Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan adalah terjadinya
perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Perdarahan pada
kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus. Abortus adalah
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan,
ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500
gram atau kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan
disebut abortus spontan sedangkan abortus yang terjadi dengan dilakukan
tindakan yang disengaja disebut abortus provokatus. Abortus provokatus dibagi
lagi menjadi abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis.1
Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu abortus imminens (threatened abortion), abortus insipiens
(inevitable abortion), abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion, dan
abortus habitualis (recurrent abortion), abortus servikalis, abortus infeksiosus,
dan abortus septik.1,2
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Reproduksi manusia relatif tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi tersering
pada kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang
ditemukan.2,4 Namun angka kejadian abortus sangat tergantung kepada riwayat
obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang sebelumnya
mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan berakhir dengan
kelahiran hidup.4
Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana
pada wanita berusia 20 tahun adalah 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun adalah
50%.4 Delapan puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.2
Penelitian-penelitian terdahulu menyebutkan bahwa angka kejadian
abortus sangat tinggi. Sebuah penelitian pada tahun 1993 memperkirakan total
kejadian abortus di Indonesia berkisar antara 750.000. dan dapat mencapai 1 juta
per tahun dengan rasio 18 abortus per 100 konsepsi. Angka tersebut mencakup
abortus spontan maupun buatan. Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu
bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus
provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Insiden abortus inkompit sendiri
belum diketahui secara pasti namun yang penting diketahui adalah sekitar 60 %
dari wanita hamil yang mengalami abortus inkomplit memerlukan perawatan
rumah sakit akibat perdarahan yang terjadi2,3,4.
Abortus inkomplit memiliki komplikasi
yang
dapat mengancam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa
pengeluaran hasil konsepsi. Menurut WHO, abortus didefinisikan sebagai penghentian
kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau berat janin kurang dari 500
gram. Sedangkan, abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam
uterus1.
2.2 Epidemiologi
Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian
disebutkan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan
perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. Inisiden abortus spontan secara
umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Angka-angka tersebut
berasal dari data-data dengan sekurang-kurangnya ada dua hal yang selalu
berubah, kegagalan untuk menyertakan abortus dini yang tidak diketahui, dan
pengikutsertaan abortus yang ditimbulkan secara ilegal serta dinyatakan sebagai
abortus spontan5.
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan
angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya.
Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada
trimester pertama, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan
5-10 % pada trimester ketiga5.
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas
di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari
20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia
paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus
bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan5,6.
2.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak
selalu tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil
konsepsi yang terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio
atau janin, namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, sering janin
sebelum ekspulsi masih hidup dalam uterus.
Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot
atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga
disebabkan oleh penyakit dari ayahnya 5.
2.3.1 Perkembangan Zigot yang Abnormal
Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus
spontan. Sebuah penelitian meta-analisis menemukan kasus abnormalitas
kromosom sekitar 49% dari abortus spontan. Trisomi autosomal
merupakan anomali yang paling sering ditemukan (52%), kemudian
diikuti oleh poliploidi (21 %) dan monosomi X (13%)7'8 .
2.3.2 Faktor Maternal
Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi.
Peristiwa abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13
minggu, dan karena saat terjadinya abortus lebih belakangan, pada
sebagian kasus dapat ditentukan etiologi abortus yang dapat dikoreksi.
Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan kelainan perkembangan pernah
terlibat dalam peristiwa abortus euploidi5.
a. Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simplek,
cytomegalovirus Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai
penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan
spontan.
e. Obat-Obatan dan Toksin Lingkungan
Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden
abortus.
Namun
ternyata
tidak
semua
laporan
ini
mudah
dikonfirmasikan.
f. Faktor-faktor Imunologis
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan
abortus spontan yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC)
dan antibodi anti cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi
vaskuler, trombosis, abortus serta destruksi plasenta.
g. Gamet yang Menua
Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden
abortus spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang
berhasil bila inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari
sesudah peralihan temperatur basal tubuh, karena itu disimpulkan
bahwa gamet yang bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita
sebelum fertilisasi dapat menaikkan kemungkinan terjadinya abortus.
