Você está na página 1de 11

TOKOH AGAMA ISLAM YANG BERPERAN DALAM POLITIK

Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi adalah sebuah partai politik yang
berdiri pada tanggal 7 November 1945 di Yogyakarta. Partai ini didirikan melalui sebuah
Kongres Umat Islam pada 7-8 November 1945, dengan tujuan sebagai partai politik yang
dimiliki oleh umat Islam dan sebagai partai penyatu umat Islam dalam bidang politik.
Masyumi pada akhirnya dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 dikarenakan
tokoh-tokohnya dicurigai terlibat dalam gerakan pemberontakan dari dalam Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Melalui Badan Koordinasi Amal Muslimin (BKAM) para pemimpin Islam tidak menyerah
begitu saja, pada sidangnya tanggal 7 Mei 1967 dibentuklah panitia 7 (tujuh) yang diketuai
oleh tokoh Muhammadiyah yaitu H. Faqih Usman, setelah melalui beberapa kali pertemuan
dan perjuangan yang berat, akhirnya pemerintah memberikan izin untuk mendirikan sebuah
parpol baru yang akan menampung aspirasi umat Islam,khususnya bwekas konstityuen
Masyumi, dengan syarat mantan-mantan pemimpin Masyumi tidak boleh menduduki jabatan
yang penting dalam tubuh partai Parmusi.
Parmusi disahkan berdirinya melalui Keputusan Presiden No. 70 tanggal 20 Februari 1968,
kemudian diangkatlah sebagai ketua Umum Djarnawi Hadikusumo dan sekretaris umumnya
Drs.Lukman Harun, keduanya adalah aktivis Muhammadiyah.
INTERVENSI DAN REKAYASA
Setelah resmi berdiri intervensi pemerintah terhadap partai Parmusi sangat kental aromanya,
sewaktu diadakannya kongres partai yang pertama tanggal 4-7 November 1968 yang
diadakan di Malang Jatim terpilihlah Muhammad Roem sebagai ketua, Muhammad Roem
pernah menjadi Menteri Luar Negeri dan PM dari partai Masyumi, dalam perjuangan
kemerdekaan sebagai Menteri Luar Negeri dan Juru Runding
pemerintahan Republik Indonesia beliau terkenal dengan perjanjian Roem-Royen.
Reaksi pemerintah langsung datang, dengan tidak merestui Roem sebagai ketua Parmusi,
sebagai salah seorang tokoh teras Masyumi, naiknya Roem dikhawatirkan akan
membangkitkan Neo Masyumi, melalui sekretaris negara Alamsyah Ratuprawiranegara
mengirimkan telegram kilat kepada kongres yang sedang berlangsung, bahwa pemerintah
tidak merestui terpilihnya Muhammad Roem sebagai ketua Parmusi. Akhirnya kongres
kembali menempatkan Djarnawi Hadikusumo dan Drs. Lukman Harun sebagai ketua dan
sekretaris umum Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI).
Kepemimpinan Djarnawi Hadikusumo dan Lukman Harun berlangsung tidak lama,
dikarenakan pemerintah menilai duet kepemimpinan yang berasal dari Muhammadioyah ini
dinilai oleh pemerintah tidak kooperatif dengan kepentingan penguasa, terjadilah pemaksaan
kehendak disodorkanlah John (Jailani) Naro dan Imron Kadir, masing-masing sebagai ketua
dan sekretaris PARMUSI, akibat dari pemaksaan ini Parmusi mengalami konflik yang tajam
dikalangan internal partai. Akhirnya pemerintah melalui kepresnya No.77/1970 tanggal 20
November 1970, kembali campurtangan dengan menunjuk tokoh Muhammadiyah yang

dinilai kooperatif dengan pemerintah yaitu HMS Mintaredja, saaat itu menjadi menteri sosial
dikabinet ORBA. Setelah pemilu tahun 1971 pemerintah mewajibkan partai untuk melakukan
fusi partai politik atau restrukturisasi, penggabungan, penyederhanaan partai-partai politik di
Indonesia. Parmusi dan partai partai Islam lainnya, yakni NU, PERTI dan SI berfusi dalam
Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Daftar isi

