Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Referat
ini
membahas
definisi,
patofisiologi,
klasifikasi,
diagnosis,
penatalaksanaan syok.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi
darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Kematian
karena syok terjadi bila keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism
sel. Terapi syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan
faktor penyebab. Syok sirkulasi dianggap sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis
adrenalin sehingga menimbulkan akibat fisiologi dan metabolisme yang besar. Syok
didefinisikan juga sebagai volume darah sirkulasi tidak adekuat yang mengurangi
perfusi, pertama pada jaringan nonvital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan
kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru- paru, dan ginjal). Syok atau renjatan
merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik yang mengakibatkan hipoksia
jaringan dan sel.5
2.2 Etiologi dan klasifikasi
2.3 Patofisiologi
Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa
lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun ada
tetapi
ginjal
mempunyai
cara
regulasi
sendiri
untuk
trombosis
luas
(DIC
Disseminated
Intravascular
umum adalah berupa takikardia, Respon ini dapat minimal pada orang tua atau karena
pengaruh obat-obatan. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada tingkat kegawatan
syok.
2. Patogenesis dan Patofisiologi Syok Kardiogenik5
Patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas
miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, tekanan
darah rendah,insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan kontraktilitas
dan curah jantung. Syok kardiogenik ditandai dengan gangguan fungsi ventrikel kiri,
yang mengakibatkan gangguan berat pada pefusi jaringan dan penghantaran oksigen
ke jaringan. Yang khas pada syok kardiogenik oleh infark miokardium akut adalah
hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri. Selain dari kehilangan
masif jaringan otot ventrikel kiri juga ditemukan daerah-daerah nekrosis fokal
diseluruh ventrikel. Nekrosis fokal diduga merupakan kibat dari ketidak seimbangan
yang terus-menerus antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Pembuluh
koroner yang terserang juga tidak mampu meningkatkan alira darah secara memadai
sebagai respon terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh
aktivitas respon kompensatorik seperti perangsangan simpatik. Sebagai akibat dari
proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu.
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan
curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka
dimulailah siklus berulang. Siklus dimulai dengan terjadinya infark yang berlanjut
dengan gangguan fungsi miokardium. Gangguan fungsi miokardium yang berat akan
menyebabkan menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria. Akibatnya terjadinya
asidosis metabolik dan menurunnya perfusi koroner, yang lebih lanjut mengganggu
fungsi ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia.
3. Patogenesis Syok Septik5
Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif yang
berada dalam darah/endotoksin. Jamur dan jenis bakteri juga dapat menjadi penyebab
septicemia. Syok septik sering diikuti dengan hipovolemia dan hipotensi. Hal ini
dapat disebabkan karena penimbunan cairan disirkulasi mikro, pembentukan pintasan
arteriovenus dan penurunan tahanan vaskuler sistemik, kebocoran kapiler
menyeluruh, depresi fungsi miokardium. Beberapa faktor predisposisi syok septic
adalah trauma, diabetes, leukemia, granulositopenia berat, penyakit saluran kemih,
terapi kortikosteroid jangka panjang, imunosupresan atau radiasi. Syok septik sering
terjadi pada bayi baru lahir, usia di atas 50 tahun, dan penderita gangguan sistem
kekebalan.
4. Patogenesis Syok Neurogenik5
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif. Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga terjadi
hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh darah pada capacitance vessels.
Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera
pada sistem saraf (seperti : trauma kepala, cedera spinal atau anestesi umum yang
dalam). Syok neurogenik juga disebut sinkop.
Syok
neurogenik
terjadi
karena
reaksi
vasovagal
berlebihan
yang
Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen
yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran napas atau saluran makan ditangkap oleh
makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit
T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi
Limfosit B berproliferasi menjadi sel plasma (Plasmosit). Sel plasma
memproduksi Immunoglobulin E (IgE) spesifik untuk antigen tersebut. IgE ini
kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen
yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk allergen
yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh IgE spesifik
dan memicu terjadinya reaksi segera pelepasan mediator vasoaktif antara lain
histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula
yang disebut preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi
asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan
Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut
Newly formed mediators.
