Você está na página 1de 30

Anusia sesungguhnya akan menjalani kehidupan sesuai dengan fitrah yang

M dimilikinya. Sejauh apa pun ia berjalan menyelisihi fitrah kemanusiaannya, ia akan


berusaha mencari jalan kembali. Sebagaimana kisah seorang pembunuh, yang dalam
titik jenuh setelah membunuh 99 korbannya, ia pun tersadar. Dicarilah olehnya tempat
dimana ia bisa menemukan fitrah diri sebagai manusia. Allah SWT membawa
langkahnya untuk bertemu dengan seorang rahib. Sayangnya, sang rahib menyangkal
dan mengatakan bahwa ia tak mungkin kembali pada fitrahnya, ia telah terlanjur
berlumur dosa. Si pembunuh marah, ia pun tak segan memenggal kepala sang rahib.
Genap sudah korbannya menjadi 100 orang. Namun dirinya tak berputus asa. Ia kembali
mencari jalan pertaubatan. Hingga ditemuilah seorang shalih yang memberi nasihat
bijak padanya. Sungguh pintu taubaut terbuka luas untuk anda. Tinggalkanlah
lingkungan buruk yang selama ini membuat anda menjadi seorang pembunuh,
datangilah lingkungan baik yang akan menuntun anda menjadi orang yang senantiasa
beramal shalih guna menebus segala kesalahan anda di masa yang lalu.
Ia pun menangis sejadi-jadinya, menyesali semua perbuatan salah yang membuatnya
menjauh dari fitrah dirinya. Ia bulat untuk bertaubat. Ia pun berkemas, meninggalkan
lingkungan buruk yang selama ini menjerumuskan pada kubangan maksiat. Langkahnya
mantap menuju lingkungan baru yang lebih baik. Ia telah bertekad untuk hijrah menuju
dirinya yang fitrah. Namun Allah menakdirkan lain bagi dirinya. Di tengah-tengah
perjalanan, nyawanya dicabut. Malaikat pun berselisih tentangnya. Malaikat Rahmat
menilai ia layak masuk surga karena telah bertaubat, sementara Malaikat siksa menilai ia
pantasnya diseret ke neraka, karena meski telah mengucap taubat namun ia belum
benar-benar membuktikan bahwa dirinya telah menjadi orang yang kembali pada
fitrahnya. Akhirnya malaikat bersepakat, ia dimasukkan ke surga, alasannya jarak dirinya
saat meninggal dunia lebih dekat pada lingkungan baik yang ia niati sebagai tempat
tujuan hijrahnya dibanding jarak ke lingkungan buruk tempat masa lalunya yang telah ia
tinggalkan.
Kisah di atas dituturkan oleh Rasulullah Muhammad saw yang kemudian diriwayatkan
oleh Bukhari, Muslim dan Imam Ahmad. Kanjeng Rasul yang mulia mengajarkan pada
kita dari kisah ini tentang hakikat fitrah. Ya, fitrah manusia adalah pada al-khair (jalan
kebaikan). Dan, Al-khair itu adalah al-Islam. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu
Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah saw bersabda:
Setiap anak dilahirkan di atas fitrah (kesucian) maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikan dia Yahudi atau Nasrani atau Majusi. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Pertanyaan sederhana mungkin muncul di benak kita. Jika fitrah manusia adalah Islam.
Mengapa ada orang nasrani, hindu, budha bahkan ada yang atheis? Mengapa ada orang
Dakwahkampusbooks

jahat, perampok, koruptor, oportunis, pragmatis dan penjilat? Mengapa ada orang
munafik, musyrik, pluralis, liberal juga sekuler? Jawabannya sudah ada pada hadist di
atas. Semua bermuara pada lingkungan yang berpengaruh kuat. Lingkungan terdekat
adalah keluarga, orangtua. Lalu, lingkungan pergaulan kita sehari-hari. Lingkungan juga
bisa dipengaruhi adat istiadat peninggalan nenek moyang yang seringkali teramat sulit
untuk ditinggalkan.
Kita bisa belajar dari sirah perjuangan Rasulullah betapa susahnya mengislamkan
penduduk Makkah waktu itu. Mereka, masyarakat jahiliyah Quraisy belum bisa lepas
dari keyakinan-keyakinan lokal yang dibudayakan turun-menurun. Penyembahan
mereka pada tuhan yang banyak susah ditinggalkan dan diganti menuju penyembahan
hanya pada Yang Maha Esa, Allah SWT. Budaya jahiliyah yang dilakukan masyarakat
Makkah saat itu juga tak mudah untuk disingkirkan. Mabuk-mabukan, berjudi, main
perempuan dan membunuhi anak perempuan sudah teramat biasa sehingga dianggap
wajar oleh mereka. Ketika Rasulullah menyeru hendak memberantas itu semua,
timbullah perlawanan.
Hingga seorang Abu Thalib, paman yang sangat mencintai Rasulullah SAW, tak kuasa
menolak budaya jahiliyah Quraisy yang dibawanya hingga sakaratul maut menjemput.
Wahai Paman, ucapkanlah Laa Ilaaha Ilallaah maka engkau akan selamat, bujuk Rasul
sesaat menjelang kematian paman yang dikenal selalu membela dan melindungi
perjuangannya itu. Sayangnya, saat nyawa masih tertahan di kerongkongan, hanya satu
kalimat yang diucapkannya. Tetap pada agama Abdul Muthalib, tetap pada millah
nenek moyang kita.... ujar Abu Thalib mengakhiri hidupnya tetap dalam keadaan tak
beriman.
Padahal Allah SWT tegas-tegas melarang untuk mengikuti segala macam adat istiadat
dan budaya yang hanya menjerumuskan kita pada api neraka. FirmanNya:
Jika dikatakan pada mereka, 'Ikutilah apa-apa yang telah diturunkan Allah', mereka
menjawab, ' Tetapi kami mengikuti apa yang telah dilakukan oleh nenek moyang kami'.
'Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui sesuatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk? (QS. Al Baqarah: 170)
Dan apakah mereka akan mengikuti bapak-bapak mereka, walaupun syetan menyeru
mereka ke dalam siksa api neraka yang menyala-nyala? (QS. Luqman: 21)
Label jahiliyah yang disematkan pada waktu itu bukanlah identik pada sifat kebodohan,
keterbelakangan atau pun ketertinggalan secara lahiriah. Namun, jahiliyah lebih
dimaknai sebagai sikap penolakan kebenaran yang berasal dari Allah SWT yang
disyiarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat dibuktikan salah satunya pada
pribadi Abu Jahl, Bapaknya orang-orang jahiliyah. Nama aslinya adalah 'Amr ibn Hisyam.
Dakwahkampusbooks

Ia dikenal juga dengan nama Abul Hakam. Al Hakam berarti seorang yang berada dalam
lingkaran pemerintahan (hukumah) kota Makkah. Juga seorang yang memiliki banyak
hikmah kebijakan (hakiim) dan atau orang yang memiliki kekuasaan untuk menentukan
hukum (al haakim). Pada kenyataannya, Abu Jahl alias 'Amr ibn Hisyam adalah seorang
yang pandai bacatulis, ahli sastra, hartawan dan dikenal cerdas lagi terpandang di antara
kaumnya.
Sejarah rupanya berulang. Saat kini, kita hidup juga di jaman jahiliyah. Meski semua
nampak serba canggih dan modern, namun tak sedikit yang menolak kebenaran Islam.
Tak semua ditolak memang, tapi sebagian-sebagian.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasu-rasul-Nya, dan
bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya,
dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap
sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan
(tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir) merekalah orang-orang yang kafir
sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan
yang menghinakan. (QS al-Nisa': 150-151).
Pernikahan sesama muslim diatur dengan syariat Islam melalui Kantor Urusan Agama,
namun mengapa lokalisasi perzinahan juga masih diakomodir oleh pemerintah? Di saat
para pejabat negara diambil sumpah jabatannya dengan menggunakan al Quran di atas
kepalanya sebagai simbol ketaatan, tapi mengapa justru aturan-aturan yang dibuatnya
tak pernah memperdulikan al Quran sama sekali bahkan terkesan mencampakkannya?
Jika kita disarankan untuk jangan lupa berzakat dan bersedekah, tapi mengapa riba dan
segala perangkatnya (bank konvensional, pola kredit ribawi dan lainnya) masih tetap
digunakan? Banyak sekali anjuran agar akhlak kita disesuaikan dengan yang
ditauladankan Nabi SAW namun mengapa dalam berpolitik kita tak mencontoh Rasul,
malahan mengikuti sistem demokrasi yang tak pernah sekali pun dicontohkan Rasul?
Bukan hanya itu, ketika nasionalisme dianggap sebagai warisan dari para pendiri bangsa
ini yang notabene juga muslim, maka sebagian dari kita pun kemudian beralasan untuk
tetap mempertahankannya. Hak asasi manusia, liberalisasi, hermeneutika, budaya
permisif, hedonis semuanya serba jahiliyah. Berhala-berhala jaman modern tak lagi
berbentuk Latta dan Uzza namun berubah ujud menjadi Harta, Tahta dan Wanita. Berapa
banyak yang menyembah harta kekayaan, sehingga ia rela mengorbankan segalanya,
menghalalkan segala cara. Hawa nafsu pun dijadikannya sesembahan.
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
sesembahannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya? Dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan penutup di atas
Dakwahkampusbooks

penglihatannya (QS. Al Jatsiyah : 23)


Hidup di era jahiliyah modern saat ini mungkin menjadi tantangan tersendiri bagi
keberislaman kita. Sepertinya Allah SWT tak pernah berhenti menguji hambahambaNya yang beriman. Saat Allah menguji Rasul dan para sahabat dengan segala
tantangan dan hambatan di jamannya, Allah juga menguji kita sebagai pengikut Rasul
yang setia dengan halangan dan rintangan yang tak jauh berbeda.
"Apakah kalian mengira akan masuk surga padahal belum datang ujian yang
semisal dengan yang menimpa orang-orang sebelum kalian. Mereka ditimpa
gangguan dan marabahaya serta digoncangkan seguncang-guncangnya hingga
Rosul dan orang-orang yang beriman yang bersamanya berkata, "Kapankah
pertolongan Allah datang?" Ketahuilah, bahwa pertolongan Allah sangatlah
dekat." (QS. Al-Baqoroh: 214)
Namun Allah jualah yang menakdirkan mental orang-orang beriman sebagai mental
para pemenang. Sebagaimana keimanan tentara Muhammad Al Fatih yang
menghantarkan mereka untuk menaklukkan konstantinopel. Simaklah pidato
Muhammad Al Fatih sebelum mereka berangkat berperang berikut ini:
Aku wasiatkan pada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan kunasehatkan untuk
tetap bersabar. Jangan melangkah sekalipun kecuali kalian selalu mengingat Allah.
Kita berperang untuk meninggikan kalimat Allah bukan karena ghonimah atau harta.
Dan yang paling kukhawatirkan adalah dosa-dosa kalian lalu menyerang kalian hingga
tekad dan kekuatan kalian melemah. Bertaubatlah kalian niscaya Allah akan
memenangkan kita.
Dan atas izin Allah, pasukan kaum muslimin berhasil memenangkan peperangan.BAB I
THARIQUL IMAN
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantunya siang dan
malam ada tanda-tanda bagi orang yang berakal? (QS Al I-Imron: 190)

Uqdatul Kubro
Manusia adalah mahluk yang dikarunia keistimewaan oleh Allah, yang itu tidak
diberikan kepada makhluk lainnya yakni akal. Dengan akal itulah manusia dapat berfikir.
Ketika manusia dewasa ia mulai mempertanyakan tentang keberadaan dirinya di dunia
ini. Ia mulai berpikir tentang beberapa pertanyaan mendasar yang harus ia jawab.
Jawaban tersebut akan menjadi landasan dalam kehidupannya. Selama masalah ini
belum terjawab, selama itu pula manusia hidup tanpa tujuan yang jelas dan tidak akan
Dakwahkampusbooks

berjalan di dunia ini dengan tenang. Karena sifatnya yang demikian beberapa pertanyaan
pokok dan mendasar itu sering disebut sebagai 'Uqdatul Kubro' (masalah/simpul yang
sangat besar).
Pertanyaan mendasar tersebut berupa:
* Dari manakah manusia dan kehidupan ini ?
* Untuk apa manusia dan kehidupan ini ada ?
* Akan ke mana manusia dan kehidupan setelah ini ?
Bila pertanyaan ini terjawab maka seseorang akan memiliki landasan kehidupan
sekaligus tuntunan dan tujuan kehidupannya, -- terlepas dari jawabannya benar atau
salah. Manusia akan berjalan di dunia ini dengan 'landasan' tersebut, berekonomi dan
berbudaya berdasar 'landasan' itu, bahkan ia akan mengajak orang dan kaum lain agar
mengikuti 'landasan' tersebut.
Jika seseorang atau suatu kaum yang menyelesaikan 'uqdatul kubra' dengan jawaban
'kehidupan dunia ini ada dengan sendirinya, manusia berasal dari tanah materi dan
kelak akan kembali lagi menjadi materi/benda, sehingga manusia hidup untuk mencari
kebahagiaan materi selama ia mampu hidup, maka mereka akan hidup dengan aturan
yang dibuatnya sendiri, dengan standar baik-buruk yang ia kehendaki. Mereka akan
bertingkah laku, berbudaya, berekonomi dan berpolitik untuk mencapai kebahagiaan
material, selama mereka mampu hidup. Orang dan kaum seperti ini tidak meyakini
adanya hal ghaib (malaikat, akhirat, pahala-dosa dsb). Yang mereka percayai hanyalah
segala materi yang dapat dirasakan oleh panca indra belaka.
Selain itu ada orang atau suatu kaum yang menjawab di balik alam dan kehidupan ini
ada Sang Pencipta, yang mengadakan seluruh alam, termasuk dirinya, memberi
tugas/amanah kehidupan pada manusia dan kelak ada kehidupan lain setelah dunia ini,
yang akan menghisab seluruh perbuatannya di dunia, maka mereka akan hidup,
berekonomi, berbudaya, berpolitik dan berinteraksi dengan kaum lain, berdasarkan
aturan Penciptanya. Standar baik-buruk berdasarkan aturan Sang Pencipta, dan
sekaligus menjadi standar amal yang harus ia pertanggungjawabkan di hadapan Sang
Pencipta.
Demikianlah gambaran ringkas tentang 'landasan kehidupan' seseorang/suatu
kaum, yang sekaligus merupakan jawaban ' uqdatul kubro' manusia. Tetapi
bagaimanakah jawaban yang benar terhadap masalah ini?
Pemecahan yang Benar 'Uqdatul Kubro'
Dengan berbagai usaha berfikir, manusia mencoba mencari jawaban atas pertanyaan
Dakwahkampusbooks

mendasar tersebut melalui segala hal yang dapat dijangkau oleh akalnya. Karena segala
hal yang dapat dijangkau akal manusia, tidak lepas dari (1) alam semesta (al kaun ), (2)
manusia (al insan) dan (3) kehidupan (al hayaah), maka ketiga hal inilah yang dijadikan
obyek/media berpikir untuk mencari jawaban yang dimaksud.
Pemecahan yang benar terhadap masalah ini tidak akan terbentuk kecuali dengan
pemikiran yang mustanir (jernih) dan menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan
kehidupan serta hubungan ketiganya dengan kehidupan sebelum dan sesudah
kehidupan dunia ini. Islam telah memberi jawaban melalui proses berpikir yang jernih,
menyeluruh, benar, sesuai dengan akal, menentramkan jiwa dan sesuai dengan fitrah
manusia. Proses pencarian keshahihan dari 'uqdatul qubra' itu adalah sebagai berikut:
1. Proses keimanan terhadap Al Kholiq (Sang Pencipta)
Islam menjawab bahwa di balik alam semesta, manusia dan kehidupan ini ada Al
Kholiq (Sang Pencipta), yang mengadakan semua itu dari tidak ada menjadi ada. Al
Kholiq itu bersifat wajibul wujud (wajib/pasti adanya). Ia pun bukan mahluk karena
sifatnya sebagai Sang Pencipta memastikan bahwa diri-Nya bukanlah makhluk.
Bukti bahwa segala sesuatu itu mengharuskan adanya Pencipta dapat dibuktikan
sebagai berikut. Bahwasanya segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh akal terbagi
dalam tiga unsur, yaitu manusia, alam semesta dan kehidupan. Ketiga unsur ini bersifat
terbatas dan bersifat lemah, serba kurang dan saling membutuhkan kepada yang lain.
Misalnya manusia, ia merasa terbatas sifatnya karena tumbuh dan berkembang
tergantung terhadap segala sesuatu yang lain, sampai suatu batas yang tidak dapat
dilampauinya lagi. Oleh karena itu jelas ia bersifat terbatas, mulai dari 'ketiadaannya'
sampai batas waktu yang tidak bisa dilampauinya lagi. Begitu pula halnya dengan
kehidupan (nyawa), ia bersifat terbatas pula, sebab penampakan/perwujudannya
bersifat individual semata. Dan apa yang kita saksikan selalu menunjukkan bahwa
kehidupan itu ada lalu berhenti pada satu individu itu saja. Jadi jelas kehidupan itu
bersifat terbatas. Demikian pula halnya dengan alam semesta. Iapun bersifat terbatas.
Himpunan dari benda-benda terbatas dengan sendirinya terbatas pula sifatnya. Jadi
alam semesta itupun bersifat terbatas. Kini jelaslah bahwa manusia, kehidupan dan
alam semesta, ketiganya bersifat terbatas (termasuk memiliki batas awal dan akhir
keberadaannya).
Jika sesuatu itu bersifat terbatas, akan didapati bahwa segala hal tersebut tidak azali
(tidak berawal dan tidak berakhir). Sebab apabila ia azali, bagaimana mungkin ia bersifat
terbatas? Tidak boleh tidak, keberadaan semua yang terbatas ini membutuhkan adanya
'sesuatu yang lain'. Dan 'sesuatu yang lain' inilah yang dinamakan Al Kholiq, yang
menciptakan manusia, kehidupan dan alam semesta. Dalam menentukan sifat Al Kholiq
(Pencipta) paling tidak ada tiga kemungkinan.
Dakwahkampusbooks

Pertama, Ia diciptakan oleh yang lain. Dengan pemikiran aqliyah yang jernih dan
mendalam, akan dipahami bahwa kemungkinan ini adalah kemungkinan yang salah
(tidak dapat diterima oleh akal). Sebab jika Ia diciptakan oleh yang lain maka Ia adalah
makhluk dan bersifat terbatas, yaitu butuh kepada yang lain untuk mengadakannya.
Kedua, Ia menciptakan diri-Nya sendiri. Kemungkinan kedua ini pun juga bathil. Karena
jika demikian adanya, maka ia akan menjadi makhluk dan Khaliq pada saat yang
bersamaan. Jelas ini tidak dapat diterima oleh akal.
Ketiga, Ia bersifat azali dan wajibul wujud dan mutlak adanya. Jika dua kemungkinan di
atas dinyatakan bathil, maka hanya tinggal satu kemungkinan lagi yakni Al Kholiq itu
tidak boleh tidak harus bersifat azali dan wajibul wujud serta mutlak adanya. Dialah
Allah SWT. Inilah cara berfikir dalam menentukan sifat sang kholik yang shohih.
Sesungguhnya bagi setiap orang yang mempunyai akal hanya dengan perantaraan
wujud benda-benda yang dapat diinderanya, ia dapat memahami bahwa dibalik bendabenda itu terdapat Pencipta yang telah menciptakannya. Dengan memahami bahwa
semua benda-benda tadi bersifat serba kurang, sangat lemah dan saling membutuhkan
kepada yang lain, maka semua hanyalah makhluk. Karenanya untuk membuktikan
adanya Al Khaliq yang Maha Pengatur, sebenarnya cukup hanya dengan mengamati
segala sesuatu yang ada di alam semesta, kehidupan, dan di dalam diri manusia itu
sendiri.
Karena itu kita jumpai bahwa Al Qur'an senantiasa mengajak manusia untuk
mengamati segala apa yang ada di sekelilingnya dan apa yang berhubungan dengannya,
agar dapat membuktikan adanya Allah SWT. Sebab dengan mengamati benda-benda
akan memberikan suatu pemahaman yang meyakinkan manusia tentang adanya Allah
yang Maha Pencipta lagi Maha Pengatur secara pasti tanpa ada keraguan. Banyak ayat Al
quran yang berbicara berkenaan dengan hal ini, antara lain firman Allah :