1 Organisasi pendiri

2 Pemilu 1955

3 Tokoh

4 Partai Penerus

5 Catatan kaki

6 Pranala luar

Organisasi pendiri
Masyumi pada awalnya didirikan 24 Oktober 1943 sebagai pengganti MIAI karena Jepang
memerlukan suatu badan untuk menggalang dukungan masyarakat Indonesia melalui
lembaga agama Islam. Meskipun demikian, Jepang tidak terlalu tertarik dengan partai-partai
Islam yang telah ada di zaman Belanda yang kebanyakan berlokasi di perkotaan dan berpola
pikir modern, sehingga pada minggu-minggu pertama, Jepang telah melarang Partai Sarekat
Islam Indonesia (PSII) dan Partai Islam Indonesia (PII). Selain itu Jepang juga berusaha
memisahkan golongan cendekiawan Islam di perkotaan dengan para kyai di pedesaan. Para
kyai di pedesaan memainkan peranan lebih penting bagi Jepang karena dapat menggerakkan
masyarakat mendukung Perang Pasifik, sebagai buruh atau tentara. Setelah gagal
mendapatkan dukungan dari kalangan nasionalis di dalam Putera, Jepang mendirikan
Masyumi.
Masyumi pada zaman pendudukan Jepang belum menjadi partai namun merupakan federasi
dari empat organisasi Islam yang diijinkan pada masa itu, yaitu Nahdlatul Ulama (NU),
Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam Indonesia.[1] Setelah
menjadi partai, Masyumi mendirikan surat kabar harian Abadi pada 1947.
Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi massa Islam yang sangat berperan dalam
pembentukan Masyumi. Tokoh NU, KH Hasyim Asy'arie, terpilih sebagai pimpinan tertinggi
Masyumi saat itu. Tokoh-tokoh NU lainnya banyak yang duduk dalam kepengurusan
Masyumi dan karenanya keterlibatan NU dalam masalah politik menjadi sulit dihindari.
Nahdlatul Ulama kemudian keluar dari Masyumi melalui surat keputusan Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tanggal 5 April 1952 akibat adanya pergesekan politik di
antara kaum intelektual Masyumi yang ingin melokalisasi para kiai NU pada persoalan
agama saja.

Hubungan antara Muhammadiyah dengan Masyumi pun mengalami pasang surut secara
politis, dan sempat merenggang pada saat Pemilu 1955. Muhammadiyah pun melepaskan
keanggotaan istimewanya pada Masyumi menjelang pembubaran Masyumi pada tahun 1960.

TOKOH AGAMA KATOLIK YANG BERPERAN DALAM POLITIK

Gereja Katolik boleh berbangga


dengan nama-nama tokoh politik
Katolik yang ikut berperan dalam
sejarah perjuangan bangsa
Indonesia, termasuk Ignatius
Joseph Kasimo dan Mgr Albertus
Soegijapranata SJ.
Kasimo tidak hanya menjadi
salah satu pelopor kemerdekaan
dan pendiri Partai Katolik, ia juga menjabat sebagai menteri setelah Indonesia merdeka.
Pada zaman Orde Lama dan Orde Baru, dan bahkan era reformasi masih terdapat sejumlah
nama yang menjadi tokoh-tokoh nasional, termasuk Frans Seda.
Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) melihat, dibanding dengan zaman sekarang, khusunya pascareformasi, peran tokoh-tokoh katolik cenderung melemah, meski memang masih terdapat
beberapa menteri, juga pejabat publik seperti gubernur dan bupati yang beragama katolik.
Menurut Muliawan Margadana, Ketua Presidium Pusat ISKA, hal ini dipicu oleh minimnya
keterlibatan hirarki dalam kaderisasi awam di bidang politik.
Ia melihat, situasi ini berbeda dengan pada masa awal kemerdekaan, di mana Gereja
menempatkan imam yang berdedikasi penuh untuk kaderisasi tokoh publik, misalnya Pastor
Franciscus Georgius Josephus Van Lith SJ, misionaris Belanda yang memelopori pendidikan
di Jawa, yang juga guru Kasimo dan Mgr Soegijapranata, uskup agung pribumi pertama yang
juga pahlawan nasional.
Selain itu, ada juga Pastor Josephus Gerardus Beek SJ yang memiliki peran besar dalam
kaderisasi para pemuda dan mahasiswa Katolik di asrama Realino Yogyakarta, di samping