Fase Efektor, yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik
pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi,
meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi
mucus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet Activating Factor (PAF)
berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan
aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.
Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi, demikian juga
dengan leukotrien.
Stadium-Stadium Syok
Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau
irreversibel sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut:6
10
11
12
Kerusakan mikrovaskular dan organ sekarang menjadi menetap dan tak bisa
diatasi.
2.4 Diagnosis
2.4.1
Syok hipovolemia
Anamnesis
Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit
penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung.
Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah
didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya
mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental.7
Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan,
sebaiknya dinilai pada semua pasien. Pada pasien trauma, menentukan mekanisme
cedera dan beberapa informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera
tertentu (misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan
kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor). Jika sadar,
13
pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri.Tanda vital, sebelum dibawa ke unit
gawat darurat sebaiknya dicatat. Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin
menunjukkan gangguan pada pembuluh darah.Tanda klasik pada aneurisma arteri
torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis
biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul.7,8
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan
tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat antiinflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah
sangat penting.9
1. Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan.
2. Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat
kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear,
sedangkan pasien dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal kemungkinan
mengalami ulkus peptik atau varises esophagus.
Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan
informasi mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan
ektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi
pada saluran vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes
kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil. Tes kehamilan negatif bermakna
untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.7
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas,
pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan,
sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan
hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini
menyebabkan diagnosis lambat. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan
tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume
darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan.
Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi,
tanpa memperhatikan derajat syoknya.10
14
15
3.
Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tanda-
16
17
Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia
langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan. Pasien trauma
dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat
darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi
perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage
harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi
atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien
tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.7
Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto
polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau
CT-scan dada.
Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST
(Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang
stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil. Jika
dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.8
Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur.
Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan
ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki
fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif
jarang, namun pernah dilaporkan.8
Differensial diagnosis 8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.4.2
Anamnesis
18
Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : baik sampai buruk
2. Kesadaran: composmentis sampai koma
3. Tensi : hipotensi,
4. Nadi :takikardi,
5. Kepala dan leher : sianosis, dispneu, konjungtivitis, lakrimasi, edema periorbita,
perioral, rinitis
6. Thorax aritmia sampai arrest pulmo bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing,
abdomen : nyeri tekan, bising usus meningkat
7. Ekstremitas : urtikaria, edema.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel
darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang
menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea
nitrogen) dalam darah akan meningkat. Hitung sel meningkat hemokonsentrasi,
19
Diferensial Diagnosis
Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti :
1. Reaksi vasovagal
Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien
tampak pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi
anafilaktik, pada reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis.
Meskipun tekanan darahnya turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak
terlalu rendah seperti anafilaktik.7
2. Infark miokard akut
Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau
tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak
tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri
dada.7
3. Reaksi hipoglikemik
Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab
lain. Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah
kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran
napas. Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas.7
4. Reaksi histeris
20
Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi,
atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara.
Sedangkan tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis.7
5. Carsinoid syndrome
Pada sindrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala,
diare, serangan sesak napas seperti asma.7
6. Chinese restaurant syndrome
Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada
beberapa menit setelah mengkonsumsi MSG (monosodium glutamat) lebih dari
1gr, bila penggunaan lebih dari 5gr bisa menyebabkan asma. Namun tekanan
darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka
yang diberi makanan tanpa MSG.7
7. Asma bronkial
Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang
berbunyi ngik-ngik. Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu,
aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari.7
8. Rinitis alergika
Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung
yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus, mis.
debu, terutama di udara dingin.dan hampir semua kasus asma diawali dengan
RA.7
2.4.3
Syok neurogenik
Anamnesis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik dari
anamnesis biasanya terdapat cedera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera
spinal, atau anestesi umum yang dalam).7
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak
bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan
adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia.7
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:7
1. Darah (Hb, Ht, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum,
kreatinin, glukosa darah.
