Você está na página 1de 16

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT

LAUT
Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut

dengan menggunakan

pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar (market


structure) yang dianalisis yaitu konsentrasi pasar,dan hambatan masuk pasar.
Sedangkan perilaku pasar (market conduct) yang dianalisis yaitu saluran
pemasaran, kegiatan praktek pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan
sistem pembayaran. Analisis keragaan pasar (market performance) mencakup
margin pemasaran, farmers share, dan integrasi pasar.
Struktur Pasar
Struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menjelaskan

pengambilan

keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu


pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran (pangsa pasar yang
terkonsentrasi atau menyebar), deskripsi produk dan syarat-syarat keluar masuk
pasar. Struktur pasar sangat diperlukan dan paling banyak digunakan dalam
menganalisis sistem pemasaran. Hal ini disebabkan karena melalui analisis
pemasaran, secara otomatis didalamnya akan menjelaskan bagaimana perilaku
partisipan yang terlibat dan akhirnya akan menunjukkan keragaan yang terjadi
akibat dari struktur dan perilaku pasar yang ada dalam sistem pemasaran.
Analisis yang dilakukan terhadap struktur pasar rumput laut yaitu konsentrasi
pasar, dan hambatan masuk

pasar (Kohls et al., 2002). Struktur pasar

diidentifikasi dari peran lembaga pemasaran dalam suatu pemasaran rumput laut.
Konsentrasi Pasar Analisis yang digunakan untuk menganalisis struktur pasar
yaitu dengan melihat konsentrasi pasar. Konsentrasi pasar mengukur berapa
jumlah output dalam sebuah industri yang diproduksi dari empat perusahaan
terbesar dalam sebuah industri (Baye, 2010). Dalam mengukur konsentrasi rasio
dapat menggunakan penerimaan penjualan atau kapasitas produksi (Besanko et
al., 2010). Semakin besar keempat perusahaan, maka terdapat kecendrungan
kekuatan
dalam suatu pasar. Hal ini menimbulkan kecendrungan penentuan harga
yang tidak seimbang. Rasio konsentrasi pedagang pengumpul dilakukan pada
empat

pedagang

pengumpul

terbesar

(CR4)

di

Kepulauan

Tanakeke.

Pengelompokkan empat pedagang pengumpul tersebut berdasarkan pada volume


penjualan yang dilakukan dalam pemasaran rumput laut tersebut. Berdasarkan
hasil analisis konsentrasi rasio empat pedagang pengumpul terbesar di Kepulauan
Tanakeke tahun 2011 (Tabel 17) menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu
52%. Artinya, pemasaran rumput laut didominasi oleh empat pedagang
pengumpul terbesar di Kepulauan Tanakeke. Nilai CR4 yang mendekati nol maka
diindikasikan berada pada pasar yang memiliki banyak penjual, yang memberikan
peningkatan banyak persaingan antara produsen untuk menjualnya ke konsumen.
Jika nilai CR4 mendekati satu maka diindikasikan pasar terkonsentrasi dan
mengalami persaingan yang kecil antara produsen untuk menjualnya ke konsumen
(Baye, 2010). Maka, berdasarkan perhitungan CR4 dapat disimpulkan bahwa
pasar rumput laut di Kepulauan Tanakeke bersifat oligopsoni.
Tabel 17. Konsentrasi Rasio Empat Pedagang Pengumpul (CR4) Berdasarkan
Volume Penjualan di Kepulauan Tanakeke, Kecamatan Mappakasunggu,
Kabupaten Takalar, 2011.
Hambatan Masuk Pasar
Hambatan masuk pasar merupakan suatu hal yang memungkinkan terjadinya
penurunan kesempatan atau cepat masuknya pesaing baru. Masuknya pedagang
pengumpul akan menimbulkan pesaing bagi pedagang pengumpul pertama yang
sudah ada dan dapat terjadi perebutan pasar serta perebutan sumberdaya
produksi. Kondisi tersebut dapat menimbulkan

