Você está na página 1de 22

Untuk mempertahankan pH antara 7,38-7,42, tubuh menetralkan dan membuang

kuantitas volatile acid (dari pembakaran selular karbohidrat dan lemak) dan nonvolatile
acid (hasil metabolisme protein). Asam-asam tersebut dibuffer segera setelah diproduksi,
sehingga akan mencegah perubahan pH secara mendadak. Sistem buffer yang pokok
dalam tubuh adalah protein dan fosfat dalam kompartemen intra seluler, sistem
bikarbonat-asam karbonik dalam kompartemen ekstra seluler, dan hemoglobin di dalam
sel darah merah.
Dalam praktek sehari hari di klinik, sistem bikarbonat-asam karbonik dipakai
untuk analisis, karena dengan mudah komponen bagian dapat diukur. Sebagian besar
diagnosis gangguan asam basa dapat ditegakan dengan data laboratorium, seperti pH,
PCO2, konsentrasi bikarbonat natrium (biknat), klorida urin, dan perhitungan kesenjangan
anion. Walaupun demikian, untuk akurasi diagnosis, data laboratorium harus dikaitkan
dengan klinik pasien.
Kelainan komponen respirasi ditentukan oleh pengukuran PCO 2 arterial, kadar
dibawah 40 mmHg menunjukan terjadinya ventilasi pulmonary yang berlebihan dan
kadar diatas 40 mmHg menunjukan keadaan hipoventilasi. Apakah perubahan ventilasi
disebabkan oleh kelainan primer (asidosis atau alkalosis respiratorik) atau akibat
kompensasi gangguan metabolik (asidosis atau alkalosis metabolik) tergantung dari
penilaian klinik. Komponen metabolik dievaluasi dengan pengukuran CO 2 content atau
CO2 combining power. Suatu perubahan konsentrasi bikarbonat dapat merupakan
kelainan metabolik primer atau sekunder akibat kelainan respirasi. Cara membedakan
kedua hal ini adalah dengan cara mencocokan data laboratorium dengan kondisi klinik
pasien.
Pengobatan asidosis metabolik tergantung pada penyebabnya. Sebagai contoh,
diabetes tipe II IDDM (Insulin Dependen Diabetic Mellitus) dikendalikan dengan insulin
atau keracunan diatasi dengan membuang racun tersebut dari dalam darah. Kadangkadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau keracunan yang berat.
Asidosis metabolik juga bisa diobati secara langsung tanpa kecuali. Apabila terjadi
asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan terhadap
penyebabnya. Apabila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin secara

intravena; namun bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat


membahayakan pasien
Pemilihan terapi memang seharusnya mengutamakan keselamatan jiwa pasien,
sehingga harus dipertimbangkan dengan tepat risiko dan manfaat terapi berdasarkan data
ilmiah yang terpercaya.

BAB II
LANDASAN TEORI
ASIDOSIS METABOLIK
A. DEFINISI
Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, ditandai dengan rendahnya
kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah,
pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan
kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada
akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara
mengeluarkan lebih banyak asam dalam urin. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa
berlebihan jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi
asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.[1]
B. ETIOLOGI
Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh beberapa penyebab umum seperti :
1. Kegagalan ginjal untuk mengekresikan asam metabolik yang normalnya dibentuk
dalam tubuh.
2. Pembentukan asam metabolik yang berlebihan dalam tubuh.
3. Penambahan asam metabolik ke dalam tubuh melalui makanan.
4. Kehilangan basa dari cairan tubuh (faal).
Asidosis di tubulus ginjal
Akibat dari gangguan ekskresi ion hidrogen atau reabsorbsi bikarbonat oleh ginjal atau
kedua-duanya. Gangguan reabsorbsi bikarbonat di tubulus ginjal menyebabkan hilangnya
bikarbonat dalam urin atau ketidakmampuan mekanisme sekresi hidrogen di tubulus
ginjal untuk mencapai keasaman urin yang normal menyebabkan eksresi urin yang
alkalis.[1,2]

Diare
Diare berat merupakan penyebab asidosis yang paling sering. Penyebabnya adalah
hilangnya sejumlah besar natrium bikarbonat melalui feses karena sekresi gastrointestinal
yang secara normal mengandung sejumlah besar bikarbonat dan diare ini menyebabkan
hilangnya ion bikarbonat dari tubuh. Bentuk asidosis metabolik ini berlangsung berat dan
dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak.[1,2]