21
2.4.4
Syok kardiogenik
Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda
syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas,
gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru,
tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.10
Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari 90
mmHg), diikuti menurunnya aliran darah ke organ vital : 8,10
1
2
3
4
kardial.
Meningkatnya adrenalin, glukosa, free fatty acid cortisol, rennin, angiotensin
plasma serta menurunnya kadar insulin plasma.
Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi
Tensi turun : sistolik < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari
2
3
4
5
6
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang segera dilakukan : 10
1.
2.
3.
4.
hipoperfusi
dan
prognosis.
6. Pemeriksaan yang harus direncanakan adalah EKG, ekokardiografi. foto
polos dada.
2.4.5 Syok sepsis
Pada anamnesis sering didapatkan riwayat demam tinggi yang
berkepanjangan, sering berkeringat dan menggigil, menilai faktor resiko
menderita penyakit menahun, mengkonsumsi antibiotik jangka panjang,
pernah mendapatkan tindakan medis/pemebedahan. 11
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan demam tinggi, akral dingin,
tekanan darah turun < 80 mmHg dan disertai penurunan kesadaran.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau
sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar
23
hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa
gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen.
Pemeriksaan
EKG
jantung
menunjukkan
ketidakteraturan
irama
jantung,
menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat
untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.11
Diferensial Diagnosis
-
Syok hipovolemia
Keadaan syok hipovolemia biasanya terjadi berbarengan dengan kecelakaan
Penatalaksanaan awal
A. Pemeriksaan jasmani 13,14
Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni
melalui tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
1. Airway dan Breathing
Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran
ventilasi
dan
oksigenasi.
Diberikan
tambahan
oksigen
untuk
24
Dapat diberikan dengan menggunakan non rebreathing mask sebanyak 1012 L/menit.12
2. Sirkulasi
Kontrol pendarahan dengan:
-
Mengendalikan pendarahan
Pengendalian pendarahan:
Dari luka luar tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).
Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah PASG
(Pneumatic Anti Shock Garment).
Pendarahan internal operasi
Posisi pasien juga dapat mempengaruhi sirkulasi. Pada pasien dengan
hipotensi dengan menaikkan kakinya lebih tinggi dari kepala dan
badannya akan meningkatkan venous return. Pada pasien hipotensi yang
hamil dengan cara memiringkan posisinya ke sebelah kiri juga
meningkatkan aliran darah balik ke jantung.
3. Disability : pemeriksaan neurologi
Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi
motorik dan sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti
perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.
4. Exposure : pemeriksaan lengkap
Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta
pencegahan terjadi hipotermi pada penderita.
5. Dilatasi Lambung: dekompresi
Dilatasi
lambung
pada
penderita
trauma,
terutama
anak-anak
25
12
26
perdarahan) x 3], yaitu [70 x 7% x 30% x 3]. 13 Jumlah darah pada dewasa
adalah sekitar 7% dari berat badan, anak-anak sekitar 8-9% dari berat badan.
Bayi sekitar 9-10% dari berat badan. 16 Pemberian cairan ini tidak bersifat
mutlak, sehingga perlu dinilai respon penderita untuk mencegah kelebihan
atau kekurangan cairan.
13,17
27
Kembali
Respon
Tanpa Respon
Sementara
ke Perbaikan
normal
sementara
Tetap abnormal
tek.