ancaman bagi para pedagang

pengumpul yang sudah ada. Hambatan yang cukup besar banyak dihadapi oleh
para pedagang pengumpul yang akan membeli rumput laut dari para petani
rumput laut. Hal ini disebabkan adanya ikatan yang kuat antara para pedagang
pengumpul dengan petani rumput laut.
Hambatan masuk pasar dapat dihitung dengan menggunakan Minimum Efficiency
Scale (MES). MES diperoleh dari output/produksi terbesar di Kepulauan
Tanakeke terhadap total output/produksi rumput laut di Kepulauan Tanakeke. Jika
nilai MES > 10 persen mengindikasikan terdapat hambatan masuk (Jaya, 2001).
Berdasarkan hasil analisis MES (Minimum Efficiency Scale) pada tingkat
pedagang pengumpul sebesar 26.04 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
hambatan masuk ke pasar rumput laut di Kepulauan Tanakeke cukup sulit karena

nilai MES lebih dari 10 persen. Sehingga tidak mudah bagi para pedagang
pengumpul baru untuk masuk ke dalam pasar tersebut. Selain membutuhkan
modal yang cukup besar juga disebabkan telah adanya ikatan yang kuat diantara
petani rumput laut dengan pedagang pengumpul, walaupun perjanjian tersebut
tidak tertulis, dimana apabila petani meminjam uang untuk modal usaha atau
untuk keperluan yang lainnya, maka petani tersebut harus menjual hasil
produksinya kepada pedagang pengumpul yang bersangkutan.
Hambatan bagi pedagang besar untuk masuk pasar juga relatif besar, hal ini
disebabkan telah terjalin ikatan yang kuat antara pedagang besar dengan para
pedagang pengumpul, sehingga sulit bagi pedagang besar yang baru untuk
mengajak pedagang pengumpul beralih menjual rumput lautnya ke pedagang
besar yang lain. Selain itu, para pedagang besar yang baru harus memiliki modal
yang cukup besar untuk dapat memberikan pinjaman modal kepada pedagang
pengumpul agar dapat membeli rumput laut secara tunai dari para petani rumput
laut. Kondisi yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa para pedagang
pengumpul yang memiliki rumput laut dalam jumlah banyak dan tidak terikat
dengan pedagang besar di tingkat kabupaten dapat melakukan penjualan langsung
ke ekportir. Para pedagang pengumpul yang melakukan pemasaran rumput laut
pada saluran pemasaran ini disebabkan adanya keinginan untuk mendapatkan
harga yang lebih tinggi, selain itu karena pedagang pengumpul tersebut memiliki
kemampuan untuk mengakses pasar.
Hambatan untuk memasuki pasar di tingkat eksportir juga cukup tinggi. Hal ini
disebabkan oleh tingginya modal yang harus dimiliki, resiko yang relatif tinggi,
akses ke pasar luar negeri yang cukup sulit, serta persaingan harga diantara para
eksportir. Resiko yang sering dihadapi oleh para eksportir adalah mutu rumput
laut yang mereka beli tidak sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.
Selain itu, nilai tukar rupiah yang berfluktuasi cukup tinggi, sehingga sering
kerugian diakibatkan perubahan nilai tukar yang terjadi sewaktu-waktu.
Penentuan harga pembelian rumput laut ditingkat pedagang pengumpul
sepenuhnya ditentukan oleh eksportir.
Persyaratan mutu yang telah ditetapkan pihak eksportir adalah kadar air antara 3135 persen dengan kadar kotoran dan garam maksimal 5 persen dan rendemen

