Você está na página 1de 26

AKUNTANSI PERPAJAKAN

AKUNTANSI PERPAJAKAN UNTUK PENGHASILAN


MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Akuntansi Perpajakan

KELOMPOK :
Muhammad Imron

(125030400111096)

Mukhammad Farid

(125030401111037)

M. Taufiqurrohman

(125030407111038)

Galuh Dwi Araya

(125030401111043)

Kharisma Hariyanto

(125030400111106)

Universitas Brawijaya Malang


Fakultas Ilmu Administrasi
Prodi Ilmu Administrasi Perpajakan
Desember 2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang bermanfaat bagi sejumlah
besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Pemakai laporan keuangan yang
dimaksud adalah investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya,
pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Sementara itu, tugas akuntan adalah untuk melindungi
pemakai tersebut dari kesalahan membaca inforrnasi dalam akuntansi keuangan yang disajikan
oleh akuntan.
Di dalam praktiknya, perusahaan-perusahaan yang merupakan Wajib Pajak Badan harus
menghitung penghasilan dengan dua cara yang berbeda. Di satu sisi, akuntan perusahaan harus
menyajikan laporan keuangan kepada pemegang saham sesuai dengan GAAP (Generally
Accepted Accounting Principle) atau SAK (Standar Akuntansi Keuangan). Sementara itu, di sisi
lain akuntan juga harus menyajikan laporan keuangan kepada pemerintah, dalam ha1 ini
Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan ketentuan perpajakan dalam sebuah Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan atau disingkat SPT Tahunan PPh Badan.
Tahun 1997 lkatan Akuntan lndonesia (IAl) menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 46 (PSAK 46) mengenai akuntansi pajak penghasilan. PSAK 46 ini dikeluarkan
untuk memenuhi tuntutan dalam memasuki era globalisasi agar laporan keuangan yang disajikan
perusahaan lndonesia yang digunakan di dalam negeri maupun di luar negeri dapat sejalan
dengan perkembangan standar internasional.
PSAK 46 ini sejalan dengan SFAS 96 yang diterbitkan oleh FASB tahun 1987 dan SFAS
109 pada tahun 1992, mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan. Masalah yang
timbul adalah bagaimana pengakuan pengaruh pajak pada periode berjalan dan periode
mendatang terhadap transaksi yang telah diakui dalam laporan keuangan dan Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT) serta kompensasi kerugian fiskal yang belum digunakan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai beberapa hal
antara lain :

1. Apakah pengertian dari Pajak Penghasilan dan cara perhitungannya?


2. Bagaimana perlakuan akuntansi pajak terhadap Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, 24,
26, 4 (2) ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari disusunnya makalah ini antara lain sebagai berikut :
1. Mengetahui

dan

memahami

pengertian

Pajak

Penghasilan

dan

bagaimana

penghitungannya.
2. Mengetahui dan memahami perlakuan akuntansi pajak terhadap Pajak Penghasilan
Pasal 21, 22, 23, 24, 26, 4 (2).

BAB II

PEMBAHASAN
2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan
Dalam Undang- undang Nomor 28 Tahun 2007 Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undangundang, dengan tidak mendapatkan intreprestasi secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.
Sedangkan pengertian penghasilan dalam Undang- undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan adalahsetiap tambahan kemampuan ekonomisyang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama
dan dalam bentuk apapun. Namun dalam penerapannya tidak setiap penghasilan dapat dikenai
pajak penghasilan.
2.1.2 Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undangundang ini ;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan ;
c. Laba usaha
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk :

1. Keuntungan karena pengaliahan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan


lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
atau pengambilalihan usaha atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk
apapun
4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan
dianggap sebagai penghasilan bagi yang mengalihkan, kecuali harta tersebut
dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, termasuk yayasan, koperasi
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak- pihak yang bersangkutan
5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan penambangan
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dari pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala


k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aset
n. Premi asuransi
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari atas
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak
q. Penghasilan dari usaha syariah
r. Imbalan bungasebagaimana dimaksud dalam Undang- undang yang mengatur mengenai
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
s. Surplus Bank Indonesia
2.1.3 Penghasilan yang dikenai pajak yang sifatnya Final
Dalam pasal 4 ayat (2) Undang- undang tentang Pajak Penghasilan bahwa penghasilan
yang dikenai pajak yang sifatnya final adalah
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabunagan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian
c. Penghasilan dari transaksi saham sekuritas lainnya, transaksi dervatif yang
diperdagangkan dibursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura

d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan; dan
e. Penghasilan tertentu lainnya.
2.1.4 Bukan Objek Pajak Penghasilan
Yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan adalah :
a. 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterma oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk dan disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan
yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi,
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
dengan atas berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ;
Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak- pihak yang bersangkutan.
b. Warisan
c. Harta termasuk setoran tunai Yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1)huruf b sebagai pengganti penyertaan modal ;
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah
diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau
Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ;
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan

2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan baik yang dibayar oleh pemberi kerja atau pegawai
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud huruf
g, dalam bidang- bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggotadari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
j. Dihapus
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan tersebut :
1. Merupakan perusahaan mikro kecil, menegah, atau yang menjalankan kegiatan
dalam sektor- sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan
2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuaannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dibidang pendidikan dan/ atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar
pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan pendidikan dan/ atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka
waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2.1.5 Penghasilan Tidak Kena Pajak
Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak Orang Pribadi dalam negeri, maka
penghasilan netonya dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan No 162/PMK.011/2012 tanggal 22 Oktober 2012 dan
berlaku sejak 1 Januari 2013 adalah sebagai berikut :

1. Rp 24.300.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi


2. Rp 2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
3. Rp 24.300.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
4. Rp 2.025.000,00 tambahan untuk anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam
garis keturunan garis lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya
paling banyak 2 orang untuk setiap keluarga.
2.1.6 Besarnya tarif Pajak Penghasilan
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang- undang Pajak Penghasilan, besarnya
tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, sebagai berikut :
1. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
Di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp

Tarif Pajak
5%
15 %

250.000.000,00
Di atas Rp 250.000.000,00 sampai dengan

25 %

Rp 500.000.000,00
Di atas Rp 500.000.000,00

30 %

2. Untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan BUT


Tarif PPh atas Wajib Pajak Badan dan BUT adalah sebesar 25 %. Dalam Pasal 17 ayat
(2b) yang menyatakan bahwa Wajib Pajak Badan dalam negeri berbentuk perseroan terbuka yang
sahamnya paling sedikit 40 % dari jumlah keseluruhan saham yang disetor tersebut
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu dapat memperoleh
tarif sebesar 5 % lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
huruf b dan Pasal 17 ayat (2a) Undang- undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pada pasal 31 E Undang- undang Pajak Penghasilan mengatur bagi Wajib Pajak Badan
dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 mendapat fasilitas

berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif seperti yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat(1)
huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto
sampai dengan Rp 4.800.000.000,00.
3. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dab Wajib Pajak Badan yang tidak memiliki NPWP
2.2.2 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
Pajak Terutang = Tarif x Penghasilan Kena Pajak

2.1.7 Penghitungan Pajak Terutang


Dalam menghitung Pajak Penghasilan yang terutang dibedakan antara Wajib Pajak dalam
negeri dan Wajib Pajak luar negeri. Bagi wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua
cara untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan Kena Pajak, yaitu
1.
Penghitungan Pajak Penghasilan dengan dasar pembukuan
2. Penghitungan Pajak Penghasilan dengan dasar pencatatan
2.2.1 Perlakuan Akuntansi Terhadap Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan.Oleh karena itu Pajak
Penghasilan harus diasosiasikan dengan laba dimana pajak penghasilan tersebut dikenakan atau
diperhitungkan. Proses untuk mengasosiasikan Pajak Penghasilan dengan laba dimana pajak itu
dikenakan disebut Alokasi Pajak.
Karena tarif Pajak Penghasilan berubah-ubah dari waktu ke waktu, maka diperlukan suatu
metode alokasi agar diperoleh kepastian dan perlakuan yang konsisten terhadap pajak
penghasilan tersebut beserta penyajiannya dalam Laporan Keuangan.
Pada dasarnya terdapat 3 alternatif metode alokasi pajak yang bisa dipakai, yaitu :
1. Deferred Method
Menurut metode ini, selisih jumlah Pajak Penghasilan Terhutang (berdasar SPT) dengan Biaya
Pajak Penghasilan (berdasar laba akuntansi) dalam suatu periode harus dicatat dan disajikan
dalam Laporan Keuangan sebagai Pajak yang Ditangguhkan.

Jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang berlaku pada saat
terjadinya transaksi atau item yang menyebabkan terjadinya perbedaan atau selisih antara laba
kena pajak dan laba akuntansinya.
Deffered Method berorientasi pada Laporan Rugi Laba dan menitik beratkan pada tercapainya
proper matching antara pendapatan dan biaya dalam periode di mana selisih perhitungan pajak
terjadi.
2. Liability Method
Menurut metode ini jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang
diharapkan akan berlaku dalam periode di mana selisih pajak akan dikompensasikan.
Perhitungan Pajak yang Ditangguhkan bersifat tentatif yang selalu memerlukan penyesuaian
pada setiap kali terjadi perubahan tarif pajak penghasilan.
Menurut liability method, Pajak yang Ditangguhkan harus dipandang sebagai kewajiban
ekonomis untuk Pajak yang Terhutang atau sebagai aktiva untuk Pajak yang Dibayar Dimuka.
3. Net of Tax Method
Menurut metode ini, melaporkan Pajak yang Ditangguhkan dalam neraca tidak dibenarkan
karena Biaya Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi Laba harus sama dengan
jumlah Pajak Penghasilan Terhutang atau pajak yang harus dibayar untuk periode yang
bersangkutan.
Selisih yang terjadi karena adanya perbedaan laba kena pajak dan laba akuntansi tidak dibukukan
dalam suatu rekening tersendiri, tetapi ditambahkan atau dikurangkan kepada aktiva atau hutang
tertentu serta unsur pendapatan atau biaya yang bersangkutan.
Prinsip Prinsip Alokasi Pajak
Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak bisa mencakup
dua hal :
Interperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku yang satu dengan periodeperiode tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku
ini diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah laba kena pajak dan laba akuntansi.
Intraperiod Allocation

Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam suatu periode akuntansi karena adanya perbedaan
tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan (Misal : tarif pajak
untuk laba sebelum pos luar biasa berbeda dengan tarif pajak untuk laba atau rugi luar biasa.)
2.2.2 Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan bentuk dan nama apapun
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan tersebut yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam
negeri.
Ayat jurnal yang disusun

Pada saat pemotongan pajak atas pembayaran gaji tiap bulan

TG

AKUN

DEBIT

KREDIT

L
Biaya gaji

TG

xxx

Iuran Pensiun Terutang

xxx

PPh Pasal 21 Terutang

xxx

Kas dan Bank

xxx

Pada saat perusahaan menyetor ke kas negara dan pembayaran iuran pensiun via bank
AKUN

DEBIT

KREDIT

L
PPh Pasal 21 Terutang

xxx

Iuran Pensiun Terutang

xxx

Kas dan Bank

xxx

Apabila suatu perusahaan memberikan tunjangan pajak kepada karyawannya maka ayat
jurnal yang disusun adalah sebagai berikut :

Saat pembayaran gaji

TG

AKUN

DEBIT

KREDIT

L
Biaya Gaji

xxx

Tunjangan Pajak

xxx

PPh Pasal 21 Terutang


Iuran Pensiun Terutang

xxx

Kas dan Bank

xxx
xxx

Saat penyetoran PPh Pasal 21 dan iuran pensiun

TG

AKUN

DEBIT

KREDIT

L
PPh Pasal 21 Terutang

xxx

Iuran Pensiun Terutang

xxx

Kas dan Bank

xxx

Saat pembebanan biaya atas tunjangan pajak

TG

AKUN

DEBIT

KREDIT

L
Saldo Laba
Tunjangan Pajak

xxx
xxx

2.2.3 Pajak Penghasilan 22


Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh lembaga- lembaga tertentu
atas transaksi pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN/ APBD. Sesuai dengan
Pasal 22 Undang- undang Pajak Penghasilan yang dapat ditunjuk sebagai Pemungut yaitu :
1. Bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga- lembaga negara lainnya, berkenaan

dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara
adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama.
2. Badan- badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan
di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain, seperti kegiatan produksi barang
tertentu anatara lain otomotif dan semen.
3. Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atau penjualan barang
yang tergolong mewah.
Akuntansi Pajak Penghasilan Pasal 22
Ayat jurnal yang disusun :
1. Pihak Pemungut
Saat terjadi transaksi
TG