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

Diabetes Melitus(DM)
Diabetes melitus disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin oleh pankreas yang
menghambat penggunaan glukosa dalam metabolisme. Hal ini terjadi karena adanya
pemecahan lemak menjadi asam asetoasetat dan asam ini dimetabolisme oleh jaringan
untuk menghasilkan energi, menggantikan glukosa. Pada DM yang berat kadar
asetoasetat dalam darah meningkat sangat tinggi sehingga menyebabkan asidosis
metabolik yang berat.[1]
Penyerapan Asam
Jarang sekali sejumlah besar asam diserap dari makanan normal akan tetapi asidosis
metabolik yang berat kadang-kadang dapat disebabkan oleh keracuan asam tertentu
antara lain aspirin dan metil alkohol.[1,2,3]
Gagal Ginjal Kronis
Saat fungsi ginjal sangat menurun terjadi pembentukan anion dari asam lemak dalam
cairan tubuh yang tidak eksresikan oleh ginjal. Selain itu penurunan laju filtrasi
glomerulus mengurangi eksresi fosfat dan NH4+ yang mengurangi jumlah bikarbonat.
Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam
jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal bisa menyebabkan asidosis
jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai
asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita
dengan kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.[1,4]

C. PATOGENESIS
Pada keadaan normal, pH darah dipertahankan dalam rentang yang sempit (7,35-7,45)
agar sel tubuh dapat bekerja dengan baik. Ini dimungkinkan dengan adanya sistem buffer
yang dibantu mekanisme kompensasi dan koreksi fisiologis oleh paru-paru dan ginjal.
Bila pH darah meningkat dari normal disebut alkalemia dan sebaliknya pH darah
menurun disebut asidemia. Sedangkan istilah osis (asidosis atau alkalosis) merupakan
proses yang menyebabkan perubahan kadar asam atau basa dalam darah (asidemia atau

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

alkalemia). Demikian juga, istilah - osis tidak selalu berarti ada perubahan pH darah.
Misalnya, pada asidosis metabolik tidak selalu ada asidemia. Karena penumpukan asam
dapat dinetralisir oleh sistem buffer yang dibantu mekanisme kompensasi dan koreksi
oleh paru-paru dan ginjal. [3,4]
Dari persamaan Henderson-Hasselbalch: pH = pK + log HCO3
H2CO3
Terlihat pH dipengaruhi oleh rasio kadar bikarbonat (HCO3-) dan asam karbonat darah
(H2CO3) sedangkan kadar asam karbonat darah dipengaruhi oleh tekanan CO2 darah
(pCO2). Bila rasio ini berubah, pH akan naik atau turun. Penurunan pH darah di bawah
normal yang disebabkan penurunan kadar bikarbonat darah disebut asidosis metabolik.
Sebagai kompensasi penurunan bikarbonat darah, akan dijumpai pernafasan cepat dan
dalam (pernafasan Kussmaul) sehingga tekanan CO2 darah menurun (hipokarbia). Selain
itu ginjal akan membentuk bikarbonat baru (asidifikasi urine) sehingga pH urine akan
menjadi asam. Penurunan kadar bikarbonat darah bisa disebabkan oleh hilangnya
bikarbonat dari dalam tubuh (keluar melalui saluran cerna atau ginjal) ataupun
disebabkan oleh penumpukan asam-asam organik, -baik endogen maupun eksogen-, yang
menetralisir bikarbonat. Berdasarkan hukum elektroneutral, jumlah kation harus sama
dengan jumlah anion dalam satu larutan, pada asidosis metabolik di mana terjadi
penurunan kadar bikarbonat plasma akibat penumpukan asam organik dalam plasma
(anion yang tidak terukur meningkat), dijumpai kadar klorida darah normal. Keadaan ini
disebut asidosis metabolik dengan anion gap (kesenjangan anion) meningkat atau
asidosis metabolik normokloremia. Sebaliknya bila asidosis metabolik terjadi karena
penurunan kadar bikarbonat plasma akibat hilangnya bikarbonat dari tubuh, akan
dijumpai peninggian kadar klorida darah. Ini disebut dengan asidosis metabolik dengan
anion gap (kesenjangan anion) normal ataupun asidosis metabolik hiperkloremia. Anion
gap (kesenjangan anion) dihitung dengan cara mengurangi kadar natrium darah dengan
jumlah bikarbonat dan klorida darah atau anion gap = Na + - (HCO3 + Cl). Normalnya
antara 816 mEq/L. Karena itu pemeriksaan kadar klorida darah, disamping kadar
bikarbonat dan natrium darah diperlukan untuk membedakan kedua jenis asidosis
metabolik tersebut di atas.[1,3,4]

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

D. MANIFESTASI KLINIS
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya penderita
merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit
lebih cepat. Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan
yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Apabila
asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok, koma dan
kematian.[1]
Penyakit asidosis jika dibiarkan bisa menimbulkan dampak berikut:

Rendahnya kadar kalium dalam darah. Jika kadar kalium darah rendah, maka terjadi
kelainan neurologis seperti kelemahan otot, penurunan refleks dan bahkan
kelumpuhan.