minimal 25 persen. Rumput laut yang tidak memenuhi persyaratan mutu tersebut
akan dibeli dengan melakukan penyesuaian harga. Selama rumput laut tersebut
masih bisa disortasi kembali dan kualitasnya masih dapat ditingkatkan maka
rumput laut tersebut akan dibeli oleh para eksportir. Namun, untuk rumput laut
yang berasal dari ikatan kerjasama antara para eksportir dengan pedagang
pengumpul akan diserap seluruhnya oleh para eksportir walaupun kualitasnya
rendah.
Hasil analisis struktur pasar rumput laut di Kepulauan Tanakeke menunjukkan
bahwa posisi tawar (bargaining position) petani lemah dalam menentukan harga
rumput laut, sehingga harga rumput laut yang diterima petani rendah. Lemahnya
posisi petani dalam menentukan harga rumput laut disebabkan oleh adanya empat
pedagang pengumpul terbesar dan adanya hambatan masuk pasar bagi pedagang
baru.
Perilaku Pasar
Perilaku pasar dianalisis secara deskriptif dengan mengacu pada struktur pasar
yang telah berlaku. Perilaku pasar pada

tingkat yang paling bawah

pada

hakekatnya merupakan turunan secara kumulatif dari sistem dan perilaku dari para
pelaku

pemasaran diatasnya. Kesepakatan yang terjadi diantara para petani

rumput laut dengan para pedagang pengumpul adalah pedagang besar yang berada
di ibukota kabupaten tidak diperkenankan melakukan pembelian langsung ke
petani rumput laut agar tidak terjadi spekulasi harga beli rumput laut di tingkat
petani. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa perilaku dari pedagang besar
kepada para pedagang pengumpul yang sudah ada maupun yang akan masuk ke
dalam pasar.
Analisis perilaku pasar (market conduct) yang diamati yaitu saluran pemasaran,
kegiatan praktek pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan sistem
pembayaran.
Saluran Pemasaran Rumput Laut
Saluran pemasaran merupakan organisasi yang merupakan penghubung antara
petani sebagai produsen dengan konsumen sebagai penerima harga produk akhir
yang terdiri dari beberapa lembaga perantara. Kotler (2003) mengatakan bahwa

saluran pemasaran sebagai sekumpulan organisasi yang saling terkait dalam


proses membuat produk atau jasa yang tersedia untuk dikonsumsi atau digunakan.
Saluran pemasaran digunakan karena produsen kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan pemasaran langsung ke tangan konsumen. Proses tersebut
melibatkan perantara yang berperan dalam peningkatan efisiensi dan efektivitas
keseluruhan saluran pemasaran (Levens, 2010). Saluran pemasaran yang berbeda
akan memberikan keuntungan yang berbeda pula pada setiap lembaga pemasaran.
Pada penyampaian hasil panen rumput laut yang dilakukan oleh petani kepada
konsumen akhir (eksportir), tidak dapat dilakukan secara langsung. Hal ini
dikarenakan lokasi produsen rumput laut yang jauh dari konsumen

akhir

(eksportir).
Beberapa lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses distribusi rumput laut
antara lain pedagang pengumpul (desa dan kecamatan), pedagang besar, dan
eksportir. Saluran pemasaran yang terdapat di Kepulauan Tanakeke dapat dilihat
pada Gambar 9. Pada gambar tersebut terlihat bahwa terdapat empat saluran
pemasaran rumput laut yaitu:
Pada umumnya pemasaran rumput laut di Kepulauan Tanakeke melalui saluran
pemasaran pertama dan merupakan saluran pemasaran rumput laut terpanjang.
Saluran ini melibatkan pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul
kecamatan, pedagang besar, dan eksportir.
Saluran ini merupakan saluran pemasaran yang paling banyak di lewati oleh
petani dalam memasarkan rumput lautnya, sebanyak 35 orang petani atau
38.89 persen menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul desa sebesar 30
persen atau 112 245 kg. Hal ini dikarenakan antara petani dengan pedagang
pengumpul desa terjalin ikatan yang kuat (kekeluargaan dan permodalan),
pedagang pengumpul desa memberikan modal kepada petani dalam usaha
budidaya rumput laut. Sehingga berapapun hasil produksi yang dihasilkan akan
dijual ke pedagang yang telah memberikan modal.
Adanya ikatan yang terbentuk pada saluran diatas, menyebabkan posisi tawar
petani lemah dalam menentukan harga rumput laut. Harga rumput laut di tentukan
oleh pedagang pengumpul desa, rata-rata harga rumput yang dibeli pedagang
pengumpul desa sebesar Rp 5 750/kg.