Serta firman-Nya yang lain seperti QS Al Ghasiyah: 17-20, juga QS Ath Thariq: 5-7,
atau juga firman-Nya berikut yang artinya :

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan
siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa
yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Ia hidupkan bumi sesudah
matinya (kering) dan Ia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran air dan
awan yang dikendalikan antar langit dan bumi. Sesungguhnya pada semua itu terdapat
tanda-tanda (Keesaan dan Kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS Al
Baqarah: 164)
Masih banyak lagi ayat yang sejenis yang mengajak manusia untuk memperhatikan
benda-benda alam, serta melihat apa yang ada disekelilingnya untuk dijadikan petunjuk
atas adanya Sang Pencipta yang Maha Pengatur. Dengan demikian imannya kepada Allah
SWT menjadi mantap, yang berakar dari akal dan bukti nyata.
Inilah jawaban shohih secara ringkas, tentang keberadaan Al Kholiq dibalik manusia,
alam semesta dan kehidupan.
Penciptaan

Sebelum dunia

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang yang berakal. (QS Ali Imran: 190)

ADA PENCIPTA

Dibangkitkan

Setelah mati

Saat di dunia

ADA SAAT
PEMBALASAN
SETELAH MATI

IBADAH

Juga firman-Nya:
Perintah/larangan

(Dan) Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah diciptakannya langit dan bumi


serta berlain-lainnya bahasa dan warna kulitmu. (QS Ar Rum: 22)
Dakwahkampusbooks

Hisab

Sifat Fitri Keimanan


Iman kepada Yang Maha Pengatur ini merupakan suatu hal yang fithri dalam diri
Dakwahkampusbooks

setiap manusia. Akan tetapi iman yang fithri ini hanya muncul dari perasaan hati yang
ikhlas belaka. Keimanan semacam ini tidak bisa dianggap aman. Sebab perasaan hati
semacam ini sering menambah-nambah terhadap apa yang diimani dengan sesuatu
yang realistis. Bahkan mengkhayalkannya dengan sifat-sifat tertentu yang lazim
terhadap apa yang ia imani sehingga dapat menjerumuskan ke arah kesesatan.
Penyembahan berhala dan khurafat (cerita bohong), tak lain tak bukan akibat salahnya
perasaan hati. Maka dari itu Islam tidak membiarkan perasaan hati ini sebagai satusatunya jalan menuju iman.
Islam menegaskan penggunaan akal bersama-sama dengan perasaan hati dan
mewajibkan atas setiap muslim untuk menggunakan akalnya dalam beriman kepada
Allah SWT serta melarang bertaqlid (ikut-ikutan) dalam masalah aqidah. Untuk itulah
Islam telah menjadikan akal sebagai timbangan dalam beriman kepada Allah.
Sebagaimana firman Allah SWT :

dapat dicapai oleh akal.


Dengan memahami ketiga hal itu, orang dapat memahami adanya Al Khaliq, yaitu
Allah SWT. Karenanya, iman kepada adanya Allah harus berdasarkan akal dan dalam
jangkauan akal. Lain halnya jika orang hendak memahami Dzat Allah di mana hal ini
mustahil terjadi. Sebab Dzat-Nya di luar jangkauan kemampuan akal. Padahal akal itu
sendiri tidak mungkin memahami hakekat apa yang berada diluar jangkauannya,
disebabkan keterbatasannya untuk melakukan hal itu.
Sesungguhnya apabila iman kepada Allah SWT muncul dari akal, pemahaman kita
terhadap adanya Al Khaliq pun akan menjadi sempurna pula. Apabila perasaan hati
(yang timbul dari fithrah-peny) yang mengatakan adanya Allah dibarengi pula oleh akal
maka perasaan semacam ini akan tumbuh menjadi suatu keyakinan yang kokoh, yang
akan memberikan suatu pemahaman yang sempurna serta perasaan yang yakin atas
semua sifat-sifat ketuhanan. Dengan sendirinya hal ini akan meyakinkan diri kita bahwa
kita tidak akan sanggup memahami hakekat Dzat Allah, justru karena kuatnya iman kita
kepada-Nya.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (QS Ali Imran: 190)

2. Proses keimanan terhadap Rasul


Adapun bukti mengenai hubungan manusia terhadap para rasul dapat kita lihat dari
terbuktinya manusia sebagai mahluk Allah SWT yang bersifat terbatas, akal dan
kemampuannya. Juga dapat dilihat dari terbuktinya agama itu sebagai suatu hal yang
fithri dalam diri manusia, karena ia merupakan salah satu fithrah pen-taqdis-an
(pengagungan dan pensucian-peny) manusia. Dalam fithrahnya itu manusia senantiasa
mentaqdiskan Penciptanya. Pekerjaan mentaqdiskan inilah yang selanjutnya dikenal
sebagai ibadah, yang merupakan tali penghubung antara manusia dan Penciptanya.
Apabila hubungan ini dibiarkan tanpa aturan akan cenderung terjadi kekacauan ibadah
serta menyebabkan terjadinya penyembahan terhadap selain dari pencipta yang
sebenarnya. Jadi harus ada aturan tertentu yang mengatur hubungan ini dengan baik.
Hanya saja aturan ini tidak boleh datang dari pihak manusia, karena ia sendiri tidak
mampu memahami hakekat Al Khaliq (maksudnya tentang perbuatannya, apakah
perbuatan itu diterima atau ditolak oleh Al Khaliq-peny) untuk dapat meletakkan aturan
antara dirinya dengan Sang Pencipta. Karenanya aturan ini harus datang dari Al Khaliq
serta harus sampai ke tangan manusia. Maka tidak boleh tidak harus ada para rasul
yang menyampaikan agama (aturan) Allah ini kepada umat manusia.
Bukti lain akan kebutuhan manusia terhadap para rasul adalah bahwa pemuasan
manusia akan tuntutan kebutuhan-kebutuhan jasmani dan gharizah/nalurinya

Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim membangun keimananya betul-betul
muncul dari proses berfikir, meneliti, memperhatikan serta bertahkim pada akalnya
dalam beriman kepada Allah SWT secara mutlak.
Batas akal dalam memahami sang Khaliq
Kendati Islam mewajibkan atas manusia untuk menggunakan akalnya dalam beriman
kepada Allah SWT, namun tidak mungkin akal manusia bisa memahami apa yang ada di
luar jangkauan indranya. Hal ini karena sifat dan kekuatan akal manusia terbatas,
sehingga pemahamannya pun terbatas.
Oleh karena itu, akal tidak mampu untuk memahami Dzat Allah dan hakekat-Nya,
sebab Allah berada di luar ketiga unsur pokok alami yang dapat diindera manusia (alam
semesta, manusia dan kehidupan). Hanya saja tidak dapat dikatakan : Bagaimana
mungkin orang dapat beriman kepada adanya Allah SWT, sedang akalnya sendiri tidak
mampu memahami Dzat Allah?. Memang tidak bisa dikatakan demikian, sebab pada
hakekatnya iman itu adalah percaya akan adanya (wujud/keberadaan-Nya) Allah, di
mana wujud Allah ini dapat dipahami melalui keberadaan makhluk-makhluk-Nya, yaitu
alam semesta, manusia dan kehidupan. Ketiganya ini berada dalam batas-batas yang
Dakwahkampusbooks

Dakwahkampusbooks

10

(yang berkaitan dengan makanan). Maka kufur terhadap ayat:

terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka menerima (pasrah) dengan
sepenuhnya. (QS An Nisa: 65)

Dirikanlah shalat..
sebenarnya sama saja kufur terhadap ayat:

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS Al
Baqarah: 275)
Atau terhadap ayat:

Kebangkitan Manusia
Bangkitnya manusia tergantung dari landasan kehidupan (aqidah)nya, yang
merupakan jawaban atas pertanyaan mendasar tentang kehidupan ini. Karenanya umat
harus diarahkan kepada aqidah yang benar, sehingga memiliki pandangan hidup yang
benar dan mendorongnya berbuat sesuai dengan aturan yang muncul dari aqidah yang
benar tadi. 'Pemahaman aqidah' ini selalu ada dalam diri suatu manusia, umat atau
kaum; karenanya, untuk mengubah keadaan suatu kaum agar bangkit, aqidah inilah
yang harus diubah terlebih dahulu. Allah SWT berfirman :

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah 'keadaan' suatu kaum sebelum kaum itu
sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka. (QS Ar Ra'd: 11)
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya.
(QS Al Maidah: 38)
Atau ayat :

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan (hewan yang
disembelih atas nama selain Allah. (QS Al Maidah: 3)
Dengan demikian, iman terhadap syari'at sebenarnya tidak berhenti pada akal
semata, tetapi juga harus ada penyerahan mutlak terhadap segala yang datang dari sisiNya, sebagaimana firman-Nya :

Maka demi Rabb-mu mereka itu (pada hakekatnya) tidak beriman sebelum mereka
menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim (pemutus) terhadap perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa di hati mereka suatu keberatan
Dakwahkampusbooks

11

Satu-satunya jalan perubahan aqidah dengan membentuk pemikiran yang benar dan
jernih tentang aqidah yang shohih yang melandasi kehidupan dan kebangkitannya. Hal
ini dapat dengan menyampaikan (kepada manusia-peny) pemikiran yang benar tentang
pemecahan simpul pada 'masalah besar' (Uqdatul Kubro') dalam diri manusia. Apabila
masalah besar ini telah teruraikan, maka terurai pula masalah yang lainnya, sebab hanya
merupakan bagian atau cabang dari masalah besar tadi. Oleh karena itu bagi mereka
yang menghendaki kebangkitan dan kehidupan berada diatas jalan yang mulia, harus
terlebih dahulu memecahkan masalah besar ini dengan pemecahan yang benar, yakni
dengan aqidah yang benar.
Islam telah menangani 'masalah besar' ini. Dipecahkannya untuk manusia dengan
pemecahan yang sesuai dengan fithrah, memuaskan akal serta memberikan ketenangan
jiwa. Oleh sebab itu Islam dibangun diatas satu dasar yaitu aqidah, yang mengatakan
bahwasanya dibalik alam semesta, manusia dan kehidupan terdapat Sang Pencipta (Al
Khaliq) yang telah menciptakan ketiganya, dan yang telah menciptakan pula segala
sesuatu yang lainnya. Dialah Allah SWT. Aqidah yang mengatakan bahwasanya Pencipta
ini telah menciptakan segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Ia bersifat wajibul
wujud (wajib adanya), Ia bukan makhluk, karena sifat-Nya sebagai Pencipta memastikan
bahwa diri-Nya bukan makhluk, serta memastikan pula bahwa ia mutlak adanya. Segala
sesuatu menyandarkan wujudnya kepada diri-Nya, sedangkan Ia tidak bersandar kepada
sesuatu apapun.
Dakwahkampusbooks

12

merupakan hal yang mutlak diperlukan. Jika pemuasan ini dibiarkan berjalan tanpa
aturan akan menjadi pemuasan yang salah, berlebihan serta menyebabkan malapetaka
bagi manusia. Karena itu harus ada aturan yang mengatur gharizah dan kebutuhankebutuhan jasmani ini. Tetapi aturan ini tidak boleh datang dari pihak manusia, sebab
pemahamannya dalam mengatur gharizah dan kebutuhan jasmani selalu menjadi obyek
(sasaran) kekeliruan, perselisihan dan keterpengaruhan oleh lingkungan yang
didiaminya. Maka dari itu aturan tersebut harus datang dari Allah SWT, yang untuk dapat
sampai ke tangan manusia, haruslah melalui seorang rasul.
3. Proses Keimanan terhadap Al Qur'an Kalamullah
Adapun bukti yang sangat mudah bahwa Al Qur'an itu datang dari Allah SWT,
dapat dilihat dari kenyataan/fakta bahwa Al Qur'an itu sebuah kitab berbahasa arab yang
dibawa oleh Rasulullah SAW. Karena fakta tersebut, maka dalam upaya menentukan dari
mana asal Al Qur'an itu, dapat kita buktikan dengan tiga kemungkinan dan hanya tiga
kemungkinan itu, tidak ada kemungkinan yang lain. Ketiga kemungkinan tersebut
adalah:
Pertama, ia merupakan karangan bangsa Arab.
Kemungkinan yang pertama ini, orang yang mengatakan bahwa Al Qur'an
merupakan karangan bangsa Arab adalah suatu kemungkinan yang bathil. Sebab Al
Qur'an sendiri menantang mereka (bangsa Arab) untuk membuat karya yang
serupa. Sebagaimana tertera dalam firman-Nya:

Katakanlah: 'Maka datangkanlah sepuluh surat yang menyamainya. (QS Hud:


13)

Katakanlah: 'Kalau benar yang kamu katakan maka coba datangkan sebuah
surat yang menyamainya. (QS Yunus: 38)
Bangsa Arab telah berusaha untuk menghasilkan karya yang serupa, akan tetapi
mereka tidak juga berhasil. Jadi, jelas Al Qur'an bukan berasal dari perkataan orang
Arab, karena ketidakmampuan mereka untuk menghasilkan karya yang serupa.
Dakwahkampusbooks

13

Kedua, ia merupakan karangan Muhammad SAW.


Adapun kemungkinan yang kedua, mengatakan bahwa Al Qur'an itu karangan
Muhammad SAW, adalah kemungkinan yang bathil pula. Sebab Muhammad adalah
orang Arab juga. Bagaimanapun jeniusnya, tetaplah ia sebagai seorang manusia
yang menjadi salah satu anggota dari bangsanya. Jika bangsa Arab tidak mampu
menghasilkan karya yang serupa, maka masuk akal pula apabila Muhammad SAW
yang orang Arab itu juga tidak mampu menghasilkan karya yang serupa. Jelaslah
bahwa Al Qur'an, bukan karangannya.
Hal tersebut makin diperkuat dengan banyaknya hadits-hadits shahih dan
mutawatir dari Nabi Muhammad SAW, yang bila setiap hadits ini dibandingkan
dengan ayat manapun dalam Al Qur'an jelas tidak akan dijumpai adanya kemiripan
dari segi gaya bahasa (uslub), padahal keduanya berasal dari orang yang sama.
Akan tetapi keduanya tetap berbeda dari segi gaya bahasanya. Dan bagaimanapun
kerasnya seseorang menciptakan berbagai macam gaya bahasa dalam
pembicaraannya, tetap akan terdapat kemiripan antara gaya bahasa yang satu
dengan gaya bahasa yang lain. Jadi karena tidak ada kemiripan antara gaya bahasa
Al Qur'an dengan gaya bahasa hadits maka yakinlah bahwa Al Qur'an itu bukan
perkataan Nabi Muhammad SAW.
Dengan demikian maka terbantahlah kemungkinan pertama dan kedua. Kini
tinggal tuduhan lain yang mereka lontarkan, yaitu bahwa Al Qur'an itu disadur oleh
Muhammad SAW dari seorang pemuda Nasrani bernama Jabr. Tuduhan itu ditolak
keras oleh Allah SWT melalui firmannya:

(Dan) Sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, 'Sesungguhnya


Al Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal
bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya
(adalah) bahasa 'ajami (non arab), sedangkan Al Qur'an itu dalam bahasa Arab
yang jelas. (QS An Nahl: 103)
Inilah pembuktian yang jelas bahwa Al Qur'an itu bukan karangan bangsa Arab
atau karangan Muhammad SAW. Al Qur'an adalah perkataan Allah (kalam Allah)
yang menjadi mukjizat bagi pembawanya (Muhammad SAW). Tidak ada
kemungkinan lain selain ini, dilihat dari kenyataan bahwa Al Qur'an itu berbahasa
Dakwahkampusbooks

14

Arab.
Ketiga, ia berasal dari Allah semata, sebagaimana pernyataan pembawanya.
Setelah kedua kemungkinan tersebut terbantahkan, kini hanya tinggal satu
kemungkinan yaitu bahwa Al Qur'an itu adalah kalamullah. Kemungkinan inilah yang
shahih di antara tiga kemungkinan yang ada. Kemungkinan ini sekaligus
membuktikan bahwa Muhammad SAW adalah Rasulullah karena tidak ada yang
membawa syariat dan mukjizat kecuali seorang nabi dan rasul. Sedangkan yang
membawa syariat (Al Qur'an) tersebut tidak lain adalah Muhammad SAW.
Demikian uraian-uraian singkat namun jelas dan tegas tentang dalil aqli untuk
beriman kepada (wujudnya) Allah, kepada kebenaran kerasulan Muhammad SAW dan
kepada Al Qur'an, bahwasanya Al Qur'an merupakan kalam Allah.
Konsekuensi Iman Kepada Allah, Rasulullah SAW, dan Al Qur'an
Jadi iman kepada (wujud) Allah itu datang dari akal dan memang harus datang dari
jalan seperti ini. Ini pula yang menjadi dasar kuat untuk beriman terhadap hal-hal yang
ghaib dan segala hal yang dikabarkan oleh Allah SWT. Sebab jika kita telah beriman
kepada Allah SWT, yang memiliki sifat-sifat ketuhanan itu, maka wajib pula bagi kita
untuk beriman terhadap apa saja yang dikabarkan oleh-Nya. Baik hal itu dapat dicerna
oleh akal maupun tidak, karena semua itu dikabarkan oleh Allah SWT.
Dari sini kita wajib beriman kepada hari kebangkitan dan pengumpulan (ba'ats),
surga dan neraka, hisab dan siksa, juga beriman akan adanya malaikat, jin dan syaithan,
serta apa saja yang telah diterangkan Al Qur'an dan hadist qath'i. Iman seperti ini
walaupun didapat dengan jalan 'mengutip' (naql) dan mendengar (sama'), akan tetapi
pada dasarnya telah terbukti oleh akal. Jadi aqidah seorang muslim itu harus bersandar
kepada akal atau pada sesuatu yang telah terbukti dasarnya oleh akal. Apa saja yang tidak
terbukti oleh kedua jalan tadi, yaitu akal serta nash Al Qur'an dan hadist qath'i
(mutawatir), haram baginya untuk meyakininya. Sebab aqidah tidak boleh diambil
kecuali dengan kepastian (keyakinan).
Oleh karena itu kita wajib beriman kepada kehidupan sebelum dunia, yaitu adanya
Allah SWT dan proses penciptaan oleh-Nya; serta beriman kepada kehidupan setelah
dunia yaitu hari akhirat. Perintah-perintah Allah itu merupakan tali penghubung (shilah )
antara kehidupan dunia dengan kehidupan sebelum dunia, yaitu hubungan penciptaan
(shilatul khalq); dan sekaligus menjadi tali penghubung kehidupan dunia dengan
kehidupan sesudah dunia (shilatul muhasabah). Dan pastilah hal ihwal manusia terikat
Dakwahkampusbooks

15

oleh tali penghubung ini. Karenanya manusia wajib berjalan dalam kehidupan ini sesuai
dengan peraturan Allah dan wajib beri'tiqad bahwa ia diciptakan oleh Allah, dan akan
dihisab di hari kiamat atas segala perbuatannya di dunia.
Dengan demikian telah terbentuklah pemikiran yang jernih tentang apa yang ada di
balik kehidupan, alam semesta dan manusia. Telah terbentuk pula pemikiran yang jernih
tentang alam sebelum dan alam sesudah dunia. Dan bahwasanya terdapat 'tali
penghubung' antara dunia dengan kedua alam tersebut. Dengan demikian telah
terurailah 'masalah besar' itu secara pasti kebenarannya dengan Aqidah Islamiyah.
Apabila manusia telah berhasil memecahkan hal tadi ia dapat beralih memikirkan
kehidupan dunia serta mewujudkan pemahaman yang benar (terhadap dunia), yang
dihasilkan dari pemikiran dasar tersebut. Pemecahan itu pula yang menjadi dasar bagi
berdirinya suatu prinsip ideologis kehidupan (mabda') yang membentuk jalan menuju
kebangkitan suatu kaum. Mabda' itu pula yang akan menjadi dasar bagi tumbuh
kembangnya peradaban (hadloroh) suatu kaum. Juga menjadi dasar bagi peraturanperaturan hidupnya, dan juga menjadi dasar untuk mendirikan negaranya. Dengan
demikian dasar bagi berdirinya Islam, baik secara fikroh (ide dasar) maupun thoriqoh
(pola operasional/metode pelaksanaan) adalah Aqidah Islam itu sendiri.
Allah SWT berfirman:

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
dan kepada Kitab yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya dan kepada Kitab yang
diturunkan sebelumnya. Dan siapa saja yang mengingkari Allah dan Malaikat-Nya dan
Kitab-Kitab-Nya dan Rasul-Rasul-Nya dan hari akhir maka ia telah sesat sejauh-jauhnya
kesesatan. (QS An Nisa: 136)
Apabila semua ini (Iman kepada Allah, dst tadi) telah terbukti kebenarannya, maka
wajib pula beriman kepada Syari'at Islam (sebagaimana terhadap Aqidah Islam). Karena
seluruh syariat ini tercantum dalam Al Qur'an dan telah dibawa oleh Rasulullah SAW.
Apabila tidak beriman maka ia kufur. Seorang yang ingkar terhadap hukum-hukum syara'
secara keseluruhan atau sebagian, dapat menyebabkan ia menjadi kufur. Baik hukumhukum itu berkaitan dengan ibadah, muamalah, uqubat (sanksi), ataupun math'umat
Dakwahkampusbooks

16

ideologi yang mampu menyelesaikan segala permasalahan hidup, bahkan mengungguli


kedua ideologi yang lain.