Pengendapan kalsium di dalam ginjal yang dapat mengakibatkan pembentukan batu


ginjal. Jika itu terjadi maka bisa terjadi kerusakan pada sel-sel ginjal dan gagal ginjal
kronis.

Kecenderungan terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan).

Perlunakan dan pembengkokan tulang yang menimbulkan rasa nyeri (osteomalasia


atau rakhitis).

Gangguan motorik tungkai bawah merupakan keluhan utama yang sering ditemukan,
sehingga anak mengalami keterlambatan untuk dapat duduk, merangkak, dan
berjalan.

Kecenderungan gangguan pencernaan, karena kelebihan asam dalam lambung dan


usus, sehingga pasien mengalami gangguan penyerapan zat gizi dari usus ke dalam
darah. Akibat selanjutnya pasien akan mengalami keterlambatan tumbuh kembang
(delayed development) dan berat badan kurang. [4,5]

E. PENGUKURAN KLINIS DAN ANALISIS ASIDOSIS


Diagnosis asidosis dapat dilakukan dari analisis gas darah karena dapat memberikan
gambaran homeostasis dari keseimbangan asam basa, perbedaan
basa, dan oksigenasi darah.

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

Pengukuran

Nilai normal
(arteri)

pH (rentang)

7.4 (7.36-7.44)

pO2 (mmHg) (turun sesuai


usia)

80-100

pCO2 (mmHg)

36-44

SaO2 (turun sesuai usia)

>95

HCO3 (mEq/L)
BE

22-26
-2 s.d +2

Tabel 1. Nilai AGD normal

[a]

Nilai pH kurang dari 7,4.

Konsentrasi PCO2 plasma akan meningkat dari 44 mmHg.

Konsentrasi bikarbonat kurang dari 22 mEq/L.

Selain dari AGD dapat diperlukan pemeriksaan tambahan untuk membantu menentukan
penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang tinggi dan adanya keton dalam urin
biasanya menunjukkan suatu diabetes yang tidak terkendali. Adanya bahan toksik dalam
darah menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang terjadi disebabkan oleh keracunan
atau kelebihan dosis. Kadang-kadang dilakukan pemeriksaan urinalisa secara
mikroskopis dan pengukuran pH urin serta kadar elektrolit serum. [1,2]

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

NATRIUM BIKARBONAT
A. DEFINISI
Natrium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO 3. Dalam
penyebutannya kerap disingkat menjadi biknat. Senyawa ini merupakan kristal yang
sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air. NaHCO3
umumnya diproduksi melalui proses Solvay, yang memerlukan reaksi natrium klorida,
amonia, dan karbon dioksida dalam air.
Natrium bikarbonat (sodium bicarbonate) adalah senyawa kimia berbentuk kristal
putih dengan rumus molekul NaHCO3 yang larut dalam air kemudian terionisasi menjadi
ion Na+ dan HCO3-. Jika dicampur dengan garam konjugatnya, yakni senyawa yang
mengandung ion CO32-, maka campuran akan bersifat buffer (penjaga pH). [6]

Gambar 2: Struktur senyawa natrium bikarbonat[b]


B. PENGGUNAAN INFUS BIKNAT
Bikarbonat bereaksi dengan ion H+ membentuk air dan karbon dioksida.
Bikarbonat berfungsi sebagai buffer/penyangga pada kondisi

asidosis. Asidosis

merupakan peningkatan asam di dalam darah yang disebabkan oleh berbagai keadaan
atau penyakit tertentu. Beberapa mekanisme penyebab asidosis

diantaranya adalah

kehilangan basa melalui urin ataupun saluran pencernaan, asupan asam yang lebih tinggi
dibandingkan pengeluaran asam melalui ginjal, dan juga metabolisme yang tidak normal.
Diare kronik juga dapat menyebabkan kehilangan bikarbonat.