Saluran pemasaran pemasaran kedua melibatkan 4 lembaga pemasaran yang


terdiri dari petani, pedagang pengumpul desa, pedagang besar, dan eksportir.
Sebanyak 22.22 persen atau 20 orang petani rumput laut melalui saluran ini.
Petani menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul desa sebanyak 24
persen (89 428 kg).
Pada saluran ini, transaksi yang terjadi antara petani dengan pedagang pengumpul
desa tanpa adanya ikatan (bebas), tidak ada ikatan yang terbentuk antara petani
dengan pedagang pengumpul desa, sehingga petani bebas menjual ke pedagang
pengumpul yang ada di desa. Petani pada saluran ini memiliki posisi tawar
(bargaining position) dalam menentukan harga rumput laut. Namun, posisi tawar
yang dimiliki oleh petani tidak begitu kuat dibandingkan dengan pedagang
pengumpul desa. Hal ini dikarenakan kualitas dari hasil produksi rumput laut
petani kurang bagus (kadar air masih tinggi karena waktu yang singkat untuk
melakukan kegiatan penjemuran) dan volume penjualan. Dengan demikian harga
jual yang terbentuk berdasarkan kesepakatan internal antar

petani

dengan

pedagang pengumpul desa. Harga rumput laut yang terbentuk pada saluran ini
sebesar Rp 6 205/kg.
Saluran pemasaran ketiga sama dengan saluran pemasaran kedua, yaitu
melibatkan 4 lembaga pemasaran yaitu petani,pedagang pengumpul desa,
pedagang besar dan eksportir. Akan tetapi, perbedaan yang terletak antara saluran
pemasaran ketiga dan kedua yaitu adanya ikatan permodalan , dimana petani
diberikan pinjaman modal dalam membudidayakan rumput laut

selain

itu

pedagang pengumpul desa juga memberikan kebutuhan sehari-hari kepada petani


seperti beras, dan pakaian bekas yang masih layak untuk dipakai. Dengan
demikian berapapun hasil produksi rumput laut yang dihasilkan akan dijual
kepada pedagang pengumpul desa yang memberikan modal usaha dalam
membudidayakan rumput laut.
Petani rumput laut yang melakukan penjualan melalui saluran pemasaran ketiga
sebanyak 25 orang atau sebesar 27.78 persen. Volume penjualan pada saluran ini
sebesar 26 persen (98.701). Harga jual yang diterima oleh petani pada saluran ini
berkisar Rp 5 975/kg. Hal ini dikarenakan karena adanya ikatan antara petani
dengan pedagang pengumpul desa, dan besarnya volume penjualan petani. Selain