melakukan kaderisasi di Klender, Jakarta, serta tokoh yang berperan di balik lahirnya Centre
for Strategic and International Studies (CSIS).
Awam sendiri bukannya tidak mampu melakukan kaderisasi, tapi umumnya memang tidak
bisa fully dedicated and committed karena kesibukan profesinya sehari-hari, juga ormasormas yang ada tidak berkesinambungan programnya, kata Margana kepada ucanews.com.
Ia juga mengkritisi, saat ini masih sangat banyak tokoh, ormas, imam yang orientasinya
hanya pada pembuatan kurikulum untuk training di kalangan awam remaja saja.
Tapi, lupa bagaimana mengkaderkan yang sudah sarjana S1, S2, maupun S3.
Ia mendorong agar peran Komisi Kerasulan Awam dan ormas ditingkatkan untuk bersamasama melihat stakeholder mapping serta road map kaderisasi awam.
Masalah kaderisasi tidak bisa dilakukan hanya dalam waktu singkat, tetapi proses mulai dari
grooming (persiapan) sampai coaching (pembinaan) dan counseling (pendampingan) serta
mentoring (pengarahan) sangatlah vital, jelasnya.
Ia menambahkan, Hirarki tidak perlu berpolitik praktis, namun paling tidak menjadi
fasilitator dan penjahit seluruh network resources yang ada, hingga terjadi proses yang
optimal.
Sebelumnya, saat memberi keynote speech dalam acara Dies Natalis Pemuda Katolik ke-67 di
Yogyakarta pada pertengahan Desember lalu, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri
Sultan Hamengku Buwono X mengamati kurangya tokoh-tokoh nasional Katolik saat ini
karena pendidikan kader yang lemah.
Bahkan, nyaris tidak ada aktivitas orang muda Katolik yang mengarahkan mereka pada
peran dan tanggung jawab dalam politik. Hal ini berbeda dengan pada masa-masa awal
kemerdekaan, dimana kala itu, banyak sekali tokoh-tokoh Katolik yang mengambil peran
sentral, katanya.
Saat itu, menanggapi keprihatinan ini, Ketua Komisi Kerasulan Awam Konferensi Waligerja
Indonesia (KWI), Mgr Yustinus Harjosusanto MSF mengatakan, saat ini Gereja memang
tidak memiliki lembaga khusus untuk mendidik kader-kader Katolik, tetapi menyerahkan hal
itu pada organisasi-organisasi dan partai politik.
Meski demikian, tentu saja Gereja tetap memperhatikan umatnya yang menjadi politikus,
katanya.
Uskup Tanjung Selor ini menjelaskan, selama ini Komisi Kerawam berupaya memfasilitasi
pertemuan politisi-politisi Katolik, yang biasa diadakan setiap bulan untuk meningatkan
mereka akan jati diri sebagai orang Katolik.