BAB II
Mabda Islam
Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhan (kaffah) dan janganlah kamu mengikuti langkah setan. Sesungguhnya
setan itu musuhmu yang paling nyata (QS. Al Baqarah: 208)

Jika kita amati perubahan yang terjadi di berbagai belahan dunia, tidak terlepas dari
perbedaan tingkat pemikiran manusia saat itu. Konflik antar manusia, antar suku, antar
bangsa atau antar agama adalah hal yang wajar terjadi dilihat dari keragaman pemikiran
dalam masyarakat. Namun, dari berbagai perubahan yang terjadi, perbedaan
ideologilah yang nampak banyak mempengaruhi perubahan tersebut. Terjadinya perang
dingin antara blok barat (kapitalis) dan blok timur (sosialis/komunis) yang melibatkan
sejumlah negara selama bertahun-tahun menunjukkan bukti tersebut.
Dengan berakhirnya perang dingin, kini ideologi kapitalis yang dimotori Amerika
Serikat berusaha menjadikan ideologinya sebagai landasan berfikir bagi semua negara
di dunia. Hal ini dilatarbelakangi oleh 'keyakinan' bahwa ideologi kapitalis bersifat
universal seperti yang digambarkan oleh Samuel P Huntington dalam tesisnya. Amerika
Serikat lewat berbagai media komunikasi yang dikuasainya berusaha
mempropagandakan ide-ide kapitalis ke seluruh dunia seperti pluralisme, HAM,
demokrasi, perdagangan bebas dan ide-ide kufur lainnya. Wajarlah bila hampir semua
konflik atau perubahan tidak luput dari perhatian dan keikutsertaan Amerika Serikat.
Bila negara-negara tersebut tidak memenuhi keinginannya, maka AS pun tak segansegan memberikan sanksi, baik secara ekonomi ataupun secara militer.
Kesombongan AS dengan kapitalisnya, bukan berarti tanpa perlawanan. Di beberapa
negara mayoritas Islam seperti Iran, Irak, Malaysia, Libya dan juga di Indonesia mulai
bangkit orang-orang yang menentang kesombongan AS. Demikian juga di negara-negara
sisa komunis seperti Kuba, RRC dan Korea Utara. Kampanye anti Amerika juga
dilancarkan oleh sejumlah LSM di berbagai negara. Dari sini, tampak jelas bahwa
persaingan ideologi telah melahirkan suatu konflik yang berkepanjangan, apalagi setiap
pengemban ideologi akan berusaha untuk mempertahankan dan menyebarkan
ideologinya ke seluruh penjuru dunia.
Selain kedua ideologi tersebut, masih ada sebuah ideologi lagi yang pernah
menguasai dunia, yaitu ideologi Islam. Sebagai sebuah ideologi, Islam pernah jaya
selama belasan abad sejak masa Rasulullah SAW hingga keruntuhan Daulah Khilafah
Turki Utsmani th 1924. Sejak runtuhnya kekhalifahan Turki Utsmani hingga awal abad
kedua puluh satu ini, ideologi Islam tidak pernah lagi diterapkan secara kaffah. Bahkan
umat Islam sendiri banyak yang tidak mengetahui bahwa agamanya adalah sebuah
Dakwahkampusbooks

17

Definisi Mabda' (Ideologi)


Muhammad Ismail dalam bukunya Al Fikru Al Islamiy, menyatakan bahwa idelogi
(mabda') merupakan 'aqidah 'aqliyyah yanbatsiqu 'anha an nizham. Artinya; 'aqidah
'aqliyyah yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan (nizham). Menurut definisi
ini, nampak bahwa sesuatu disebut ideologi bila memiliki dua syarat, yaitu memiliki
'aqidah 'aqliyyah sebagai fikroh (ide) dan memiliki sistem (aturan) sebagai thariqah
(metode penerapan). Bila tidak memiliki kedua hal tersebut, maka tidak bisa dikatakan
sebagai ideologi.
Taqiyuddin An Nabhani, dalam kitab Nizham Al Islam menjelaskan bahwa aqidah
merupakan pemikiran yang menyeluruh tentang kehidupan dunia, kehidupan
sebelum dunia, setelah dunia dan bagaimana hubungan antara dunia dengan
kehidupan sesudah dunia. Sedangkan sistem aturan adalah mencakup berbagai
pemecahan terhadap berbagai problema kehidupan (baik pribadi, keluarga, maupun
negara; menyakut persoalan ibadah, akhlak, sosial, politik, ekonomi, dan budaya). Selain
itu juga harus mencakup metode untuk menerapkan berbagai pemecahan tersebut,
metode untuk memelihara 'aqidah, dan metode untuk menyebarkan aqidah tersebut.
Dengan demikian, 'aqidah 'aqliyyah dan bagaimana cara pemecahan problem
manusia disebut dengan ide/fikrah. Sedangkan tentang bagaimana penerapan
berbagai pemecahan tersebut, bagaimana pemeliharaan ide/fikroh, dan cara untuk
menyebarkan ide/fikroh tersebut disebut thariqah (metode operasional untuk
menerapkan aqidah tersebut). Dengan demikian suatu ideologi bukan hanya bersifat
ide-ide teoritis tanpa adanya realitas pelaksanaannya (seperti filsafat-peny) namun
mesti ada metode (cara operasional) yang jelas tentang bagaimana penerapannya
dalam masyarakat.
Dari penjelasan di atas nampak bahwa Islam mempunyai keunikan sendiri dibanding
dengan agama-agama lain di dunia. Dari segi wilayah ajarannya, Islam tidak hanya
mengatur hal yang bersifat aqidah seperti keimanan kepada Allah, Malaikat, Rasul, kitab,
hari kiamat, serta qadla dan qadar yang baik dan buruk semata dari Allah SWT. Namun
Islam juga mengatur masalah sistem atau dalam istilah lain disebut nizham atau syari'ah.
Sistem (nizham atau syari'ah) ini berbicara bagaimana Islam mengatur seluruh masalah
manusia. Dengan demikian akan nampak kesempurnaan Islam sebagai sebuah agama
dan juga ideologi. Kesempurnaan Islam tersebut secara tegas disebutkan dalam Al
Qur'an Al Karim sebagaimana firman Allah SWT:

Dakwahkampusbooks

18

Dan kami turunkan kepada kamu kitab ini untuk menerangkan semua perkara. (QS
An Nahl: 89)
juga firman-Nya:

Hari ini telah Aku sempurnakan agama kamu dan telah Aku cukupkan nikmatKu
untukmu, serta Aku ridlai Islam sebagai agama bagimu.(QS Al Maidah: 3)
Dari nash tersebut, jelas bahwa Islam telah sempurna sehingga pastilah tidak ada
satu hal pun yang tidak diatur oleh Islam. Dari masalah yang sangat sederhana seperti
memindahkan duri dari tengah jalan sampai masalah yang sangat kompleks seperti
pemerintahan, Islam mengaturnya.
Namun demikian, penjelasan yang menerangkan segala urusan tersebut secara
umumnya dinyatakan dalam bentuk amarat (tanda-tanda umum) serta tanda-tanda
yang perlu penggalian hukum untuk menguraikannya. Orang yang bertugas untuk
menggali hukum-hukum tersebut dan menyampaikannya kepada umat haruslah
seorang mujtahid. Agar hasil ijtihad dari mujtahid itu benar maka syarat-syarat ijtihad
seperti pendalaman bahasa Arab, ilmu hadits, ilmu Al Qur'an, dan tsaqofah Islam yang
lainnya mutlak diperlukan bagi seorang mujtahid. Adanya mujtahid untuk melakukan
ijtihad merupakan fardlu kifayah. Sehingga, tidak boleh dalam suatu kurun waktu tidak
ada orang yang melakukan ijtihad untuk disampaikan kepada umat.
Dari uraian di atas nampak bahwa syari'at Islam adalah syari'at yang lengkap yang
mengatur seluruh urusan manusia seperti ibadah, ekonomi, sosial, politik,
pemerintahan, pendidikan dan yang lainnya. Namun semua hukum-hukum Islam
tersebut hanya akan sempurna dilaksanakan umat Islam tatkala segala perangkat yang
melaksanakannya ada. Dalam hal ini adanya Daulah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bila
sekarang tidak ada sistem tersebut maka kewajiban kaum musliminlah untuk
mengadakan sistem tersebut sehingga segala hukum-hukum Islam dapat diterapkan
dengan sempurna. Sebab bagi orang yang beriman, Allah SWT telah memerintahkan
untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan dan tidak boleh melaksanakannya
sebagian-sebagian. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara


keseluruhan (kaffah). (QS Al Baqarah: 208 )
Adanya dakwaan Islam bukan ideologi dan pandangan hidup yang berkembang
dalam masyarakat adalah karena akibat pemahaman umat yang keliru akan Islam. Atau
juga akibat kebodohan umat Islam, sehingga mereka kurang bisa melihat realitas sejarah.
Dakwahkampusbooks

19

Mereka akhirnya memandang Islam sama dengan agama-agama lain di dunia. Padahal
agama-agama tersebut tidak memiliki konsep politik yang mengatur masalah
kehidupan. Maka tatkala umat keliru dalam memahami Islam tersebut maka umat pun
akan keliru dalam menerapkan Islam dalam masyarakat. Demikian juga ketika ada
masalah yang muncul dalam masyarakat dan karena tidak ada yang sanggup berijtihad
sehingga masalah tersebut tidak bisa dipecahkan, maka umat pun memandang Islam
tidak lengkap. Akhirnya mereka beralih kepada ideologi selain Islam untuk pemecahan
masalah tersebut. Mereka pun akhirnya mencampur adukkan Islam dengan ideologi lain
seperti demokrasi Islam dan sosialisme Islam.
Aqidah Islam sesungguhnya telah memerintahkan setiap individu untuk
menyembah hanya kepada Allah semata (QS Adz Dzariyat: 56). Penyembahan tersebut
harus dilakukan secara keseluruhan dan dilaksanakan sebagaimana yang telah
diperintahkan dan dicontohkan Rasulullah SAW. Penyembahan itu pula tidak hanya
ditunjukkan pada satu bentuk saja semisal akhlak (tingkah laku), namun juga ditujukan
pada semua aspek kehidupan, semua urusan masyarakat dan pemerintahan.
Secara umum sistem Islam mengatur setidaknya tiga hal. Pertama, hukum-hukum
yang berkenaan dengan individu dan Al Khaliq, yakni Allah SWT (hablum minallah)
seperti ibadah yang meliputi shalat, puasa, zakat, haji dan jihad. Kedua, mengatur
hubungan satu individu dengan dirinya sendiri (hablum minannafsi) seperti hukum
berpakaian, makan, minum, dan termasuk diantaranya akhlak. Ketiga, mengatur
hubungan individu dengan individu yang lainnya dalam masyarakat (hablum minannasi)
seperti urusan niaga, pendidikan, sosial, pemerintahan , politik dan hukum-hukum yang
lainnya.
Bila semua hubungan itu diatur merujuk pada sistem Islam, artinya orang Islam telah
melaksanakan kehidupan berdasarkan aqidah Islam yang benar (ideologi Islam). Selain
itu akan nampaklah bahwa memang Islam lebih unggul dibanding agama atau ideologi
yang lainnya. Realitas sejarah telah menunjukkan bagaimana tingginya peradaban Islam
dibanding peradaban yang lainnya saat itu. Umat Islam kala itu pun pantas disebut umat
terbaik sebagaimana tercantum dalam Al Qur'an surat Ali Imran ayat 110.
Secara umum kita mengenal tiga ideologi besar dunia. Mereka adalah
Kapitalis/Liberalisme, Sosialisme dan Islam. Kapitalisme dan Sosialisme sampai saat ini
masih diemban oleh beberapa Negara dan beberapa LSM. Sedangkan untuk Islam
sampai saat ini masih diemban oleh individu/partai dan belum diemban oleh Negara
sejak runtuhnya Daulah Khilafah Turki Utsmani pada 3 Maret 1924. Namun demikian
Insya Allah Daulah Khilafah Islamiyah yang akan kembali melanjutkan Islam akan segera
berdiri.
Sejak kelahirannya, setiap ideologi mempunyai kekhasannya masing-masing, baik
dari ide ataupun dari metode operasionalnya. Tentang perbandingan ketiga ideologi ini
secara garis besar bisa dilihat pada tabel-tabel berikut ini.

Dakwahkampusbooks

20

No

Fikrah/Ide
Aqidah Aqliyah

Perihal

Penyelesaian masalah hidup

Ideologi/Mabda
ISLAM

Thariqah/metod
Metode penerapan Ideologi

Metode menjaga Ideologi


Metode penyebarluasan Ideologi

Individu merupakan salah satu


anggota masyakat. Individu
diperhatikan demi kebaikan
masyarakat, dan masyarakat
diperhatikan untuk kebaikan
individu

Individu di atas segalanya.


Masyarakat adalah
kumpulan individu
individu saja.

Negara di atas segalanya.


Individu merupakan salah
satu gigi roda dalam roda
masyarakat yang berupa
sumber daya alam, manusia,
barang produksi dan lain-lain.

Ikatan perbuatan

Serba bebas (liberalisme)


dalam masalah aqidah,
pendapat, pemilikan dan
kebebasan pribadi

Tidak ada kebebasan dalam


aqidah dan pemilikan. Dalam
perbuatan bebas

7.

Tujuan tertinggi yang


hendak dicapai

Seluruh perbuatan terikan


dengan hukum syara.
Perbuatan baru bebas
dilakukan bila sesuai dengan
hukum syara
Ditetapkan oleh Allah SWT
seperti telah dibahas

8.

Tolok ukur kebahagiaan

Mencapai ridla Allah SWT yang Meraih sebanyakbanyak


terletak dalam ketaatannya
materi (berupa pangkat,
dalam setiap perbuatan
kedudukan, pujian dll.)

Meraih sebanyakbanyak
materi (berupa pangkat,
kedudukan, pujian dll.)

9.

Kebebasan pribadi dalam


berbuat

Distandarisasi oleh hukum


syara. Bila sesuai bebas
dilakukan, bila tidak maka
tidak boleh dilakukan

Mendewakan kebebasan
pribadi demi meraih
kebahagiaan yang mereka
definisikan

Dakwah & Jihad

Skema Mabda Islam

Perihal

Sumber

Dasar qiyadah fikriyah

Islam

Kapitalisme

Masyarakat merupakan
kumpulan dan kesatuan
manusia, alam dan
interaksinya dengan alam

11. Dasar Perekonomian

Setiap orang bebas


menjalankan perekonomian
dengan membatasi sebab
pemilikan dan jenis
pemiliknya. Sedangkan jumlah
kekayaan yang boleh dimiliki
tidak dibatasi.

Ekonomi di tangan negara.


Tidak ada sebab pemilikan,
semua orang boleh mencari
kekayaan dengan cara apa
pun. Namun jumlah kekayaan
yang boleh dimiliki dibatasi.

Wahyu Allah SWT kepada Buatan akal manusia yang Buatan akal manusia yang
Rasulullah SAW
memang terbatas
memang terbatas
Sekularisme; memisahkan Materialisme dan evolusi,
agama dari kehidupan
menolak keberadaan agama
masyarakat dan negara
Tidak sesuai. Sebab, disatu
sisi mengakui keberadaan
Tuhan namun pada saat
yang sama manusialah
yang dianggap layak dan
tidak punya kekurangan
untuk menetapkan aturan.

Tidak sesuai. Sebab tidak


percaya adanya Pencipta.
Manusia dianggap pusat
segalanya.

Pembuat Hukum dan


Aturan

Manusia

Manusia

Dakwahkampusbooks

Allah SWT lewat wahyuNya. Akal manusia


berfungsi menggali fakta
dan mamahami hukum
dari wahyu.

12. Kemunculan sistem aturan Allah telah menjadikan bagi


manusia sistem aturan untuk
dijalankan dalam kehidupan
yang diturunkan pada nabi
Muhammad SAW . Manusia
hanya memahami
permasalahan, lalu menggali
hukum dari Al Quran dan As
Sunah.
13. Tolok ukur
14. Penerapan hukum

21

Mendewakan kebebasan
pribadi demi meraih
kebahagiaan yang mereka
definisikan

Masyarakat merupakan
Masyarakat merupakan
kumpulan individu yang
kumpulan individumemiliiki perasaan dan
individu.
pemikiran yang satu serta
diatur oleh hukum yang sama.

Sosialisme-Komunisme

La ilaha illallah;
menyatukan antara
hukum Allah SWT dengan
kehidupan
Kesesuaian dengan fitrah Sesuai. Islam menetapkan
(dalam hal ini adanya
manusia itu lemah. Oleh
manusia yang lemah dan sebab itu, segala aturan
perlu pencipta yang Maha apa pun harus berasal dari
Mengatur)
Allah SWT lewat wahyuNya.