AKUN

DEBIT

KREDIT

L
Kas dan Bank

xxx

PPh Pasal 22 Terutang

xxx

Penjualan

xxx

Saat penyetoran PPh Pasal 22

TG

AKUN

DEBIT

KREDIT

L
PPh Pasal 22 terutang

xxx

Kas dan Bank

xxx

2. Pihak yang dipungut


Saat membeli
TG

AKUN

DEBIT

KREDIT

L
Pembelian

xxx

PPh Pasal 22

xxx

Kas dan Bank

xxx

Saat pengkreditan pajak

TG

AKUN

DEBIT

KREDIT

L
PPh Terutang

xxx

PPh Pasal 22

xxx

Apabila dalam transaksi laiinya ternyata pengenaan PPh Pasal 22 bersifat final, maka
pencatannya dalam akun PPh Pasal 22 tampak dari pihak pemungut.
Ayat jurnal yang disusun :
TG

AKUN

DEBIT

KREDIT

L
Pembelian

xxx

PPN Impor

xxx

PPh Pasal 22

xxx

Utang Usaha

xxx

PENGKREDITAN DAN PENENTUAN SUMBER PENGHASILAN


Cara penghitungan besarnya pajak yang dapat dikreditkan selanjutnya penghasilan
menjadi sangat penting dalam perhitungan kredit pajak yang dibayar atau terutang di luar negri
yang dapat dikreditkan terhadap pajak terutang .
Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan , sumber penghasilan
ditentukan oleh :
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham
dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan menerbitkan saham atau sekuritas
tersebut didirikan atau berkedudukan .
2. Penghasilan berupa bunga , royalti , dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta
gerak .
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tidak bergerak adalah
negara tempat harta tsb terletak .

4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dg jasa , pekerjaan , dan kegiatan adalah negara
tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat .
5. Penghasilan BUT adalah negara tempat BUT tersebut menjalankan usaha atau kegiatan .
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut
serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara
tempat lokasi penambangan berada .
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada .
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu BUT adalah negara
tempat BUT berada .
Apabila terjadi pengurangan / pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di luar
negeri sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil dari
besarnya penghitungan semula , maka selisihnya ditambahkan pada PPh yang terutang menurut
UU PPh .

TATA CARA PENGKREDITAN


Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri , WP wajib menyampaikan
permohoan kepada DJP dg melampirkan :
1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.
2. Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri.
3. Dokumen pembayaran di luar negeri .
Permohonan kredit pajak luar negeri haruslah disampaikan bersamaan dengan
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan PPh .
PENGGABUNGAN PENGHASILAN
Untuk menghitung PPh yg terutang atas seluruh penghasilan yang diterima WP yang
diperoleh dari dalam / luar negeri , maka seluruh penghasilan tersebut digabungkan .
Penggabungan penghasilan dari luar negeri dilakukan untuk :
a) Penghasilan dari usaha yaitu dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan
tsb .

b) Penghasilan lainnya yaitu dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tsb .
c) Penghasilan berupa deviden sebagaimana dimaksud dalam pasal 18(2) UU PPh .
Penggabungan penghasilan ini tidak diperkenankan apabila terjadi

kerugian yang

diderita di luar negeri .


TATA CARA PENGHITUNGAN KREDIT PAJAK
Ketentuan mengenai jumlah pajak luar negeri yang boleh dikreditkan adalah sebagai
berikut :
1. Jumlah kredit pajak yang besarna paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar
atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu .
2. Jumlah tertentu seperti pada butir 1 dihitung menurut perbandingan antara penghasilan
dari LN terhadap PKP dikalikan dg pajak yg terutang atas PKP .
3. Kemungkinan penghasilan dari LN tersebut berasal dari beberapa negara , maka
penghitungannya dilakukan untuk masing-masing negara .
4. PKP yg digunakan sebagai perbandingan tidak termasuk pajak yang dikenakan pajak
bersifat final .
5. Apabila ternyata jumlah PPh yang dibayar di LN melebihi jumlah kredit pajak yang
diperkenankan , atas kelebihan tsb tidak dapat diperhitungkan dg PPh terutang tahun
berikutnya . Maka kelebihan itu tidak boleh dibebankan sebagai biaya / pengurang
penghasilan . Dan tidak bisa diajukan restitusi .
Prinsip dasarnya PPh dikenakan atas PKP yang dihitung atas dasar seluruh penghasilan
yg berasal dari dalam maupun luar negeri . Dengan demikian digabungkan seluruh penghasilan
yang diperoleh dalam tahun pajak sesuai keputusan menteri keuangan untuk penghasilan berupa
deviden .
Contoh penghitungan :
PT.Amarta yg berkedudukan di Jakarta menerima penghasilan netto dalam tahun pajak
2014 dari sumber LN sebagai berikut :
a) Penghasilan dari usaha di Singapura dalam tahun pajak 2014 sebesar
Rp. 800.000.000