TOKOH AGAMA KRISTEN YANG BERPERAN DALAM POLITIK


Sebagai masyarakat Kristen (Gereja) kita adalah bagian dari warga negara Indonesia. Dan
sebagai warga negara Indonesia kita tidak dapat dipisahkan dari kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia. Proses perjalanan bangsa ini tidak akan terlepas justru bahkan sangat
mempengaruhi dari kehidupan kita. Baik itu menyangkut aspek agama, ekonomi, sosial,
budaya dan politik. Oleh sebab itu kita (warga gereja) sebenarnya harus ambil bagian dalam
perjalanan bangsa. Proses perjalanan suatu bangsa tidak akan pernah lepas dari proses politik
dan produk politik. Kebijakan politiklah yang mempengaruhi segala sendi kehidupan bangsa.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah warga gereja telah bertanggungjawab dengan penuh
didalam keikutsertaannya terhadap segala proses dan produk politik tersebut? Apakah kita
tidak mau tahu dan peduli dengan segala hasil dan akibatnya? Atau bahkan kita malah
memanfaatkannya untuk keuntungan dan kepentingan pribadi atau golongan kita?
Gereja (orang Kristen) sebenarnya harus bertanggungjawab terhadap setiap proses dan
produk serta akibat dari politik. Mengapa gereja harus bertanggungjawab? Apa pula
tanggungjawab gereja? Bagaimana gereja melakukan tanggungjawabnya?
Pada kenyataanya yang kita lihat, banyak yang tidak berminat untuk membicarakannya.
Menganggap bahwa politik itu bukan urusan gereja, bukan urusan Pendeta,
Penatua/Sintua/Lay Leader atau bukan urusan pribadi-pribadi orang Kristen. Karena selama
ini ada anggapan bahwa politik itu kotor, licik. Politik itu hanya bersifat duniawi.
Pada Perang Dunia II, seorang penjahat terbesar, Adolf Hitler (yang juga adalah jemaat
gereja) pernah mengatakan politik bukan urusan gereja. Hal ini terjadi ketika sebagian kecil
orang Kristen di Jerman menentang kebijakan politiknya. Saat itu Hitler memanggil tokoh
gereja yang bernama Neimooler. Kepada Pendeta Neimooler, Hitler berkata: Saya
mengurusi politik, anda mengurusi agama. Saya tidak akan mencampuri urusan anda dan
saya minta anda tidak mencampuri urusan saya. Pada saat itu banyak orang Kristen yang