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

Gambar 3: Reaksi bikarbonat dengan ion H+[c]


Besarnya dosis injeksi biknat ditentukan berdasarkan keparahan asidosis, hasil uji
laboratorium, umur pasien, berat badan, dan kondisi klinik. Uji laboratorium dan evaluasi
klinik pasien sangat penting dilakukan terutama dalam penggunaan jangka panjang,
untuk memantau perubahan cairan, elektrolit, dan keseimbangan asam basa. Untuk bayi
dan anak-anak dibawah 2 tahun, dapat diberikan 4,2% infus Biknat dengan dosis tidak
lebih dari 8 mEq/Kg hari. Pemberian infus biknat pada bayi dan anak dibawah 2 tahun
dapat menyebabkan hipernatremia (kelebihan natrium dalam darah), penurunan tekanan
cairan serebro spinal, dan intracranial hemorrhage (pendarahan otak).
C. EVALUASI PENGGUNAAN BIKNAT
Sebuah artikel yang diterbitkan oleh American Journal of Pediatrics, menyatakan
tidak ada data yang mendukung adanya efek menguntungkan terhadap pemberian natrium
bikarbonat pada bayi yang terkena asidosis metabolik. Efek samping yang mungkin
terjadi adalah fluktuasi aliran darah dalam otak, pendarahan intrakranial, berkurangnya
asupan oksigen dalam jaringan, memperberat asidosis intraseluler, dan penurunan fungsi
jantung.
Studi terbaru lainya menyatakan bahwa penggunaan infus intravena biknat untuk
mengobati asidosis pada bayi meningkatkan risiko pendarahan intraventrikular. Studi
klinik secara retrospektif yang dilakukan pada tahun 2002-2006 tersebut juga menyatakan
bahwa penggunaan infus biknat tidak menunjukkan peningkatan pH yang signifikan.[6,7]

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

BAB III
PEMBAHASAN
ASIDOSIS METABOLIK PERLUKAH DITERAPI NATRIUM BIKARBONAT
A. PRINSIP TERAPI BIKNAT
1. Tidak memberikan secara cepat melalui intravena kecuali kasus cardiopulmonary
resuscitation (CPR).
2. Diberikan sampai pH 7,25

Konsentrasi bikarbonat dalam serum harus mencapai 15 mEq/L jika pasien


tidak dapat mencapai pCO2 < 35 mmHg.

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

10

Gambar 4: Nomogram asam basa [d]

Base excess = ( 15-serum[HCO3]) x BB(kg) x 0,3

3. Diberikan secara perlahan-perlahan yaitu dari total defisit pada 1 jam pertama jika
pH kurang dari 7,15 dan selanjutnya diberi 2-3 jam berikutnya. Hal ini karena asam
laktat sebagai produksi dari koreksi akan dimetabolisme menjadi bikarbonat setelah
direhidrasi dan diberi oksigen serta glukosa.
4. Dilakukan pemeriksaan analisa gas darah secara serial.
Pengobatan yang paling baik untuk asidosis adalah mengoreksi keadaan yang
menyebabkan kelainan, seringkali pengobatan ini menjadi sulit terutama pada penyakit
kronis yang menyebabkan gangguan fungsi paru atau gagal ginjal.
Untuk menetralkan kelebihan asam sejumlah besar natrium bikarbonat dapat
diserap melalui mulut. Natrium bikarbonat diabsorbsi dari traktus gastroinstestinal ke
dalam darah dan meningkatkan bagian bikarbonat pada sistem penyangga bikarbonat
sehingga meningkatkan pH menuju normal. Natrium bikarbonat dapat juga diberikan
secara intravena. Untuk pengobatan asidosis respiratorik dapat diberikan O 2 dan juga
obat-obatan yang bersifat bronkodilator. [7]
B. CONTOH KASUS YANG MEMERLUKAN TERAPI BIKNAT

Koreksi dengan biknat hanya dilakukan pada asidosis metabolik berat atau
diperkirakan tidak terkompensasi dengan sendirinya atau pada keadaan dengan gagal

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

11

ginjal. Asidosis metabolik berat didefinisikan sebagai pH <7,2. Karena pada pH demikian
sangat mudah terjadi disritmia akibat gangguan kontraktilitas otot jantung dan respons
terhadap katekolamin.
Target pH adalah >7,2 dan HCO3 >38 (kecuali pada gagal ginjal dimana target
adalah nilai normal). Untuk banyaknya biknat yg diberikan dapat dengan langsung
memberikan biknat IV sebesar 50-100 mEq dititrasi sampai konsentrasi HCO 3 sesuai
target. Cara cepat: 100mEq jika pH < 7,3.

