Você está na página 1de 8

Ada 63 Titik PLTMH di Sumbar

HorasNews.com-Keberadaan potensi energi terbarukan di Sumatera Barat mulai diminati pemilik


modal, salahsatunya energi aliran air untuk Pembangkit Listrik Mini Hidro (PLTMH). Berdasar catatan
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumatera Barat, terdapat potensi energi listrik
sebesar 1.100 Mega Watt yang bisa diolah melalui beberapa titik PLTMH.
Potensi itu tersebar di sejumlah di daerah Sumatera Barat. Tenaga aliran air itu bisa dimanfaatkan
menjadi energi listrik melalui PLTMH. Saat ini sudah ada sejumlah investor yang menanamkan
modalnya membangun PLTMH. Yang sudah tergarap ada 63 titik yang kapasitasnya mencapai 351
MW, ungkap Kepala Dinas ESDM Sumatera Barat Heri Martinus ditemui di ruang kerjanya, Kamis
(8/9/2016).
Heri merinci, dari 63 titik energi mini hidro, 3 diantaranya telah beroperasi dengan kapasitas 11,7
MW. Masing-masing di Lubuk Gadang Kabupaten Solok Selatan, Manggani Kabupaten Limapuluh
Kota dan Lubuk Sao II di Kabupaten Agam. Sedangkan yang dalam tahap konstruksi terdapat 4 titik
dengan kapasitas total 25 MW. Masing-masing di Guntung Kabupaten Agam, Induring Kabupaten
Pesisir Selatan, Lintau I di Kabupaten Tanah Datar, Sangir Hulu di Kabupaten Solok Selatan.

Sementara 9 lainnya masih menunggu pendanaan dengan kapasitas energi listrik yang dihasilkan 43
MW. Sisanya 9 masih pematangan kontrak dengan kapasitas 44 MW, dan 38 lain yang telah
memegang izin prinsip dengan kapasitas 226 MW. Semuanya tersebar di Pesisir Selatan, Solok,
Pasaman, Pasaman Barat, Tanah Datar, dan Solok Selatan, paparnya.
Heri menjelaskan, energi listrik yang dihasilkan nantinya akan dibeli oleh Perusahaan Listrik Negara
(PLN) dengan harga yang telah ditentukan. Di Sumatera Barat PLN memakai harga beli US$ 7-8 sen
per kWh.
Sebenarnya ada pengusaha PLTMH yang mengeluh terkait harga beli PLN yang dinilai rendah.
Padahal Kementerian ESDM melalui Permen ESDM 19 tahun 2015 telah menetapkan harga beli

listrik PLN US$ 9-12 sen. Tapi PLN juga mengeluarkan harga sendiri. Kita imbau investor untuk tidak
berkecil hati, karena kemungkinan ada penyesuaian, pintanya.
Dengan adanya 351 MW kapasitas PLTMH yang telah termanfaatkan, tersisa 749 MW potensi yang
belum tersentuh. Agar seluruh potensi terkelola, jelas Heri, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah
gencar melakukan promosi ke investor-invetor listrik dengan menjanjikan kemudahan perizinan dalam
menanamkan modalnya.
Sumber Berita: semangatnews.com

Potensi PLTMH Sumbar Menunggu


Investor
Padang, (Antara Sumbar) - Sekitar 749 Mega Watt (MW) potensi
Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) di Sumatera Barat
(Sumbar), belum tergarap, menunggu investor menanamkan
modalnya.
"Sekarang yang tergarap baru 63 titik dengan kapasitas 351 MW.
Sementara potensi kita diperkirakan 1100 MW. Masih ada 749 MW lagi
yang belum tergarap," jelas Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) Sumbar, Heri Martinus di Padang, Kamis.
Ia merinci, dari 63 titik PLTMH itu, tiga diantaranya telah beroperasi
dengan kapasitas 11,7 MW masing-masing di Lubuk Gadang Kabupaten
Solok Selatan, Manggani Kabupaten Limapuluh Kota dan Lubuk Sao II di
Kabupaten Agam.
Sedangkan empat titik dalam tahap konstruksi dengan kapasitas total
25 MW, masing-masing di Guntung Kabupaten Agam, Induring
Kabupaten Pesisir Selatan, Lintau I di Kabupaten Tanah Datar, Sangir
Hulu di Kabupaten Solok Selatan.
Sementara sembilan titik lainnya masih menunggu pendanaan dengan
kapasitas energi listrik yang dihasilkan 43 MW. Sisanya sembilan titik
lagi masih pematangan kontrak dengan kapasitas 44 MW, dan 38 lain
yang telah memegang izin prinsip dengan kapasitas 226 MW, jelasnya.
Titik-titik itu menurutnya tersebar di Pesisir Selatan, Solok, Pasaman,
Pasaman Barat, Tanah Datar, dan Solok Selatan.
Heri menjelaskan, energi listrik yang dihasilkan nantinya akan dibeli
oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan harga yang telah
ditentukan. Di Sumbar, PLN memakai harga beli US$ 7-8 sen per kWh.