Ditetapkan manusia sesuai Ditetapkan manusia sesuai


kondisi
kondisi

10. Pandangan terhadap


masyarakat

Perbandingan Ketiga Mabda' Dunia


No

Sosialisme-Komunisme

Fokus

Khilafah Islamiyah

Hukum-hukum Islam

Kapitalisme

Rukun Iman
Ide tentang hukum
ibadah, sos-masy,
hukum
ekonomi,
pemerintahan,
,
pendidikan, pengadilan
dan akhlaq pengadilan
akhlaq

Islam

Dakwahkampusbooks

Ekonomi berada di tangan


para pemilik modal. Setiap
orang bebas menempuh
cara apa saja. Tidak
dikenal sebab-sebab
pemilikan. Jumlahnya pun
bebas dimiliki tanpa
batasan.
Manusia membuat hukum
bagi dirinya berdasar fakta
yang dilihatnya

Halal - haram
Manfaat kekinian
Atas dasar ketaqwaan individu, Terserah individu
kontrol masyarakat dan
penerapan dari masyarakat

Sistem aturan diambil dari


alat-alat produksi

Tolok ukur materi


Tangan besi dari negara

22

BAB III
Dakwah dan Perubahan Sosial
Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat (kelompok) yang
mengajak kepada kebajikan (Islam), memerintahkan kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS
Ali Imran: 104)
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan hubungan manusia dengan manusia
lainnya. Sehingga individu dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
masyarakat. Tidak ada satu pun agama atau ideologi lain yang memiliki aturan semacam
itu apalagi menandinginya. Rasulullah SAW telah menjelaskan hubungan individu
dengan masyarakat ini melalui sabdanya:
Perumpamaan orang yang menjaga dan menerapkan batas (peraturan) Allah
adalah laksana kelompok penumpang kapal yang mengundi tempat duduk mereka.
Sebagian mereka mendapat tempat di bagian atas, dan sebagian lain di bagian bawah,
jika mereka membutuhkan air, maka harus berjalan melewati bagian atas kapal. Maka
merekapun berujar, bagaimana jika kami lobangi saja bagian bawah kapal ini (untuk
mendapatkan air), toh hal itu tidak menyakiti orang yang berada di bagian atas. Jika
kalian biarkan mereka berbuat menuruti keinginan mereka itu, maka binasalah mereka,
dan seluruh penumpang kapal itu. Tetapi jika kalian cegah mereka, maka selamatlah
mereka dan seluruh penumpang yang lain. (HR Bukhari)
Beliau juga menjelaskan bagaimana keterpaduan individu dan masyarakat, dimana
individu berbuat untuk kemaslahatan masyarakat dan masyarakat berbuat untuk
menjaga individu. Sabda Beliau SAW:
Perumpamaan orang-orang muslim, bagaimana kasih sayang dan tolong
menolong terjalin antar mereka, adalah laksana satu tubuh. Jika satu bagian merintih
merasakan sakit, maka seluruh bagian tubuh akan bereaksi membantunya, dengan
berjaga (tidak tidur) dan bereaksi meningkatkan panas badan (demam). (HR Muslim)
Oleh karena itu Islam mewajibkan setiap pemeluknya untuk bertanggung jawab
terhadap saudaranya dan segenap umat manusia pada setiap waktu dan keadaan. Sama
sekali tidak ada tempat bagi orang yang egois atau individualis. Rasulullah SAW
bersabda:
Siapa saja yang bangun pagi hari dan ia hanya memperhatikan masalah dunianya,
maka orang tersebut tidak berguna apa-apa disisi Allah; dan barangsiapa yang tidak
memperhatikan urusan kaum muslimin, maka ia tidak termasuk golongan mereka. (HR
Thabrani dari Abu Dzar Al Ghifari)
Dakwahkampusbooks

23

Apabila secara jernih kita melihat kondisi kaum muslimin di seluruh dunia saat ini,
maka akan kita dapati ternyata setelah Daulah Khilafah runtuh pada tahun 1924 kaum
muslimin berada dalam keterpurukan di berbagai bidang kehidupan. Mulai dari
terpecah belahnya kaum muslimin oleh sekat-sekat nasionalisme, terancamnya aqidah
kaum muslimin oleh serangan misionaris agama kristen, diterapkannya sistem
demokrasi kufur di kancah kehidupan, pola hidup barat yang sudah mengakar di negerinegeri kaum muslimin, sehingga tidak ada satupun negeri kaum muslimin yang
menerapkan Islam sebagai sebuah Ideologi. Semua ini berpangkal pada rendahnya taraf
berpikir kaum muslimin yang teramat parah.
Problematika Umat Islam Kekinian
Kondisi umat Islam kekinian masih diliputi derita. Imperialisme, kemiskinan,
kebodohan, ketertinggalan dan sederet permasalahan lainnya belum juga terselesaikan.
Di negeri Indonesia ini saja misalnya, sebagai negeri yang berpenduduk muslim terbesar
di dunia, krisis multidimensi yang sejak beberapa tahun ke belakang melanda kita
nampaknya masih akan terus dirasakan. Bagaikan benang kusut, berbagai masalah itu
membelit, sehingga tidak dapat diketahui mana ujung pangkalnya, dan mana yang lebih
dahulu harus diuraikan dan diselesaikan, karena lilitan masalah itu terjadi hampir di
semua segi kehidupan. Begitu juga yang dirasakan oleh umat Islam di Asia Tengah seperti
Chechnya, di Eropa seperti Albania dan Bosnia Herzegovina, Sudan (Afrika), Iraq,
Afghanistan dan Palestina (Asia Barat), Malaysia, Pattani, dan Filipina (Asia Tenggara),
Bangladesh, Pakistan dan India (Asia Selatan), serta negeri-negeri Islam yang lain yang
tengah mengalami kondisi yang tak jauh berbeda.
Jika kita amati, negeri-negeri Islam saat ini tidak memiliki kedaulatan penuh
untuk menentukan kehidupan mereka. Intervensi negara-negara adikuasa terutama
Amerika Serikat sangat kental dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh
para penguasa negeri-negeri tersebut. Imperialime klasik berbentuk penjajahan fisik
memang tidak lagi populer, tetapi sesungguhnya umat Islam masih menjadi obyek
imperalisme gaya baru yang lebih halus dan mematikan berupa penjajahan politis
dan dominasi ekonomi melalui PBB, IMF, WTO dan berbagai lembaga internasional
lainnya.
Secara ekonomi, kebanyakan negeri-negeri kaum muslimin tergolong sebagai
negara miskin. Kenyataan ini sebenarnya sangat mengherankan. Sebab negara-negara
yang bergelimang dengan kemiskinan dan penderitaan itu sebenaranya adalah negaranegara yang sumber daya alamnya sangat melimpah. Indonesia, misalnya, negara yang
sangat terkenal dengan kesuburannnya, dan berbagai tambang minyak, emas, tembaga,
Dakwahkampusbooks

24

batu bara, dsb. yang bertebaran di berbagai wilayahnya, justru mengemis-ngemis


kepada IMF, negara-negara donor, dan investor asing. Itu terjadi karena di samping
buruknya pengelolaan kekayaan tersebut, meluasnya paktek-praktek korupsi, kolusi,
dan suap yang dilakukan atau melibatkan penguasa setempat, juga akibat dieksploitasi
dan dikeruk oleh negara-negara adidaya. Tambang emas di Irian jaya, misalnya, setiap
hari diangkut ke Amerika dan Kanada melalui Freeport. Minyak di negara-negara Teluk
tandas disedot melalui politik perdagangan yang culas dan curang.
Beberapa permasalahan tersebut hanyalah sebagian kecil dari permasalahan
yang kesengsaraannya langsung dirasakan. Pengrusakan terparah yang dilakukan
musuh-musuh Islam itu kini justru berfokus pada pengrusakan pemikiran Islam yang ada
di kepala kaum muslimin. Pemikiran Islam yang telah membuat kaum muslimin berjaya
selama berabad-abad itu telah hilang, dirusak dan diganti dengan pemikiran-pemikiran
sesat yang dilancarkan barat yang merusak aqidah dan akhlak kaum muslimin. Tidak lain
hal itu sebenarnya merupakan upaya musuh-musuh Islam untuk semakin menancapkan
kuku-kukunya di tubuh kaum muslimin. Berbagai pengrusakan itu antara lain:
(1). Sekulerisme
Sekulerisme merupakan asas dari ideologi imperialis Kapitalisme. Inti ide ini
adalah memisahkan agama dari kehidupan sosial-kemasyarakatan. Artinya, agama
jangan campur tangan dalam urusan sosial kemasyarakatan. Politik, ekonomi,
pendidikan, budaya, hubungan luar negeri, tidak boleh diatur oleh agama secara
praktis. Kalaupun agama mau berperan hanya secara moral (etika) yang memang
tidak punya pengaruh berarti. Perlu kita ingat, bukan berarti agama tidak diakui
dalam sekulerisme ini, tapi agama dimandulkan hanya urusan ritual, moral, dan
individual.
Sekulerisme juga berarti menolak aqidah Islam dan syariah Islam mengatur
masyarakat kita. Padahal, kita menyakini dengan keyakinan yang penuh umat Islam
harus tunduk pada seluruh aturan Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupannya.
Dengan asas sekulerisme ini semua yang berbau syariah Islam akan ditolak. Tidak
peduli apakah syariah Islam akan menyelamatkan manusia dan memberikan solusi
atau tidak. Sama tidak pedulinya, bahwa aturan yang bukan bersumber dari syariah
Islam telah menghancurkan manusia.
Akibatnya, dunia diatur oleh Ideologi Kapitalisme dengan asas sekulerisme ini.
Dunia diatur oleh para kapitalis yang membuat aturan atas nama rakyat, tapi justru
menyengsarakan rakyat. Kemiskinan, konflik, kesengsaraan, ketidak adilan,
merupakan buah dari kepemimpinan ideologi Kapitalisme sekarang ini.
(2). Liberalisme
Dakwahkampusbooks

25

Liberalisme masih merupakan satu paket dengan ideologi Kapitalisme.


Liberalisme sendiri lahir dari masyarakat sakit Eropa di abad kegelapan. Belenggu
dominasi raja yang mengatasnamakan Tuhan mengancam perkembangan sains dan
teknologi. Rajapun berkolabrasi dengan agamawan palsu untuk menindas rakyat.
Solusinya, belenggu ini harus dihilangkan dengan memberikan manusia kebebasan.
Melihat dari latar belakangnya jelas tidak sesuai dengan kaum muslim. Dalam
Islam, meskipun masyarakatnya terikat pada aturan Allah, ilmu, sains, dan dan
teknologi tidak terbelenggu. Bahkan Islam mendorong negara dan masyarakat
untuk meningkatkan sains dan teknologi. Bukan hanya itu, Islam juga menyediakan
fasilitas pendidikan gratis dan penghargaan terhadap sains dan teknologi yang luar
biasa.
Sejarah keemasan Islam, saat diatur oleh syariat Islam, penuh dengan
ketinggian sains dan teknologi yang sulit dibantah oleh orang-orang yang jujur.
Dunia pemikiran (intelektual), meskipun didasarkan pada Islam dan tunduk pada
aturan Islam, bukan berarti terbelenggu. Berkembangnya mazhab dan tumbuh
suburnya ijtihad merupakan bukti dari perkembangan intelektual yang produktif
ini. Karya-karya ulama bertaburan. Perpustakaan dunia Islam dipenuhi dengan
berbagai karya ulama yang membahas berbagai persoalan, mulai tafsir, aqidah,
fiqh, sampai sains dan teknologi.Aturan Islam yang diterapkan negara pun tidak
menimbulkan kediktatoran, malah memberikan kebaikan pada masyarakat dengan
pemimpin yang amanah.
Liberalisme ini juga berbahaya. Atas dasar kebebasan berpikir, mereka
berpendapat sebebas-bebasnya tanpa terikat pada Islam. Termasuk
mempersoalkan yang jelas-jelas perkara yang qoth'i yang seharusnya tidak bisa
diganggu gugat lagi . Al-Qur'an pun diragukan keabsahannya. Atas nama kebebasan
berpendapat pemikiran seseorang tidak boleh dilarang, meskipun pemikiran itu
bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam. Kebebasanpun merambah kepada
tingkah laku. Homoseksual dan lesbianisme menjadi kenyataan yang harus diterima
atas nama kebebasan. Termasuk pernikahan antar homo atau lesbi bisa menjadi
legal. Pelacuranpun dibela dan dianggap profesi yang harus dilindungi. Liberalisme
yang mengusung kebebasan ini justru akan membawa manusia ke jurang kehinaan.
(3). Pluralisme
Sebagaimana dua pemikiran sebelumnya, pluralisme merupakan pemikiran
yang berasal dari ideologi kapitalisme. Pemikiran ini memandang bahwa
masyarakat itu tersusun atas individu-individu, dan masing-masing individu
memiliki berbagai macam akidah, kemaslahatan (kepentingan), keturunan dan
kebutuhan yang berbeda-beda. Karena itu sudah semestinya bahwa masyarakat
Dakwahkampusbooks

26

itu majemuk (berbeda-beda), karena masing-masing kelompok memiliki tujuan


khusus.
Masing-masing kelompok itu memiliki ciri khas yang tidak sama satu
dengan yang lain, baik dari sisi kebutuhannya, tujuannya, nilai-nilai yang
dimilikinya, bahkan akidah atau ide yang dianutnya. Perbedaan-perbedaan
tersebut harus dijaga, karena tidak mungkin dipersatukan. Pandangan ini terkait
dengan ide kebebasan individu dalam pemikiran kapitalisme. Pluralisme
membolehkan munculnya berbagai partai, gerakan, kelompok, organisasi,
bahkan jamaah apapun yang berlandaskan kepada akidah yang kufur, atau
berasaskan pada sesuatu yang bertentangan dengan Islam, seperti partai-partai
yang berasaskan nasionalisme, kesukuan dan primordialisme. Masyarakat yang
pluralis adalah masyarakat yang membolehkan munculnya kelompok-kelompok
yang berasaskan pada sesuatu yang haram. Misalnya, dibolehkannya
perkumpulan (komunitas) orang-orang homo, lesbian, sex bebas, perkumpulan
para pemabuk atau penjudi.
Dalam hal agama, pluralisme diekspresikan dalam bentuk dialog antar
agama, toleransi umat beragama (seperti yang dipahami Barat dan kalangan
orientalis). Lebih berbahaya lagi, pluralisme menafikkan kebenaran yang absolut.
Kebenaran menjadi relatif. Implikasinya, tidak satu agamapun yang berhak
mengklaim dirinya paling benar. Dengan demikian tidak ada lagi yang membedakan
agama yang satu dengan agama yang lain. Muncullah anggapan agama itu pada
dasarnya sama. Di bidang politik juga tampak dalam bentuk aliansi (atau koalisi)
berbagai kelompok/partai yang berbeda-beda asasnya tetapi sama dalam
kepentingan yang bersifat temporer. Itu gambaran tentang pluralisme di dalam
masyarakat kapitalis sekular.

(4). Terorisme
Terorisme menjadi topik paling hangat dibahas media massa di seluruh dunia.
Pasca peledakan gedung WTC 11 September 2001, isu terorisme memang telah
menjadi isu global. Media massa Barat - yang kemudian diikuti oleh media massa
lainnya - mempunyai andil dalam membangun opini bahwa aktivitas terorisme
berkaitan dengan perjuangan Islam, yaitu melawan penjajahan AS dan sekutunya di
negeri-negeri Muslim, khususnya di Irak dan Afganistan. Aksi terorisme yang sangat
kejam itu diopinikan sebagai aktivitas kelompok Islam atau bahkan aktivitas kaum
Dakwahkampusbooks

27

Muslim secara umum dalam merespon penjajahan AS tersebut.


Dalam tataran global, aksi terorisme dapat menjadi senjata ampuh Barat
pimpinan AS untuk memojokkan Islam. Pasca keruntuhan Komunisme, Islam
menjadi ancaman serius bagi Barat. Sebab, faktanya hanya Islamlah saat ini yang
memiliki daya tolak yang memadai terhadap sistem Kapitalisme yang
diperjuangkan Barat. Sistem ini tidak akan berdaya di hadapan kesempurnaan
sistem Islam yang berasal dari Zat Yang Mahaagung. Karena itu, Barat
berkepentingan untuk melakukan pencitraan buruk terhadap Islam. Kasus-kasus
terorisme semakin mendekatkan hubungan negara-negara di dunia dengan AS
dalam agenda bersama memerangi terorisme. Artinya, semakin banyak aksi
terorisme maka semakin besar pula peluang AS untuk mendapat kewenangan
menjadi pimpinan utama dunia dalam perang melawan terorisme. Target utamanya
adalah kaum Muslim yang tidak sejalan dengan agenda global Kapitalisme-sekular.
Ada proses sistematis yang berupaya menjelmakan Islam menjadi musuh bersama
(common enemy) dunia.
Realitanya, isu perang melawan terorisme telah menjadi senjata pamungkas
bagi Barat pimpinan AS untuk melumpuhkan kebangkitan Islam. Secara lebih
spesifik, isu itu digunakan untuk menggiring publik dunia pada suatu perang global
terhadap kaum Muslim yang memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah.
Mereka memahami bahwa perjuangan penegakan syariah tersebut secara nyata
telah mengancam hegemoni sistem Kapitalisme yang mencengkeram dunia saat ini.
(5). Nasionalisme
Pasca keruntuhan kekhilafahan Islam terakhir yang berpusat di Istambul Turki
1924, dunia Islam memang tidak lagi menjadi kekuatan politik yang disegani.
Wilayahnya yang luas telah terkotak-kotak menjadi lebih dari lima puluh negara dan
terkerat-kerat oleh ikatan nasionalisme. Ikatan nasionalisme inilah yang
menggantikan ikatan kukuh yang berupa aqidah dan persaudaraan Islam yang
selama ini mereka miliki. Dengan ikatan rapuh berupa hubungan ketetanggaan,
persahabatan dan kepentingan bersama itu mereka bekerjasama. Ikatan ini pula
yang menjadikan mereka bersikap individualistik ketika negeri muslim lain
mendapat persoalan dan membutuhkan bantuan dengan alasan masalah dalam
negeri negara lain. Sangat jelas fakta dalam benak kita bagaimana Palestina yang
merupakan jantung umat Islam hingga saat ini masih dikuasai Yahudi, sedangkan
1,2 milyar kaum muslimin tidak mampu melakukan tindakan yang berarti.
Jangankan untuk menentang nasionalisme, banyak orang Islam sendiri yang
justru melanggengkan nasionalisme dengan melandaskannya pada: Cinta tanah
air sebagian dari iman. Padahal kalimat yang dianggap sebagai hadits tersebut
Dakwahkampusbooks

28

hanyalah sebuah propaganda untuk memecah belah kaum muslimin. Selain itu
kalimat tersebut bertentangan dengan sabda Rasulullah, yaitu : Bukanlah
golonganku orang yang menyeru kepada ashobiyah, bukanlah golonganku orang
yang berjuang untuk ashobiyah dan bukan golonganku orang yang mati dalam
memperjuangkan ashobiyah. (HR Muslim)
Ashobiyah yang dimaksud adalah perasaan fanatisme golongan termasuk ke
dalamnya kesukuan dan nasionalisme. Ashobiyah inilah yang telah memecah belah
kaum muslimin.
(6). HAM dan Demokrasi
Di sisi aqidah, kaum muslimin juga banyak terpesona oleh ide-ide yang
bertentangan dengan Islam. Tanpa ragu ide-ide demokrasi dan HAM dianut dan
diperjuangkan sebagai pemecah berbagai problematika hidup. Padahal ide-ide
tersebut justru menjadi sumber masalah di negeri-negeri mereka. Dengan alasan
demokrasi dan HAM, kaum muslimin ikut-ikutan memperjuangkan kebebasan
bertingkah laku, kebebasan beragama dan kebebasan berpendapat. Dari ide-ide
ini munculah derivatnya berupa ide permisivisme (keserbabolehan),. termasuk
memperbolehkan bertingkah laku apa saja asalkan tidak mengganggu orang lain.
Akhirnya judi, minuman keras, pergaulan bebas dan freesex muncul di mana-mana
dengan alasan hal itu tidak mengganggu orang lain. Akhirnya muncu bencana baru
berupa AIDS yang hingga saat ini belum ditemukan obatnya.
(7). Pengrusakan Martabat Wanita
Di barat, wanita bukanlah seorang sosok yang berperan sangat mulia untuk
mendidik generasi mendatang yang berkualitas. Mereka mengganggap wanita
sebagai sebuah barang dan bisa jadi sebuah komoditi yang bisa dirasakan oleh siapa
saja. Aurat wanita diumbar di mana-mana. Media massa tidak henti-hentinya
menayangkan gambar wanita telanjang maupun sedikit tidak telanjang untuk
melariskan dagangan. Model wanita karier berkembang dimana-mana. Kuno dan
haram sepertinya ketika harus memakan gaji suami. Sehingga akhirnya tugasnya yang
mulia sebagai pendidik generasi masa depan yang berkualitas ditinggalkan.

