Você está na página 1de 12

JUDUL

Pemanfaatan Air Laut Sebagai Koagulan Alternatif Untuk Menurunkan Kadar Cu Pada Air
Limbah Industri Elektroplating
RUMUSAN MASALAH
1.

Berapakah penurunan kadar tembaga (Cu) menggunakan koagulan air laut pada variasi
dosis koagulan dan pH?

2.

Berapakah dosis koagulan dan pH air laut untuk menurunankan kadar tembaga (Cu)
secara optimum?

3.

Berapakah penyisihan optimum kadar tembaga (Cu) oleh koagulan air laut pada air
limbah elektroplating industri X?

METODOLOGI PENELITIAN
1. Cara Kerja
1.1 Persiapan Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan penelitian yang dibutuhkan dapat dilihat pada sub bab 3.2.1 dan 3.2.2.
Pembuatan larutan H2SO4 0,1 M dan NaOH 0,1 M yang digunakan untuk mengontrol pH
campuran air laut dan larutan Cu sintetis adalah sebagai berikut:
a. Pembuatan larutan H2SO4 0,1 M sebanyak 50 ml.

Keterangan:

= Molaritas larutan H2SO4 (M)


= Berat jenis H2SO4 (1,84 g/ml)
= Massa molekul relatif H2SO4 (98)
= Volume larutan H2SO4 murni yang dibutuhkan (ml)
= Molaritas larutan H2SO4 yang diinginkan (0,1 M)
= Volume larutan H2SO4 yang diinginkan (50 ml)

b. Pembuatan larutan NaOH 0,1 M sebanyak 25 ml.


n NaOH = M V
m NaOH = n NaOH Mr
Keterangan: n NaOH = mol NaOH
M = Molaritas NaOH yang diinginkan (0,1 M)
V = Volume larutan NaOH yang diinginkan (25 ml)

m NaOH = Massa NaOH yang dibutuhkan (g)


Mr = Massa molekul relatif NaOH (40)
Berdasarkan hasil perhitungan volume larutan H2SO4 murni yang dibutuhkan
sebanyak 26 ml. Larutan H2SO4 murni tersebut dicampurkan dengan 50 ml akuades.
Sedangkan massa NaOH yang dibutuhkan sebanyak 0,1 g dan dilarutkan ke dalam 25 ml
akuades. Pada saat dilakukan proses jar test, pH campuran air laut dan larutan Cu sintetis
perlu dikontrol agar proses jar test dapat berjalan optimal (Sudiarti, 2009).
1.2 Persiapan Koagulan Air Laut
Air laut diambil dari pantai Surabaya sebanyak 5000 ml kemudian dimasukkan ke
dalam jerigen sebanyak 5 liter. Setelah itu air laut disaring dengan kertas saring untuk
menyaring kotoran-kotoran seperti pasir halus menggunakan mesh 200. Hasil filtrasi air laut
tersebut kemudian dibagi menjadi dua yaitu sebagai bahan koagulan dan sampel untuk
analisis sulfat (SO42-).
Tahapan analisis sulfat (SO42-) adalah sebagai berikut:
a.

Pembuatan Larutan Induk Sulfat 100 ppm


Larutan induk sulfat 100 ppm dibuat dengan cara melarutkan 0,1479 gram garam

Na2SO4 dalam 1 L larutan. Langkah kerjanya dimulai dengan menimbang 0,1479 gram
garam Na2SO4 lalu melarutkannya dalam air suling. Selanjutnya, larutan ini dipindahkan ke
dalam labu takar 1 L. Peralatan yang digunakan untuk melarutkan garam Na2SO4 tersebut
dibilas dengan air suling lalu air bilasannya juga dimasukkan ke dalam labu takar tersebut.
Air suling ditambahkan kembali hingga mencapai tanda batas pada labu takar. Larutan
kemudian dihomogenkan.
b.

Pembuatan Larutan Standar Sulfat


Larutan induk sulfat 100 ppm dipipet sebanyak 5, 10, 15, 20 dan 25 mL ke dalam labu

takar 100 mL. Masing-masing larutan diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas lalu
dihomogenkan sehingga diperoleh larutan standar sulfat 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm.
c.

Pembuatan Larutan Kondisi


Larutan kondisi dibuat dengan cara mencampurkan 2,5 mL gliserol dengan suatu

larutan yang mengandung 1,5 mL HCl, 5 mL etanol 95%, 15 mL aquadest dan 3,75 gram
NaCl.

d.

Identifikasi Sulfat dalam Sampel secara Kualitatif

1) Sampel dipipet sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.


2) Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen.
3) Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1
menit. Jika terbentuk larutan yang keruh (berwarna putih) maka sampel positif
mengandung sulfat.
e.

