Você está na página 1de 11

LAPORAN PENDAHULUAN

LANSIA BINAAN
GASTRITIS

Di Susun Oleh:
Aga Aulia Sintaria
115070207111026

1. DEFINISI GASTRITIS
gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa
lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi
dengan bakteri atau bahan iritan lain. Gastritis merupakan inflamasi dari
mukosa lambung klinis berdasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan
eritema mukosa, kerapuhan bila trauma yang ringan saja sudah terjadi
perdarahan (Hadi, 2002). Penyebab asam lambung tinggi antara lain :
aktivitas padat sehingga telat makan, stress tinggi yang berimbas pada
produksi asam lambung berlebih. Faktor lain yaitu infeksi kuman (e-colli,
salmonella atau virus), pengaruh obat-obatan, konsumsi alkohol berlebih
(Purnomo, 2009). Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya
infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince (2005),
gastritis adalah suatu peradangan atau perdarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Gastritis merupakan
suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh
ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau
makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab
yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi
(Brunner, 2006).
2. KLASIFIKASI
a. Gastritis Akut Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa
lambung yang menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa lambung
akibat terpapar pada zat iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot
lambung. Gastritis akut suatu penyakit yang sering ditemukan dan
biasanya bersifat jinak dan sembuh sempurna (Suratum, 2010).
Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus
merupakan penyakit yang ringan. Penyebab terberat dari gastritis akut
adalah makanan yang bersifat asam atau alkali kuat, yang dapat
menyebabkan

mukosa

menjadi

ganggren

atau

perforasi.

Pembentukan jaringan parut dapat terjadi akibat obstruksi pylorus


(Brunner, 2006). Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi
klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif
atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada
penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam
berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas
mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada
mukosa lambung tersebut (Suyono, 2006).
Gastritis Akut Erosif
Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebut
erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada
mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai akibat
efek samping dari pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-

penyakit lain atau karena sebab yang tidak diketahui. Perjalanan


penyakit ini biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang
dapat menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran
cerna bagian atas. Penderita gastritis akut erosif yang tidak
mengalami pendarahan sering diagnosisnya tidak tercapai. Untuk
menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan khusus yang
sering dirasakan tidak sesuai dengan keluhan penderita yang
ringan saja. Diagnosis gastritis akut erosif, ditegakkan dengan
pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan
histopatologi biopsi mukosa lambung (Suyono, 2006). Penderita
gastritis erosif yang disebabkan oleh bahan toksik atau korosif
dengan etiologi yang dilakukan pada bahan kimia dan bahan
korosif antara lain HCL, H2SO4, HNO3, Alkali, NaOH, KOH dan
pemeriksaan klinis dapat ditemukan antara lain mulut, lidah
nampak edema, dyspagia dan nyeri epigastrium, juga ditemukan
tanda yaitu mual, muntah, hipersalivasi, hiperhidrosis dan diare
sampai dehidrasi. Penatalaksanaan secara umum perhatiakan
tanda-tanda vital, respirasi, turgor dan produksi urine serta

tentukan jenis racun untuk mencari anekdote (Misnadiarly, 2009).


Gastritis Akut Hemoragik Ada dua penyebab utama gastritis akut
hemoragik. Pertama diperkirakan karena minum alkohol atau obat
lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara
berlebihan (aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan
mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada kebanyakan pasien
akan berhenti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup
rendah. Kedua adalah stress gastritis yang dialami pasien di
Rumah Sakit, stress gastritis dialami pasien yang mengalami
trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit

berat lainnya (Suyono, 2006)