setuju dengan Hitler. Tapi akibatnya, 6 juta manusia tak bersalah menjadi korban kekejaman
Hitler. Gereja merasa tidak peduli. Gereja tidak membuka suara.
Gereja saat itu berdosa bukan karena membantu atau terlibat dalam pembantaian tersebut
tetapi karena diam dan tidak melakukan apa-apa ketika melihat hal dan kebijakan yang salah
telah terjadi. Sampai pada saat ini banyak orang Kristen (gereja) yang setuju dengan Hitler.
Korban-korban terus berjatuhan, kekejaman, ketidakadilan dan tindakan amoral terus
terjadi tetapi gereja terlihat kurang peduli. Gereja kurang bersuara.
Memang benar bahwa misi Yesus datang ke dunia bukanlah misi politik. Tetapi mengatakn
bahwa karya Yesus tidak ada sangkut-pautnya dengan politik adalah hal yang salah besar.
Pelayanan Kristus adalah bersifat Holistik (menyeluruh). Tidak ada satu aspek pun dalam
kehidupan yang luput dari misi-Nya, baik di dunia (termasuk politik) dan di surga (Kolose 1 :
15-20). Pemberitaan Kristus di dunia adalah untuk memberitakan tentang Kerajaan Allah.
Bertobatlah sebab Kerajaan Sorga sudah dekat (Matius 4 : 17 ; 3:2). Kerajaan adalah
istilah politik. I Petrus 2 : 9, mengatakan bahwa orang-orang percaya itu disebut bangsabangsa yang terpilih. Kata Bangsa juga adalah istilah politik.
Yesus lahir di kota Betlehem. Mengapa Yesus lahir di kota Betlehem? Itu terjadi karena
akibat dari sensus penduduk yang ditetapkan oleh Kaisar Agustus. Dengan sensus itu,
memaksa Yusuf membawa Maria yang dalam keadaan hamil tua untuk melakukan perjalanan
jauh yang sangat melelahkan. Ini membuktikan bahwa sensus itu memiliki kekuatan hukum
yang besar. Karena kalau tidak terpaksa tidak mungkin Yusuf bersama Maria yang dalam
keadaan hampir melahirkan melakukan perjalanan tersebut. Sensus penduduk itu adalah
kebijakan politik Kaisar. Sesaat setelah kelahiran Yesus, yang paling terganggu akan
kelahiran-Nya adalah Raja Herodes yang merupakan seorang pemimpin politik. Dialah yang
pertama kali berupaya untuk melenyapkan Yesus.
Di dalam perjalanan pelayanan Yesus, Partai kaum Parisi dan para ahli Taurat sangat
terganggu pengaruh dan legitimasi mereka ditengah-tengah bangsa Israel. Mereka merasa
terganggu dengan ajaran reformasi yang diajarkan dan diwartakan Yesus. Fakta lain, Yesus
mati akibat disalibkan oleh keputusan Pontius Pilatus yang merupakan seorang tokoh politik.
Walaupun dia tidak menemukan kesalahan Yesus tapi tidak berani melepaskan-Nya. Hal ini
disebabkan karena pertimbangan dan perhitungan politik di dalam menjaga stabilitas politik
dan keamanan di daerah kekuasaannya. Kalau kondisi di dalam tidak kondusif maka
kedudukannya dapat digeser ataupun digoyang. Mereka menyadari bahwa kehadiran Yesus
mempunyai efek dan arti politik. Yesus adalah gangguan politik, karena dapat merongrong
wibawa dan pengaruh otoritas politik saat itu. Ini merupakan bukti bahwa tokoh-tokoh politik
diatas tanggap.
Di dalam Perjanjian Lama Tuhan berperan secara langsung terhadap situasi dan keadaan
politik ditengah-tengah bangsa pilihan-Nya (Israel). Dia memilih membimbing dan
memberkati Yusuf, sehingga dapat menjadi orang yang paling berkuasa setelah raja di tengah
bangsa lain yaitu Mesir. Tuhan memimpin Musa untuk melepas bangsa Israel dari tangan

Raja Firaun serta membimbingnya didalam memimpin perjalanan pembebasan itu. Tuhan
mengurapi Saul menjadi Raja Israel walaupun akhirnya Dia tidak mendukungnya lagi. Tuhan
juga memilih Raja Daud. Tuhan memilih dan memberikan kebijaksanaan kepada Raja
Salomo untuk memimpin bangsa-Nya. Dan masih banyak lagi kesaksian Alkitab yang
menunjukkan dan membuktikan Tuhan ada dan peduli di dalam kehidupan poltik.
Orang Kristen Indonesia juga mencatat sejarah keterlibatan orang Kristen didalam merebut
dan mempertahankan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Pada jaman pergerakan telah berdiri
pertai-partai poltik Kristen. Chriestelije Ethische Partij (CEP), Perserikatan Kaoem Christen
(PKC), Partai Kaum Masehi Indonesia (PKMI). Partai-partai lain juga berdiri sekitar
kemerdekaan yaitu PKN (Partai Kristen Nasional), PARKI (Partai Kristen Indonesia),
PARKINDO (Partai Kristen Indonesia). Selain partai Kristen, kita juga mengenal tokohtokoh Kristen yang terlibat pada masa itu, diantaranya GSSJ Ratu Langie, TSG Moelia, A.
Latumahina, I. Siagian, Mr. AA. Maramis, JK. Panggabean, J. Latuharhary, RM. Mongonsidi
dan tokoh lainnya. Selain berpartisipasi dalam kemerdekaan, tokoh-tokoh dan organisasi
diatas juga berperan dalam memperjuangkan bahwa orang Kristen juga mempunyai tempat
yang sah, sama dan sederajat dengan pihak-pihak lainnya di dalam kehidupan Indonesia
Merdeka. Keberhasilan menolak konsep yang mengharuskan Presiden Indonesia adalah orang
Islam, masuk ke dalam UUD serta menolak tujuh kata yang tercantum dalan Piagam Jakarta
masuk ke dalam UUD 1945. Sampai sekarang tujuh kata itu tidak pernah tercantum dalam
Undang-Undang Dasar Negara kita.