b) Deviden atas pemilikan saham pada Singapore.Ltd di Singapura sebesar


Rp.200.000.000 yang berasal dari keuntungan tahun 2011 yang ditetapkan dalam RUPS
tahun 2013 dan baru dibayar pada 2014 .
c) Deviden atas penyertaan saham sebesar 70%pada Sung Lie Corpdi Hongkong yg
sahamnya diperdagangkan di bursa efek sebesar
Rp. 75.000.000, yang berasal dari keuntungan saham tahun 2012 yang berdasar KMK
ditetapkan diperoleh tahun 2014 .
d) Bunga kuartal IV tahun 2014 sebesar Rp.100.000.000 dari Riza di Kuala Lumpur yang
baru akan diterima Juli 2015 .
Berdasar data di atas penghasilan sumber LN yang digabungkan dengan penghasiln
dalam negeri tahun pajak 2014 adalah penghasilan yg bersumber dari :
1. Penghasilan Singapura ( poin a )
2. Penghasilan dari deviden ( poin b )
3. Penghasilan dari deviden ( poin c )
Penghasilan yg berasal dr bunga ( poin d ) digabungkan dengan penghasilan dalam
negri tahun pajak 2015 .
PENGHASILAN WP DIKENAKAN PAJAK FINAL
Mengacu pada pasal 4 (2) UU PPh , penghasilan yang pengenaan pajak nya bersifat final
tidak digabungkan dengan penghasilan teratur lainnya .
Contoh :
PT. Jayakarta memperoleh penghasilan tahun 2011 yang terdiri sebagai berikut :
1. Penghasilan dari China Rp. 2.000.000.000 dg tarif pajak 30%
2. Penghasilan dalam negeri Rp. 3.500.000.000
Dalam penghasilan dalam negeri ini termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4(2) UU PPh sebesar Rp. 500.000.000 .
Penghitungan kredit pajak Luar Negeri :
1. Penghasilan dari LN
Penghasilan dari China
2. Penghasilan dalam negeri
Koreksi pasal 4 (2)

Rp. 2.000.000.000
Rp. 3.500.000.000
Rp. 500.000.000

Rp. 3.000.000.000
Rp. 5.000.000.000

3. Total Penghasilan Netto


4. PPh terutang :
25 % x Rp. 5.000.000.000 = Rp. 1.250.000.000
5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar :
Rp. 2.000.000.000
x Rp. 1.250.000.000 = Rp. 500.000.000
Rp. 5.000.000.000

Pajak terutang di China sebesar 30% x Rp. 2.000.000.000 = Rp. 600.000.000 namun
maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan sebesar Rp. 500.000.000 , sehingga jumlah kredit
pajak luar negeri yang diperkenankan hanya sebesar maksimum kredit pajak Rp. 500.000.000 ,Ayat jurnal kasus pengkreditan :
PPh terutang
PPh pasal 24

Rp. 500.000.000
Rp. 500.000.000

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26


Dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri
dari Indonesia, selain penghasilan usaha yang diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia,
dipotong PPh Pasal 26.
Akuntansi Pajak Penghasilan Pasal 26
Khusus untuk PPh Pasal 26, apabila terjadi pembayaran dividend dan bunga yang
ditujukan pembayarannya kepada Wajib Pajak Luar Negeri yang bersifat final (tetapi juga perlu
diperhatikan adanya perjanjian perpajakan dengan Negara lain) maka tarif yang umumnya
diberlakukan untuk PPh Pasal 26 yaitu sebesar 20% haruslah diperlukan penyesuaian dengan
tarif menurut perjanjian perpajakan (tax treaty). Secara umum akuntansi komersial dan akuntansi
pajak berkaitan dengan PPh Pasal 26 tidak terdapat perbedaan perlakuan.
Contoh :

