Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
OLEH:
GAYATRI PERWITASARI
NIM 166020310111017
KORUPSI
1. Pendekatan Sosiologi
Dalam pendekatan sosiologi, definisi korupsi adalah penyalahgunaan wewenang pejabat
untuk keuntungan pribadi (the abuse of public power for privat gain). Lingkungan
perekonomian dan kelembagaan menentukan lingkup korupsi dan insentif untuk melakukan
korupsi. Sistem perekonomian dan kelembagaan yang meningkatkan manfat/ keuntungan
korupsi cenderung memiliki empat ciri yaitu:
a. Individu pejabat mempunyai kekuasaan mutlak (substantial monopoly power) atas
pengambilan keputusan
b. Pejabat yang bersangkutan mempunyai kelonggaran wewenang (discretion) yang besar
c. Mereka tidak perlu mempertanggungjawabkan (tidak accountable terhadap) tindakan
mereka
d. Mereka beroperasi dalam lingkungan yang rendah tingkat keterbukaannya (an environment
of low transparency)
2. Delapan Pertanyaan Tentang Korupsi
a. What is corruption?
Korupsi adalah penyalahgunaan jabatan di sektor pemerintahan (missuse of public
office) untuk kepentingan pribadi. Korupsi adalah outcome, cerminan dari lembaga hukum,
ekonomi, budaya, dan politik suatu negara. Korupsi dapat berupa tanggapan atas peraturan
yang berguna/ peraturan yang merugikan.
Korupsi sering disamakan dengan pajak/ fee. Pajak, uang suap juga tidak masuk kas
negara, tetapi ada perbedaan di sini. Uang suap melibatkan biaya transaksi, karena dalam
penyuapan ada unsur ketidakpastian, sudah menyogok, belum tentu mendapat apa yang
diharapkan, dan adanya unsur kerahasiaan yaitu jangan sampai ada orang lain yang tahu/
bisa membuktikan terjadinya penyogokan.
Penyuapan juga mempunyai persamaan dengan melobi (lobbying). Dalam hal
penyuapan, yang mendapat manfaat adalah perusahaan yang memberikan suap. Dalam
penyuapan, pertimbangan manfaat biaya diputuskan oleh pejabat yang menerima suap,
secara perorangan.
Dalam hal melobi, semua perusahaan dalam bisnis yang sama diuntungkan. Perubahan
peraturan dalam lobbying bersifat lebih permanen. Dalam melobi, keputusan dibuat oleh
beberapa pejabat di tingkat yang relatif tinggi, menyangkut pertimbangan uang hasil
lobbying di satu pihak dengan kewajiban pemerintah untuk mengalah kepada kehendak
pelobi.
b. Which countries are the most corrupt?
Kajian mengenai pengukuran korupsi antar Negara didasarkan atas indicator korupsi
yang dihimpun oleh perusahaan-perusahaan yang berkecimpung dalam usaha mengukur
resiko. Diantaranya International Country Risk Guide (ICRG) adalah yang paling popular
karena yang meliputi banyak kurun waktu dan Negara.
Kedua, indeks yang menunjukkan rata-rata dari berbagai peringkat oleh sumber yang
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Majalah TIME Edisi 14 Mei 1999 Volume 153 Nomor 20 menulis artikel tentang
kekayaan mantan Presiden Soeharto, dengan judul ''Soeharto Inc. How Indonesia's Longtime
Boss Built a Family Fortune'' (Perusahaan Soeharto. Kiat Boss Indonesia Kawakan
Membangun Kekayaan Keluarga, red).
Pada edisi yang sama, majalah itu juga memberitakan adanya transfer dana sebesar US$
9 miliar dari Swiss ke sebuah rekening bank di Austria yang diduga milik mantan presiden
Soeharto serta mengungkap harta kekayaan anak-anak Soeharto di luar negeri.
Tapi pada tahun 2007 Mahkamah Agung memenangkan gugatan mantan presiden Soeharto
terhadap majalah TIME Asia tersebut. Dengan putusan tersebut, majalah TIME Asia
diperintahkan membayar ganti rugi immateriil senilai Rp 1 triliun kepada penguasa Orde Baru
itu.
Kemudian pada hari Kamis 16 April 2009. MA mengabulkan Peninjauan Kembali kasus
tersebut sehingga Time tidak perlu lagi membayar Rp 1 triliun.
