Você está na página 1de 2

AUTOBIOGRAFI

Desa Muara Musu hari Rabu, 3 April 1996 pukul 19:30 WIB hujan turun begitu deras,
petir dan gemuruh serta angin yang kencang seakan terdengar begitu menakutkan. Lahir seorang
putri dari harim ibu yang luar biasa dan di temani oleh ayah hebat. Putri itu diberi nama Devinur
Safitri. Dibesarkan dengan penuh kasih sayang yang tulus, perjuangan dan pengorbanan besar
agar bisa menjadi anak yang mengabdi dan bisa menghormati kedua orang tua. Devinur Safitri
adalah saya sendiri. Untuk menunjang agar bisa bersosialisasi dengan baik, ibu dan ayah
memasukkan saya ke Taman Kanak-kanak Aisyah. Setelah tamat TK memasuki SD N 002
Rambah Hilir hanya bersekolah selama 2 bulan karena ibu dan ayah memutuskan ingin merubah
drajat keluarga sehingga harus merantau ke kota Pasir Pengarayan dengan bermodalkan
keberanian. Alhamdulillah ayah di terima kerja sebagai satpam di kator dinas pendidikan dan ibu
bisa membuka usaha di kantin sekolah. Oleh karena itu saya harus pindah sekolah di kota
tersebut tepatnya sekolah SBI (Sekolah Berstandar Internasional) yaitu SD 002 Rambah. Selama
sekolah di SD ini saya termasuk murid yang biasa-biasa, tidak pernah dapat juara maupun masuk
rangking 10 besar, padahal ibu sudah berusaha keras mengajari saya di rumah dan memasukkan
saya les pada sore hari. Tapi harus bagaimana kemampuan saya kurang dalam hal memahami dan
sulit untuk mengerti suatu topic yang di ajarkan.
Ketika memasuki kelas 6 SD, ayah di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil karena telah
mengabdi di kantor tersebut selama 5 tahun. Setelah saya lulus dari SD orangtua sepakat kembali
ke Kampung Halaman dengan tabungan yang di kumpulkan untuk membuat sebuah istana yang
sederhana sehingga bisa digunakan keluarga untuk berkumpul. Ayah memasukkan saya ke SMP
favorit di kampungng halaman yaitu SMP N 1 Rambah Hilir. Bersekolah di SMP kampung
halaman membuat saya berfikir bahwa akan menjadi siswi yang bisa mendapatkan juara, tetapi
kenyataannya tidak begitu. Jangankan juara, termasuk rangking 10 besarpun tidak sama sekali.
Saya lulus dengan nilai sesuai dengan kemampuan yang saya miliki (pas-pasan).
Walaupun dengan kemampuan seperti itu saya tetap bangga bahwa hasil tersebut murni dari apa
yang saya pelajari tanpa harus melihat hasil orang lain. Jadi harus lebih giat lagi belajar dan
dibutuhkan usaha yang keras untuk mendapatkan apa yang saya harapkan. Membuktikan
persepsi seperti itu dengan melanjutkan sekolah ke SMA N 3 Rambah Hilir, untuk
pertamakalinya saya mendapat juara 2. Dengan hati yang begitu gembira bercampur sedih karena
ayah tidak bisa mengambil lapor dikarenakan baru keluar dari RSUD Arifin Ahmad dan sempat
cuci darah di diagnosa oleh dokter penyakit ginjal.
SMA N 3 Rambah Hilir termasuk sekolah yang memprioritaskan kedisiplinan yang
begitu ketat. Sifat saya yang masih nakal, keras kepala dan begitu tidak di siplin sering
melanggar aturan yang ada di sekolah tersebut sehingga nilai turun secara drastis di semester
berikutnya menjadi rangking 6 di kelas 1 semester genap dan rangking 7 di kelas 2 semester
ganjil. Membuat saya tidak begitu nyaman bersekolah di SMA tersebut karena banyak tingkah
dan masalah yang telah dilakukan. Oleh karena itu, saya ingin pindah sekolah. Ayah begitu

kecewa dengan sikap saya yang begitu egois dan ibu hanya diam tanpa bahasa. Sifat egois
menguasi diri sehingga tega mengancam kedua orang tua bahwa tidak mau bersekolah jika tidak
di pindahkan. Dengan berat hati ayah langsung mengurus surat pindah dan akhirnya pindah ke
SMA N 1 Kepenuhan Hulu.
Lulus dari SMA N 1 Kepenuhan Hulu dengan nilai yang baik dan mendapat juara 3
dengan peminatan Ilmu Pengatahuan Alam (IPA). Mencoba mendaftar di PTN di Riau tetapi
tidak lulus dan akhirnya kuliah di STIKes Tuanku Tambusai dengan jurasan yang menarik yaitu
Gizi. Berawal dari keterpaksaan dan dorongan yang kuat dari orang tua dan sekarang menikmati
jurusan yang di ambil. Sekarang memasuki semester 6 , di sini kami sekeluarga mendapat cobaan
yang begitu membuat saya terpukul. Ayah yang saya banggakan, ayah terhebat, ayah yang sabar,
dan ayah yang selalu menuruti apa keinginan anaknya waktunya menghadap sang pencipta.
Dengan kepergian ayah yang begitu mendadak karena meninggalkan kami tanpa ada sakit
dan masih dalam keadaan sehat membuat saya begitu terpukul, tapi saya harus ikhlas karena
setiap yang bernyawa pasti akan kembali kepada sang pencipta. Hanya satu yang saya ingat
terakhir bercerita dengannya yaitu saya ingin melanjutkankan S2 dan ayah mensetujui. Tapi
sepertinya harapan itu sirna karena dengan biaya yang banyak mana mungkin ibu sanggup untuk
membiayai s2. Sekarang yang saya harap hanya mencari beasiswa, meningkatkan pengetahuan,
berusaha keras dan tidak lupa untuk berdoa.

Você também pode gostar