Identifikasi Sulfat dalam Sampel secara Kuantitatif

1) Penentuan Panjang Gelombang Optimum


- Larutan standar 10 ppm dipipet sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
- Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen.
- Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit.
- Larutan dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer dan diukur absorbansinya
pada rentang panjang gelombang 400-450 nm dengan interval 5 nm.
- Kurva antara absorbansi dan panjang gelombang dibuat.
2) Penentuan Waktu Kestabilan Warna
- Larutan standar 10 ppm dipipet sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
- Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen.
- Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit.
- Larutan dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer dan absorbansinya diukur
tiap interval 1 menit pada menit 5-20 pada panjang gelombang optimumnya.
- Kurva antara absorbansi dan waktu dibuat.
f.

Pembuatan Kurva Kalibrasi

1) Larutan standar 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm dipipet sebanyak 20 mL dan masing-masing
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
2) Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen.
3) Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit.
4) Larutan dibiarkan hingga tercapai waktu kestabilan warna.
5) Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang optimum dengan spektrofotometer.
6) Kurva kalibrasi dari data-data yang diperoleh dibuat sehingga diperoleh persamaan
regresi linier.

g.

Penentuan Kandungan Sulfat dalam Sampel

1) Sampel dipipet sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.


2) Reagen kondisi ditambahkan sebanyak 1 mL lalu campuran distirer hingga homogen.
3) Kristal BaCl2.2H2O sebanyak 0,08 g ditambahkan lalu distirer kembali selama 1 menit.
4) Larutan dibiarkan hingga tercapai waktu kestabilan warna, yaitu 10 menit.
5) Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang optimum dengan spektrofotometer.
6) Kandungan sulfat dalam sampel dapat diketahui dari kurva kalibrasi dengan membuat
plot dari absorban dan konsentrasi sulfat standard serta hasilnya dinyatakan dalam ppm.
7) Konsentrasi sulfat yang sebenarnya diketahui menggunakan rumus berikut:
[sampel] = [hasil pengenceran] faktor pengenceran
1.3 Persiapan Larutan Cu Sintetis
Pada penelitian ini larutan Cu sintetis yang digunakan memiliki konsentrasi 20 ppm.
Pembuatan larutan Cu 20 ppm dilakukan dengan menimbang CuCl2.2H2O dengan jumlah
tertentu sesuai dengan persamaan berikut:

Keterangan: m CuCl2.2H2O = Massa CuCl2.2H2O yang dibutuhkan (mg)


Mr CuCl2.2H2O = Massa atom relatif senyawa CuCl2.2H2O (170,48 g/mol)
Ar Cu = Massa atom relatif unsur Cu (63,55 g/mol)
[Cu] = Konsentrasi Cu yang dibutuhkan (20 ppm; mg/l)
Berdasarkan hasil perhitungan massa CuCl2.2H2O yang diperlukan adalah sebesar
53,65 mg untuk konsentrasi Cu 20 ppm. Selanjutnya CuCl2.2H2O yang telah ditimbang
kemudian dilarutkan ke dalam 1000 ml aquademin. Volume larutan Cu sintetis yang
dibutuhkan adalah sebanyak 8000 ml untuk membuat 36 sampel dengan volume masingmasing sebesar 200 ml. Sehingga massa CuCl2.2H2O yang dibutuhkan adalah sebesar 429,2
mg.

1.4 Tahapan Uji


Tahapan pengujian untuk menentukan dosis dan pH maksimum dilakukan dengan
menggunakan replikasi percobaan sebanyak 3 kali.
1.4.1 Penentuan Dosis Maksimum
A