Kehilangan Minimal
darah
Kebutuhan kristaloid
Kebutuhan darah
kembali turun
(10- Sedang-masih
20%)
Sedikit
Sedikit
ada (20-40%)
Banyak
Sedang-banyak
28
Berat (>40%)
Banyak
Banyak
Persiapan darah
Operasi
Kehadiran
dini
Type specific
Emergency
Sangat mungkin
Perlu
Hampir pasti
Perlu
bedah
Keberhasilan manajemen syok hemoragik atau lebih khusus lagi resusitasi cairan bisa
dinilai dari parameter-parameter berikut:
O2 sat >95%
CVP 8 to12 mm Hg
(normal 0.5-0.7)
29
Jika darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O dianjurkan
untuk penderita dengan pendarahan exsanguinating.
30
f. Pemberian Kalsium
Kalsium tambahan dan berlebihan dapat berbahaya.
Tatalaksana Syok hemoragik (Gambar 2.6)19
Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume yang
tidak adekuat.
1. Pendarahan yang berlanjut
Pendarahan yang tidak terlihat adalah penyebab paling umum dari respon
buruk penderita terhadap cairan, dan termasuk kategori respon sementara.
31
Syok kardiogenik
Prehospital care: bertujuan untuk meminimalisir iskemik dan syok yang
sedang terjadi. Pasien dipasang akses intravena, oksigen high flow, dan monitor
jantung/ EKG. Dengan EKG dapat segera dideteksi terjadinya ST elevasi yang terjadi
pada infark miokard. Obat-obatan inortropik sebaiknya dipersiapkan. Bila perlu,
dapat dilakukan pemberian ventilasi tekanan positif dan intubasi. Pemasangan CPAP
(Continuous positive airway pressure) atau BIPAP (bilevel positive airway pressure)
dapat dipertimbangkan. Berikut adalah algoritme sindroma koroner akut. Gambar
2.720
32
Pertimbangkan pemberian:
Pertimbngkan :
Penyekat beta IV
Heparin IV
Nitrogliserin IV
Nitrogliserin IV
Heparin IV
Penyekat beta IV
Penghambat ACE
(sesuai indikasi tanpa menunda trmbolitik)
> 12 jam
Waktu sejak sakit dada ?
Nilai status klinis
< 12 jam
Ya
Pertimbangkan :
Unit ED sakit dada
Serum serial
Klinis stabilEKG serial
Echo/radionuklir
Tdk
PTCA: waktu tiba-lab:< 60 mnt
Kateterisasi jantung:
Ya
Anatomi tepat untuk revaskularisasi ?
Adakah iskemia/
Infark > 8-12 jam ?
Tdk
Ya
Revaskularisasi
PTCA
CABG
ICCU :
Terapi sesuai indikasi
Serum serial
EKG serial
Echo/radionuklir
Boleh
Rawat jalan
& kontrol
teratur
Berdasarkan penelitian yang terdahulu, terapi pilihan untuk syok tipe ini
adalah percutaneus coronary intervention (PCI) atau bypass arteri koroner. Dengan
terapi ini maka angka kematian dapat turun dalam 1 tahun pertama. PCI terbaik
dilakukan saat onset dengan kejadian infark sekitar 90 menit sampai 12 jam pertama.