Sebenarnya ada pengusaha PLTMH yang mengeluh terkait harga beli


PLN yang dinilai rendah. Padahal Kementerian ESDM melalui Permen
ESDM 19 tahun 2015 telah menetapkan harga beli listrik PLN US$ 9-12
sen. Tapi PLN juga mengeluarkan harga sendiri. Kita imbau investor
untuk tidak berkecil hati, karena kemungkinan ada penyesuaian,
terangnya.
Menurutnya, agar seluruh potensi terkelola, Pemerintah Provinsi
Sumbar gencar melakukan promosi pada invetor listrik dengan
menjanjikan kemudahan perizinan dalam menanamkan modalnya. (*)
Editor : Joko Nugroho

Potensi PLTMH Sumbar Menunggu


Investor
Padang, (Antara Sumbar) - Sekitar 749 Mega Watt (MW) potensi
Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) di Sumatera Barat
(Sumbar), belum tergarap, menunggu investor menanamkan
modalnya.
"Sekarang yang tergarap baru 63 titik dengan kapasitas 351 MW.
Sementara potensi kita diperkirakan 1100 MW. Masih ada 749 MW lagi
yang belum tergarap," jelas Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) Sumbar, Heri Martinus di Padang, Kamis.
Ia merinci, dari 63 titik PLTMH itu, tiga diantaranya telah beroperasi
dengan kapasitas 11,7 MW masing-masing di Lubuk Gadang Kabupaten
Solok Selatan, Manggani Kabupaten Limapuluh Kota dan Lubuk Sao II di
Kabupaten Agam.
Sedangkan empat titik dalam tahap konstruksi dengan kapasitas total
25 MW, masing-masing di Guntung Kabupaten Agam, Induring
Kabupaten Pesisir Selatan, Lintau I di Kabupaten Tanah Datar, Sangir
Hulu di Kabupaten Solok Selatan.
Sementara sembilan titik lainnya masih menunggu pendanaan dengan
kapasitas energi listrik yang dihasilkan 43 MW. Sisanya sembilan titik

lagi masih pematangan kontrak dengan kapasitas 44 MW, dan 38 lain


yang telah memegang izin prinsip dengan kapasitas 226 MW, jelasnya.
Titik-titik itu menurutnya tersebar di Pesisir Selatan, Solok, Pasaman,
Pasaman Barat, Tanah Datar, dan Solok Selatan.
Heri menjelaskan, energi listrik yang dihasilkan nantinya akan dibeli
oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan harga yang telah
ditentukan. Di Sumbar, PLN memakai harga beli US$ 7-8 sen per kWh.
Sebenarnya ada pengusaha PLTMH yang mengeluh terkait harga beli
PLN yang dinilai rendah. Padahal Kementerian ESDM melalui Permen
ESDM 19 tahun 2015 telah menetapkan harga beli listrik PLN US$ 9-12
sen. Tapi PLN juga mengeluarkan harga sendiri. Kita imbau investor
untuk tidak berkecil hati, karena kemungkinan ada penyesuaian,
terangnya.
Menurutnya, agar seluruh potensi terkelola, Pemerintah Provinsi
Sumbar gencar melakukan promosi pada invetor listrik dengan
menjanjikan kemudahan perizinan dalam menanamkan modalnya. (*)
Editor : Joko Nugroho