b. Gastritis Kronik
Gastritis Kronik merupakan peradangan bagian mukosa lambung
yang menahun. Gastritis kronik sering dihubungkan dengan ulkus
peptik dan karsinoma lambung tetapi hubungan sebab akibat antara
keduanya belum diketahui. Penyakit gastritis kronik menimpa kepada
orang yang mempunyai penyakit gastritis yang tidak disembuhkan.
Awalnya sudah mempunyai penyakit gastritis dan tidak disembuhkan,
maka penyakit gastritis menjadi kronik dan susah untuk disembuhkan.
Gastritis kronik terjadi infiltrasi sel-sel radang pada lamina propria dan
daerah intra epiteil terutama terdiri dari sel-sel radang kronik, yaitu
limfosit dan sel plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis
sebagai peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa
lambung. Derajat ringan pada gastritis kronis adalah gastritis
superfisial kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar

cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga mengenai kelenjarkelenjar

pada

mukosa

yang

lebih

dalam,

hal

ini

biasanya

berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan


metaplasia intestinal.
Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari
dua tipe, yaitu: tipe A yang merupakan gastritis autoimun adanya
antibody terhadap sel parietal yang pada akhirnya dapat menimbulkan
atropi mukasa lambung, 95% pasien dengan anemia pernisiosa dan
60% pasien dengan gastritis atropik kronik. Biasanya kondisi ini
merupakan tendensi terjadinya Ca Lambung pada fundus atau korpus
dan tipe B merupakan gastritis yang terjadi akibat helicobacter pylory
terdapat

inflamasi yang difusi pada lapisan mukosa sampai

muskularis, sehingga sering menyebabkan perdarahan dan erosi


(Suratum, 2010). Klasifikasi histologi yang sering digunakan pada
gastritis kronik yaitu:
Gastritis kronik superficial
Gastritis kronik superfisial suatu inflamasi yang kronis pada
permukaan mukosa lambung. Pada pemeriksaan hispatologis
terlihat gambaran adanya penebalan mukosa sehingga terjadi
perubahan yang timbul yaitu infiltrasi limfosit dan sel plasma
dilamina propia juga ditemukan leukosit nukleir polimorf dilamina
profia. Gastritis kronik superfisialis ini merupakan permulaan
terjadinya gastritis kronik. Seseorang diketahui menderita gastritis
superficial setelah diketahui melalui PA antara lain: hiperemia,
eksudasi, edema, penebalan mukosa, sel-sel limfosit, eosinofil
dan sel plasma. Pemeriksaan klinis tidak jelas tetapi pasien
mengalami mual, muntah, pain-foof-pain dan nafsu makan
berkurang. Pasien gastritis superficial disarankan untuk istirahat
total,

mengkonsumsi

makanan

lunak

dan

simptomatis

(Misnadiarly, 2009).
Gastritis kronik atrofik.
Gastritik kronik atrofik yaitu sel-sel radang kronik yang menyebar
lebih dalam disertai dengan distorsi dan destruksi sel kelenjar
mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai kelanjutan
gastritis kronik superfisialis. Seseorang menderita atropi gastritis
setelah menjalani PA dan diketahui, antara lain: mukosa tipis,
muskularis atropi, kelanjar-kelenjar menurun dan adanya selsel
limfosit. Pemeriksaan klinis, penderita mengalami epigastrik
diskomfort, dyspepsia, lambung rasanya penuh, nafsu makan
menurun, mual, muntah, anemia peniciosa, defisiensi Fe dan
pellagra. Pengobatan yang harus dijalani adalah istirahat total,
mengkonsumsi makan lunak dan mengkonsumsi vitamin B12, Fe,

dan liver ekstrak (Misnadiarly, 2009). Menurut Misnadiarly (2009)


gastritis diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk yaitu:
a. Gastritis gastropati dengan keluhan umum nyeri pada ulu hati,
mual, muntah dan diare. Penyebabnya obat-obatan seperti
aspirin, alkohol, trauma pada lambung seperti pengobatan
dengan laser, kelainan pembuluh darah pada lambung dan
luka akibat operasi.
b. Gastritis spesifik yaitu nyeri pada ulu hati, mual dan muntah.
Penyebabnya karena infeksi bakteri, virus, jamur, parasit,
nematoda dan adanya penyakit pada saluran pencernaan. Bila
disebabkan oleh toksin biasanya disertai dengan diare, nyeri
perut, badan menjadi panas, menggigil, dan kejang otot.
c. Gastritis kronis. Keluhan pada gastritis kronis pada umumnya
tidak spesifik berupa perasaan tidak enak pada ulu hati yang
disertai

mual,

muntah

dan

perasaan

penuh

dihati.

