, meskipun kecil, pemberian
jasa atau kebaikan sebagai syarat pinjaman, sebagai tambahan dari uang pokok.
Larangan bunga ini tidaj hanya berlaku dalam agama Islam tetapi dalam agama
non Islampun juga dilarang. Seperti halnya orang-orang Yahudi yang dilarang
mempraktekkan riba. Pelarangan dimaksud banyak terdapat dalam kitab suci
mereka, baik dalam perjanjian lama (oldtestament). Maupun undang-undang
talmud. Dalam Agama Kresten kitab perjanjian baru tidak menyebutkan
permasalahan ini dengan jelas. Namun, sebagian kalangan kristiani menganggap
bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6 : 34-5 sebagai ayat yang mengecam
praktek pengambilan bunga. Disamping itu, para pendeta Agama kresten pada
awal abad I XII M. Juga berpandangan bahwa pengambilan bunga dilarang
oleh ajaran agama.
Dalam kalangan Yunani dan Romawi sejak abad 6 SM. Hingga 1 M. Telah
terdapat beberapa jenis bunga. Meskipun demikian, praktek pengambilan bunga
dicela oleh para ahli filsafat. Dua orang ahli filsafat yunani terkemuka, plato
(427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM), menbgecam praktek bunga.
Begitu juga dengan Cato (234-149 SM) dan Cicero (106-43 SM). Para ahli
filsafat tersebut mengutuk orang-orang romawi yang mempraktekkan
pengambilan bunga.
Dari sedikit uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa apapun bentuk riba
maupun bunga dilarang secara mutlak oleh smua Agama, terutama AgamaAgama samawi. Hal ini dikarenakan dampak yang dikarenakan oleh adanya riba
atau bunga tersebut dipandang merugikan masyarakat.

KLASIFIKASI RIBA

Riba ada dua macam yaitu riba nasiah dan riba fadhl. Adapun yang dimaksud
riba nasiah ialah tambahan yang sudah ditentukan di awal transaksi, yang
diambil oleh si pemberi pinjaman dari orang yang menerima pinjaman sebagai
imbalan dari pelunasan bertempo. Riba semacamini jelas diharamkan oleh
Kitabullah, sunnah Rasul-Nya, dan ijma umat Islam.

Riba nasiah berasal dari kata an-nasaau, yang artinya adalahi penangguhan.
Riba nasiah, dibagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Merubah hutang bagi orang yang dalam kesulitan, dan inilah riba masa
Jahiliyyah, di mana seseorang memiliki uang pada orang lain untuk dibayarkan
dengan jangka waktu. Apabila sudah jatuh tempo, si peminjam boleh
melunasinya sekarang atau menambahh (jika menunda). Jika peminjam
melunasinya, maka selesai masalah dan jika tidak, maka peminjam harus
menambah nilai pada jumlah pinjaman awal pada saat jatuh tempo.
Penambahan tersebut dilakukan sebagai konsekuensi keterlambatan membayar.
Sehingga dengan demikian, pinjaman itu akan berlipat-lipat jumlahnya, dan
inilah yang akan menjadi beban tambahan si peminjam.
2. Yang kedua terjadi pada suatu jual beli dua jenis barang, yang keduanya
terdapat riba fadhl sama, dengan penangguhan penerimaan keduanya atau
penerimaan salah satu dari keduanya, misalnya jual beli emas dengan emas atau
dengan perak, atau perak dengan emas dengan jangka waktu atau tanpa serah
terima barang di tempat pelaksanaan akad. Jadi wujudnya belum adapada saat
akad berlangsung.
Sedangkan yang dimaksud riba fadhl adalah tukar menukar barang yang sejenis
dengan ada tambahan, misalnya tukar menukar uang dengan uang, menu
makanan dengan makanan yang disertai dengan adanya tambahan. Riba model
kedua ini diharamkan juga oleh sunnah Nabi saw dan ijma kaum Muslimin,
karena ia merupakan pintu menuju riba nasiah.
Jika salah satu dari barang-barang di atas dijual dengan barang yang sejenis,
maka diharamkan adanya tambahan (kelebihan) diantara keduanya. Maka, tidak
diperbolehkan, misalnya, menjual satu kilo emas berkualitas buruk dengan
setengah kilo emas berkualitas baik. Demikian halnya perak dengan perak,
gandum dengan gandum, jelai dengan jelai (padi-padian yg biji buahnya keras),
kurma dengan kurma dan garam dengan garam. Tidak diperbolehkan menjual
sedikitpun dari barang-barang di atas dengan jenis yang sama kecuali dengan
sama
banyak,
berkulitas
sama,
dan
seketika
penyerahannya.
Namun demikian, dibolehkan menjual satu kilo emas dengan dua kilo perak jika
dilakukan dari tangan ke tangan (seketika), karena adanya perbedaan jenis.
Rasulullah SAW pernah bersabda :

Emas dijual dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai
dengan jelai, kurma dengan kurma, garam dengan garam, semisal dengan
semisal, dalam jumlah yang sama dan tunai, tangan dengan tangan. Dan jika
jenis-jenis ini berbeda, maka juallah sekehendak hati kalian, jika dilakukan serta
diserahkan seketika [Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Ubadah bin AshShamit Radhiyallahu anhu]

Kebenaran hanya miliki Allooh SWT, para sahabat dapat mencari sumber
lainnya yang bisa membantu untuk memperjelas apa saja yang sudah kami
sampaikan.

Você também pode gostar