Nusa Konstruksi Bangun Mini


Hidro Hingga US$ 60 Juta
Posted on 16 June 2015 by Listrik.org

Share

Tweet

Share

PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK) bakal membangun tiga pembangkit


listrik tenaga mini hidro (PLTMH) senilai US$ 30-60 juta. Kapasitas masing-masing
pembangkit sebesar 5-10 megawatt (MW).
Sekretaris Perusahaan Nusa Konstruksi Djohan Halim mengatakan, pihaknya akan
membangun dua PLTMH di Jawa Barat dan satu di Sumatera Barat. Nilai invested,
diperkirakan sebesar US$ 2 juta per MW.
Saat ini, perseroan telah menyelesaikan tahap studi kelayakan dua pembangkit
listrik. Proses studi kelayakan satu pembangkit di Jawa Barat dan satu di Sumatera
Barat sudah tuntas, kata Djohan, usai rapat umum pemegang saham tahunan
(RUPST) perseroan di Jakarta. Dia menegaskan, perseroan berharap proses power
purchase agreement (PPA) dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bisa tuntas
tahun ini. Adapun proses konstruksi diperkirakan membutuhkan waktu dua tahun.
Sementara itu, perseroan bakal menghentikan rencana ekspansi ke Arab Saudi.
Menurut Djohan, penghentian tersebut dilakukan karena perseroan tidak kunjung
mendapatkan izin usaha, Kami sudah menunggu perizinan selama tiga tahun,
ucapnya. Karena itu, meskipun telah mengeluarkan biaya investasi di Arab Saudi,
perseroan tetap memutuskan penghentian ekspansi di sana.
Sementara itu, dalam RUPS kemarin, pemegang saham Nusa Konstruksi menyetujui
pembagian dividen sebesar Rp 18,4 miliar atau 30,2% dari laba bersih tahun Mil.
Dividen tersebut setara 3,35 per saham.
Adapun 5% dari laba bersih tahun Mu atau sebesar Rp 3 miliar digunakan sebagai
dana cadangan, 59,7% atau sebesar Rp 36,9 miliar sebagai laba ditahan, tutur
Johan.

Info Terkait : Waduk Jatigede Mulai Digenangi

Sepanjang tahun lalu, Nusa Konstruksi membukukan pendapatan sebesar Rp 2,03


triliun dan laba bersih sebesar Rp 61 miliar. Hingga kuartal I-2015, perusahaan
konstruksi itu mencetak kenaikan laba bersih sebesar 10,41% menjadi Rp 11,07
miliar, dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 10,03 miliar.
Namun, pendapatan perseroan turun 10,57% menjadi Rp 430 miliar dari Rp 480
miliar. Penurunan disebabkan oleh pergeseran periode perolehan kontrak baru
tahun ini, kata Djohan.
Djohan menyatakan, meski tetjadipenurunan, margin laba bersih perseroan
meningkat menjadi 2,57% dari sebelumnya 2,08%. Entitas asosiasi menjadi faktor
lain penopang kenaikan margin bersih selama periode tersebut, di samping margin
yang meningkat secara keseluruhan dari bisnis konstruksi.
Selama periode itu, entitas asosiasi menyumbang laba senilai Rp 1,89 miliar atau
sebesar 0,44% dari total pendapatan. Di sisi lain, laba dari kerja sama operasi
(KSO) meningkat sebesar 79,96%.
Sepanjang kuartal I tahun ini, return on equity (ROE) dan return on assets (ROE)
perseroan masing-masing sebesar 0,9% dan 0,5%. Adapun debt to equity ratio
(DER) sebesar 0,8 kali.
Nusa Konstruksi menyediakan jasa konstruksi yang meliputi pembangunan gedung
dan jasa pekerjaan sipil seperti pembangunan jalan, irigasi, waduk, pembangkit
tenaga listrik, rel kereta api, dan pelabuhan. Secara geografis, kegiatan usaha
perseroan mencakup seluruh wilayah Indonesia mulai dari Aceh hingga Papua.
Dalam pengembanggn dan strategi pertumbuhan usaha, Nusa Konstruksi berencana
melakukan ekspansi pasar ke luar negeri. Selain itu, perseroan juga aktif melakukan
investasi penyertaan di sektor properti, sumber daya alam, pembangkit listrik, serta
infrastruktur.

Potensi PLTMH 1.000 MW Sebagai Peluang Emas


Yang lebih menarik lagi, potensi PLTMH terdapat pada sebagian besar
kabupaten/kota di Sumbar. Tentu saja ketika potensi pembangkit listrik non fosil itu
tergali dan termanfaatkan dengan baik, biaya produksinya jauh lebih hemat,
termasuk dalam pendistribusiannya juga lebih mudah, karena tidak butuh jaringan
yang panjang. Bahkan, jika seluruh listrik yang dihasilkan oleh PLTMH itu terkoneksi
dan jumlahnya mencapai 500 MW lebih, tentu arus listrik tersebut bisa dipasarkan ke
luar Sumbar, seperti ke Riau dan Sumatera Utara misalnya.