Jika fasilitas seperti ini tidak ada, maka terapi dengan trombolitik dapat
dipertimbangkan. Beberapa penelitian menunjukkan pemberian trombolitik pada
tekanan darah yang rendah tidak dapat mengakibatkan lisis thrombus di pembuluh
darah. Tatalaksana dimulai dengan manajemen ABC. Pada pasien yang sangat sesak
dapat dipertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik. Pemberian vasopresor
intravena baik untuk meningkatkan inortropik dan memaksimalkan perfusi ke
33
miokardium yang iskemik. Yang perlu diperhatikan, pemberian vasopresor itu sendiri
dapat berakibat peningkatan denyut jantung yang pada akhirnya akan memperluas
infark yang telah terjadi. Sehingga penggunaan vasopresor di sini harus digunakan
secara hati-hati. Beberapa vasopresor yang dapat diberikan seperti: 20, 21
-
Preparat nitrat atau morfin digunakan untuk analgetik, tetapi perlu diingat
bahwa
keduanya
dapat
mengakibatkan
hipotensi
sehingga
jangan
sampai
memperparah keadaan syok pasien dengan pemberian preparat ini. Alat yang dapat
membantu pasien dalam syok kardiogenik secara mekanis yakni intraaortic balloon
pump (IABP) bermanfaat terutama pada syok kardiogenik yang sudah tidak dapat
ditangani dengan obat-obatan. 20
Antiagregasi trombosit seperti aspirin tersedia dalam 81 mg, 325 mg, 500 mg,
dapat menurunkan mortalitas akibat infark miokard. Vasodilator yang juga dapat
digunakan adalah nitrogliserin IV yang bekerja dengan merelaksasikan otot polos
pembuluh darah sehingga menurunkan resistensi perifer. 20
Beberapa komplikasi syok kardiogenik: 20
2.5.3
Henti jantung
Disritmia
Gagal ginjal
Kegagalan multiorgan
Aneurisma ventrikel
Sekuele tromboembolik
Stroke
Kematian
Syok neurogenik
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan
34
sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang
berkumpul ditempat tersebut. 4,9
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.
Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika
terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otototot respirasi.13
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang
cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai
respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti
ruptur lien) :3,14,15
Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa
dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal
dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan,
diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan
obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari
pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan
darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena
dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
35
Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme
cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya
terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa
pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat
menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok
neurogenik
Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac
output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
Resistensi
Obat
Dosis
Cardiac
Tekanan
Pembuluh
Output
Darah
Darah
Sistemik
Dopamin
Norepinefri
n
Epinefrin
Fenilefrin
Dobutamin
2.5.4
2,5-20
mcg/kg/menit
0,05-2
mcg/kg/menit
0,05-2
mcg/kg/menit
2-10
mcg/kg/menit
2,5-10
mcg/kg/menit
++
++
++
++
++
++
+/-
Syok septik
Pada SIRS (systemic inflammation response syndrome) dan sepsis, bila terjadi
syok ini karena toksin atau mediator penyebab vasodilatasi. Prinsip utama semua
syok tetap ABC. Pengobatan berupa resusitasi cairan segera dan setelah kondisi
cairan terkoreksi, dapat diberikan vasopressor untuk mencapai MAP optimal. Perfusi
jaringan dan oksigenasi sel tidak akan optimal kecuali bila ada perbaikan preload.
Dapat dipakai dopamin, norepinephrine dan vasopressin. Untuk menurunkan suhu
36
Syok anafilaktik
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita
berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit,
asal tersedia obat-obat emerjensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta
dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu
yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. 14
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat
kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:14
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
37
38
6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai
tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis
laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap
merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat
terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya,
bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma.
Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang
sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan
juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan
histamin.
7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau
terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah
harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan
transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus
tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
8. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi
harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan
penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2--3 kali suntikan,
harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.
Komplikasi syok anafilaktik: Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang
menurunkan ventilasi. 14
2.6 Prognosis
Prognosis syok hipovolemik tergantung derajat kehilangan cairan. Bila
keadaan klinis pasien dengan syok anafilaktik masih ringan dan penanganan cepat
39
40
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
1. Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi
darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel.
2. Klasifikasi syok : syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok septik, syok
neurogenik, syok anafilaktik.
3. Gejala/Tanda
pucat (pallor )
berkeringat,
Akral dingin
Oliguria
4. Penatalaksanaan syok :
Terapi cairan
3.2 Saran
a. Melakukan penilaian dan penanganan syok pada pasien secara cepat dan tepat.
b. Mencegah terjadinya komplikasi lanjut.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. 11924.
2. Udeani J. Shock, Hemorrhagic. 2008 [cited November 26th 2011].
http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview
3. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of
Emergency Surgery. 2006. 1-14
4. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life
Support Untuk Dokter. 1997. 89-115
5. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit jilid 1, edisi 4.1995. Jakarta: EGC.
6. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock:
Helpful or harmful? Curr Opin Crit Care 7:422, 2001
7. Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik
Shock
Sepsis.
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf
8. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock.
Dalam buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and
Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.
9. Schwarz
A,
Hilfiker
ML.Shock.
update
October
2004
http:/www/emedicine.com/ped/topic3047
10. Patrick D. At a Glance Medicine, Norththampon : Blackwell Science Ltd,
2003
11. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
12. Kolecki P, author. Hypovolemic shock [monograph on the Internet].
Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/760145-treatment
13. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life
Support Untuk Dokter. 1997. 89-115
14. Rifki. Syok dan penanggulangannya. FKUA. Padang.1999
15. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of
Emergency Surgery. 2006. 1-14
42
16. Martel MJ. Hemorrhagic shock. J Obstet Gynaecol Can. Vol 24 (6). 2002.
504-11
17. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock:
Helpful or harmful? Curr Opin Crit Care 7:422, 2001
18. Bozeman P W. Shock, Hemorrhagic. 2007 [cited Mei 10th 2011].
http://www.emedicine.com
19. Demling RH, Wilson RF. Decision making in surgical care. B.C. Decker Inc.
1988.64
20. Brandler ES, editor. Cardiogenic shock in emergency medicine [monograph
on the Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/759992-treatment
21. Lenneman A, Ooi HH, editors. Cardiogenic shock. [monograph on the
Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/152191-treatment
22. Suryono B. Diagnosis dan pengelolaan syok pada dewasa. [Clinical updates
emergency case]. FK UGM: RSUP dr. Sadjito, 2008
43
A. Pendahuluan
Bantuan
hidup
dasar
adalah
usaha
yang
dilakukan
untuk
44
b)
c)
d)
e)
Aspirasi
Edema paru
Kontusio paru
Keadaan tertentu yang menyebabkan rongga paru tertekan oleh
hidup
dasar
yang
benar
akan
Rantai keselamatan:
Rantai ini berlaku terhadap penderita baik karena gangguan irama jantung VF
atau jantung bergetar maupun gangguan suplai oksigen.
Rantai tersebut adalah:
Akses dini : kenali keadaan darurat lalu panggil bantuan medis atau
akhir
1. Akses Dini
a. Penilaian respon
Penilaian respon dilakukan setelah penolong yakin bahwa
dirinya sudah aman untuk melakukan pertolongan. Penilaian repon
47
tidak
normal(gasping)
maka
penderita
dianggap
48
Gambar.2
c. Kompresi Jantung C
Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya
dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi
dada atau kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai
berikut:
1) Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang
iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada sternum.
2) Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 23 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tangan penolong dalam
memberikan bantuan sirkulasi.
3) Letakan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu
telapak tangan diatas telapak tangan yang lainya, hindari jari-jari
tangan menyentuh dinding dada penderita, jari-jari tangan dapat
diluruskan atau menyilang.
50
51
mask)
Posisi kompresi disamping kanan atau kiri sejajar dengan bahu korban
buat dewasa
- Bantuan nafas dengan pocket mask / bag valve mask
3. Jalan nafas (Airway)
Perubahan yang terjadi pada alur bantuan hidup dasar ini sesuai
american heart assosiation mengenai bantuan hidup dasar, bahwa
penderita yang mengalami henti jantung umumnya memiliki penyebab
primer gangguan jantung, sehingga kompresi secepatnya harus dilakukan
darinpada menghabiskan waktu mencari sumbatan benda asing pada jalan
nafas.
Setelah melakukan tindakan kompresi sebanyak 30 x maka
dilanjutkan dengan pemberian bantuan nafas sebanyak 2x yang diawali
52
dengan membuka jalan nafas posisi penderita saat diberikan bantuan nafas
tetap terlentang. Jika mungkin dengan dasar yang keras dan datar dengan
posisi penolong tetap berada disamping penderita.