TOKOH AGAMA HINDU YANG BERPERAN DALAM POLITIK


Jawaharlal Nehru adalah seorang advokat yang amat peduli pada pendidikan bagi anak-anak
dan remaja India, kepercayaan itu penting untuk kemajuan masa depan India. pemerintahanNya mengawasi pembentukan banyak institusi pendidikan tinggi, termasuk Segenap
Lembaga India Ilmu Kedokteran, Institut Teknologi India and the Institut Managemen India.
Nehru juga menjelaskan komitmen dalam rencana lima tahun untuk menjamin pendidikan
dasar gratis dan wajib untuk semua anak-anak India. Dengan tujuan tersebut, Nehru dapat
mengawasi pembuatan program pendaftaran warga desa serta pembangunan ribuan sekolah.
Nehru juga meluncurkan inisiatif seperti penyediaan susu gratis dan makanan untuk anakanak untuk memerangi kekurangan gizi. Pusat pendidikan orang dewasa, sekolah kejuruan
dan teknik juga diselenggarakan untuk orang dewasa, terutama di daerah pedesaan.
Menurut Nehru, Parlemen India mengalami banyak perubahan yang berlaku untuk hukum
kriminalisasi diskriminasi kasta Hindu dan meningkatkan hak-hak hukum dan kebebasan
sosial perempuan.[14][15][16][17] Sistem reservasi pada layanan pemerintah dan lembaga
pendidikan diciptakan untuk membasmi ketidakadilan sosial dan kerugian yang dihadapi oleh
masyarakat dari kasta terendah dan suku terbelakang. Nehru juga memperjuangkan

sekularisme dan keharmonisan beragama, meningkatkan representasi minoritas dalam


pemerintahan.
Perdana menteri India Pertama

Teen Murti Bhavan, tempat tinggal Nehru selama menjadi Perdana Menteri,
sekarang digunakan sebagai museum peringatan

Nehru dan rekan-rekannya telah dibebaskan sebagai Misi Kabinet Inggris tiba untuk
mengajukan rencana pengalihan kekuasaan.
Setelah terpilih, Nehru memimpin pemerintah untuk sementara yang dirugikan oleh ledakan
kekerasan komunal dan kekacauan politik, dan oposisi dari Liga Muslim dipimpin oleh
Muhammad Ali Jinnah, yang menuntut perpisahan kaum Muslim untuk membuat negara
bagian Pakistan. Setelah tawaran yang gagal untuk membentuk koalisi, Nehru enggan
mendukung partisi India, menurut rencana dirilis oleh Inggris pada tanggal 3 Juni 1947. Ia
mulai menjabat sebagai Perdana Menteri India pada tanggal 15 Agustus, dan menyampaikan
pidato pengukuhannya berjudul "Sebuah Kencan Dengan Takdir"
"Bertahun-tahun lalu kami membuat perjanjian untuk bertemu dengan takdir, dan sekarang
saatnya tiba ketika kita harus menebus janji kami, tidak sepenuhnya atau dalam ukuran
penuh, tetapi sangat substansial. Pada stroke dari jam tengah malam, ketika dunia tidur, India
terjaga akan hidup dan kebebasan. Sesaat datang, yang datang tapi jarang dalam sejarah,
ketika kita melangkah keluar dari lama ke yang baru, saat usia berakhir, dan ketika jiwa
bangsa, panjang ditekan, menemukan ucapan. Ini adalah hal yang pada serius saat ini kita
mengambil janji dari dedikasi ke layanan dari India dan rakyatnya dan untuk penyebab yang
masih lebih besar dari manusia."[12]
Namun, periode ini ditandai dengan kekerasan komunal intern. Kekerasan ini merebah ke
seluruh wilayah Punjab, Delhi, Bengal dan bagian lainnya di India. Nehru melakukan wisata
bersama dengan para pemimpin Pakistan untuk mendorong perdamaian dan ketenangan para
pengungsi yang marah dan kecewa. Nehru akan bekerja dengan Maulana Azad dan pemimpin
Muslim lainnya untuk menjaga dan mendorong umat Islam untuk tetap di India. Kekerasan
pada waktu itu sangat memengaruhi Nehru yang menyerukan gencatan senjata dan intervensi