Penyebabnya antara lain: infeksi C.Pylori, gastropati reaktif,


autoimun, adanya tumor pada lambung dan faktor stress.
3. MANIFESTASI GASTRITIS
Tanda dan gejala Gastritis Akut Gejala yang paling sering dijumpai
pada penderita penyakit gastritis adalah keluhan nyeri, mulas, rasa tidak
nyaman pada perut, mual, muntah, kembung, sering platus, cepat
kenyang, rasa penuh di dalam perut, rasa panas seperti terbakar dan
sering sendawa ( Puspadewi, 2012)
Tanda dan Gejala Gastritis Kronis: Gastritis sel plasma, Nyeri yang
menetap pada daerah epigastrium, Mausea sampai muntah empedu,
Dyspepsia,

Anorreksia,

Berat

badan

menurun,

Keluhan

yang

berhubungan dengan anemia.


4. Penyebab Gastritis
a. Makan tidak teratur atau terlambat makan. Biasanya menunggu lapar
dulu, baru makan dan saat makan langsung makan terlalu banyak
(Puspadewi, 2009).
b. Bisa juga disebabkan oleh bakteri bernama Helicobacter pylori.
Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir dinding bagian
dalam lamung. Fungsi lapisan lendir sendiri adalah untuk melinudngi
kerusakan dinding lambung akibat produksi asam lambung. Infeksi
yangt diakibatkan bakteri Helicobacter menyebabkan peradangan
pada dinding lambung yang disebut gastritis (Aziz, 2011).
c. Merokok
Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu,
orang yang merokok lebih sensitive terhadap gastritis maupun ulser.
Merokok juga akan meningkatkan asam lambung, melambatkan
kesembuhan dan meningkatkan resiko kanker lambung (Yuliarti,
2009).
d. Stress
Hal ini dimungkinkan karena karena system persarafan di otak
berhubungan dengan lambung, sehingga jika seseorang mengalami

stress, bisa muncul kelainan dalam lambungnya. Stress bisa


menyebabkan terjadi perubahan hormonal di dalam tubuh. Perubahan
itu akan merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian
memproduksi asam secara berlebihan. Asam yang berlebihan ini
membuat lambung terasa nyeri, perih dan kembung. Lamakelamaan
hali ini dapat menimbulkan luka di dinding lambung (Sari, 2008).
e. Efek samping obat-obatan tertentu. Konsumsi obat penghilangan rasa
nyeri, seperti obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) misalnya aspirin,
ibuproven (Advil, Motrin dll), juga naproxen (aleve), yang terlalu sering
dapat menyebabkan penyakit gastritis, baik itu gastritis akut maupun
f.

kronis (Aziz, 2011).


Mengkonsumsi makanan terlalu pedas dan asam. Minum minuman
yang mengandung alkohol dan cafein seperti kopi. Hal itu dapat
meningkatkan produksi asam lambung berlebihan hingga akhirnya
terjadi iritasi dan menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung

(Suratum, 2010).
g. Alkohol, mengkonsumsi olkohol dapat mengiritasi (merangsang) dan
mengikis permukaan lambung (Suratum, 2010).
h. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif

(cuka,

lada)

menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema


i.

dan pendarahan.
Kondisi yang stressful (trauma, luka bakar, kemoterapi dan kerusakan
susunan syaraf pusat) merangsang peningkatan produksi HCl

j.