Potensi PLTMH yang mencapai 1.000 MW tersebut adalah peluang emas bagi
Sumbar. Apalagi jika pembangkitnya dimiliki oleh BUMD dan arus listrik yang
dihasilkan bisa dijual ke PLN, tentu pendapatan dari perusahaan daerah tersebut
akan mengisi pundi-pundi daerah untuk kepentingan pembangunan infrastruktur dan
di sektor lainnya. Potensi listrik yang jauh lebih besar ketimbang kebutuhan listrik
Sumbar sekarang itu (450 MW) juga menjadi modal besar bagi Sumbar untuk
mengantisipasi pertumbuhan pembangunan di berbagai sektor, baik perdagangan,
perumahan, industri, pariwisata dan lainnya.
Potensi tersebut tentunya menjadi informasi yang menggembirakan bagi investor
yang akan menanamkan modalnya di Sumbar. Terutama investor yang usahanya
membutuhkan arus listrik berkapasitas besar. Sebab hingga saat ini, PLN Sumbar
masih kerepoton melayani permintaan sambungan listrik dalam kapasitas besar
untuk industri, mengingat pasokan listrik yang sangat terbatas di PLN Sumbar dan
juga di wilayah Sumatera Tengah pada umumnya.
Konsep PLTMH adalah konsep pengelolaan energi hijau, karena bahan bakarnya
tidak menggunakan fosil dan menghendaki terjaganya kehijauan alam sekitar.
Karena kehijauan lingkungan di sekitar PLTMH itulah yang dapat menjamin
kelangsungan operasional dan produksinya. Jika sungai-sungai yang dijadikan
untuk menghasilkan gaya grafitasi air untuk pemutar turbin semuanya sudah kering,
karena bukit-bukit dan hutan di sekitarnya sudah gundul, maka secara otomatis
PLTMH itu tak bisa lagi berproduksi. Oleh sebab itu pohon-pohon dan hutan-hutan di
sekitar sungai yang dijadikan PLTMH mesti selalu lestari dan terjaga kualitas
kesuburanya. Dengan begitu kualitas hidup manusia di sekitarnya juga akan tetap
baik bahkan bisa meningkat, karena produksi oksigen tetap tinggi dan sumber air
bersih dari alam tetap terjaga.
Persoalannya adalah, hingga sekarang masih minim investor yang tertarik
berinvestasi pada proyek PLTMH. Sebab, investasi PLTMH selain membutuhkan
keahlian khusus juga berisiko alam, termasuk persoalan lahan yang amat rumit di
tengah-tengah masyarakat Sumbar. Nyaris setiap ada investasi yang membutuhkan
lahan cukup luas dan juga menggunakan sumber air sungai muncul persoalan
sengketa tanah ulayat yang membingungkan investor.
Apalagi ketika banyak pihak yang menyatakan sebagai pihak yang paling berhak
atas sebuah lahan. Sengketa tanah ulayat teramat sulit ditemukan solusinya.
Sengketanya pun kadang sampai melalui peradilan dari daerah hingga pusat. Waktu
yang dihabiskan untuk menyelesaikan sengketa tanah ulayat tersebut bertahun-

tahun dan sering membutuhkan biaya dalam jumlah besar. Sementara pada sisi lain,
investor juga punya target dan dikejar deadline oleh bank atau lembaga penyandang
dana. Karena memakan waktu lama, maka dalam sejumlah kasus, investor pun
hengkang dan investasi jadi tidak menentu nasibnya.
Berikutnya, pemerintah daerah juga jangan gampang memberikan izin prinsip (IP)
PLTMH kepada pihak-pihak yang hanya sebagai calo investasi. Karena hal itu bisa
menjadi kecelakaan dalam penanaman modal. Modusnya, si calo mendapatkan IP
dari pemerintah daerah dengan harga murah, berikutnya melego IP itu dengan
harga tinggi ke investor yang hendak berinvestasi PLTMH. Karena IP dijual terlalu
mahal, akibatnya investor mundur teratur. Potensi listrik itu pun batal digarap dan
yang rugi adalah masyarakat dan daerah.

Você também pode gostar