PBB untuk menghentikan Perang India-Pakistan 1947. Khawatir dengan akan terjadinya
pembalasan komunal, Nehru mulai ragu-ragu dalam mendukung aneksasi Negara Hyderabad.
Pada tahun-tahun setelah kemerdekaan, Nehru sering pulang ke rumah putrinya yang
bernama Indira untuk menjaganya dan mengelola urusan pribadinya. Di bawah
kepemimpinannya, Kongres memenangkan mayoritas dalam pemilu tahun 1952. Indira
pindah ke kediaman resmi Nehru untuk menghadiri dan menjadi teman setia beliau dalam
perjalanan di India dan dunia. Indira hampir akan menjadi kepala staf Nehru.

Tempat dimana Nehru studi di Teen Murti Bhavan.


Kebijakan Ekonomi

Nehru memimpin pengenalan modifikasi, perencanaan negara dan kontrol atas ekonomi versi
India. Menciptakan Komisi Perencanaan India, Nehru pun membuat Rencana Lima Tahun
pada tahun 1951, yang memetakan investasi pemerintah dalam industri dan pertanian.
Meningkatkan usaha dan penghasilan pajak, Nehru membayangkan sebuah ekonomi
campuran di mana pemerintah akan mengelola industri strategis seperti pertambangan, listrik
dan industri berat, melayani kepentingan umum serta cek untuk perusahaan swasta. Nehru
mengejar redistribusi tanah dan meluncurkan program-program untuk membangun saluran
irigasi, bendungan dan menyebarkan penggunaan pupuk untuk meningkatkan produksi
pertanian. Dia juga memelopori serangkaian program pengembangan masyarakat yang
ditujukan untuk menyebarkan pemberagaman industri pondok dan meningkatkan efisiensi ke
pedesaan India. Sambil mendorong pembangunan bendungan besar (yang Nehru sebuat
sebagai "candi baru dari India") karya irigasi, dan generasi listrik tenaga hidroelektrisitas,
Nehru juga meluncurkan program India untuk memanfaatkan energi nuklir.
Untuk sebagian besar dari jangka waktu Nehru sebagai perdana menteri, India akan terus
menghadapi kekurangan pangan serius meskipun adanya kemajuan dan peningkatan produksi
pertanian. Kebijakan industri Nehru diringkas dalam Kebijakan Industri Resolusi tahun 1956,
mendorong pertumbuhan manufaktur beragam dan industri berat,[13] namun perencanaan,
pengawasan dan peraturan negara mulai merusak produktivitasnya, kualitasnya serta
profitabilitasnya. Meskipun ekonomi India mulai memasuki tingkat pertumbuhan stabil,
pengangguran dan kemiskinan kronis di tengah-tengah terus meluas dan menjadi wabah
penduduk.

TOKOH POLITIK DARI BERBAGAI AGAMA

KELOMPOK XII MA :
HERI PURNOMO
LAYWI AGUNG N.
M. HAFIDH A.
BONDAN ATUR W.
BENNO GRAHA S.

JOHAN ADITYA

Você também pode gostar