PT Dahana membayar premi asuransi kepada Nagoya Corporation Ltd. sebesar Rp


30.000.000,00 dengan perkiraan penghasilan neto sesuai Keputusan Menteri Keuangan sebesar
50%.
Penghitungan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh PT Dahana :
20% x 50% x Rp 30.000.000,00 = Rp 3.000.000,00.
Ayat jurnal bagi pihak pemotong :
1. Saat pemotongan PPh Pasal 26
Tanggal Akun
Premi asuransi
Kas dan Bank
PPh Pasal 26 Terutang

Debit (Rp)
30.000.000,00

Kredit (Rp)
27.000.000,00
3.000.000,00

2. Saat penyetoran PPh Pasal 26


Tanggal Akun
PPh Pasal 26 Terutang
Kas dan Bank

Debit (Rp)
3.000.000,00

Kredit (Rp)
3.000.000,00

Akuntansi Pajak atas Pajak Penghasilan yang Pengenaannya Bersifat Final (PPh Pasal
4ayat 2)
Dengan mengacu pada pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan sebagai
penghasilan tertentu yang pengenaan pajaknya diatur dalam peraturan pemerintah, penghasilanpenghasilan tertentu yang pengenaannya bersifat final meliputi Bunga Deposito dan Tabungan
serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Peraturan Pemerintah No. 138 Tahun 2000 Tanggal 15 Desember 2000 atas bunga
deposito dan tabungan serta sertifikat Bank Indonesia termasuk bunga yang diterima atau
diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia
dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final oleh bank termasuk Bank Indonesia. Sedangkan
tarif diatur sebagai berikut :

1. 20% dari jumlah bruto dan bersifat final, atas bunga dan diskonto yang terutang atau
dibayarkan kepada penerima penghasilan, baik orang pribadi maupun badan dalam negeri
dan bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. 20% dari jumlah bruto atau sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda dan bersifat final, atas bunga diskonto yang terutang atau
dibayarkan kepada penerima penghasilan wajib pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun
badan selain bentuk usaha tetap di Indonesia.
Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang Berpenghasilan
Rendah
Wajib pajak dalam negeri orang pribadi yang tergolong berpenghasilan relatif rendah dan
seluruh penghasilannya termasuk bunga dan diskonto yang dalam satu tahun pajak tidak
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), atas pajak yang telah dipotong tersebut dapat
diajukan permohonan restitusi melalui prosedur restitusi sederhana.
Dikecualikan dari Pemotongan Pajak Penghasilan
Atas penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito dan tabungan serta sertifikat Bank
Indonesia, yang dikecualikan atau tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan adalah
sebagai berikut :
1. Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sepanjang jumlah
deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp
7.500.000,00 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
2. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri.
Beberapa Jenis Penghasilan yang Pengenaan Pajaknya Bersifat Final
Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, pasal-pasal yang mengatur mengenai jenis
penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final terdapat pada pasal 4 ayat (2), pasal 8 ayat
(1), pasal 15, pasal 19 ayat (1), pasal 21, pasal 22, dan pasal 23 ayat (4).
Hadiah Undian

Obyek pajaknya berupa hadian undian dan dikenakan pajak sebesar 25% dari jumlah
bruto nilai hadiah undian dengan sifat pengenaan bersifat final.
Akuntansi pajaknya :
Contoh : Tn. Arifin memperoleh hadiah undian yang diperolehnya dengan cara undian sebesar
Rp 100.000.000,00 tunai.
Ayat jurnal :
Tgl

Akun
Kas dan Bank

Debit (Rp)
75.000.000,00

PPh Final

25.000.000,00
Hadiah Undian

Kredit (Rp)

100.000.000,00

Persewaan Tanah dan/atau Bangunan


Tarif pajak penghasilan atas persewaan tanah dan/bangunan ditetapkan sebesar 10% dari
jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/bangunan dan bersifat final.
Akuntansi pajaknya :
Contoh : PT Aman membayar sewa tanah dan bangunan sebesar Rp 50.000.000,00
Jurnalnya sebagai berikut :
1. Saat pemotongan PPh pasal 4 (2)
Tgl