4. Kasus Korupsi di ASEAN
Bisakah ASEAN mendorong pemberantasan korupsi? Seiring dengan semakin dekatnya
Komunitas ASEAN, pertanyaan ini lambat laun mulai mengemuka. Apalagi, menjelang
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang tahun ini akan digelar di bawah
kepemimpinan Myanmar.
Data Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis oleh Transparency International pada tahun
2013 menunjukkan bahwa lima negara anggota ASEAN berada di bawah peringkat 110 dari
semua negara yang masuk dalam riset TI. Artinya, perlu upaya pemberantasan korupsi yang
lebih komprehensif dan multisektoral dari negara-negara ASEAN.
Selama ini, korupsi dipandang sebagai sesuatu yang bersifat lokal. Akan tetapi, di
tahun 2013, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh satu kasus korupsi baru: upaya suap di
SKKK Migas oleh salah satu perusahaan multinasional yang, tidak tanggung-tanggung,
melibatkan Wakil Menteri ESDM.
Kasus Suap di SKKK Migas memberikan sebuah insight baru: korupsi tidak melulu
bersifat lokal. Kajian Patrick Glynn, Stephen J. Korbin, dan Moises Naim (1997)
menyebutkan bahwa melumernya batas-batas negara memungkinkan siapapun untuk
melakukan suap dan kongkalikong dengan pemegang otoritas publik di suatu negara,
menjadikan korupsi sebagai sebuah isu global.
Fenomena globalisasi korupsi tidak hanya tercermin dari suap SKKK Migas. Sejak
lama, proses pemberantasan korupsi di Indonesia juga menghadapi masalah pencucian uang.
Dana hasil korupsi, saat ini, tidak hanya disirkulasi di dalam negeri, tetapi juga dicuci
dengan dibawa ke luar negeri baik hanya plesiran atau disimpan di Bank negara lain.
Konsekuensinya, proses pemberantasan korupsi menjadi terhambat karena hambatanhambatan eksternal untuk mengungkap aliran dana korupsi, aparat harus berhadapan dengan
regulasi di luar negeri yang sangat menghargai privasi.
Hal ini setidaknya punya dua implikasi: Pertama, korupsi bukan lagi sekadar persoalan
dalam negeri, tetapi juga telah menjadi fenomena yang sifatnya global. Kedua, perlu kerangka
kerjasama yang lebih kuat untuk memberantas korupsi di tingkat internasional atau regional.
Di tingkat internasional, sudah ada United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC) yang disahkan pada tahun 2003. Indonesia telah meratifikasi Konvensi ini pada
tahun yang sama. Konvensi ini menjadi dokumen utama bagi pelaksanaan kerjasama
internasional di isu anti-korupsi.
Konvensi ini punya kontribusi dalam membawa isu korupsi sebagai global concern,
namun masih belum cukup kuat sebagai international policy framework yang utuh dalam
memberantas jejaring korupsi di tingkat global.
UNCAC memang punya beberapa poin menarik, seperti Asset Recovery atau Technical
Cooperation and Assistance yang memberi ruang bagi kerjasama-kerjasama teknis antarnegara. UNCAC juga memberikan beberapa norma, seperti efisiensi, transparansi, dan
akuntabilitas (Article 7) yang memberikan porsi besar pada masyarakat sipil untuk terlibat.
Akan tetapi, Konvensi ini belum punya taji yang cukup tajam untuk, misalnya,
mengantisipasi pencucian uang dan simpanan ke Bank-Bank yang ada di luar negeri.
Alasannya sederhana: regulasi tentang perbankan di masing-masing negara berbeda dan
masuk dalam yurisdiksi kedaulatan negara.
Hambatan ini juga terasa dengan adanya penekanan protection of souvereignty yang
menjadi prinsip dasar bagi UNCAC (Article 4). Meskipun tidak terhindarkan, karena norma
kerjasama internasional yang sangat menekankan pada kedaulatan negara, hal ini kerap
menimbulkan persoalan karena tidak jarang banyak negara yang memberikan perlindungan
terhadap buron-buron korupsi di negara tersebut.