Beberapa percobaan binatang juga selaras dengan hasil observasi
tersebut5,7.
h. Laparotomi
Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya
abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut
dengan organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya abortus.
Meskipun demikian, sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai
dapat diangkat pada waktu kehamilan apabila mengganggu gestasi.
Peritonitis dapat menambah besar kemungkinan abortus.
i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional
Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian
embrio atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh
cepat atau lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama abortus inkompletus.
Sedangkan pada abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut, sering
pendarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi
hipovolemik berat5'7.
2.6. Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
melalui anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan
kemungkinan diagnosis banding lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan
abdomen, inspikulo dan vaginal toucher. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus
inkomplit dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah. Pemeriksaan
penunjang berupa USG akan menunjukkan adanya sisa jaringan.
Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti yang terlihat pada
kehamilan ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum
akan memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertai dengan keluarnya
jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Bimanual palpasi untuk
menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan
evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase
uterus juga penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai4.
2.7. Diagnosis Banding
Abortus inkomplit dapat di diagnosis banding:
Abortus iminens Keguguran membakat dan akan terjadi. Dalam hal ini
keluarnya fetus masih dapat dipertahankan dengan memberikan obat-obat
hormonal dan antispasmodik serta istirahat.
Kalau perdarahan setelah beberapa minggu masih ada, maka perlu ditentukan
apakah kehamilan masih baik atau tidak. Kalau reaksi kehamilan 2 berturutturut negatif, maka sebaiknya uterus dikosongkan (kuret).
10
11
dan bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia eksterna,
vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks
dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disondase dengan hati-hati untuk
menentukan besar dan arah uterus. Masukkan kanula yang sesuai dengan dalam
kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4
mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg
pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahanlahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360. Bila kavum uteri
sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan kanula
dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan akan
timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30
menit tanpa anestesi dan selama 1 - 2 jam bila dengan anestesi umum.
Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian13.
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan
efektif. Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98%
pada kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus
inkomplit, metode ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk
mencapai
ekspulsi
spontan
yang
lengkap
dengan
terapi
prostaglandin
12
sesudah mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70 dan 85%
tanpa tergantung pada pengobatan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang di
evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik
terhadap ibu5,9.
2.10. Komplikasi
Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan
syok akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat retensi sisa hasil
konsepsi yang lama didalam uterus5. Sinekia intrauterin dan infertilitas juga
merupakan komplikasi dari abortus.
Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi, seperti
perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa yang tidak
lengkap dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah
trimester pertama. Panas bukan merupakan kontraindikasi untuk kuretase apabila
pengobatan dengan antibiolik yang memadai segera dimulai5.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan kuretase antara lain' :
1. Komplikasi Jangka pendek
a. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah,
bradikardi dan cardiac arrest.
b. Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Bila
perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan
aspirator. Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien
diberikan antibiotika dosis tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti
segera. Bila ada keraguan, pasien dirawat.
c. Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila
pendarahan sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.
d. Perdarahan yang biasanya
13
14
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
: ART
Umur
: 22 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Rendang, Karangasem
Pekerjaan
: Mahasiswa
Agama
: Hindu
Suku
: Bali
Bangsa
: Indonesia
MRS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Perdarahan dari vagina sejak tadi malam, pukul 23.00 WITA (27/04/11)
Perjalanan Penyakit:
Pasien datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak pukul 23.00
WITA. Perdarahan dikatakan berupa darah dengan warna merah kecoklatan
dengan gumpalan-gumpalan darah berwarna kehitaman, disertai nyeri ringan
pada perut bagian bawah. Riwayat trauma, pasien jatuh di kamar mandi sehari
sebelum datang ke rumah sakit. Terakhir kali pasien melakukan hubungan
seksual dua hari sebelum mengalami perdarahan. Pasien mengatakan tidak
pernah berusaha untuk menggugurkan kandungannya.
Riwayat telat haid selama 3 bulan. Riwayat PP test + pada bulan Februari
2011.