200 ml
Larutan
Cu

200 ml
Larutan
Cu

200 ml
Larutan
Cu

200 ml
Larutan
Cu

200 ml
Larutan
Cu

200 ml
Larutan
Cu

Larutan
Standar

Koagulan
Air Laut
10 ml

Koagulan
Air Laut
12 ml

Koagulan
Air Laut
14 ml

Koagulan
Air Laut
16 ml

Pengadukan 125 rpm selama 5 menit


Pengadukan 45 rpm selama 15 menit

Pengendapan selama 60 menit


Analisis kadar Cu

Koagulan
Air Laut
18 ml

1.4.2 Penentuan pH Optimum

200 ml
Larutan
Cu

200 ml
Larutan
Cu

200 ml
Larutan
Cu

200 ml
Larutan
Cu

200 ml
Larutan
Cu

200 ml
Larutan
Cu

Koagulan
Optimum
+ pH 3

Koagulan
Optimum
+ pH 4

Koagulan
Optimum
+ pH 5

Koagulan
Optimum
+ pH 6

Koagulan
Optimum
+ pH 7

Larutan
Standar

Pengadukan 125 rpm selama 5 menit


Pengadukan 45 rpm selama 15 menit

Pengendapan selama 60 menit


Analisis kadar Cu

1.5 Persiapan Air Limbah Industri X


Sampel limbah cair berupa larutan sisa dari unit proses produksi diambil secara
langsung pada lokasi industri X di Sidoarjo, Jawa Timur sebanyak 1500 ml kemudian
dimasukkan dalam jerigen 5 liter. Jerigen tersebut kemudian dimasukkan ke dalam ice box
yang berisi es batu. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari perubahan suhu yang
signifikan pada sampel air limbah sehingga tidak mempengaruhi konsentrasi Cu pada sampel
air limbah tersebut.
1.6 Penyisihan Kadar Cu Air Limbah Industri X

200 ml
Air
Limbah

200 ml
Air
Limbah

200 ml
Air
Limbah

Larutan
Standar

Koagulan
dan pH
Optimum

Koagulan
dan pH
Optimum

D
200 ml
Air
Limbah

Koagulan
dan pH
Optimum

Pengadukan 100 rpm selama 25 menit

Pengendapan

Analisis kadar Cu
2.

Cara Analisis Data


Analisis data yang dilakukan terhadap hasil percobaan yang dilakukan meliputi

perhitungan efisiensi penyisihan Cu, analisis deskriptif, dan pengujian data menggunakan uji
statistik Anova One-Way.
2.1 Perhitungan Efisiensi Penyisihan Cu
Efisiensi penyisihan Cu dihitung berdasarkan konsentrasi awal logam Cu dan
konsentrasi setelah kontak dengan koagulan untuk setiap perlakuan. Efisiensi penyisihan Cu
dihitung berdasarkan rumus berikut:

Keterangan:

= Konsentrasi awal Cu (mg/l)


= Konsentrasi akhir Cu (mg/l)

2.2 Analisis Deskriptif


Analisis deskriptif merupakan analisis data yang telah didapatkan dalam percobaan
yang dilakukan dengan menyajikan data dalam bentuk grafik dan tabel.
2.3 Analisis Statistik
Analisis secara statistik merupakan cara analisis data yang digunakan untuk menguji
perbedaan rata-rata nilai. Pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh
perbedaan dosis koagulan dan pH terhadap efisiensi penyisihan Cu menggunakan koagulan
air laut. Analisis secara statistik dilakukan dengan menggunakan analisis varian (analysis of
varian) satu arah yang disebut one way anova.
One way anova digunakan apabila yang akan dianalisis terdiri dari satu variabel
terikat dan satu variabel bebas. Interaksi suatu kebersamaan antar faktor dalam
mempengaruhi variabel bebas, dengan sendirinya pengaruh faktor-faktor secara mandiri telah
dihilangkan. Jika terdapat interaksi berarti efek faktor satu terhadap variabel terikatakan
mempunyai garis yang tidak sejajar dengan efek faktor lain terhadap variabel terikat sejajar
(saling berpotongan), maka antara faktor tidak mempunyai interaksi. Ada tiga bagian
pengukuran variabilitas pada data yang akan dianalisis dengan anova, yaitu:
1.

Variabilitas antar Kelompok (Between Treatments Variability)


Variabilitas antar kelompok adalah variansi mean kelompok sampel terhadap rata-

rata total, sehingga variansi

lebih terpengaruh oleh adanya perbedaan perlakuan antar

kelompok, atau jumlah kuadrat antar kelompok (Jka). Rumusnya adalah sebagai berikut:

atau

Keterangan :
k = banyaknya kelompok
T = total X masing-masing kelompok

G = total X keseluruhan
n = jumlah sampel masing-masing kelompok
N = jumlah sampel keseluruhan

2.

Variabilitas dalam Kelompok (Within Treatments Variability)


Variabilitas dalam kelompok

adalah variansi yang ada dalam masing-masing

kelompok. Banyaknya variansi akan tergantung pada banyaknya kelompok. Variansi tidak
terpengaruh oleh perbedaan perlakuan antar kelompok atau Jumlah Kuadrat dalam (JKd).
Rumusnya adalah sebagai berikut:
JKd = JKsmk
Keterangan :
JKsmk = jarak kuadrat simpangan masing-masing kelompok
JKd
3.

= jumlah kuadrat dalam


Jumlah Kuadrat Penyimpangan Total (Total Sum Of Squares)
Jumlah kuadrat penyimpangan total (JKT) adalah jumlah kuadrat selisih antara skor

individual dengan mean totalnya. Rumusnya adalah sebagai berikut:

atau

Prosedur uji hipotesis one way anova adalah sebagai berikut:


1.