lambung.
Asam empedu adalah cairan yang membantu pencernaan lemak.
Cairan ini diproduksi di hati dan dialirkan ke kantong empedu. Ketika
keluar dari kantong empedu akan dialirkan ke usus kecil (duodenum).
Secara normal, cincin pylorus (pada bagian bawah lambung) akan
mencegah aliran asam empedu ke dalam lambung setelah dilepaskan
ke duodenum. Namun, apabila cincin tersebut rusak dan tidak bisa
menjalankan fungsinya dengan baik atau dikeluarkan karena
pembedahan maka asam empedu akan mengalir ke lambung
sehingga mengakibatkan peradangan dan gastritis kronis (Suratum,

2010).
k. Serangan terhadap lambung. Sel yang dihasilkan oleh tubuh dapat
menyerang lambung. Kejadian ini dinamakan autoimun gastritis.
Kejadian ini memang jarang terjadi, tetapi bisa terjadi. Autoimun
gastritis

sering

terjadi

pada

orang

yang

terserang

penyakit

Hashimotos disease, Addisons disease dan diabetes tipe I. Autoimun


gastritis juga berkaitan defisiensi B12 yang dapat membahayakan
tubuh (Aziz, 2011).
5. Pencegahan dan Penanganan Gastritis Penyembuhan penyakit gastiritis
harus dilakukan dengan memperhatikan diet makanan yang sesuai. Diet
pada penyakit gastritis bertujuan untuk memberikan makanan dengan

jumlah gizi yang cukup, tidak merangsang, dan dapat mengurangi laju
pengeluaran getah lambung, serta menetralkan kelebihan asam lambung.
Secara umum ada pedoman yang harus diperhatikan yaitu
a. Makan secara teratur. Mulailah makan pagi pada pukul 07.00 Wib.
Aturlah tiga kali makan makanan lengkap dan tiga kali makan
makanan ringan.
b. Makan dengan tenang jangan terburu-buru. Kunyah makanan hingga
hancur menjadi butiran lembut untuk meringankan kerja lambung.
c. Makan secukupnya, jangan biarkan perut kosong tetapi jangan makan
berlebihan sehingga perut terasa sangat kenyang.
d. Pilihlah makanan yang lunak atau lembek yang dimasak dengan cara
direbus, disemur atau ditim. Sebaiknya hindari makanan yang
digoreng karena biasanya menjadi keras dan sulit untuk dicerna.
e. Jangan makan makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin karena
akan menimbulkan rangsangan termis. Pilih makanan yang hangat
f.

(sesuai temperatur tubuh).


Hindari makanan yang pedas atau asam, jangan menggunakan

bumbu yang merangsang misalnya cabe, merica dan cuka.


g. Jangan minum minuman beralkohol atau minuman keras, kopi atau
teh kental.
h. Hindari rokok
i. Hindari konsumsi obat yang dapat menimbulkan iritasi lambung,
j.

misalnya aspirin, vitamin C dan sebagaianya.


Hindari makanan yang berlemak tinggi

yang

menghambat

pengosongan isi lambung (coklat, keju dan lain-lain).


k. Kelola stres psikologi seefisien mungki (Misnadiarly, 2009).
6. Diet Penyakit Gastritis/Penyakit Lambung
Diet penyakit gastritis adalah untuk memberikan makanan dan cairan
secukupnya yang tidak memberatkan lambung serta mencegah dan
menetralkan sekresi asam lambung yang berlebihan. Syarat-syarat diet
penyakit gastritis adalah:
a. Mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan
b. Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk
menerimanya.
c. Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang
ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
d. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara
bertahap.
e. Cairan cukup, terutama bila ada muntah.
f. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik
secara termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya
tahan terima perorangan).
g. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa, umumnya tidak
dianjurkan minum susu terlalu banyak.
h. Makan secara perlahan dilingkungan yang tenang.
i. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 2448 jam untuk memberi istirahat pada lambung. Toleransi pasien
terhadap makanan sangat individual, sehingga perlu dilakukan