Dengan defisit basa:

HCO3 = defisit basa x BB (kg) / 4

Dengan kadar HCO3

HCO3 = (HCO3 target-HCO3 terukur) x BB x 0,6 atau BE x BB x 0,3


Kasus-kasus yang sering memerlukan terapi biknat adalah:
1. Diare akut atau kronik yang berat
Pada penderita diare, asidosis metabolik dengan anion gap normal dijumpai bila
penurunan kadar bikarbonat darah murni akibat hilangnya bikarbonat melalui tinja. Pada
bayi atau anak diare yang mengalami anoreksia, terjadi peningkatan kadar asam organik
pada darah karena pemecahan lemak dan protein tubuh untuk memenuhi kebutuhan
kalori. Keadaan ini diperberat lagi dengan memuasakan anak. Hal ini menyebabkan
asidosis metabolik dengan anion gap meningkat. Pada penderita diare dan dehidrasi
berat, terjadi penurunan sirkulasi ke ginjal dan jaringan yang menyebabkan gangguan
pembuangan asam-asam organik oleh ginjal dan penumpukan asam laktat akibat hipoksia
jaringan. Adanya kelaparan, penurunan sirkulasi ke ginjal dan hipoksia jaringan
menyebabkan penumpukan asam organik di dalam darah. Ketiga hal ini menyebabkan
timbulnya asidosis metabolik dengan anion gap meningkat pada penderita diare.
Tidak boleh dilupakan, bayi/anak dengan diare sering disertai demam. Sehingga
oleh orang tuanya atau petugas kesehatan diberi obat demam yang mengandung asam
salisilat. Kemungkinan adanya keracunan salisilat pada penderita diare dengan asidosis
metabolik harus dipikirkan bila:
1. pH darah jauh lebih rendah dibandingkan dengan beratnya diare.

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

12

2. pCO2 darah jauh lebih rendah dibandingkan dengan penurunan bikarbonat darah. Ini
terjadi karena salisilat merangsang pusat pernafasan.
3. Asidosis metabolik dengan anion gap meninggi.
Hasil analisis gas darah penderita asidosis metabolik menunjukkan penurunan pH, kadar
bikarbonat dan pCO2. Namun harus ditentukan apakah asidosis metabolik tersebut murni
atau campuran. Pada asidosis metabolik murni, umumnya penurunan pCO2 darah sejajar
dengan penurunan kadar bikarbonat darah. Untuk menentukan apakah penurunan pCO2
darah sejajar atau tidak dengan kadar bikarbonat darah dipakai rumus:
pCO2 calculated (mmHg) = (1,54 x HCO3actual) + 8,36 1,11
Bila pengukuran pCO2 laboratorium (actual) dalam batas pCO2 yang dihitung
(calculated), penderita mengalami asidosis metabolik murni. Bila ada indikasi (pH darah
<7,2) pemberian bikarbonat 1-2 mEq/kgBB dapat dipertimbangkan. Hasil pengukuran
pCO2 laboratorium (actual) yang lebih tinggi dari batas-batas pCO2 yang dihitung
(calculated), penderita mengalami kombinasi antara asidosis metabolik dengan asidosis
respiratorik. Kemungkinan terdapat gangguan fungsi paru-paru, dan pemberian
bikarbonat dapat menyebabkan penumpukan CO2 di darah (hiperkarbia) dan asidosis
paradoksal. Hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah serebral sehingga
terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Di samping itu hiperkarbia menyebabkan
asidosis intraselular dan anoksia jaringan (karena afinitas haemoglobin terhadap CO2
lebih tinggi dibandingkan dengan O2). Asidosis paradoksal sendiri menyebabkan depresi
susunan saraf pusat. Demikian sebaliknya, bila pCO2 laboratorium (actual) lebih rendah
dari pCO2 yang dihitung (calculated), dengan perkataan lain ada perangsangan pusat
pernafasan, penderita mengalami kombinasi asidosis metabolik dan alkalosis respiratorik.
Pemberian bikarbonat dalam keadaan ini akan menyebabkan overshoot metabolic
alkalosis. Alkalosis akan menyebabkan penurunan sirkulasi ke serebral, anoksia jaringan
karena afinitas haemoglobin terhadap O2 meningkat. Alkalosis juga akan menyebabkan
hipokalemia dan hipokalsemia. Sehingga bisa dijumpai paralisis otot-otot pernafasan
menyebabkan penderita tiba-tiba henti bernafas (apnu) dan kejang tetani. Risiko
overshoot metabolic alkalosis juga dijumpai pada diare dengan asidosis metabolik
dengan anion gap yang meninggi (adanya asidosis laktat). Dengan melakukan rehidrasi