menentukan arah perjuangannya. Seluruh potensi dan kekuatan umat pun harus
dikerahkan menyelesaikan masalah utama tersebut. Tanpa memahami dan membatasi
masalah tersebut, maka arah perjuangan umat pasti tidak akan terarah dan berakhir
dengan kesia-siaan.
Dengan membatasi masalah utama umat Islam ini pula, maka menjadi jelaslah
tujuan yang diupayakan oleh seluruh pengemban dakwah Islam, baik dalam bentuk
kutlah-kutlah (kelompok dakwah), jama'ah-jama'ah, atau pun partai-partai politik (al
hizbu as siyaasi).
Setelah melakukan pengkajian secara mendalam terhadap Islam dan kondisi
umat Islam saat ini, maka dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya al qadliyyah al
mashiriyyah umat Islam saat ini adalah bagaimana memberlakukan kembali hukum
yang diturunkan Allah SWT secara totalitas. Caranya, dengan menegakkan kembali
sistem Khilafah Islamiyyah dan mengangkat seorang khalifah yang dibaiat atas dasar
Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Dialah yang akan mengusir negara kafir imperialis dari
negeri-negeri muslim, menggusur perundang-undangan kufur untuk kemudian
menggantinya dan merealisasikan hukum-hukum Islam, menyatukan negeri-negeri
Islam di dalam naungan khilafah, serta mengemban risalah Islam ke seluruh dunia
melalui dakwah dan jihad.
Minimal ada dua alasan mengapa berlakunya hukum-hukum Islam dalam
kehidupan individu, masyarakat, dan negara ini dapat dikategorikan sebagai al
qadliyyah al mashiriyyah bagi umat Islam.
Pertama, Allah SWT telah mewajibkan umat Islam untuk menerapkan Islam
secara totalitas. Dan hal itu hanya bisa dilakukan dengan tegaknya Daulah Khilafah
Islamiyyah. Ada pun dasar pemikiran tentang wajibnya memberlakukan hukum-hukum
Islam dan menegakkan daulah adalah sebagai berikut:

Melihat begitu banyaknya permasalahan yang terjadi hampir pada semua


aspek kehidupan, umat Islam harus mengetahui dan membatasi masalah utamanya.
Masalah utama (al qadliyyah al mashiriyyah) ini adalah masalah yang sangat mendesak
dan harus didahulukan penyelesaiannya sebelum masalah lainnya. Dengan mengetahui
dan membatasi masalah utama tersebut, akan memudahkan umat Islam dalam

Beriman terhadap keberadaan Allah SWT, tidak cukup hanya mengimani-Nya


sebagai satu-satunya Dzat yang menciptakan alam semesta dan isinya, tetapi juga
mengimaninya sebagai Rabb dan Ilaah yang wajib ditaati semua perintah dan laranganNya. Allah SWT telah menciptakan manusia semata-mata untuk beribadah kepada-Nya
(Ad Dzariyaat: 56). Dan untuk itu, Allah SWT menurunkan dien yang mewajibkan seluruh
manusia untuk menjalankannya. Terakhir, Allah menurunkan Islam sebagai risalah
penutup semua risalah yang dibawa oleh para nabi sebelumnya. Keberadaan risalah
yang dibawa Rasulullah SAW tersebut menghapus berlakunya risalah sebelumnya.
Risalah Islam ini diperuntukkan kepada seluruh manusia tanpa terkecuali (QS. Saba'
:28). Sehingga, sejak diturunkannya Islam ke dunia, seluruh manusia wajib mengikatkan
dirinya dengan syariat Islam, menerapkan, dan memberlakukan hukum-hukumnya.
Kewajiban ini tercantum dalam nash-nash syara', baik dalam Al Qur'an maupun Sunnah
Rasulullah SAW. Di antaranya adalah firman Allah SWT ;

Dakwahkampusbooks

Dakwahkampusbooks

Al Qadliyyah al Mashiriyyah

29

30

Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah" (QS. AL Hasyr: 7)
Dalalah (penunjukan) ayat ini bersifat qath'iy dalalah (pasti penunjukkannya),
yakni menunjukkan kewajiban terikat dengan hukum-hukum syara'. Allah
memerintahkan kaum muslimin agar melaksanakan apa-apa yang dibawa atau
diperintahkan Rasulullah, baik yang berupa perintah wajib, sunnah, maupun mubah,
serta mengharuskan mereka meninggalkan segala yang dilarang, baik yang haram
maupun yang makruh. Dan Allah juga memerintahkan untuk mencegah apa yang
dilarang bagi mereka. Maka seluruh manusia wajib terikat dengan setiap seruan yang
dibawa Rasulullah. Sedangkan perintah dalam ayat tersebut menunjukkan wajib apabila
dikaitkan dengan qarinah (indikasi) ayat lainnya. Seperti, firman Allah SWT:
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa
fitnah atau ditimpa azab yang pedih" (An Nur: 63).
Pada ayat ini, Allah SWT memberikan ancaman kepada siapa saja yang
menyimpang dari perintah Rasulullah akan diberikan iqaab (sanksi) berupa
ditimpakannya fitnah atau adzab yang pedih di akhirat. Ini menunjukkan bahwa mentaati
syariat yang dibawa Rasulullah (Islam) itu bersifat jazim (tegas/pasti), yakni memberikan
implikasi hukum wajib. Dengan demikian lafadz dan pada QS Al Hasyr : 7 itu bersifat
wajib.
Indikasi lain yang menunjukkan bahwa wajib bagi setiap muslim untuk
mengambil hukum syara' dan terikat dengannya adalah firman Allah SWT:
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya" ( An Nisa 65)
Ayat ini menafikan (meniadakan) iman seseorang yang tidak merujuk kepada
Rasulullah SAW atau hukum syara'. Sebab bertahkim kepada Rasulullah berarti juga
bertahkim kepada hukum syara'. Pengertian tersebut bisa disimpulkan demikian karena
Rasulullah SAW tidak memutuskan hukum apapun berdasarkan undang-undang yang
berlaku menurut adat dan kebiasaan masyarakat, ataupun mitos nenek moyang mereka.
Akan tetapi Rasulullah SAW diperintahkan untuk mengadili dan memutuskan mereka
dengan hukum syara' semata yang berasal dari Allah SWT, seperti yang ditegaskan dalam
firman-Nya:
"Dan handaklah kamu memutuskan hukum di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhatihatilah dengan tipu daya mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebagian apa yang diturunkan Allah SWT kepadamu" (QS Al Maidah: 49).

Disamping itu, Allah SWT telah mengkaitkan perintah-Nya untuk menjadikan


Rasulullah SAW sebagai hakim dengan ada atau tidaknya iman. Juga, diwajibkan atas
mereka untuk menerima keputusan Rasulullah SAW tersebut dengan rela dan tunduk,
serta tidak boleh ada sedikit pun ada keberatan dalam dirinya.
Allah SWT mengancam bagi orang-orang yang mengambil hukum selain hukum
syara' sebagaimana firman-Nya:
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya beriman
kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum
kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut padahal mereka telah diperintahkan
mengingkari thaghut itu. Dan syaithan bermaksud menyesatkan mereka dengan
penyesatan sejauh-jauhnya" (An Nisa: 60).
Pengakuan bahwa mereka telah beriman kepada Al Qur'an, mengharuskan
mereka untuk bertahkim kepada hukum Al Qur'an itu. Apabila ia justru menginginkan
untuk bertahkim kepada hukum yang tidak bersumber dari Al Qur'an (hukum thaghut),
padahal ia diperintahkan untuk mengkufurinya, maka jelas itu bertentangan dengan
pengakuan orang tersebut bahwa ia telah beriman. Oleh karena itu, iman seseorang
kepada Islam mewajibkan ia bertahkim kepadanya. Dengan demikian, seorang muslim
harus terikat dengan hukum-hukum Islam. Apabila ia tidak terikat, berarti ia telah
menempuh jalan kekufuran. Bahkan pada hakikatnya ia tidak beriman kepada ajaran
Islam.
Syara' juga telah menegaskan hal ini secara jelas dan terang-terangan terhadap
para penguasa dan qadli/hakim. Merekalah pihak yang termasuk ke dalam jajaran para
pelaksana hukum syara'. Mereka dilarang menjalankan hukum thaghut (selain hukum
Allah SWT). Jika mereka tetap menjalankan hukum thaghut, maka mereka termasuk
orang-orang kafir, dzalim, dan fasik. Mereka dianggap kafir secara pasti apabila meyakini
bahwa hukum Islam tidak relevan lagi untuk memecahkan problematika manusia di
abad sekarang, justru meyakini bahwa selain Islam, semisal sosialisme atau kapitalisme,
lebih handal dan mampu memecahkan problematika hidup. Allah SWT berfirman:
"Barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturnkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang kafir" (Al Maidah: 44).
Tetapi jika mereka masih meyakini bahwa hukum Islam itu mampu
memecahkan segala problema kehidupan, tetapi ia taat pada hukum-hukum selain
Islam karena alasan takut terhadap penguasa atau tekanan negara-negara besar atau
ada keyakinan bahwa mereka tidak mampu menerapkan hukum Islam, maka mereka
termasuk orang-orang yang dzalim dan fasik, sebagaimana yang disebutkan dalam Al
Qur'an surat Al Maidah 45 dan 47. Sebab, ia telah mengerjakan sesuatu yang
diharamkan.
"Barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah,

Dakwahkampusbooks

31

Dakwahkampusbooks

32

maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim (Al Maidah 45).
"Barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturnkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang fasik " (Al Maidah: 47).
Ada pun negeri-negeri Islam --sebuah kondisi yang amat disayangkan-semuanya memberlakukan perundang-undangan dan hukum kufur, kecuali hanya
sebagian saja hukum-hukum Islam, seperti hukum nikah, talak, rujuk, cara memberi
nafkah, waris, perwalian, atau pun sengketa tentang anak. Hanya hukum-hukum
semacam inilah yang mereka serahkan pelaksanaannya kepada pengadilan khusus, yang
diberi istilah sebagai pengadilan agama.
Jika ini yang terjadi, maka jelaslah masalah utama (al qadliyyah al mashiriyyah)
umat Islam sejak runtuhnya daulah khilafah Islamiyyah di Turki adalah kembali
diterapkannya Islam dalam bernegara dan bermasyarakat, yaitu dengan jalan
menegakkan kembali sistem khilafah dan membaiat seorang khalifah yang akan
memberlakukan kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, menyatukan negeri-negeri Islam
menjadi satu negara, dan mengemban risalah Islam keseluruh dunia.
Mengapa masalah tersebut dianggap sebagai masalah utama? Karena syara'
telah mewajibkan seluruh kaum muslimin untuk mengamalkan hukum-hukum Islam
secara totalitas dan direalisasikan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Bahkan Islam telah menjadikan ketentuan sikap terhadap masalah utama ini
sebagai masalah antara hidup dan mati. Hadits yang diriwayatkan oleh Ubadah bin
Shamit ra dan hadits Auf bin Malik di atas menunjukkan bahwa kaum muslimin harus
menggusur bahkan memerangi para penguasa dalam daulah Islamiyyah yang
menghentikan penerapan hukum Islam, dan justru memberlakukan hukum-hukum
kufur.
Rasulullah SAW juga menegaskan betapa pentingnya keberadaan khilafah bagi
kaum muslimin. Siapa saja di antara mereka yang mati sedangkan khilafah tidak tegak,
mereka diancam dengan ancaman yang sangat menakutkan, yakni mati jahiliyyah.
Rasulullah SAW bersabda:
Barang siapa yang melepaskan tangannya dari ketaatan kepada Allah, niscaya
dia akan menemui Allah di hari Kiamat dengan tanpa alasan. Dan barang siapa yang
mati sementara di lehernya tidak ada baiat (kepada khalifah) maka dia mati dalam
keadaan mati jahiliyyah (HR Muslim).
Kewajiban mendirikan khilafah tidak sebagaimana kewajiban-kewajiban
lainnya. Sebab, lenyapnya daulah Islamiyyah berarti terlantarnya lebih dari tiga per
empat syariat Islam. Hukum-hukum Islam yang mengatur persoalan pemerintahan,
ekonomi, sosial, pendidikan, hubungan luar negeri, jihad, hudud, jinayat, ta'zir,
mukholafat, dan sebagainya tidak bisa diterapkan.
Dakwahkampusbooks

33

Alasan kedua mengapa mendirikan khilafah Islamiyyah yang menerapkan


hukum-hukum Islam itu menjadi masalah utama --disamping kewajiban tegaknya
khilafah yang harus segera didirikan-- adalah karena sebenarnya berbagai problematika
lainnya yang sekarang menghimpit kaum muslimin adalah akibat lenyapnya Daulah
Khilafah Islamiyyah.
Tiadanya Daulah Khilafah Islamiyyah telah mengakibatkan bercokolnya
pemikiran dan hadlarah (peradaban), akhlak, dan gaya hidup Barat di benak putra-putri
kaum muslimin. Aqidah Islam yang merupakan satu-satunya aqidah yang shahih justru
ditanggalkan oleh sebagian besar putra-putri kaum muslimin, dan diganti dengan
aqidah sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan dan ide-ide turunannya
yang mendatang malapetaka bagi manusia.
Tiadanya khilafah yang memimpin kaum muslimin secara keseluruhan telah
mengakibatkan terpecah belahnya kaum muslimin menjadi lebih dari 50 negara dan
terbukti telah menimbulkan banyak persoalan.
Lebarnya jurang kemiskinan dan kekayaan yang terjadi di dunia Islam adalah
akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme, Demikian pula kemiskinan yang di
alami kaum muslimin karena mereka dipimpin oleh para pemimpin yang sangat korup,
dan membiarkan kekayaan begerinya dijarah dan dikuras oleh para penjajah kafir. Ini
juga tidak akan terjadi jika sistem khilafah ada di tengah-tengah umat.
Merosotnya moralitas, tingginya angka kriminalitas, dan merebaknya berbagai
kemungkaran dan kemaksiatan adalah produk sistem kufur yang melingkupi mereka.
Jika ada Daulah Khilafah Islamiyyah maka semua itu akan dicegahnya. Khilafah
Islamiyyah akan menghentikannya, membasmi kerusakan yang nampak di tengahtengah masyarakat, memelihara aqidah, serta yang akan mencegah seluruh
penyimpangan aqidah, perusakan aqidah atau menyalahi aqidah.
Khilafah juga menghantarkan terciptanya suasana penuh keimanan, akhlak
yang mulia di seluruh lapisan masyarakat, melalui media penerangan, pendidikan, serta
berbagai lembaga lainnya. Penanganan dan pengaturan Daulah Islamiyah ini tidak akan
mengkhawatirkan hanyutnya para pemuda dan pemudi dari propaganda kemungkaran,
kerusakan, demoralisasi.
Tiadanya khilafah Islamiyyah memberikan kemudahan bagi negara-negara
Barat yang kafir untuk mencengkeramkan dominasi mereka terhadap kaum muslimin,
merampok kekayaan alamnya, menginjak-injak kehormatannya, bahkan mengusir dan
membantai penghuninya. Raulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya seorang imam (khalifah) adalah perisai. Diperangi orang yang ada di
baliknya dan dijadikan pelindung" (HR Muslim).
Berbagai problematika yang yang sekarang melilit kaum muslimin Itu tidak
Dakwahkampusbooks

34

akan terjadi jika sistem khilafah masih tegak. Karena Daulah Khilafah Islamiyyah bukan
sekadar sistem pemerintahan, tetapi juga berfungsi sebagai al haaris (penjaga) aqidah, al
munaffidz (pelaksana) syariah, al muqiim (penegak) agama, al muwahhid (penyatu)
barisan kaum muslimin, al haamiy (penjaga) negeri-negeri kaum muslimin, darah, harta,
dan cita-cita mereka, serta yang yang akan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia
dan memimpin umat dalam berjihad fisabilillah.
Wujud Kepedulian dan Tanggungjawab
Sungguh tidak cukup hanya dengan mengelus dada atau mengeluarkan air mata,
menyaksikan realitas buruk di depan mata. Karena bagaimana mungkin seseorang dapat
tegak berdiri di hadapan Allah SWT apabila ditanya tentang keterdiamannya ketika
hukum-hukum Allah dicampakkan, ketika Islam tidak dijadikan sebagai pemutus perkara
di tengah-tengah kehidupan, ketika Islam terasing di pojok-pojok sempit kehidupan
sebatas etika, moral dan spiritual, yang bermuara pada tidak adanya kehidupan yang
Islami.
Umat membutuhkan orang-orang yang mau dan mampu membawa umat kembali
menuju kemuliaan dan ketinggiannya dengan jalan meningkatkan taraf berpikir umat
dengan pemikiran Islami. Sehingga bukan mustahil masa kejayaan Islam seperti pada
masa Rasulullah SAW, para shahabat, Khulafaur Rasyidin dan para kekhalifahan
sesudahnya akan terulang kembali.
Sebagaimana firman Allah SWT:

pernah ditundukkan oleh pasukan kaum muslimin. Sementara, kota Roma belum
pernah ditundukkan. Insya Allah, suatu saat terjadi dan kejayaan Islam tinggal
menunggu waktunya saja.
Oleh sebab itu, orang yang memiliki rasa tanggung jawab dan peduli terhadap diri,
keluarga, dan umatnya serta mengharapkan keridhaan Rabbnya, akan berusaha sekuat
tenaga melakukan perubahan ke arah Islam. Berkaitan dengan ini Allah SWT
mensyariatkan aktivitas --yang dikenal dengan istilah dakwah-- yang merupakan salah
satu bagian syariat Islam. Dengan dakwah, Islam bisa kembali tersebar ke seluruh
penjuru dunia, dipeluk, dipahami dan diamalkan oleh manusia dari berbagai suku dan
bangsa.
Dakwah, suatu Kewajiban
Dakwah menurut makna bahasa adalah seruan. Sedangkan menurut makna syara',
dakwah adalah seruan kepada orang lain agar mengambil yang khoir (Islam), melakukan
kema'rufan dan mencegah kemunkaran. Atau juga dapat didefinisikan dengan upaya
untuk merubah manusia baik perasaan, pemikiran, maupun tingkah lakunya-- dari
jahiliyah ke Islam, atau dari yang sudah Islam menjadi lebih kuat lagi Islamnya. Terhadap
masalah dakwah ini Allah SWT berfirman:

Serulah manusia ke jalan Rabbmu (Allah) dengan jalan hikmah (hujjah) dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik (QS An Nahl:
125)
Dan Allah SWT telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu
dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh pasti menjadikan mereka
berkuasa di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum
mereka berkuasa (QS An Nur: 55)
Juga para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah SAW:Ya Rasulullah, kota
manakah yang akan lebih dahulu ditundukkan, kota Konstantinopel ataukah kota
Roma? Rasulullah SAW menjawab:Kota Heraklius (Konstantinopel) yang akan
ditundukkan terlebih dahulu. (HR Ahmad dan Ad Darmi)
Sejarah mencatat bahwa kota Konstantinopel --sekarang Istambul, Turki -- sudah
Dakwahkampusbooks

35

Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lainnya. Mereka menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat
Dakwahkampusbooks

36

kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah dan sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS At Taubah: 71)
Dari ayat-ayat itu, jelas bahwa dakwah hukumnya wajib karena Allah berjanji akan
memberi rahmat kepada orang yang berdakwah. Hal ini merupakan indikasi (qarinah)
yang menunjukkan ketegasan perintah tersebut. Demikian pula qarinah yang tegas itu
terlihat pada sabda Rasulullah SAW:
Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, sungguh kalian (memiliki dua
pilihan, yaitu) benar-benar memerintah berbuat ma'ruf dan melarang berbuat munkar,
ataukah Allah akan mendatangkan siksa dari sisi-Nya yang akan menimpa kalian.
Kemudian setelah itu kalian berdo'a, maka do'a itu tidak akan dikabulkan. (HR
Tirmidzi)