Buka jalan nafas :
Pada penderita yang tidak sadarkan diri maka tonus otot-otot tubuh akan
melemah termasuk otot rahang dan leher. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan lidah dan epiglotis terjatuh ke belakang dan menyumbat
jalan nafas. Jalan nafas dapat dibuka oleh penolong dengan metode:
a. Head tilt chin lift maneuver (dorong kepala ke belakang sambil
mengangkat dagu).
Tidakan ini aman dilakukan bila penderita tidak dicurigai mengalami
gangguan/trauma tulang leher.
Gambar.5
b. Jaw Thrust
Bila penderita dicurigai mengalami gangguan/trauma leher
maka tindakan untuk membuka jalan nafas dilakukan dengan menekan
rahang bwah ke arah belakang.
53
Gambar.6
Setelah dilakukan tindakan membuka jalan nafas langkah
selanjutnya adalah dengan pemberian nafas bantuan. Tindakan
pembersihan jalan nafas, serta maneufer look, listen, and feel tidak
dikerjakan lagi, kecuali jika tindakan pemberian nafas bantuan tidak
menyebabkan paru terkembang secara baik.
4. Ventilasi (breathing)
Tindakan pemberian nafas bantuan dilakukan kepada penderita
henti jantung setelah satu siklus kompresi selesai dilakukan 30 x
kompresi. Hal yang diperhatikan dalam ventilasi:
a. Nafas bantuan 2x dalam waktu 1 detik setiap hembusan
b. Berikan bantuan nafas sesuai dengan kapasitas volume tidal yang
cukup untuk memperlihatkan pengangkatan dinding dada.
c. Berikan bantuan nafas bersesuaian dengan kompresi dengan
perbandingan 2x bantuan nafas setelah 30 x kompresi.
Pemberian nafas bisa dilakukan dengan metode:
54
1) Mulut ke mulut
Gambar.7
Metode ini merupakan metode yang paling mudah dan
cepat. Oksigen yang dipakai berasal dari udara yang dikeluarkan
oleh penolong. Cara melakukan pertolongan adalah:
a) Mempertahankan posisi head tilt chin lift, yang dilanjutkan
dengan menjepit hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk
tangan.
b) Buka sedikit mulut penderita tarik nafas panjang dan
tempelkan rapat bibir penolong melingkari mulut penderita
kemudian hembuskan lambat setiap tiupan selama 1 detik dan
pastikan sampai terangkat.
c) Tetap pertahankan head tilt chin lift, lepaskan mulut penolong
dari mulut penderita, lihatlah apakah dada penderita turun
waktu ekshalasi.
2) Mulut ke hidung
55
Gambar.8
Nafas bantuan ini dilakukan bila pernafasan mulut ke mulut
sulit dilakukan, misalnya karena trismus. Caranya adalah katupkan
mulut penderita disertai chin lift, kemudian hembuskan udara
seperti pernafasan mulut ke mulut. Buka mulut penderita waktu
ekshalasi.
3) Mulut ke sungkup
Gambar.9
Penolong menghembuskan udara melalui sungkup yang
diletakkan di atas dan melingkupi mulut dan hidung penderita.
Sungkup ini terbuat dari plastic transparan, sehingga muntahan dan
warna bibir penderita dapat terlihat.
56
57
59
b. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang lebih
bertanggung jawab meneruskan resusitasi.
c. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab
d. Penolong terlalu capek sehingga tak sanggup melanjutkan resusitasi.
e. Pasien dinyatakan mati
Daftar Pustaka
Subagjo Agus, 2013. Bantuan Hidup Jantung Dasar. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia.
Buku Pedoman Pelatihan BTCLS. 2012. Yayasan Nakespro Global. Jakarta
American College Of Surgeon Committee On Trauma. 2004. Advanced Trauma Life
Support ATLS. Edisi 7. Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI)
60