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

13

sehingga perfusi jaringan menjadi lebih baik risiko ini akan diperkecil. Pemberian
bikarbonat dilakukan secara pelanpelan (per-drip) dalam waktu 1 jam.
Pemberian bikarbonat yang terlalu cepat menyebabkan penurunan pH intraselular
dan hipoksia jaringan karena overshoot metabolic alkalosis. Karena bikarbonat yang
diberikan umumnya cairan hipertonik (0,91 molar), tonisitas cairan ini 56 kali tonisitas
cairan ekstraselular maka bikarbonat harus diencerkan 56 kali untuk mencegah
pengerutan sel (bisa terjadi perdarahan intrakranial). Pemberian bikarbonat tidak boleh
diberikan kalau sirkulasi ke ginjal belum membaik, dapat terjadi kelebihan volume cairan
intravaskular (hipervolemia).[9,10]
2. Gagal ginjal kronik
Sementara ini penanganan gagal ginjal baru sebatas terapi untuk mengontrol
tingkat keasaman darah, yaitu dengan memberikan obat yang mengandung zat bersifat
basa (alkalis) secara berkala (periodik), sehingga tercapai tingkat keasaman netral, seperti
pada orang normal. Zat basa ini mengandung bahan aktif natrium bikarbonat (biknat).
Jika pasiennya anak-anak, maka jika menggunakan obat dalam bentuk tablet,
tablet tersebut harus digerus terlebih dulu sebelum digunakan. Setelah itu dicampur
dengan air matang, lalu diberikan pada pasien. Sedangkan apabila menggunakan bentuk
bubuk dan cairan, tinggal dicampur air matang lalu diberikan kepada pasien, sesuai
dengan dosis yang ditentukan dokter.
Pada gagal ginjal terjadi keadaan ketidakstabilan asam basa yaitu:
i.

Asidosis

Bila hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis metabolik,
dikoreksi dengan cairan natrium bikarbonat sesuai dengan hasil analisis gas darah yaitu:
BE x BB x 0,3 (mEq)
ii.

Hiperkalemia

Hiperkalemia perlu segera ditanggulangi karena bisa membahayakan jiwa penderita. Bila
kadar K serum 5,5-7,0 mEq/L perlu diberi kayexalat yaitu suatu kation exchange resin
(Resonium A) 1 g/kgBB per oral atau per rektal 4x sehari. Bila kadar K >7 mg/L atau ada

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

14

kelainan EKG (berupa gelombang T yang meruncing, pemanjangan interval PR dan


pelebaran kompleks QRS),atau aritmia jantung perlu diberikan:
Glukonas kalsikus 10% 0,5 ml/kgBB IV dalam 5-10 menit
Natrium bikarbonat 7,5% 2,5 mEq/kgBB IV dalam 10-15 menit
Bila hiperkalemia tetap ada diberi glukosa 20% per infus ditambah insulin 0,5 unit/gram
glukosa sambil menyiapkan dialisis.
iii. Hiponatremia
Hiponatremia <130 mEq/L sering ditemukan karena pemberian cairan yang berlebihan
sebelumnya dan cukup dikoreksi dengan restriksi cairan. Bila disertai dengan gejala
serebral maka perlu dikoreksi dengan cairan NaCl hipertonik 3% (0,5 mmol/ml).
Pemberian Natrium dihitung dengan rumus;
Na (mmol) = (140 Na) x 0,6 x BB
Diberikan hanya separuhnya untuk mencegah terjadinya hipertensi dan overload cairan.
Pendapat lain menganjurkan koreksi natrium cukup sampai natrium serum 125 mEq/L
sehingga pemberian Na = (125 Na serum) x 0,6 x BB [1,4,11]
B. KONDISI YANG TIDAK MEMERLUKAN TERAPI BIKNAT
Kasus yang berkaitan dengan asidosis metabolik ringan yaitu pH > 7,2 dan
berkaitan dengan asidosis respiratorik tidak diberi terapi bikarbonat karena menyebabkan
penumpukan ion bikarbonat yang tinggi dalam darah dan menyebabkan gagal napas.
Keadaan ini timbul akibat ketidakmampuan paru untuk mengeluarkan CO 2 hasil
metabolisme (keadaan hipoventilasi). Hal ini menyebabkan peningkatan H2CO3 dan
konsentrasi ion hidrogen sehingga menghasilkan asidosis.[12]
Beberapa masalah respiratorik dibagi berdasarkan penyebab :
1. Penurunan pernapasan
Penurunan pernapasan melibatkan perubahan fungsi neuron dalam menstimulus inhalasi
dan ekshalasi. Neuron mengurangi pada tingkat sel tubuh melalui zat/agen kimia dan