Riwayat menstruasi
Menarche umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya
3-5 hari tiap kali menstruasi.
Hari pertama haid terakhir ?-01-2011
15
Riwayat perkawinan
Pasien belum menikah.
Riwayat persalinan
1. INI
Riwayat Ante Natal Care (-)
Riwayat KB (-)
Riwayat penyakit dahulu
Diabetes militus, asma, hipertensi dan penyakit jantung tidak ada.
Riwayat pengobatan
Penderita tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya dan riwayat
minum obat sebelum ke rumah sakit disangkal pasien.
distensi (-), nyeri supra pubik (-), tanda cairan bebas (-)
TFU: tak teraba
16
Vagina :
flx (+)
P (+), livide (+)
3.6. Penatalaksanaan
Tx : IVFD RL 20 tts/mnt
Cefotaxim 3 x 1 gr
Puasa
Kuretase dg GA (pk 12.15)
Ciprofloxacin 3 x 500
Methylergometrin 3 x 0,125
Asam Mefenamat 3 x 500
SF 2 x 1
17
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
(WITA)
12.15
12.30
13.00
13.15
13.30
14.00
14.15
(MmHg)
100/70
100/70
100/70
100/70
110/70
110/70
110/70
(kali/menit)
86
86
86
84
84
82
82
(kali/menit)
20
20
20
20
20
20
20
3.7. Prognosis
Dubius ad bonam
18
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Seorang pasien 22 tahun, Hindu, Bali, datang dengan keluhan perdarahan
pervaginam sejak malam hari jam 23.00 WITA (28/04/2011), perdarahan
dikatakan berwarna merah kecoklatan dan disertai gumpalan-gumpalan darah
berwarna kehitaman, disertai nyeri ringan pada perut bagian bawah, namun saat
ini keluhan nyeri perut sudah berkurang. Riwayat trauma, pasien jatuh di kamar
mandi sehari sebelum datang ke rumah sakit. Terakhir kali pasien melakukan
hubungan seksual dua hari sebelum mengalami perdarahan. Pasien mengatakan
tidak pernah berusaha untuk menggugurkan kandungannya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan general normal,
pemeriksaan abdomen fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tanda
cairan bebas tidak ada, massa tidak ada. Pada inspikulo didapatkan pembukaan
OUE dan tampak fetus di mulut portio. Dari pemeriksaan dalam didapatkan,
terdapat fluksus, pembukaan ostium uteri eksternum (OUE) dan terdapat fetus di
mulut portio.
Pada pasien tersebut, pada anamnesis jelas didapatkan adanya keluhan
telat haid yang mendukung bahwa pasien sedang hamil. Disamping itu telah
dilakukan tes kencing dengan hasil positif hamil. Selain adanya keluhan
perdarahan pervaginam yang banyak didapatkan juga keluhan nyeri perut bagian
bawah dan ada riwayat trauma fisik. Berdasarkan data anamnesis tersebut, maka
dapat dipikirkan adanya kecurigaan terhadap gejala abortus, terlebih lagi pasien
sedang dalam masa reproduksi. Pada kasus ini, setelah dilakukan pemeriksaan
dalam ternyata didapatkan adanya pembukaan ostium uteri eksternum (OUE) dan
teraba fetus di mulut portio, dimana besarnya fetus sesuai dengan umur kehamilan
16 minggu. Berdasarkan gambaran klinis yang jelas inilah kemudian dapat
ditegakkan diagnosanya menjadi abortus inkomplit.
Walaupun demikian jika hanya dari anamnesa saja mungkin cukup sulit
untuk dapat yakin bahwa itu merupakan suatu abortus inkomplit oleh karena
adanya keluhan perdarahan pervaginam pada kehamilan muda, selain abortus
19
20
21
toksin lingkungan.