5. Kasus Korupsi di Kancah Internasional (Amerika Serikat)
Selama kurun waktu dua belas tahun terakhir, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) negara
Amerika Serikat stabil pada angka tujuh, dan pada tahun 2012 IPK Amerika Serikat adalah
7,3, dimana nilai tersebut membuat Amerika Serikat menduduki peringkat 19 dunia, sekali
lagi, jauh dari kata adidaya. Bahkan di level Benua Amerika pun, Amerika Serikat harus puas
berada di peringkat 3, di bawah Kanada dan Barbados, sebuah negara kecil di gugusan
Kepuluan Karibia, yang memiliki luas 431 km2, atau 0,0056% luas daratan Amerika Serikat.
Menilik kembali pada sejarah Amerika Serikat, korupsi sudah ada sejak dulu. bahkan,
Revolusi Amerika, yaitu perang kemerdekaan kolonial pertama yang sukses dalam melawan
kekuatan Eropa terilhami dari semangat Warga Amerika yang telah mengembangkan sistem
pemerintahan daerah yang demokratis dan ideologi republikanisme, menyelenggarakan
pemerintahan yang bertumpu pada kehendak rakyat (bukannya raja), menentang korupsi, dan
menuntut kebajikan sipil. Mereka menuntut hak-hak mereka sebagai orang Inggris dan
menolak upaya Inggris untuk memungut pajak tanpa persetujuan legislatura kolonial. Inggris
tetap bersikeras untuk memungut pajak dan konflik meningkat menjadi perang berskala penuh
pada tahun 1775, yang dikenal dengan Perang Revolusi Amerika.
Kemudian, dalam hal undang-undang yang mengatur hal terkait korupsi di Amerika
Serikat, terdapat Foreign Corrupt Practices Act of 1977 (FCPA), dimana merupakan undangundang hukum federal Amerika Serikat terutama untuk dua ketentuan utama, yang membahas
persyaratan transparansi akuntansi berdasarkan Securities Exchange Act of 1934 dan satu lagi
tentang penyuapan pejabat asing.
Undang-undang di atas dibuat sebagai hasil tindak lanjut dariinvestigasi U.S. Securities
and Exchange Commission pada pertengahan 1970-an, lebih dari 400 perusahaan Amerika
Serikat mengakui melakukan pembayaran yang tidak jelas atau ilegal lebih dari $ 300 juta
untuk pejabat luar negeri pemerintah, politisi, dan partai politik. Pelanggaran tersebut mulai
dari penyuapan pejabat asing untuk mengamankan beberapa jenis tindakan yang
menguntungkan pemerintah asing.
Salah satu contoh utama adalah skandal suap Lockheed, di mana para pejabat perusahaan
kedirgantaraan Lockheed membayar pejabat asing untuk mendukung produk perusahaan
mereka. Contoh lain adalah skandal Bananagate di mana Chiquita Brands telah menyuap
Presiden Honduras untuk mendapatkan pajak yang lebih rendah. Dengan adanya
TKSJ, yang terdiri Technip SA, Snamprogetti Belanda BV, Kellogg Brown and Root Inc
(KBR), dan JGC Corporation. Antara 1995 dan 2004, perusahaan patungan memenangkan
empat kontrak di Nigeria senilai lebih dari US $ 6 miliar sebagai akibat langsung dari
memiliki dibayar US $ 51 juta kepada Marubeni yang akan digunakan untuk menyuap pejabat
pemerintah Nigeria. Pada bulan Maret 2012, Biomet Inc membayar denda pidana $ AS 17,3
juta untuk menyelesaikan tuduhan pelanggaran FCPA dan US $ 5,5 juta di disgorgement
keuntungan dan pra-penghakiman bunga kepada SEC. Sejauh pengetahuan penulis, Amerika
Serikat tidak memiliki badan atau lembaga khusus yang menangani tindak pidana korupsi di
negara tersebut. Biro Investigasi Federalatau Federal Bureau of Investigation(FBI) adalah
badan investigasi utama dari Departement of Justice Amerika Serikat (DOJ). FBI memiliki
yurisdiksi investigasi atas pelanggaran lebih dari 200 kategori kejahatan federal, dimana salah
satunya adalah investigasi dalam hal terkait korupsi dan oleh karena itu FBI memiliki otoritas
investigasi yang terluas dari badan penegak hukum lainnya di negeri Paman Sam tersebut.