Akun
Beban Sewa Bangunan
PPh Final
Kas dan Bank

Debit (Rp)
50.000.000,00

Kredit (Rp)
5.000.000,00
45.000.000,00

2. Saat penyetoran PPh pasal 4 (2)


Tgl

Akun
PPh Final
Kas dan Bank

Debit (Rp)
5.000.000,00

Kredit (Rp)
5.000.000,00

Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi
dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% dan bersifat final. Tata cara pengenaan
pajaknya dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang
ditunjuk selaku pembayar dividen.
Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan kepada Anggota Koperasi
1. Penghasilan berupa bunga simpanan yaitu imbalan berupa bunga simpanan yang diterima
anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan anggota koperasi orang pribadi pada
koperasi terdapat orang pribadi tersebut menjadi anggota.
2. Yang tidak termasuk penghasilan berupa bunga simpanan yaitu bunga simpanan yang
diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan bagian dari Sisa Hasil Usaha
(SHU).
3. Tarifnya :
a. 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp 240.000,00 per
bulan,
b. 10% dari jumlah bruto untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari
240.000,00 per bulan.
c. Sifat pengenaan pemotongan pajaknya adalah final.
4. Saat terutangnya yaitu pada saat pembayaran yang dilakukan koperasi.
Pajak Penghasilan atas Penghasilan Transaksi Derivatif
1. Transaksi derivatif adalah transaksi yang didasari pada kontrak dan perjanjian pembayaran
yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrument yang mendasari seperti suku bunga,
nilai tukar, komoditi, ekuiti, dan indeks baik yang diikuti dengan pergerakan maupun tanpa
pergerakan dana atau instrument.
2. Kontrak berjangka yaitu suatu perjanjian termasuk kontrak standar untuk membeli atau
menjual sejumlah efek atau komoditas yang jumlah, mutu, jenis, tempat,dan waktu
penyerahan dikemudian hari telah ditetapkan.
3. Margin awal yaitu sejumlah uang atau surat berharga yang harus ditempatkanoleh pialang
berjangka atau anggota bursa pada lembaga kliring dan penjamin untuk menjamin
pelaksanaan transaksi kontrak berjangka.

4. Lembaga kliring dan penjamin adalah badan usaha yang menyelenggarakan dan
menyediakan system dan/atau sarana untuk pelaksanaan kliring dan penjaminan transaksi di
bursa, termasuk lembaga kliring dan penjamin berjangka.
5. Penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh oleh orang pribadi atau badan dari transaksi
derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dikenai Pajak Penghasilan
sebesar 2,5% dari margin awal. Sifat pengenaannya yaitu final.
6. Saat terutangnya yaitu pada saat orang pribadi atau badan menerima dan/atau memperoleh
penghasilan. Lembaga kliring dan penjamin wajib memungut pajak penghasilan pada saat
menerima penyetoran margin awal oleh pialang berjangka atau anggota bursa.

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas setiap tambahan kemampuan
ekonomisyang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun luar Indonesia, yang dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
3.2 Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang- undang Pajak Penghasilan,
besarnya tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, sebagai berikut :
1.

Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak


Sampai dengan Rp 50.000.000,00
Di atas Rp 50.000.000,00 sampai
dengan Rp 250.000.000,00

Tarif Pajak
5%
15 %

Di atas Rp 250.000.000,00 sampai

25 %

dengan Rp 500.000.000,00
Di atas Rp 500.000.000,00

30 %

2. Untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan BUT


Tarif PPh atas Wajib Pajak Badan dan BUT adalah sebesar 25 %. Dalam Pasal 17
ayat (2b) yang menyatakan bahwa Wajib Pajak Badan dalam negeri berbentuk perseroan
terbuka yang sahamnya paling sedikit 40 % dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
tersebut diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu
dapat memperoleh tarif sebesar 5 % lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan Pasal 17 ayat (2a) Undang- undang Pajak
Penghasilan yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pada pasal 31 E Undang- undang Pajak Penghasilan mengatur bagi Wajib Pajak
Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif seperti yang dimaksud
dalam Pasal 17 ayat(1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena
Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00.

DAFTAR PUSTAKA

Undang- undang Nomor 28 Tahun 2007, tentang Perubahan Ketiga atas Undang- undang Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Jakarta.
Undang- undang Nomor 36 Tahun 2008, tentang Perubahan Keempat atas Undang- undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Jakarta.
Waluyo.2014.Akuntansi Pajak. Edisi 5.Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Você também pode gostar