Agenda Dakwah ke Depan


Kita umat Islam harusnya menyadari kekuatan dan potensi yang kita miliki,
sehingga dengan potensi ini kita mengetahui kenapa Allah Swt menjuluki kita sebagai
khairul ummah, umat yang terbaik (Q.S Ali Imran 110). Potensi dan kekuatan yang
dimiliki umat Islam diantaranya,
Negeri Islam adalah wilayah yang kaya sumber daya alam dan strategis secara
geopolitis
Lebih 70% cadangan minyak dunia yang sangat vital itu ada di dunia Islam
Belum lagi sumber daya alam lain (emas, timah, tembaga, batubara, dan
sebaganya)
Posisi negeri Islam (wilayah timur tengah, Asia Tenggara, Asia Tengah, Asia
Selatan) berada pada titik-titik penting secara geografis, ekonomi dan militer.
Menguasai dunia Islam berarti menguasai pasokan energi dan SDA lain serta

menguasi posisi strategis dunia


Islam juga adalah peradaban (hadharah) yang lebih unggul (Samuel P
Huntington, the Clash of Civilization: 1996);
Peradaban Islam mempunyai konsepsi kehidupan yang khas dan unik; berbeda
dengan Sosialisme maupun Kapitalisme, baik di bidang politik, pemerintahan,
ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan, keamanan, maupun yang
lain.
Islam adalah satu-satunya agama dan ideologi yang sesuai dengan fitrah
manusia, memuaskan akal dan menenteramkan jiwa. Karena diturunkan oleh
Dzat yang Maha Tahu akan fitrah, akal dan jiwa ciptaan-Nya.
Sumber daya manusia yang sangat besar (lebih dari 1,4 milyar), lebih besar dari
pemeluk agama manapun
Sumber daya alam yang sangat melimpah lebih dari wilayah manapun
Posisi geografis yang sangat strategis secara ekonomi, politik dan militer
Dengan Islam sebagai pandangan hidup yang sempurna dan basis ideologi serta
sistem politik yang khas, maka Islam dan Dunia Islam bakal menjadi rival
potensial yang akan mengancam dominasi Barat di masa mendatang pasca era
perang dingin
Melihat realitas potensi yang dimiliki, sangat mungkin umat Islam bangkit dari
keterpurukannya selama ini. Namun, bagaimana langkah nyata menuju sebuah
kebangkitan?
Kita harus berfikir mendalam untuk memahami apa sesungguhnya rahasia
sebuah kebangkitan, sebelum kemudian menentukan langkah menuju kesana.
Kebangkitan bisa berarti kesadaran, ketercerahan, kemampuan untuk memahami dan
menentukan langkah mandiri. Kebangkitan juga diindikasikan oleh kemampuan
mempengaruhi bahkan menguasai.
Kebangkitan bangsa-bangsa tidak ditentukan oleh kemajuan teknologinya
karena kita menyaksikan bagaimana Jepang yang merupakan salah satu negara yang
menguasai teknologi tinggi tapi ia tidak mampu mengendalikan kekuatannya, dan masih
dalam kendali Amerika. Kebangkitan juga bukan ditentukan oleh masalah ekonomi,
karena dengan jelas kita melihat bagaimana Saudi Arabia, Brunei Darussalam termasuk
juga Jepang dan negeri-negeri kaya lain yang tetap tidak mampu menentukan keputusan
mereka secara mandiri. Nasib mereka berada dalam genggaman Amerika. Saudi
Arabia saat ini terbelit utang kepada Amerika, sedang Jepang harus memberikan
sumbangan dana kepada Amerika agar kepentingan ekonominya terjaga. Kita juga bisa
memastikan kebangkitan tidak ditentukan oleh ketinggian moral (kemuliaan akhlak)
karena kita membuktikan Madinah yang penduduknya adalah penduduk yang paling
mulia akhlaknya di seluruh dunia tetapi mereka ternyata tidak bangkit. Mereka

Dakwahkampusbooks

Dakwahkampusbooks

Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia


merubahnya dengan tangannya, dan apabila ia tidak mampu, maka hendaklah ia
merubahnya dengan lisannya, dan apabila ia tidak mampu, maka hendaklah
merubahnya dengan hatinya. Dan sesungguhnya hal itu merupakan selemah-lemahnya
iman. (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At Turmidzi, An Nasaa'i, Ibnu Majah, dari Abi
Sa'id Al Khudri)
Seorang muslim yang ingin berbekal taqwa, maka tentunya ia akan bersama-sama
dengan kaum muslimin yang lain memikul kewajiban dakwah ini. Bila tidak berarti ia
ridho dengan keadaan saudaranya --kaum muslimin-- yang sedang terpuruk dan terhina,
lebih dari itu di akhirat Allah SWT menyediakan siksaan yang amat pedih sebagai balasan
atas perbuatan yang dipilihnya.

37

38

membeku seperti es tatkala menyaksikan perang saudara antara Arab Saudi dengan Iraq
yang notabene keduanya adalah kaum muslimin. Sebaliknya masyarakat Paris adalah
masyarakat yang bermoral rendah tetapi mereka bangkit. Termasuk masyarakat
Amerika dan Eropa yang gaya hidupnya bebas dan tidak terikat oleh etika-etika moral
tetapi mereka mampu menguasai dunia. Sungguh kebangkitan ternyata tidak
ditentukan oleh itu semua.
Rahasia kebangkitan adalah kebangkitan taraf berfikir. Dari berfikir hewani
yang sekedar berfikir untuk hidup-, meningkat menjadi berfikir manusiawi -yang
berusaha memperjuangkan kemuliaan manusia dengan ideologi tertentu. Berfikir
ideologis inilah yang telah menghantarkan umat Islam dahulu mampu menguasai dunia,
meski hanya berkendaraan kuda dan unta. Sebab teknologi hanya sarana yang akan
berubah mengikuti perubahan dunia. Sedangkan mabda' tidak akan berubah terutama
mabda' Islam. Ia tetaplah mabda' dan tetap layak menguasai dunia. Menjadi semakin
jelas bagi kita bahwa hanya dengan menjadikan Islam sebagai mabda' maka kaum
muslimin akan bangkit, bergerak dan menyelesaikan berbagai persoalannya.
Tugas para pengemban dakwah ke depan adalah menyadarkan umat untuk
bersama-sama bangkit dan menggunakan seluruh potensi serta kekuatan yang dimiliki
sehingga mampu menyelesaikan seluruh problematika umat sekaligus
menghancurluluhkan kaum kair imperialis yang selama ini memusuhi Islam dan kaum
muslimin.

Terpuruknya kaum muslimin di berbagai sendi kehidupan


sejak runtuhnya Daulah Khilafah Islamiyah 1924
Dakwah wajib

meningkatkan taraf berpikir umat

Wujud kepedulian
dan tanggung jawab

Islam berjaya kembali

Hal tersebut tentu saja menjadi tugas berat bagi para pengemban dakwah.
Beberapa hal yang dapat menjadi bekal pengemban dakwah dalam menjalani
perjuangaannya dipaparkan sebagai berikut:
1. Membentuk pemikiran ideologis . Artinya, pengemban dakwah harus
memahami Islam sebagai sebuah ideologi, yang terdiri dari akidah dan syariat,
yang berfungsi untuk memecahkan seluruh problematika hidup manusia.
Pengemban dakwah harus yakin bahwa Islam merupakan aturan hidup yang
sempurna, yang tidak lagi membutuhkan pengurangan atau penambahan dari
aturan-aturan lain di luar Islam.
2. Tidak berpikir pragmatis. Artinya, pengemban dakwah tidak boleh terjebak oleh
kepentingan-kepentingan sesaat atau jangka pendek dalam mengambil sikap
dan keputusan. Setiap sikap dan keputusan harus diambil berdasarkan
pertimbangan ideologi Islam. Misalnya, ketika terjadi krisis ekonomi,
penyelesaiannya bukan dengan mengundang IMF, tetapi harus ditelusuri akar
permasalahannya, lalu dipecahkan dengan mengacu pada ideologi Islam yang
memiliki konsep tersendiri dalam bidang ekonomi.
Dakwahkampusbooks

39

Dakwahkampusbooks

40

BAB IV
AL KHILAFAH
"Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian
kepada Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian." (QS. An-Nisaa` [4]: 59)
Khilafah adalah kepemimpinan, imamah, biasa juga disebut kekhalifahan. Ia merupakan
satu bentuk pemerintahan Islam. Pemimpin pemerintahannya dinamakan khalifah.
Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia. Khilafah
bertanggung jawab menerapkan hukum Islam, dan menyampaikan risalah Islam ke
seluruh muka bumi. Khilafah terkadang juga disebut Imamah; dua kata ini mengandung
pengertian yang sama dan banyak digunakan dalam hadits-hadits shahih.
Sistem pemerintahan Khilafah tidak sama dengan sistem manapun yang sekarang ada di
Dunia Islam. Meskipun banyak pengamat dan sejarawan berupaya menginterpretasikan
Khilafah menurut kerangka politik yang ada sekarang, tetap saja hal itu tidak berhasil,
karena memang Khilafah adalah sistem politik yang khas.
Khilafah sama sekali berbeda dengan sistem Republik yang kini secara luas dipraktekkan
di Dunia Islam. Sistem Republik didasarkan pada demokrasi, dimana kedaulatan berada
pada tangan rakyat. Ini berarti, rakyat memiliki hak untuk membuat hukum dan
konstitusi. Di dalam Islam, kedaulatan berada di tangan syariat. Tidak ada satu orang pun
dalam sistem Khilafah, bahkan termasuk Khalifahnya sendiri, yang boleh melegislasi
hukum yang bersumber dari pikirannya sendiri.
Khalifah adalah kepala negara dalam sistem Khilafah. Dia bukanlah raja, melainkan
seorang pemimpin terpilih yang mendapat otoritas kepemimpinan dari kaum Muslim,
yang secara ikhlas memberikannya berdasarkan kontrak politik yang khas, yaitu bai'at.
Tanpa bai'at, seseorang tidak bisa menjadi kepala negara. Ini sangat berbeda dengan
konsep raja atau dictator, yang menerapkan kekuasaan dengan cara paksa dan
kekerasan. Contohnya bisa dilihat pada para raja dan diktator di Dunia Islam saat ini, yang
menahan dan menyiksa kaum Muslim, serta menjarah kekayaan dan sumber daya milik
umat.
Sebagian kalangan menyamakan Khalifah dengan Paus, seolah-olah Khalifah adalah
Pemimpin Spiritual kaum Muslim yang sempurna dan ditunjuk oleh Tuhan. Ini tidak
tepat, karena Khalifah bukanlah pendeta. Jabatan yang diembannya merupakan jabatan
eksekutif dalam pemerintahan Islam. Dia tidak sempurna dan tetap berpotensi
melakukan kesalahan. Itu sebabnya dalam sistem Islam banyak sarana check and balance
untuk memastikan agar Khalifah dan jajaran pemerintahannya tetap akuntabel.
Dalil wajibnya Khilafah
Di dalam al-Quran memang tidak terdapat istilah Khilafah yang berarti negara. Tetapi di
dalam al-Quran terdapat ayat yang menunjukkan wajibnya umat memiliki
pemerintahan/negara (ulil amri) dan wajibnya menerapkan hukum dengan hukumDakwahkampusbooks

41

hukum yang diturunkan Allah SWT. Allah SWT berfirman:


"Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada
Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian." (TMQ. An-Nisaa` [4]: 59).
Ayat di atas telah memerintahkan kita untuk mentaati Ulil Amri, yaitu Al Haakim
(Penguasa). Perintah ini, secara dalalatul iqtidha`, bererti perintah pula untuk
mengadakan atau mengangkat Ulil Amri itu, seandainya Ulil Amri itu tidak ada, sebab
tidak mungkin Allah memerintahkan kita untuk mentaati pihak yang eksistensinya tidak
ada. Allah juga tidak mungkin mewajibkan kita untuk mentaati seseorang yang
keberadaannya berhukum mandub.
Maka menjadi jelas bahawa mewujudkan ulil amri adalah suatu perkara yang wajib.
Tatkala Allah memberi perintah untuk mentaati ulil amri, bererti Allah memerintahkan
pula untuk mewujudkannya. Sebab adanya ulil amri menyebabkan terlaksananya
kewajiban menegakkan hukum syara', sedangkan mengabaikan terwujudnya ulil amri
menyebabkan terabaikannya hukum syara'. Jadi mewujudkan ulil amri itu adalah wajib,
kerana kalau tidak diwujudkan akan menyebabkan terlanggarnya perkara yang haram,
iaitu mengabaikan hukum syara' (tadhyii' al hukm asy syar'i).
Di samping itu, Allah SWT telah memerintahkan Rasulullah SAW untuk mengatur urusan
kaum muslimin berdasarkan hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT. Firman Allah
SWT:
"Maka putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (dengan) meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu." (TMQ. Al-Ma'idah [5]: 48).
"Dan putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah
dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari apa yang telah
diturunkan Allah kepadamu" (TMQ. Al-Ma'idah [5]: 49).
Dalam kaedah ushul fiqh dinyatakan bahwa, perintah (khithab) Allah kepada Rasulullah
juga merupakan perintah kepada umat Islam selama tidak ada dalil yang
mengkhususkan perintah ini hanya untuk Rasulullah (Khithabur rasuli khithabun li
ummatihi malam yarid dalil yukhashishuhu bihi). Dalam hal ini tidak ada dalil yang
mengkhususkan perintah tersebut hanya kepada Rasulullah SAW.
Oleh kerana itu, ayat-ayat tersebut bersifat umum, iaitu berlaku pula bagi umat Islam.
Dan menegakkan hukum-hukum yang diturunkan Allah, tidak mempunyai makna lain
kecuali menegakkan hukum dan pemerintahan (as sultan), sebab dengan pemerintahan
itulah hukum-hukum yang diturunkan Allah dapat diterapkan secara sempurna. Dengan
demikian, ayat-ayat ini menunjukkan wajibnya keberadaan sebuah negara untuk
menjalankan semua hukum Islam, yaitu negara Khilafah.
Sementara itu, beberapa hadist juga memperkuat wajibnya Khilafah tegaki di tengahtengah umat. Abdullah bin Umar meriwayatkan, "Aku mendengar Rasulullah
mengatakan, 'Barangsiapa melepaskan tangannya dari ketaatan kepada Allah, nescaya
Dakwahkampusbooks

42

dia akan menemui Allah di Hari Kiamat dengan tanpa alasan. Dan barangsiapa mati
sedangkan di lehernya tak ada bai'ah (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan
mati jahiliyah." [HR. Muslim].

bahawa orang yang memisahkan diri dari Khilafah akan mati jahiliyah. Jelas ini
menegaskan bahawa mendirikan pemerintahan bagi kaum muslimin statusnya adalah
wajib.

Nabi SAW mewajibkan adanya bai'at pada leher setiap muslim dan mensifati orang yang
mati dalam keadaan tidak berbai'at seperti matinya orang-orang jahiliyyah. Padahal
bai'at hanya dapat diberikan kepada Khalifah, bukan kepada yang lain. Jadi hadis ini
menunjukkan kewajiban mengangkat seorang Khalifah, yang dengannya dapat terwujud
bai'at di leher setiap muslim. Sebab bai'at baru ada di leher kaum muslimin kalau ada
Khalifah/Imam yang memimpin Khilafah.

Rasulullah SAW bersabda pula : "Barangsiapa membai'at seorang Imam (Khalifah), lalu
memberikan genggaman tangannya dan menyerahkan buah hatinya, hendaklah ia
mentaatinya semaksimal mungkin. Dan jika datang orang lain hendak mencabut
kekuasaannya, penggallah leher orang itu." (HR. Muslim)

Rasulullah SAW bersabda: "Bahawasanya Imam itu bagaikan perisai, dari belakangnya
umat berperang dan dengannya umat berlindung." [HR. Muslim]
Rasulullah SAW bersabda: "Dahulu para nabi yang mengurus Bani Israil. Bila wafat
seorang nabi diutuslah nabi berikutnya, tetapi tidak ada lagi nabi setelahku. Akan ada
para Khalifah dan jumlahnya akan banyak." Para Sahabat bertanya,'Apa yang engkau
perintahkan kepada kami? Nabi menjawab,'Penuhilah bai'at yang pertama dan yang
pertama itu saja. Penuhilah hak-hak mereka. Allah akan meminta pertanggungjawaban
terhadap apa yang menjadi kewajiban mereka." (HR. Muslim)

Dalam hadis ini Rasululah SAW telah memerintahkan kaum muslimin untuk mentaati
para Khalifah dan memerangi orang-orang yang merebut kekuasaan mereka. Perintah
Rasulullah ini bererti perintah untuk mengangkat seorang Khalifah dan memelihara
kekhilafahannya dengan cara memerangi orang-orang yang merebut kekuasaannya.
Semua ini merupakan penjelasan tentang wajibnya keberadaan penguasa kaum
muslimin, iaitu Imam atau Khalifah. Sebab kalau tidak wajib, nescaya tidak mungkin Nabi
SAW memberikan perintah yang begitu tegas untuk memelihara eksistensinya, iaitu
perintah untuk memerangi orang yang akan merebut kekuasaan Khalifah.
Dengan demikian jelaslah, dalil-dalil As Sunnah ini telah menunjukkan wajibnya Khalifah
bagi kaum muslimin.

Rasulullah SAW bersabda: "Bila seseorang melihat sesuatu yang tidak disukai dari
amirnya (pemimpinnya), maka bersabarlah. Sebab barangsiapa memisahkan diri dari
penguasa (pemerintahan Islam) walau sejengkal saja lalu ia mati, maka matinya adalah
mati jahiliyah." (HR. Muslim)

Sebagai sumber hukum Islam ketiga, Ijma' Sahabat menunjukkan bahawa mengangkat
seorang Khalifah sebagai pemimpin pengganti Rasulullah SAW hukumnya wajib. Mereka
telah sepakat mengangkat Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman
bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, ridlwanullah 'alaihim.

Hadis pertama dan kedua merupakan pemberitahuan (ikhbar) dari Rasulullah SAW
bahawa seorang Khalifah adalah laksana perisai, dan bahawa akan ada penguasapenguasa yang memerintah kaum muslimin. Pernyataan Rasulullah SAW bahawa
seorang Imam itu laksana perisai menunjukkan pemberitahuan tentang adanya faedahfaedah keberadaan seorang Imam, dan ini merupakan suatu tuntutan (thalab). Sebab,
setiap pemberitahuan yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya, apabila mengandung
celaan (adz dzamm) maka yang dimaksud adalah tuntutan untuk meninggalkan (thalab
at tarki), atau merupakan larangan (an nahy); dan apabila mengandung pujian (al madhu) maka yang dimaksud adalah tuntutan untuk melakukan perbuatan (thalab al fi'li).
Dan kalau pelaksanaan perbuatan yang dituntut itu menyebabkan tegaknya hukum
syara' atau jika ditinggalkan mengakibatkan terabaikannya hukum syara', maka tuntutan
untuk melaksanakan perbuatan itu bererti bersifat pasti (fardu). Jadi hadis pertama dan
kedua ini menunjukkan wajibnya Khilafah, sebab tanpa Khilafah banyak hukum syara'
akan terabaikan.

Ijma' Sahabat yang menekankan pentingnya pengangkatan Khalifah, nampak jelas


dalam kejadian bahawa mereka menunda kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah
SAW dan mendahulukan pengangkatan seorang Khalifah pengganti beliau. Padahal
menguburkan mayat secepatnya adalah suatu kewajiban dan diharamkan atas orangorang yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah untuk melakukan kesibukan lain
sebelum jenazah dikebumikan. Namun, para Sahabat yang wajib menyiapkan
pemakaman jenazah Rasulullah SAW ternyata sebahagian di antaranya justeru lebih
mendahulukan usaha-usaha untuk mengangkat Khalifah daripada menguburkan
jenazah Rasulullah. Sedangkan sebahagian Sahabat lain mendiamkan kesibukan
mengangkat Khalifah tersebut, dan ikut pula bersama-sama menunda kewajiban
menguburkan jenazah Nabi SAW sampai dua malam, padahal mereka mampu
mengingkari hal ini dan mampu mengebumikan jenazah Nabi secepatnya. Fakta ini
menunjukkan adanya kesepakatan (ijma') mereka untuk segera melaksanakan
kewajiban mengangkat Khalifah daripada menguburkan jenazah. Hal itu tak mungkin
terjadi kecuali jika status hukum mengangkat seorang Khalifah adalah lebih wajib
daripada menguburkan jenazah.