itu, harga jual yang diterima oleh petani pada saluran ini lebih kecil daripada
saluran kedua karena adanya permintaan khusus dari pedagang pengumpul
tersebut untuk meningkatkan kualitas.
Saluran pemasaran keempat merupakan saluran pemasaran terpendek, karena
hanya melibatkan dua lembaga pemasaran. Sebanyak 10 orang petani atau sebesar
11.11 persen yang melewati saluran ini. Petani pada saluran ini menjual rumput
lautnya ke pedagang pengumpul desa. Transaksi yang terjadi antara petani dengan
pedagang pengumpul desa tanpa adanya ikatan sehingga petani memperoleh harga
yang lebih baik, tetapi masih tergantung juga dari volume rumput laut yang dijual
dan harga yang berlaku pada saat itu yang telah disepakati antara pedagang
pengumpul desa. Posisi tawar petani lemah karena petani tidak memiliki
kemampuan untuk mengakses pasar yang harga jualnya lebih tinggi.
Berdasarkan analisis saluran pemasaran, rendahnya harga rumput laut yang
diterima oleh petani disebabkan oleh adanya ikatan yang terbentuk antara petani
dengan pedagang pengumpul, kualitas rumput laut yang dihasilkan, volume
penjualan, dan modal yang dimiliki oleh petani untuk mengakses pasar. Hal ini
menyebabkan posisi tawar (bargaining position) petani lemah dalam menentukan
harga rumput laut.
Praktek Pembelian dan Penjualan
Praktek pembelian dan penjualan yang terjadi dalam pemasaran rumput laut di
Kepulauan Tanakeke merupakan sebuah turunan akumulatif dari struktur pasar
yang ada. Praktek pembelian dan penjualan ini sangat dipengaruhi oleh ikatan
antara pembeli dan penjual yaitu ikatan langganan, ikatan kekeluargaan, maupun
ikatan modal. Petani rumput laut biasanya menjual hasil produksinya kepada
pedagang yang sama pada setiap periode panen. Ikatan seperti ini terjadi karena
seringkali pedagang tersebut merupakan pihak yang memberikan modal kepada
petani dengan perjanjian bahwa hasil produksinya harus di jual kepada pemberi
modal. Hal yang sama juga terjadi pada pedagang yang berada di atasnya yaitu
pedagang besar.
Adanya kerjasama seperti bentuk di atas membuat sempitnya ruang gerak bagi
petani untuk menjual hasil produksinya. Kemanapun petani menjual hasil
produksinya, petani akan memperoleh harga yang sama, atau tidak jauh berbeda.

Dilihat dari praktek kerjasama yang dilakukan pedagang tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa pasar rumput laut mengarah pada persaingan tidak sempurna.
Praktek Penentuan Harga
Sistem penentuan harga menunjukkan bagaimana proses yang dilakukan oleh
lembaga pemasaran untuk mendapatkan harga yang sesuai dalam sebuah transaksi
jual dan beli. Sistem penentuan harga dapat dilihat dari indikator lembaga mana
yang menjadi penentu harga.
Sistem penentuan harga yang terjadi pada proses pemasaran rumput laut di
Kepulauan Tanakeke berdasarkan dua cara yaitu dengan sistem tawar-menawar
dan penentuan harga ditentukan oleh pedagang. Berdasarkan Tabel 19, sebanyak
30 orang petani atau sebesar 33.33 persen penentuan harga rumput laut dilakukan
dengan sistem tawar-menawar. Penentuan harga dengan sistem tawar-menawar
terjadi pada petani yang tidak memiliki ikatan dengan pedagang pengumpul.
Sedangkan 60 orang petani atau sebesar 66.67 persen harga rumput
laut ditentukan oleh pedagang pengumpul.
Pada kegiatan praktek penentuan harga rumput laut dilapangan, ternyata petani
merupakan pihak yang paling lemah diantara mata rantai pemasaran rumput laut.
kondisi ini terjadi karena petani merupakan pihak penerima harga, tanpa
mempunyai kekuatan tawar menawar (bargaining power). Kekuatan pembentukan
harga ternyata berada pada pedagang yang berada di atas, atau secara vertikal
harga rumput laut ditentukan oleh pelaku pemasaran yang berada di atasnya pada
setiap lembaga pemasaran. Eksportir adalah pedagang pertama yang menentukan
harga rumput laut kering, kemudian diikuti oleh lembaga pemasaran yang ada
dibawahnya yaitu pedagang besar . Pedagang besar kemudian menentukan harga
beli ditingkat pedagang pengumpul berdasarkan harga jualnya kepada eksportir,
demikian seterusnya sampai ke tingkat petani. Petani hanyalah merupakan
penerima harga (price taker) dari

pedagang diatasnya. Dengan demikian

sangatlah wajar apabila petani berada pada posisi yang paling lemah diantara
semua mata rantai pemasaran yang terlibat dalam pemasaran rumput laut.
Berkaitan dengan hal ini, Syahyuti (1998) mengatakan bahwa pedagang merasa
lebih berhak menjadi penilai barang dibanding petani. Senjata pedagang dalam hal
ini adalah jumlah informasi yang dimilikinya atau seolah-olah dimilikinya.