Pada kasus abortus inkomplit ini mungkin dapat lebih diperdalam lagi
sehingga dapat diketahui etiologinya (eksplorasi kausa). Disamping itu, faktorfaktor lainnya juga harus ditelusuri seperti ada tidaknya kelainan pada plasenta
(end arteritis vili korealis yang dapat dipicu oleh karena hipertensi menahun) serta
adanya penyakit pada ibu antara lain pneumoni, tifus abdominalis, malaria dan
anemia berat, yang juga dapat menyebabkan abortus. Ini sangatlah perlu untuk
memahami faktor-faktor resiko tersebut sehingga dapat membantu memberikan
konseling kepada pasien. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada
pasien merupakan komponen penting untuk memberikan penjelasan yang benar
dan dapat dipahami oleh pasien tentang apa yang ia alami. Oleh karena itu dapat
dianjurkan kepada pasien untuk dilakukannya eksplorasi kausa. Secara garis
besar, terjadinya suatu abortus dapat disebabkan oleh keadaan dari hasil konsepsi
itu sendiri (zygote), adanya penyakit kronis dan infeksi yang diderita oleh ibu,
pengaruh lingkungan misalnya lingkungan fisik (paparan radiasi tertentu, infeksi
oleh TORCH) atau adanya riwayat penggunaan obat-obat tertentu yang bersifat
teratogenik
dan
adanya
trauma
fisik.
Selain
itu
adanya
gangguan
22
lebih mendalam melalui anamnesa yang baik dan terperinci. Penting juga
diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah menderita
infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat. Hal ini
penting
sebagai
data
dasar
untuk
nantinya
dapat
membantu
dalam
juga
penggunaan
obatobatan
tertentu
yang
dianggap
teratogenik harus dicari dari anamnesa karena jika ada mungkin hal ini merupakan
salah satu faktor yang berperan.
Adanya kelainan anatomis pada uterus misalnya serviks inkompeten
(mudah berdilatasi) atau kelainan bentuk uterus (bikornus) dapat diketahui dari
pemeriksaan USG, HSG (histerosalfingografi), histeroskopi, dan laparoskopi
(prosedur diagnostik).
Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan
TORCH, laboratorium terhadap penyakit kelamin, USG. Pemeriksaan TORCH
dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi dari virus-virus tersebut karena dapat
menyebabkan terjadinya abortus maka diperlukan pengobatan terlebih dahulu.
Infeksi dari kelamin juga dapat menyebabkan abortus karena kebanyakan infeksi
kelamin pada wanita bersifat asimtomatik sehingga memerlukan eksplorasi yang
lebih lanjut. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya
suatu mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu
faktor mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti
adanya mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai
23
keluhan dan harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan
adanya Riwayat Obstetri Buruk pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma
yang mengganggu mutlak dilakukan operasi.
Uraian diatas penting disampaikan kepada pasien agar ia dapat memahami
apa kira-kira yang melatarbelakangi penyakitnya. Pilihan lain yang dapat
disarankan adalah mengenai adopsi anak. Maka dari itu, konseling pada pasien ini
perlu melibatkan pihak lain, khususnya suaminya untuk ikut memberi dukungan
kepada pasien.
4.3 Penatalaksanaan
Pada kasus ini pada saat pasien MRS keadaan umumnya stabil, dan tidak
didapatkan tanda-tanda syok. Oleh karena pada pemeriksaan fisik teraba massa
jaringan maka harus dilakukan evakuasi isi uterus dengan kuretase dan
selanjutnya diberikan medikamentosa berupa antibiotika, analgetika dan
uterotonika. Yang penting setelah tindakan adalah observasi dua jam setelah
kuretase untuk monitoring vital sign dan adanya keluhan. Maka dari itu adanya
komplikasi seperti perdarahan ringan sampai berat, infeksi, dan kelainan fungsi
pembekuan darah dapat dihindari.
Mengingat komplikasi tindakan ini cukup banyak, maka perlu dilakukan
dengan prosedur yang benar dan hati-hati untuk mengurangi resiko tersebut
seminimal mungkin. Adapun penanganan kasus ini adalah dengan:
Kuretase
Medikamentosa
Cefotaxim 3 x 1 gr
Ciprofloxacin 3 x 500
Methylergometrin 3 x 0,125
SF 2 x 1
KIE
24
karena tindakan yang invasif pada kuretase dapat menyebabkan infeksi, Asam
Mefenamat untuk mengurangi nyeri dan Metil Ergometrin untuk mempertahankan
kontraksi uterus yang mana berperan dalam mengurangi perdarahan.