Hadis ketiga menjelaskan keharaman kaum muslimin keluar (memberontak,


membangkang) dari penguasa (as sulthan). Bererti keberadaan Khilafah adalah wajib,
sebab kalau tidak wajib tidak mungkin Nabi SAW sampai begitu tegas menyatakan
Dakwahkampusbooks

43

Demikian pula bahawa seluruh Sahabat selama hidup mereka telah bersepakat
Dakwahkampusbooks

44

mengenai kewajiban mengangkat Khalifah. Walaupun sering muncul perbezaan


pendapat mengenai siapa yang tepat untuk dipilih dan diangkat menjadi Khalifah,
namun mereka tidak pernah berselisih pendapat sedikit pun mengenai wajibnya
mengangkat seorang Khalifah, baik ketika wafatnya Rasulullah SAW mahupun ketika
pergantian masing-masing Khalifah yang empat. Oleh kerana itu Ijma' Sahabat
merupakan dalil yang jelas dan kuat mengenai kewajiban mengangkat Khalifah.
Pendapat Para Ulama
Seluruh imam mazhab dan para mujtahid besar tanpa kecuali telah bersepakat bulat
akan wajibnya Khilafah (atau Imamah) ini. Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menegaskan hal
ini dalam kitabnya Al Fiqh 'Ala Al Madzahib Al Arba'ah, jilid V, hal. 362 :
"Para imam mazhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, dan Ahmad) rahimahumullah telah
sepakat bahawa Imamah (Khilafah) itu wajib adanya, dan bahawa umat Islam wajib
mempunyai seorang imam (khalifah) yang akan meninggikan syiar-syiar agama serta
menolong orang-orang yang tertindas dari yang menindasnya..."

zakat kepada Khalifah. Sebab, ia tidak menjumpai seorang (miskin) pun yang berhak
menerima bagian zakat. Yahya ibn Sa'id pernah ditugaskan memungut zakat di Afrika
oleh Umar ibn Abdul Aziz (99-101 H/717-120 M). Ia pun tidak bisa menjumpai satu
orang miskin pun di Afrika. Gubernur Basrah, Hamid ibn Abdurrahman, sesuai arahan
Umar bin Abdul Aziz, membelanjakan kas negara berlimpah untuk gaji pegawai dan
anggaran rutin, membantu mereka yang dililit utang dan membantu mereka yang ingin
menikah. Uang yang masih banyak di kas negara pun dijadikan sebagai pinjaman modal
bagi warga non-Muslim agar bisa mengolah tanahnya, dan pengembaliannya setelah dua
tahun atau lebih.
Sebagai gambaran kemakmuran pada masa Abbasiyah, Philip K. Hitti menyatakan
bahwa al-Mansur membangun Baghdad mulai tahun 762 Mmenurut as-Suyuthi tahun
141 Hselama 4 tahun dengan menggunakan tenaga lebih dari 100.000 orang baik
insinyur, arsitek, pekerja ahli hingga pekerja biasa dan menghabiskan total biaya
4.883.000 dirham. Menurut M. Kurdi Ali, al-Mansur juga membangun sejumlah
jembatan, kanal dan berbagai bendungan, tersebar merata di wilayah Khilafah.

Abu Ubaid menuturkan, pada masa Umar ibn al-Khaththab (13-23 H/634-644 M), di
provinsi Yaman, tiap tahun Mu'adz ibn Jabal mengirimkan separuh bahkan seluruh hasil

Meski pembangunan begitu gencar, saat al-Mansur meninggal (159 H/775 M ) keuangan
negara masih surplus sebesar 600 juta dirham dan 14 juta dinar. Saat Harun ar-Rasyid
meninggal (194 H/809 M), di kas ada 900 juta. Saat al-Muktafi meninggal (296 H/908
M), kas negara surplus 100 juta dinar. Dari sisi pemasukan negara, Ibn Khaldun mencatat
pada masa al-Makmun sebesar 332 juta dirham; Ibn Qudamah mencatat, pada masa alMu'tashim sebesar 388,3 juta dirham setahun. Pada masa inilah dibangun kota
Samarasingkatan dari sarra man ra'a (Memuaskan Mata Orang yang
Memandangnya). Adapun Ibn Khurdazbeh mencatat, pemasukan negara pada
pertengahan abad ke-3 H sebesar 299,3 juta dirham.
Dari sisi pembangunan terdapat begitu banyak catatan proyek pembangunan yang
dijalankan. Hal itu tentu berdampak positif dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Khilafah Umayah di antaranya fokus pada pembuatan saluran air dan jaringan irigasi,
penggalian sungai dan kanal, pembangunan bendungan dan penciptaan lahan produktif
dari lahan mati yang ada. Muawiyah telah memulai proyek penghijauan Hijaz. Khalifah
al-Walid ibn Abdul Malik banyak membangun masjid, membuka berbagai rumah sakit,
asrama orang-orang cacat, dan memberikan bantuan pembiayaan pada usaha
pembangunan. Daerah rawa al-Bata'ih di Irak antara Basrah dan Kufah pun disulap
menjadi lahan produktif dengan biaya 3 juta dirham (jumlah yang cukup besar saat itu)
dan dibagikan kepada rakyat. Khalifah Hisyam menggali sumber-sumber air di sepanjang
perjalanan Makkah. Ia juga mendirikan Rasafa, tempat peristirahatan bagi pekerja dan
musafir.
Jaringan irigasi itu tetap dipelihara dan diperluas oleh Khilafah Abbasiyah. Istri Harun arRasyid turut membiayai pembangunan saluran air di Makkah yang lalu dinamakan
dengan namanya, mata air Zubaidah. Bahkan Khilafah Abbasiyah membentuk Direktorat
Irigasi (Diwn al-M'i) dengan pegawai ribuan orang. Khilafah Abbasiyah juga fokus
pada industrialisasi. Ribuan pabrik dibangun pada masa itu dan tersebar di berbagai
wilayah negara. Damaskus terkenal dengan pabrik bajanya. Tripoli, Kairo, Maroko dan
Spanyol terkenal dengan galangan kapalnya. Moshul terkenal sebagai pusat industri

Dakwahkampusbooks

Dakwahkampusbooks

Tidak hanya kalangan Ahlus Sunnah saja yang mewajibkan Khilafah, bahkan seluruh
kalangan Ahlus Sunnah dan Syiah 'termasuk Khawarij dan Mu'tazilah' tanpa kecuali
bersepakat tentang wajibnya mengangkat seorang Khalifah. Kalau pun ada segelintir
orang yang tidak mewajibkan Khilafah, maka pendapatnya itu tidak perlu ditolak, kerana
bertentangan dengan nas-nas syara' yang telah jelas.
Imam Asy Syaukani dalam Nailul Authar jilid 8 hal. 265 menyatakan: "Menurut golongan
Syiah, minoriti Mu'tazilah, dan Asy A'riyah, (Khilafah) adalah wajib menurut syara'." Ibnu
Hazm dalam Al Fashl fil Milal Wal Ahwa' Wan Nihal juz 4 hal. 87 mengatakan: "Telah
sepakat seluruh Ahlus Sunnah, seluruh Murji`ah, seluruh Syi'ah, dan seluruh Khawarij,
mengenai wajibnya Imamah (Khilafah)."
Bahwa Khilafah adalah sebuah ketentuan hukum Islam yang wajib bukan haram apalagi
bid'ah - dapat kitab temukan dalam khazanah Tsaqafah Islamiyah yang sangat kaya.
Sejarah kegemilangan Khilafah
Allah menegaskan bahwa Islam akan mendatangkan rahmat bagi seluruh alam (QS alAnbiya' [21]: 107). Allah pun menjamin keberkahan hidup masyarakat akan terealisasi
jika masyarakat beriman dan bertakwa (QS al-A'raf [7]: 96), yaitu dengan menerapkan
syariah Islam secara total dan formal.
Pernahkah fakta normatif kesejahteraan dan keberkahan hidup itu terwujud secara real di
tengah-tengah kaum Muslim? Pertanyaan itu penting untuk dijawab, karena jika tidak
pernah terwujud dalam 1300 tahun lebih sejarah kaum Muslim, sementara Khilafah Islam
diterapkan, maka orang sulit percaya bahwa sistem Islam akan mampu mewujudkannya
pada masa datang. Berikut adalah beberapa catatan sejarah akan hal itu.

45

46

tembaga. Menurut Svend Dahl, abad ke-8 M pada masa Harun ar-Rasyid, pabrik kertas
sudah berdiri di Baghdad dan beberapa kota lainnya. Pada abad ke-10 M pabrik kertas itu
sudah menyebar di Mesir.
Sultan Abdul Hamid II pada 1900 M berhasil membangun jaringan kereta api Hijaz dari
Damaskus ke Madinah dan dari Aqaba ke Ma'an. Beliau juga membangun jaringan fax
antara Yaman, Hijaz, Syiria, Irak dan Turki; lalu dihubungkan dengan jaringan fax India
dan Iran. Semua itu diselesaikan hanya dalam dua tahun. Ini adalah potensi besar bagi
kemajuan perekonomian, karena infrasruktur transportasi dan komunikasi sangat vital
bagi kemajuan perekonomian.
Dalam dunia pendidikan, Khalifah Umar ibn al-Khaththab menggaji tiga orang guru yang
mengajar anak-anak di Madinah 15 dinar (63,75 gram emas murni). M. Sharif
menerangkan, pendidikan di Dunia Islam berkembang secepat kilat. Tidak ada satu
kampung tanpa ada masjid, sekolah dasar dan menengah yang pertumbuhannya seiring
pertumbuhan masjid. Prof. Ballasteros dan Prof. Ribera menerangkan bahwa sekolahsekolah disediakan dekat sekali dengan semua anak-anak. Untuk mahasiswa disediakan
berbagai sekolah tinggi, akademi dan universitas beserta para guru besarnya.
Bahkan telah diketahui secara umum, dunia pendidikan, sains, teknologi dan pemikiran,
pada masa Abbasiyah telah berkembang sangat maju. Sekolah dari tingkat dasar hingga
universitas dan berbagai fasilitas pendidikan, sains, teknologi dan pemikiran dibangun
secara modern dan disediakan sebagai fasilitas gratis untuk masyarakat. Di antara yang
terkenal adalah universitas yang didirikan oleh al-Makmun dan perpustakaan Bait alHikmahnya, yang dilengkapi observatorium; Universitas Nizhamiyah yang didirikan
oleh Nizham al-Muluk wazir Sultan Alp Arsalan pada 1065 atau 1067 M; Madrasah
Mustanshiriyah yang didirikan oleh Khalifah al-Mustanshir (1226 1242 M) di Baghdad
yang bebas biaya dengan fasilitas perpustakaan dan laboratorium dan fasilitas lainnya.
Mahasiswanya dijamin kehidupannya dan masih diberi beasiswa satu dinar (4,25 g
emas)/orang/bulan. Tidak boleh dilupakan adalah universitas Nuriah di Damaskus yang
dirikan oleh Sultan Nuruddin Muhammad Zanki, dengan fasilitas lengkap. Perpustakaan
pun menyebar di berbagai kota. Yang terkenal adalah perpustakaan Bait al-Hikmah di
Baghdad, perpustakaan Darul Hikmah di Kaero dengan koleksi 1,6 juta buku,
perpustakaan di Tripoli (2 juta lebih), perpustakaan al-Hakim (720 ribu judul lebih), 20
perpustakaan di Andalusia, perpustakaan Cordova (400 ribu judul lebih), perpustakaan
Madrasah Fadliliyah (100 ribu) dan 6500 di antaranya tentang engginering dan astronomi
di samping dua buah globe untuk Bathlimus dan Abul Hasan as-Sufi, sepuluh
perpustakaan di Khurasan (masing-masing 12 ribu), perpustakaan Khizanatul Hakam atsTsani (400 ribu) dan masih banyak lagi.3 Wajar jika kemudian lahir ribuan ilmuwan,
pioner dan penemu di berbagai bidang keilmuan dan terwujud kemajuan sains, teknologi
dan pemikiran. Yang mengesankan, semua itu mempengaruhi renaissance Eropa. Hal itu
seperti yang diakui oleh Philip K. Hitti, Prof. Ballasteros, Prof. Ribera, Svend Dahl, Sigrid
Hunke, Lothrop Stoddard, Lucas H. Grollenberg dan cendekiawan Barat lainnya.4
Tentang realisasi keadilan tanpa ada diskriminasi, Prof Brelvi menyatakan, Pemerintah
Abbasiyah sangat terbuka, seperti pemerintahan negara-negara modern di dunia saat ini,
Dakwahkampusbooks

47

yang belum mampu melebihinya. Semua kantor pemerintahannya terbuka untuk rakyat
Muslim dan non-Muslim secara sama.
Al-Baladzuri melaporkan, keadilan Islam oleh kaum Muslim telah membuat rakyat Hims
dan wilayah Syam umumnya lebih memilih hidup di bawah Khilafah. Keadilan itu pula
yang membuat kaum Kristen Koptik malah membantu pasukan Amru bin al-'Ash dalam
pembebasan (futht) Mesir atas pemerintahan Bizantium yang Kristen. Karena keadilan
itu pula Qadhi an-Najiy memvonis pasukan kaum Muslim yang sudah menaklukkan
Samarqand tidak sesuai proseduryaitu tanpa menyerukan Islam dan jizyah terlebih
dulu, yang lalu diprotes oleh penduduknyaharus keluar dan memulainya lagi sesuai
prosedur. Hal itu membuat penduduk Samarqand justru memilih hidup di bawah
Khilafah.
Keadilan Khilafah pulalah yang membuat kaum Yahudi Spanyol memilih tinggal di
wilayah Khilafah setelah inkuisisi oleh Ratu Isabella. Hal yang sama juga membuat
orang-orang Rusia memilih tinggal di wilayah Khilafah pasca Revolusi Bolchevik.
Masih banyak sekali catatan sejarah tentang kesejahteraan, kemakmuran, kemajuan,
keberkahan dan kerahmatan yang sudah pernah diwujudkan oleh generasi kaum Muslim
terdahulu.
Lalu bagaimana dengan kondisi dunia sekarang? Faktanya, sistem Kapitalisme hanya
berhasil dalam mewujudkan kemajuan materi, sains dan teknologi. Sebaliknya,
Kapitalisme pun berhasil meruntuhkan dan menghancurkan nilai-nilai moral, spiritual,
kemanusiaan, keadilan, dan nilai-nilai luhur lainnya. Kapitalisme justru berhasil
menciptakan malapetaka dan kesengsaraan, dekadensi moral, kekosongan spiritual,
penindasan, penjajahan dan perbudakan. Karenanya, tuntutan kemanusiaan
meniscayakan diterapkannya ideologi dan sistem yang bisa menjadi solusi, yang tidak
lain adalah syariah dan Khilafah Islamiyah. Semua catatan kegemilangan di atastentu
bukan demi romantismebisa membuat kita, kaum Muslim, percaya diri bahwa ke
depan, dengan menerapkan sistem Islam dalam wadah Khilafah, kita akan mampu
mewujudkan hal yang sama, bahkan lebih. Apalagi Rasul saw. telah memberikan
bisyrah:

Akan ada pada akhir umatku seorang khalifah yang memberikan harta secara
berlimpah dan tidak terhitung banyaknya. (HR Muslim)
Abu Said menuturkan, bahwa Rasul saw. juga pernah bersabda:
, :

Sungguh, di antara para pemimpin kalian ada seorang pemimpin yang memberikan
harta secara berlimpah yang tidak terhitung, seseorang mendatanginya dan
meminta harta kepadanya. Lalu pemimpin itu berkata, Ambillah! Kemudian
orang itu menghamparkan pakaiannya dan pemimpin itu mencurahkan (harta/uang)
di atasnyaOrang itu mengambilnya, lalu pergi. (HR Ibnu Katsir dalam alDakwahkampusbooks

48

BAB V
Kewajiban Dakwah secara Jamaah
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalannya dalam barisan
yang teratur seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh.
( QS Ash Shaff: 4)

Jika kita melihat kondisi kaum muslimin dan Islam saat ini, akan kita dapati bahwa Islam
tidak lagi menjadi sebuah tubuh yang utuh apalagi sempurna. Jangankan untuk menjadi
rahmatan lil alamin, untuk menjadi rahmatan lil muslimin pun sangat sulit dilihat
faktanya. Banyak di antara kaum muslimin di berbagai belahan dunia saat ini dalam
keadaan menderita, baik karena bencana alam, peperangan maupun ketertindasan.
Bahkan banyak di antaranya berada pada deretan negara miskin.
Untuk mewujudkan Islam sebagai sebuah rahmatan lil alamin, tidak bisa tidak Islam
harus dilaksanakan secara kaffah. Ini merupakan suatu kewajiban. Allah SWT berfirman:
Dan masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah. Kekaffahan Islam hanya akan
terjadi apabila semua obyek dikenai hukum, yaitu individu yang bertaqwa, masyarakat
yang islami sebagai kontrol sosial pelaksanaan syariat Islam serta negara yang
melaksanakan dan melindungi penerapan syariat Islam ada.
Pada saat ini, penerapan hukum Islam terhadap ketiga obyek di atas tidak terlaksana
dengan sempurna, terlebih lagi dalam hal ini negara yang menerapkan Islam. Untuk
itulah dakwah menjadi sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap Muslim.
Untuk mendakwahi seorang individu, hanya dengan seorang pengemban dakwah
saja sudah cukup. Namun untuk mendakwahi sebuah masyarakat apalagi untuk
mewujudkan sebuah negara yang menerapkan syariat Islam, sangat tidak mungkin
apabila hanya dilaksanakan seorang diri. Tidak bisa tidak haruslah dilakukan dengan cara
berjamaah. Sebuah kaidah syara' menyebutkan apabila suatu kewajiban tidak
terlaksana tanpa adanya sesuatu, maka sesuatu itu wajib adanya. Demikian juga
perwujudan syariat Islam tidak akan bisa kaffah tanpa adanya jamaah dakwah, maka
keberadaan jamaah dakwah adalah wajib.

Kewajiban Dakwah Berjamaah

Dakwahkampusbooks

49

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan
dan mencegah kepada kemunkaran. Dan merekalah orang-orang yang beruntung. (QS
Ali Imron: 104)
Ayat tersebut mengisyaratkan tentang sebuah kewajiban adanya kelompok atau
jamaah yang berdakwah untuk menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah kepada
yang munkar. Lafadz ummah pada ayat di atas, tidak membatasi jumlah jamaah atau
kelompok atau gerakan Islam, walaupun ayat tersebut menyebutkan agar kaum
muslimin membentuk suatu jamaah yang melaksanakan tugas dakwah.
Seandainya telah terbentuk sebuah jamaah, maka kewajiban tersebut tidak lagi
dibebankan kepada yang lain. Dengan demikian apabila telah terbentuk sebuah jamaah,
maka tujuan dari ayat tersebut sudah terlaksana sehingga tidak ada kewajiban untuk
membentuk yang lain. Jika ternyata muncul jamaah yang kedua, maka pembentukan itu
pada dasarnya hukumnya adalah mubah. Dengan demikian, adanya suatu jamaah yang
ber-amar ma'ruf nahi munkar adalah sebuah fardlu kifayah.
Namun selama ini fardlu kifayah hanya dipahami sebagai sebuah kewajiban yang
apabila telah dilaksanakan oleh seseorang atau suatu kelompok, maka fardlu itu telah
gugur. Padahal fardlu kifayah hanya akan gugur sebagai sebuah fardlu yakni apabila
sesuatu yang dibebankan tersebut sudah dilaksanakan dengan tuntas atau sempurna.
Jika kewajiban yang dibebankan tersebut belum tuntas dilaksanakan, maka seluruh
umat Islam tetap terbebani fardlu tersebut hingga fardlu itu sempurna dilaksanakan.
Demikian juga beban untuk mewujudkan terlaksananya syariat Islam mulai dari
individu hingga negara. Beban ini tidak akan hilang hingga terwujudnya sebuah institusi
negara yang menerapkan Islam serta memelihara dan melindungi pelaksanaan syariat
Islam, baik oleh individu maupun negara.