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

15

kerusakan fisik. Penurunan kimia pada neuron dapat terjadi sebagai hasil agen anastesi,
obat-obatan (narkotik) dan racun dimana menghalangi darah menuju ke otak dan
langsung menghalangi depolarisasi. Disamping itu ketidakseimbangan elektrolit
(hiponatrium, hiperkalsemia dan hiperkalami) juga secara lambat menghalangi
depolarisasi neural. Akibat neuron respiratorik juga akan mengurangi keadaan fisik.
Trauma sebagai hasil langsung kerusakan fisik untuk neuron respirasi atau menimbulkan
hipoksia sampai iskemik yang dapat mengganggu atau menghancurkan kemampuan
neuron untuk membangkitkan dan mengirim impuls ke otot skeletal yang membantu
dalam respirasi. Neuron respirasi dapat rusak atau hancur secara tidak langsung apabila
terdapat masalah di area otak karena meningkatnya tekanan intrakranial. Meningkatnya
tekanan intrakranial ini karena adanya edema jaringan, yang akan menekan pusat
pernapasan (batang otak).
Cedera spinal cord, penyakit tertentu seperti polio adalah sebab yang sering pada
kerusakan di axon dan penyakit lain seperti mistenia gravis, dan syndrom Guillain-Barre
yang mengganggu transmisi impuls saraf ke otot skeletal)

2. Inadekuatnya ekspansi dada


Karena ekspansi ini penting untuk mengurangi tekanan di dalam rongga dada
sehingga terjadi pernapasan. Beberapa kondisi dapat membatasi ekspansi dada sehingga
menghasilkan inadekuatnya pertukaran gas walaupun jaringan paru sehat dan pusat pesan
sudah dimulai dan dengan transmisi yang tepat. Beberapa orang mengalami masalah
dalam ekspansi dada dapat mencukupi pertukaran gas selama periode istirahat sehingga
retensi CO2 tidak terjadi pada waktu itu. Bagaimanapun meningkatnya aktivitas atau
kerusakan pada jaringan paru menghasilkan permintaan untuk pertukaran gas dimana
seseorang tidak dapat memenuhinya, hasilnya asidemia.
Tidak adekuatnya ekspansi dada dapat disebabkan trauma skeletal atau
deformitas, dan kelemahan otot respirasi. Masalah skeletal yang membatasi perpindahan
pernapasan dalam dinding dada jika terdapat kerusakan tulang atau malformasi tulang

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

16

yang menyebabkan distorsi dalam fungsi dada. Struktur tulang dada yang tidak serasi
dapat menyebabkan deformitas pada rongga dada dan mencegah penuhnya ekspansi pada
satu atau kedua paru. Deformitas skeletal bisa terjadi secara kongenital: hasil dari
kesalahan pertumbuhan tulang (seperti skoliosis, osteodistropi renal, osteogenesis
imperfekta dan Hurlers syndrom) atau hasil yang tidak seimbang dari degenerasi
jaringan tulang (osteoporosis, metastase sel kanker). Kondisi kelemahan otot respirasi
berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan kelelahan. [1,12,13]
3. Obstruksi jalan napas
Tahanan perpindahan masuk dan keluarnya udara pada paru melalui bagian atas
dan bawah pada obstruksi jalan napas dapat menimbulkan pertukaran gas yang tidak
efektif, retensi CO2 dan asidemia. Jalan napas bagian atas dan bawah dapat tersumbat
secara internal dan eksternal. Kondisi eksterna yang menyebabkan obstruksi jalan napas
atas termasuk tekanan yang kuat pada daerah leher, pembesaran nodus limpa regional.
Sedangkan kondisi internal yang menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk
masuknya benda asing pada saat bernapas, konstriksi otot halus bronkial dan
pembentukan edema pada jaringan luminal.
Obstruksi jalan napas bagian bawah terjadi melalui konstriksi otot halus,
pembentukan jaringan luminal, pembentukan lendir yang berlebihan. Kondisi umum
yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas bagian bawah yaitu karena terlalu lama
menderita penyakit inflamasi (bronkitis, emfisema dan asma) dan masuknya bahan-bahan
iritan seperti asap rokok, debu batu bara, serat asbes, serat kapas, debu silikon dan
beberapa partikel yang mencapai jalan napas bagian bawah. [12,13]
4. Gangguan difusi alveolar-kapiler
Pertukaran gas pulmonal terjadi oleh difusi di persimpangan alveolar dan
membran kapiler. Beberapa kondisi dimana mencegah atau mengurangi proses difusi
karena dapat meretensi CO2 dan terjadi asidemia. Masalah difusi dapat terjadi pada
membran alveolar, membran kapiler atau area di antara keduanya.