Setelah dilakukan kuretase dan post kuretase keadaan penderita baik dan
dipulangkan 24 jam setelah kuretase. Penderita disarankan untuk kontrol ke
poliklinik satu minggu kemudian untuk mengetahui perkembangan penderita.
KIE merupakan hal yang sangat penting didalam kasus ini dimana yang
harus dititik beratkan adalah tentang diagnosis penyakitnya, tindakan apa yang
dilakukan terhadap penyakitnya tersebut, komplikasi apa yang terjadi bila
dilakukan kuretase atau tidak (komplikasi jangka pendek atau panjang), rencana
tentang kehamilan yang berikutnya (3 sampai dengan 6 bulan KB, persiapan
untuk faktor anatomi dan psikologis ibu), kontol atau evaluasi terhadap tindakan
(febris, nyeri) dan yang tidak kalah pentingnya adalah mencari penyebab abortus
(untuk persiapan kehamilan beikutnya), disamping itu juga terhadap faktor sosial
dimana harapan masih bisa hamil lagi, prognosis abortus yang berulang atau
tidak.
4.4 Prognosis
Prognosis pada kasus ini adalah mengarah ke baik, dubius ad bonam
karena dengan kuretase berhasil mengeluarkan semua sisa jaringan sehingga
resiko perdarahan menjadi sangat minimal, setelah observasi dua jam pasca
kuretase tidak didapatkan keluhan dan keadaan umum pasien stabil. Selain itu
pada pasien ini tidak didapatkan adanya penyulit atau komplikasi yang berbahaya
misalnya perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
25
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus wanita 22 tahun, hamil muda 15-16 minggu yang
mengalami perdarahan pervaginam. Penatalaksanaan awal pada kasus abortus
adalah melakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien dan
selanjutnya diperiksa apakah ada tanda-tanda syok. Untuk mengurangi resiko
perdarahan dan komplikasi lain yang mungkin timbul, maka pada kasus abortus
inkomplit ini dilakukan pengeluaran sisa jaringan dengan kuretase, kemudian
diberikan medikamentosa seperti golongan uterotonika, antibiotika dan analgetik.
Dari hasil pemeriksaan klinis didiagnosa dengan abortus inkomplit.
Setelah dilakukan kuretase dan post kuretase keadaan penderita baik dan
dipulangkan 24 jam setelah kuretase. Penderita diberikan obat per oral yaitu
Ciprofloxacin 3x500, Asam Mefenamat 3x500 mg, Metil Ergometrin 3x0,125 dan
SF 2x1 tablet. Penderita disarankan untuk kontrol ke poliklinik satu minggu
kemudian untuk mengetahui perkembangan penderita. Abortus inkomplit yang di
evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam :
Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Hmu Kebidanan.
Edisi 5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2002 : hal.
302 - 312.
2. Pedoman Diagnosis Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS
Sanglah Denpasar. 2003
3. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health
Profile 2003. 2003.Available at: http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproductive_Health__Profile_RHP-Indonesia.pdf. Accessed January 08,2006.
4. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap LC,
Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22 nd ed. USA : The McGraw-Hills
Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.
5. Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA: McGrawHill Companies, 2003 : p. 45 55
6. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et all.
Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 - 9.
7. Griebel CP, Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of Spontaneus
Abortion. AAFP Home Page>New & Publications>Joumals>American Family
Physician. October 012005;72;1.
8. Rand SE. Recurrent spontaneous abortion: evaluation and management. In: American
FamilyPhysician.December1993.http://www/findarticles.com/p/articles/mi_m3255/is
_n8_v48/ai_14674724/pg_1
11. Saifudin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2002.
12. Wiknjosastro GH, Saifflidin AB, Rachimadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo, 2000.
13.Valley.V.T.Abortion,Incomplete.In:Emedicine.http://www.emedicine.com/emerg/obstetrics_and_gynecology.htm : last updated: agustus 2007
27