Korupsi, oleh FBI ditempatkan dalam prioritas pertama yang harus ditegakkan. Sesuai
pernyataan Special Agent Patrick Bohrer, assistant section chief of our Public
Corruption/Civil Rights program at FBI Headquarters, Korupsi merupakan prioritas utama
karena Karena dampaknya. Pejabat publik yang korup merusak keamanan nasional negara,
keselamatan negara secara keseluruhan, kepercayaan publik, dan keyakinan dalam pemerintah
AS, membuang miliaran dolar sepanjang jalan. Korupsi ini dapat merusak hampir setiap
aspek masyarakat. Sebagai contoh, seorang pejabat perbatasan mungkin menerima suap, sadar
atau tidak sadar membiarkan dalam sebuah truk yang berisi senjata pemusnah massal. Atau
legislator negara korup bisa memberikan suara memutuskan tagihan menyediakan dana atau
tunjangan lainnya kepada perusahaan untuk alasan yang salah. Atau di tingkat lokal, seorang
inspektur bangunan mungkin dibayar untuk mengabaikan beberapa kabel yang buruk, yang
dapat menyebabkan kebakaran mematikan di jalan. Dalam menjalankan tugasnya FBI berada
dalam posisi yang unik untuk menyelidiki tuduhan korupsi. Secara hukum FBI diperbolehkan
menggunakan alat investigasi yang canggih dan metode-seperti operasi rahasia, pengawasan
elektronik pengadilan resmi, dan informan, sering memberikan kemudahan dalam menangkap
tangan pertukaran uang suap atau kesepakatan ilegal dan cukup bukti untuk mengirim
penjahat ke penjara. FBI sering bekerja sama dengan kantor inspektur umum dari berbagai
lembaga federal, serta dengan negara bagian dan mitra lokal. FBI juga sangat terbuka dalam
menerima laporan dari masyarakat yang mengetahui adanya hal-hal yang terkait dengan
korupsi di sekitar mereka.
Di Amerika Serikat, pelaku tindak pidana korupsi diancam dengan hukuman yang cukup
berat, yaitu ancaman hukuman kurungan penjara minimal 5 (lima) tahun, dan hukuman
maksimal selama 15 (lima belas) tahun. Selain itu, terdakwa juga diharuskan membayar
denda yang sangat besar, bahkan mencapai angka dua juta dollar. Merujuk pada peringkat IPK
Amerika Serikat, negara ini masih harus bekerja keras untuk memberantas korupsi yang
masih banyak terjadi. Bahkan, menurut data yang dirilis oleh Global Corruption Barometer,
Di Amerika Serikat, 60 persen masyarakatnya mengatakan bahwa korupsi malah semakin
meningkat selama dua tahun terakhir, sementara hanya 10 persen mengatakan sebaliknya,
menurut survei tersebut. Sedikitnya, lebih dari 7 persen orang Amerika mengaku membayar
suap ke salah satu dari delapan layanan publik utama dalam 12 bulan terakhir. Dari orangorang tersebut, 15 persen mengatakan mereka membayar suap untuk seseorang yang bekerja
di lembaga peradilan, 14 persen dibayar ke bidang layanan perizinan dan 11 persen
dibayarkan pada bidang layanan pendidikan. Selain itu, menurut penilaian dari Bank Dunia
tentang pengendalian korupsi, pada era kepemimpinan Barrack Obama tahun 2009-2011, hasil
penilaiannya malah mengalami penurunan dari periode sebelumnya, dimana pada tahun-tahun
sebelumnya Amerika Serikat stabil di angka 90-an, namun mengalami penurunan sejak tahun
2009 sampai pada tahun 2011 berada pada angka 85, tertinggal dari negara maju lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tuanakotta, Theodorus M. 2016. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi 2. Jakarta:
Salemba
Kasus Korupsi di Indonesia. http://www.kaskus.co.id/thread/50c88cda0a75b4f152000000/13kasus-korupsi-megasuper-terbesar-dalam-sejarah-bangsa-indonesia/ diakses tanggal 06
Oktober 2016
Asean dan Pemberantasan Korupsi. http://asc.fisipol.ugm.ac.id/asean-dan-pemberantasankorupsi/ diakses tanggal 06 Oktober 2016
Amerika
Serikat
Negaara
yang
Tidak
Adidaya.
http://www.kompasiana.com/betrikaoktaresa/amerika-serikat-negara-yang-tidak-adidayamelawan-korupsi_54f41daa7455139f2b6c8784 diakses tanggal 06 Oktober 2016