Kelompok Da'wah dalam Islam


Kelompok da'wah dalam Islam sering disebut sebagai gerakan Islam. Gerakan dalam
bahasa arab adalah harokah. Harokah berasal dari akar kata taharruk yang artinya
bergerak. Istilah tersebut kemudian diartikan sebagai sebuah kelompok yang terdiri dari
orang-orang tertentu serta mempunyai target tertentu, dengan menempuh suatu
metode yang telah ditetapkan oleh gerakan tersebut, terlepas apapun bentuk dari
gerakannya. Dengan demikian sebuah kelompok dapat disebut sebagai sebuah gerakan
apabila:
1. Mempunyai landasan tertentu.
2. Mempunyai tujuan atau target yang telah ditetapkan.
Dakwahkampusbooks

50

3. Mempunyai metode untuk meraih target.


Syarat gerakan di atas adalah umum bagi setiap gerakan. Sebagai contoh gerakan
sosial seperti panti asuhan akan mempunyai landasan tersendiri, dengan target
membantu anak yatim, piatu dan anak-anak dari keluarga tidak mampu dengan metode
tertentu yang telah dirumuskan, misalnya dengan mencari sumbangan dan sebagainya.
Demikian juga ketika suatu kelompok menamakan organisasinya sebagai
gerakan/harokah Islam. Maka yang menjadi syarat bagi kelompok tersebut adalah:
1. Terdiri dari orang-orang Islam.
2. Menggunakan Islam sebagai landasan dalam merumuskan target dan metode.
3. Mempunyai target terlaksananya syariat Islam.
4. Mempunyai metode yang sesuai dengan Islam, yaitu harus sesuai dengan metode
Rasulullah dalam berdakwah untuk menegakkan Islam di muka bumi.
Target Kelompok Dakwah
Saat ini cukup banyak terdapat harokah-harokah Islam di muka bumi. Dari berbagai
harokah yang ada saat ini, ada yang bersifat lokal dalam suatu negara, misalnya
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Persis, ada juga yang bersifat Internasional,
seperti Jamaah Tabligh, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir dan Jamaah Salafiyah.
Masing-masing gerakan ini mempunyai tujuan spesifik. Tujuan dari setiap harokah ini
tentunya sangat mempengaruhi metode dari harokah tersebut untuk mencapai target.
Apabila diamati banyaknya harokah da'wah saat ini, setidaknya ada tiga kategori
harokah da'wah dilihat dari target yang hendak dicapainya. Ketiga target tersebut
adalah:
1. Gerakan yang Memperhatikan Kepentingan Individu.
Target semacam ini banyak dianut oleh perkumpulan Tarekat dan Sufi. Menurut
kelompok ini, kemenangan dan keselamatan di akhirat adalah target utamanya. Dari
sinilah mereka mulai melakukan aktivitas-aktivitas rohani untuk mencapai target
tersebut, salah satunya adalah dengan ber-uzlah atau mengasingkan diri dari
masyarakat. Jamaah ini menganggap bahwa salah satu cara untuk menyelamatkan
diri dari kesesatan ketika keadaan masyarakat sudah mengalami kerusakan adalah
dengan cara mengasingkan diri. Mereka memahami hal ini dari firman Allah:

Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tidaklah orang sesat itu akan
Dakwahkampusbooks

51

memberi madlarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. (QS Al


Maidah: 105)
Maksud yang sebenarnya dari ayat ini adalah menunjukkan bahwa apabila Allah
telah memberi petunjuk kepada seseorang, maka tidak ada seorang pun yang bisa
menyesatkan. Ayat ini sama sekali tidak memerintahkan orang untuk mengasingkan
diri, dan melarang manusia untuk ber-amar ma'ruf nahi munkar.
1. Target Memperbaiki Aqidah dan Akhlak Individu.
Gerakan yang mempunyai target demikian sebenarnya mempunyai keinginan
untuk memperbaiki masyarakat. Gerakan ini berpendapat bahwa masyarakat
adalah sekumpulan individu yang di dalamnya terjadi interaksi. Dengan demikian
baik buruk suatu masyarakat akan ditentukan oleh baik buruk individu yang ada di
masyarakat tersebut.
Atas dasar pandangan ini gerakan tersebut menjadikan individu sebagai dasar
utama untuk perubahan masyarakat. Dari pemahaman tersebut, gerakan ini mulai
mencoba memperbaiki individu dengan perbaikan aqidah dan akhlaknya sehingga
dapat menjaga interaksi di antara individu di dalamnya agar tetap berjalan lancar
tanpa ada masalah.
Pandangan mereka terhadap definisi masyarakat ini sebenarnya adalah suatu
kekeliruan. Dari pandangan tersebut, justru yang akan terbentuk cenderung sebuah
jamaah yang terdiri dari orang-orang yang beraqidah dan berakhlak baik, bukan
sebuah masyarakat. Padahal seharusnya sebuah masyarakat tidak hanya terdiri dari
banyak individu yang saling berinteraksi, namun juga terdapat sebuah peraturan
yang sama yang mengatur interaksi tersebut, serta individu-individu yang ada di
dalamnya mempunyai pandangan yang sama terhadap suatu ke-mashlahat-an
maupun ke-mudlarat-an, baik individu itu muslim maupun non-muslim.
2. Target Memperbaiki Masyarakat.
Kelompok Organisasi ketiga ini mempunyai pandangan bahwa masyarakat
adalah suatu kumpulan individu yang di dalamnya terdapat suatu interaksi. Di dalam
interaksi itu terdapat suatu aturan yang sama yang mengaturnya. Selain itu interaksi
tersebut juga disatukan oleh perasaan dan pemikiran yang sama terhadap suatu
kemashlahatan dan kemudlaratan sehingga pandangan mereka terhadap
kemashlahatan dan kemudlaratan sama.
Menurut kelompok ketiga ini, rusaknya masyarakat terlihat dari interaksi yang
ada di dalam masyarakat tersebut. Hal ini berarti juga rusaknya perasaan, pemikiran
Dakwahkampusbooks

52

serta peraturan yang mengatur interaksi tersebut serta rusaknya pandangan


masyarakat tentang hal yang dianggap mashlahat atau madlarat. Untuk itu dalam
memperbaiki masyarakat haruslah diperbaiki perasaan, pemikiran serta peraturan
yang mengatur interaksi tersebut.
Dari ketiga macam target tersebut, manakah yang seharusnya menjadi target dari
sebuah harokah? Dalam surat Ali Imron ayat 104, Allah telah menyebutkan bahwa
aktifitas suatu jamaah seharusnya adalah amar ma'ruf nahi munkar. Kemunkaran yang
terbesar saat ini adalah tidak dilaksanakaannya hukum Islam secara kaffah. Dan
kekaffahan hukum Islam itu hanyalah dapat terwujud dengan adanya institusi negara
yang menjalankan dan melindungi penerapan syariat Islam. Dengan demikian
keberadaan jamaah yang berusaha mewujudkan pemerintahan Islam itu wajib
sebagaimana wajibnya pemerintahan Islam.

Metode untuk Meraih Target


Jamaah dakwah pertama dan kedua, sebenarnya jamaah ini lebih konsen terhadap
urusan individu. Kedua jenis jamaah ini berpandangan bahwa masyarakat yang islami
hanya akan terbentuk apabila seluruh individu di dalam masyarakat itu beragama islam,
mempunyai aqidah yang benar serta akhlak yang baik. Dengan demikian metode yang
diterapkannya pun adalah membina masyarakat dengan suatu pembinaan yang arahnya
individual, di mana individu yang lebih awal dibina nantinya diharuskan
menyebarkannya ke individu lain sehingga seluruh individu yang ada akan beraqidah dan
berakhlak baik. Dengan demikian masyarakat islami akan terbentuk ketika seluruh
anggota masyarakat itu telah beraqidah islam dan berakhlak mulia.
Seandainya jumlah masyarakat yang akan diperbaiki hanya ratusan orang, hal itu
tidak terlalu menjadi masalah. Namun bagaimana ketika masyarakat yang hendak
diperbaiki itu adalah seluruh penduduk suatu negara yang jumlahnya ratusan juta dan di
dalamnya terdapat aqidah dan kondisi yang berbeda-beda. Selain itu, seandainya
seluruh anggota masyarakat telah beraqidah dan berakhlak baik, siapakah yang akan
menerapkan hukum-hukum Islam, terutama hukum-hukum yang menyangkut
pemerintahan, sistem ekonomi serta uqubat yang seharusnya hal itu dilakukan oleh
negara, baik ke dalam maupun ke luar negeri. Padahal hal ini sama sekali bukan termasuk
urusan individu maupun jamaah. Tidak pula dapat diselesaikan hanya dengan akhlak
yang baik, karena hukum yang dilaksanakan oleh negara ini sudah ditetapkan bentukbentuknya. Ditambah lagi apabila ternyata pengikut dari jamaah ini dalam
pembinaannya sama sekali belum pernah mendapatkan bagaimana gambaran sistem
Islam yang seharusnya. Baik itu menyangkut sistem pemerintahan, politik luar negeri,
Dakwahkampusbooks

53

ekonomi, sosial dan sebagainya; melihat yang menjadi pembinaan utama adalah aqidah
dan akhlak. Dengan demikian tentu kedua macam jamaah dakwah ini cukup kesulitan
ketika harus menegakkan masyarakat Islam secara kaffah.
Adapun kelompok dakwah yang ketiga adalah kerlompok dakwah yang konsen
terhadap perbaikan masyarakat. Dari pemahamannya terhadap definisi masyarakat
yang merupakan sekumpulan individu yang saling berinteraksi dan mempunyai
perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama, kelompok ini memandang kerusakan di
masyarakat terjadi akibat adanya kerusakan perasaan, pemikiran dan peraturan yang
ada di masyarakat. Sehingga ketika ingin memperbaiki masyarakat yang dilakukan
adalah memperbaiki pemikiran dan perasaan masyarakat dengan pemikiran dan
perasaan Islam serta sistem yang mengatur interaksi dalam masyarakat itu.
Pada intinya tujuan dari kelompok ketiga ini adalah berusaha mewujudkan
kehidupan Islam kembali dengan penerapan sistem Islam yang akan melindungi dan
memelihara pelaksanaan hukum Islam yang berada di tengah-tengah masyarakat,
sehingga masyarakat dapat berubah secara totalitas.
Untuk mengubah secara totalitas tersebut, haruslah melalui metode yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah, bagaimana beliau dengan para sahabat menegakkan
masyarakat Islam. Dengan demikian metode atau strategi dakwah yang harus dilakukan
meliputi:
(1)

Tahap Pembinaan dan Pengkaderan (Marhalah Tatsqif)


Tahap ini dimulai sejak beliau SAW diutus menjadi Rasul, setelah firman Allah
SWT:

Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan! (QS Al


Muddatstsir: 1-2)
Tahapan pertama atau tahapan pengkaderan ini dilakukan secara lebih
tersembunyi (siriyyah). Tahapan ini merupakan sebuah masa untuk mendidik
kader, di mana kader yang terbentuk inilah yang akan menyebarkan pemahaman
Islam ke masyarakat. Pada pengkaderan ini ditanamkan pada diri kader tentang
target dakwah yang akan diraih, yaitu menegakkan Islam kembali di muka bumi
dengan cara tegaknya sebuah pemerintahan yang akan menerapkan Islam dalam
setiap sendi kehidupan.

Dakwahkampusbooks

54

(1)Tahap Interaksi dengan Masyarakat dan Perjuangan


(Marhalah Tafaa'ul wal kiffah)
Tahap ini ditempuh setelah melalui tahapan pembinaan. Hal ini dilakukan
setelah Rasulullah mendapat perintah dari Allah:

Maka sampaikanlah secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan


kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.(QS Al Hijr: 94)
Pelaku dakwah adalah orang-orang yang telah mengalami pengkaderan
sebelumnya. Dibandingkan dengan tahap pertama, tahapan ini akan lebih berat dari
segi tantangan yang akan dihadapi. Tahapan ini dibagi ke dalam dua strategi, yaitu:
(a). Shiraa'ul fikri (pertarungan pemikiran)
Target dari aktivitas shiraa'ul fikri adalah menjelaskan kepada masyarakat
bahwa sistem yang ada saat ini tidak sesuai dengan Islam. Hal ini dilakukan
dengan memerangi pemikiran-pemikiran kufur dengan mengungkapkan
kelemahan, kerusakan dan kepalsuannya serta memberikan pemikiran Islam
yang jernih sebagai penggantinya. Pada tahap ini, pengkaderan terhadap
individu-individu yang akan melakukan dakwah harus terus dilakukan.
(b). Kiffah as siyasi (perjuangan politik)
Aktivitas kiffah as siyasi (perjuangan politik) adalah mengkritik kebijakan
pemimpin yang tidak sesuai dengan Islam, tidak membela kemashlahatan kaum
muslimin serta membongkar berbagai makar yang akan menghalang-halangi
tegaknya Islam kembali, baik makar antar pemimpin maupun dengan negara lain.
Dengan begitu, rakyat mengetahui dengan jelas hakikat para penguasa mereka.
3. Tahap Penerapan Syari'at Islam (Tathbiq Al Ahkaam Al Islam).
Tahap ini ditandai dengan didirikannya Daulah Islamiyah sebagai pelaksana
hukum Islam dan sebagai pengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia melalui
dakwah dan jihad.
Dengan telah dipahaminya tentang kewajiban mengorganisasikan dakwah dengan baik
serta tujuan yang jelas juga metode yang jelas, insya Allah kehidupan Islam yang
diinginkan semua umat dapat terwujud. Islam pun akan mampu kembali menjadi
rahmatan lil alamin.
Dakwahkampusbooks

55

BAB VI
Pengantar Tata Pergaulan dalam Islam
Sistem sosial kemasyarakatan (Nidzam Al Ijtima'i) adalah sistem yang mengatur
hubungan pria dan wanita dan sebaliknya serta mengatur hubungan yang timbul di
antara mereka karena pertemuan tersebut.
Saat ini, sering kita saksikan bahwa wanita tidak lagi memiliki sifat seperti seharusnya
wanita. Di televisi maupun media-media cetak, wanita dipampang dengan
menampakkan auratnya seolah mereka adalah pelaris barang dagangan. Wanita sudah
seperti komoditi yang diperdagangkan. Bahkan sering kali barang yang tidak ada
hubungannya sama sekali dengan wanita berusaha dihubung-hubungkan. Wanita yang
mengumbar aurat di mana-mana, sudah merupakan hal yang biasa. Bahkan model
wanita karier, di mana wanita bekerja di luar rumah hingga meninggalkan tugas
utamanya sebagai ibu rumah tangga adalah hal yang dianggap modern. Dan dianggap
kuno jika seorang wanita tidak bekerja dan memakan gaji suaminya saja.
Selain hal tersebut, di sisi lain pergaulan bebas antara pria dan wanita sudah mulai
merebak. Hubungan intim maupun hidup serumah tanpa ikatan perkawinan, terutama
penduduk kota besar dan selebritis adalah hal yang biasa dan bahkan menjadi suatu
kebutuhan. Akhirnya, manusia yang pada fitrahnya adalah tinggi, sudah tidak ada
bedanya lagi dengan binatang.
Islam telah mengatur bagaimana sosial kemasyarakatan harus berjalan. Dalam
Islam, tugas utama wanita adalah mengurus rumah tangga serta menjaga kehormatan
diri, keluarga maupun suami. Hal ini dipandang sangat remeh dan kuno oleh kapitalis
dan bahkan malah dipandang merendahkan wanita. Padahal sebenarnya tugas
pengurusan rumah tangga ini adalah tugas yang sangat mulia dan berat. Karena di sini
kader-kader unggul akan dicetak. Dan proses pencetakan kader yang unggul ini
bukanlah merupakan sesuatu yang mudah dan remeh. Karena jika terjadi kesalahan
mendidik (walaupun kecil-peny)berarti telah menyia-nyiakan kader. Dalam kapitalis hal
ini justeru dipandang rendah. Sehingga banyak perempuan yang meninggalkan tugas
utamanya, hanya sekedar untuk menjadi wanita karier sehingga urusan rumah
tangganya diserahkan kepada pembantu rumah tangga. Walhasil, yang terjadi adalah
keberantakan di dalam rumah tangga.
Dalam hak dan kewajiban sebagai warga negara, pria dan wanita mempunyai
kedudukan yang sama. Wanita berhak memiliki barang- barang individu sebagaimana
pria. Apabila wanita bersalah wanita juga akan terkena hukuman sebagaimana pria.
Bahkan dalam struktur kenegaraan, wanita diperbolehkan menduduki posisi tertentu,
Dakwahkampusbooks

56

misalnya menjadi anggota majelis umat. Namun ada beberapa posisi yang memang tidak
diperbolehkan untuk wanita yaitu Al hakim (Khalifah maupun wakil dan pembantunya,
wali/gubernur, ketua qadli dan amil), atau tugas-tugas lain yang berkenaan dengan
pemerintahan seperti qadli madzalim.
Dalam masalah hukum asal, wanita dan pria adalah terpisah. Dengan demikian
apabila tidak ada suatu keperluan yang dibenarkan oleh syara', maka hukumnya akan
kembali ke asalnya yaitu terpisah.
Dalam hal lingkungan kehidupan, Islam mengaturnya dengan pemisahan antara
kehidupan umum dan kehidupan khusus. Kehidupan umum adalah suatu tempat di
mana tidak perlu adanya izin ketika seseorang, siapapun orangnya ingin memasuki
tempat tersebut. Sedangkan kehidupan khusus adalah suatu tempat di mana ketika
seseorang memasuki tempat tersebut harus mendapatkan izin dari yang mempunyai
tempat tersebut. Dasar dari peraturan ini adalah firman Allah SWT:

Wahai orang-orang yang beriman, kamu jangan memasuki rumah orang lain,
sehingga kamu mendapatkan izin dan kamu mengucapkan salam kepada penghuninya.
(QS An Nur: 27)

Tempat Umum
Sebagaimana definisi dari tempat umum, maka di tempat ini setiap orang
diperbolehkan memasukinya tanpa perlu memperoleh izin seseorang. Tempat umum
yang dimaksud sebagai contohnya adalah sekolah/kampus, pasar, jalan dan
supermarket. Hanya saja pertemuan baik yang tanpa adanya interaksi (ijtima') maupun
dengan interaksi (ikhtilath) tetap diatur oleh Islam. Kondisi ijtima' hanya diperbolehkan
jika hal tersebut tidak dilakukan dengan berkhalwat (berdua-duaan) misalnya ditempat
yang sepi antara pria dan wanita yang bukan mahrom. Ikhtilath pun pada dasarnya boleh
dilakukan dengan syarat bahwa apa yang dibicarakan bukanlah sebuah hal yang
diharamkan serta tidak dilakukan dengan berkhalwat. Pada tempat umum ini baik pria
maupun wanita harus dalam kondisi tertutup auratnya.

Dakwahkampusbooks

57

Tempat Khusus
Tempat khusus adalah suatu tempat di mana ketika seseorang ingin memasukinya,
maka orang itu harus meminta izin terlebih dahulu kepada penghuninya. Contoh dari
tempat khusus adalah rumah dan mobil pribadi. Pada tempat khusus ini pertemuan
antara pria dan wanita hanya diperbolehkan apabila pihak wanita ditemani oleh
beberapa orang yang diperbolehkan. Ketika terjadi ikhtilath pun apa yang dibicarakan
terbatas pada apa yang diperbolehkan oleh syara'. Adapun yang terkategori orang yang
boleh menemani wanita dalam tempat khusus tersebut telah diterangkan dalam Al
Qur'an, yaitu:

Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah


menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah dari
suami mereka, putera-putera mereka, putera-putera suami mereka, saudara-saudara
laki-laki mereka, putera-putera saudara laki-laki mereka, putera-putera saudara
perempuan mereka, wanita-wanita Islam, budak-budak yang mereka miliki, pelayanpelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak
yang belum mengerti tentang aurat wanita. (QS An Nur: 31)

Dakwahkampusbooks

58

Dakwahkampusbooks

59

Dakwahkampusbooks

60

Você também pode gostar