penyesuaian, frekuensi makan dan minum susu yang sering pada


pasien tertentu dapat merangsang pengeluaran asam lambung secara
berlebihan. Perilaku makan tertentu dapat menimbulkan gastritis
misalnya porsi makan terlalu besar, makan terlalu cepat atau
berbaring/tidur segera setelah makan (Almatsier, 2010).
7. Frekwensi Makan Menu sehari (frekuensi makan) adalah susunan
hidangan yang disajikan dalam sehari beberapa kali waktu makan.
Frekuensi makan adalah jumlah waktu makan dalam sehari meliputi
makanan lengkap (full meat) dan makan selingan (snack). Makanan
lengkap biasanya diberikan tiga kali sehari (makan pagi, makan siang dan
makan malam), sedangkan makanan selingan biasa diberikan antara
makan pagi dan makan siang, antara makan siang dan makan malam
atau setelah makan malam. Frekuensi makan di suatu institusi berkisar
anatara tiga hingga enam kali sehari tergantung dari biaya tenaga kerja
yang tersedian. Frekwensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari
baik kwalitatif maupun kwantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam
tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai ke usus
halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis
makanan. Umumnya lambung kosong antara 3-4 jam maka jadwal makan
inipun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011)
8. Jadwal makan Jadwal makanan sama dengan manusia pada umumnya,
yaitu pagi (jam 07.00-08.00), selingan (jam 10.00) siang (jam 13.0014.00), selingan (jam 17.00) sore/malam (jam 19.00). Jadwal adalah
teratur makan pagi, selingan pagi, makan siang, selingan siang dan
makan malam, makan ini sama dengan manusia pada umumnya, yaitu
pagi, siang dan sore. Disini hanya ditekankan untuk mengkonsumsi
makanan yang tidak menyebabkan pengeluaran asam lambung secara
berlebih. Jadi jadwal makan harus teratur, lebih baik makan dalam jumlah
sedikit tapi sering dan teratur daripada makan dalam porsi banyak tapi
tidak teratur (Almatsier, 2010).
9. Prenatalaksanaan Gastritis
Pengobatan pada gastritis meliputi:
a. Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
b. Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit
diberikan

intravena

untuk

mempertahankan

keseimbangan

cairan sampai gejala-gejala mereda, untuk gastritis yang tidak


parah diobati dengan antasida dan istirahat.
c. Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk

menghambat

pembentukan asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi


lambung.
d. Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan
cara menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan
pepsin yang menyebabkan iritasi.

e. Pembedahan:

untuk

mengangkat

gangrene

dan

perforasi,

Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.


(Dermawan, 2010)
No

Jenis Bahan Makanan Boleh diberikan

Tidak Boleh Diberikan

1.

Sumber hidrat arang


(nasi

Beras, kentang,
mie,bihun,

Beras ketan, bulgur, jagung

atau penggantinya).

makaroni, roti, biskuit dan cantel,singkong, kentang


tepung- tepungan.

2.

Sumber protein hewani. Ikan, hati, daging sapi,


telur ayam, susu.

goreng, cake, dodol.

Daging, ikan, ayam (yang


diawetkan/dikalengkan
digoreng,dikeringkan
atau didendeng), telur ceplok
atau goreng.

3.

4.

Sumber Protein Nabati. Tahu, tempe, kacang

Lemak.

Tahu, tempae, kacang merah,

hijau direbus atau

kacang tanah yang digoreng


atau

dihaluskan.

panggang.

Margarine, minyak (tidak Lemak hewan, santan kental.


untuk menggoreng dan

santan encer).

5.

Sayuran.

Sayuran yang tidak bnyk Sayuran yang banyak


serat dan tidak

mengandung serat dan

menimbulkan gas.

menimbulkan gas,
sayuran mentah.

6.

Buah-bauhan.

Pepaya, pisang rebus,

Buah yang banyak


mengandung

sawo, jeruk garut, sari

serat, dan menimbulakn gas


mis;

buah.

jambu, nenas, durian, nangka


dan
buah yang dikeringkan.

7.

Bumbu-bumbu.

Gula, garam, vitsin,

Cabai, merica, cuka, dan


bumbu

kunyit, kunci, serasi,

bumbu yang merangsang.

salam, lengkuas, jahe dan


bawang

Você também pode gostar