Menentukan Hipotesis (H0 dan H1)

H0 : 1 = 2 = = k
Artinya semua rata-rata (mean) populasi adalah sama dan tidak ada efek faktor terhadap
variabel respon.
H1: Tidak semua i sama, i =1, 2, ..., k
Artinya minimal satu rata-rata populasi berbeda (yang lainnya sama) dan ada efek atau
pengaruh faktor terhadap variabel respon tidak berarti bahwa semua populasi berbeda.
2.

Menentukan Tingkat Signifikansi ()

3.

Menentukan Derajat Kebebasan (df)

df JKa = k-1
df JKd = N-k
4.

Analisis dan Menentukan Fhitung dan Ftabel


atau Sig. (P_value)

Proses analisis dan menentukan Fhitung dan Ftabel dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Menghitung Jumlah Kuadrat
a.

Jumlah kuadrat antar kelompok

b.

Jumlah kuadrat dalam

c.

Jumlah kuadrat penyimpangan total

2) Mencari Derajat Kebebasan (Degrees of Freedom)


Cara mencari derajat kebebasan (degrees of freedom) atau df dalam anova sesuai
dengan variabilitas yang ada, yaitu sebagai berikut:
a.

df untuk JKT

df JKT = N-1
b.

df untuk JKd

df JKd = (n-1) yaitu jumlah dari df masing-masing jumlah kuadrat perkelompok


atau
df JKd = N-k
c.

df untuk JKa

df JKa = k-1
Dimana k adalah jumlah kelompok yang ada. Hal ini disebabkan karena df terikat dengan
banyaknya kelompok yang ada.
3) Mencari Varian antar Kelompok dan Varian dalam Kelompok
Varian antar kelompok dan varian dalam kelompok sering juga disebut rata-rata
jumlah kuadrat (mean squared) atau lebih populer disingkat dengan MS atau RK (rata-rata
kuadrat). RK dapat dihitung dengan mengunakan rumus sebagai berikut:

4) Menghitung besarnya Fhitung

5) Membaca Ftabel
Setelah mendapatkan Fhitung maka akan dibandingkan dengan Ftabel. Untuk melihat
Ftabel diperlukan dan df, df yang diperlukan adalah df JKa dan df JKd. Cara melihat tabel
adalah df JKa sebagai pembilang (kolom atas dari kiri ke kanan), sedangkan df JKd sebagai
penyebut (kolom kiri dari atas ke bawah). Perpotongan antara df JKa dan df JKd merupakan
titik kritis penerimaan hipotesis nol.
5.

Menentukan Daerah Kritis

H0 ditolak, jika Sig. <


H0 ditolak, jika

6.

Menentukan Kriteria Pengujian

Ho diterima, jika

F tabel

Ha diterima, jika

> F tabel

Untuk menentukan Ho atau Ha diterima maka ketentuan yang harus diikuti adalah:
a.

Bila F hitung sama atau lebih kecil dari F tabel maka Ho diterima dan Ha di tolak.

b.

Bila F hitung lebih besar dari F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.

7.

Keputusan

8.

Pasca Anova (jika ada)


Analisis setelah anova atau pasca anova (post hoc) dilakukan apabila hipotesis nol

(H0) ditolak. Fungsi analisis setelah anova adalah untuk mencari kelompok mana yang
berbeda. Hal ini ditunjukkan oleh Fhitung yang menunjukkan adanya perbedaan. Apabila Fhitung
menunjukkan tidak ada perbedaan, tentu analisis sesudah anova tidak perlu dilakukan. Ada
beberapa teknik analisis yang dapat digunakan untuk melakukan analisis sesudah anova,
antara lain Tukeys HSD, Bonferroni, Sidak, Scheffe, Duncan, dan lain-lain. Analisis pasca
anova yang popular dan yang sering digunakan adalah Tukeys HSD. Proses perhitungan
analisis Turkeys HSD adalah sebagai berikut:
1) Menghitung Turkeys HSD

Keterangan:
N = jumlah sampel perkelompok
q = the studentizet range statistic
k = jumlah kelompok
df = N k
2) Mencari Perbedaan Rata-Rata antar Kelompok

Selanjutnya membandingkan perbedaan rata-rata antar kelompok dengan nilai HSD, jika
perbedaan rata-ratanya lebih besar dari nilai HSD berarti ada perbedaan yang signifikan.
Tetapi jika perbedaan rata-ratanya lebih kecil dari nilai HSD, maka tidak ada perbedaan yang
signifikan.

Você também pode gostar