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

17

Asidosis respiratorik sering terjadi akibat kondisi patologis yang merusak pusat
pernapasan atau yang menurunkan kemampuan paru untuk mengeliminasi CO2. Ada
beberapa hal yang menyebabkan keadaan asidosis respiratorik yaitu :

penyakit

otot-otot

bantu

pernapasan

misal

mistenia

gravis,

sindrom

Guillain- Barre dan akibat obat yang merelaksasi otot.

gangguan saluran napas seperti fibrosis pulmonal, penyakit intestinal paru.

obstruksi (empisema, asma, bronkitis, bronkiolitis). [14]

Intervensi keperawatan yang bisa dilakukan pada Asidosis Respiratorik :


1. Perbaiki ventilasi pernapasan (melakukan dilator bronkial, antibiotik, O2 sesuai
perintah).
2. Jaga keadekuatan hidrasi (2 3 l cairan perhari)
3. Hati-hati dalam mengatur ventilator mekanik jika digunakan.
4. Monitor intake dan output cairan, tanda-tanda vital, gas darah dan pH arteri.[12]

BAB IV
SIMPULAN
1. Asidosis metabolik adalah peningkatan keasaman darah yang ditandai dengan pH
< 7,4 serta kadar bikarbonat < 36 mmHg.
2. Natrium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3. Dalam
penyebutannya kerap disingkat menjadi biknat. Senyawa ini termasuk kelompok
garam dan telah digunakan sejak lama.

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

18

3. Pemberian bikarbonat tergantung pada kondisi beratnya keadaan pasien. Terapi


bikarbonat diberikan pada pasien dengan nilai pH < 7,2 serta tidak terkompensasi
oleh tubuh. Hal ini dapat dinilai dari pemeriksaan fisik dan laboratorium.
4. Kasus yang tidak diberi terapi bikarbonat adalah asidosis metabolik yang dapat
dikompensasi oleh tubuh sendiri dan berkaitan dengan penyakit yang
menyebabkan asidosis respiratorik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Gomella L, Haist S. Blood Gases and Acid Base Disorders. Dalam: Clinicians Pocket
Reference 10th ed. New York, McGraww-Hill; 2004:159-164
2. Sabatine M. Acid Base Disturbances. Dalam: Pocket Medicine 3rd ed. Philadelphia,
Lippincot William & Willkins; 2008
3. Setyohadi B, Salim S. Gangguan Keseimbangan Asam Basa. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

19

jilid III, edisi keempat. Jakarta, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; 2006: 143-149.
4. DuBose TD. Jr. Acidosis and Alkalosis. Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS
et al (eds). Harrisons Principles of Internal Medicine 16th. McGraww-Hill. New York.
2005:267-70.
5. Yudkoff M. Unexplained Acidosis. Dalam: Stockman III JA, penyunting. Difficult
Diagnosis in Pediatrics. Edisi ke-1. Philadelphia: Saunders.Company, 1990. h. 401
6. Berg CS et al. Sodium bicarbonate administration and outcome in preterm infants. J
Pediatr 2010 Oct; 157:684.
7. Judi LA et al. Sodium Bicarbonate: Basically Useless Therapy. Pediatrics 2008 ;
122;831-835 : American Academy of Pediatric
8. Winter R.M. Priciples of Pediatric Fluid Therapy. Edisi ke-2. Boston:Little, Brown
and Company, 1982. h. 23-55.
9. Sinuhaji A.B. Asidosis Metabolik pada Diare. Dipresentasikan pada Simposium
Ilmiah Probiotic Agents: Clinical Application in Infants and Children, Medan20
Maret 2001.
10. Kallen R.J. The Management of Diarrheal Dehydration in Infants using Parenteral
Fluids. Pediatr Clin North Am 1990; 37: 265-86.
11. Brewer E.D. Disorder of AcidBase Balance. Pediatr Clin North Am 1990; 37: 42547.
12. Iseman MD. Respiratory acidosis. N. Ergi.J med 1993; 329: 784-91
13. Clinical Signs and Symptomps. Hurt`s the lungs 10 ed. Mc Graw hill. 2211
14. Kasper DL, Braunwald E, Fauchi AS et al (editor). Harrison`s Principles of internal
medicines. 16 ed, 2003
Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

20

DAFTAR GAMBAR
a. Tabel 1. Access on 2 Augustus 2011,Available at:
http://en.academic.ru/dic.nsf/enwiki/2479511
b. Gambar 2: Access on 2 Augustus 2011.Available at:
http://technologysifi.blogspot.com/2010/03/sodium bicarbonate.html
c. Gambar 3.Access on 3 Augustus 2011.Available at:
http://biochemical-Review.html
d. Gambar 4: Access on 3 Augustus 2011.Available at:
http://wahyurawely.blogspot.com/2011/03/acid base.html

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

21

REFERAT
ILMU PENYAKIT ANAK

ASIDOSIS METABOLIK DAN KOREKSI


NATRIUM BIKARBONAT
Pembimbing:

dr.Meiriani Sari,Msc, SpA

Disusun Oleh:
Ruriyandini Prakasita

030.05.198

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


RSUD Tarakan
Periode 27 Juni 2011 3 September 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

22

Você também pode gostar