Pedagang sering memanipulasi kondisi sedemikian rupa sehingga petani


menerima kenyataan bahwa hanya pedaganglah yang tahu bagaimana barang
tersebut akan diperdagangkan nantinya atau berapa harga yang terjadi. Dengan
cara itulah pedagang membangun otoritasnya dalam penilaian barang. Dengan
melihat kondisi diatas, dapatlah dikatakan bahwa praktek penentuan harga yang
terjadi dalam pemasaran rumput laut ini tidak mengarah pada pasar persaingan
sempurna (perfect competition), namun mengarah pada pasar persaingan tidak
sempurna (imperfect competition), karena pedagang mempunyai kekuatan untuk
mempengaruhi harga yang terjadi di pasar, sedangkan pasar persaingan sempurna
baik penjual maupun pembeli tidak dapat mempengaruhi harga yang berlaku di
pasar.
Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran merupakan suatu cara membayar yang digunakan oleh
lembaga-lembaga pemasaran dalam melakukan transaksi. Sistem pembayaran
juga dapat memperlihatkan bagaimana perpindahan hak milik diantara lembagalembaga pemasaran yang terlibat.
Tabel 20 menunjukkan bahwa sistem pembayaran terhadap produksi rumput laut
cukup beragam. Sistem yang dimaksud meliputi pembayaran cash (tunai), ijon,
dan diberi panjar. Pembayaran dengan sistem panjar hampir mirip sistem ijon,
namun harga jual rumput laut ditentukan saat panen dengan harga yang berlaku,
dan sistem harga yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul. Sebanyak 75 persen
pedagang pengumpul yang melakukan sistem pembayaran secara ijon, hal ini
dilakukan untuk mengikat para petani rumput laut. Dengan demikian, ada
ketergantungan pinjaman modal oleh para petani rumput laut dengan para
pedagang pengumpul. Hal tersebut mengindikasikan bahwa struktur atau posisi
tawar petani rumput laut yang kurang menguntungkan. Para petani rumput laut
yang tidak terikat dengan pedagang pengumpul dapat menjual rumput lautnya ke
pedagang pengumpul lainnya dengan harga yang lebih baik jika tidak terjadi
kesepakatan pada saat tawar menawar.
Keragaan Pasar
Analisis Margin Pemasaran

Margin pemasaran disetiap lembaga pemasaran merupakan perbedaan antara


harga jual dan harga beli pada lembaga tertentu. Margin pemasaran merupakan
perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima
produsen (Kohls et al. (2002), Hudson (2007)).
Analisis ini dilakukan mulai dari petani rumput laut, pedagang pengumpul yang
berada di sentra di produksi rumput laut sampai kepada pedagang besar dan
eksportir rumput laut disajikan pada Tabel 21. Terdapat empat saluran pemasaran
rumput laut yaitu (1) petani-pedagang pengumpul desa-pedagang pengumpul
kecamatan-pedagang besar-eksportir, (2) petani-pedagang pengumpul desapedagang besar-eksportir, (3) petani-pedagang pengumpul desa-pedagang besareksportir, (4) petani-pedagang pengumpul desa-eksportir. Petani yang terikat
dengan pedagang pengumpul akan menjual hasil produksi rumput lautnya kepada
pedagang pengumpul yang memberikan modal ataupun kebutuhan sehari-hari.
Oleh karena itu, harga jual rumput laut petani di keempat saluran berbeda.
Pedagang pengumpul desa membeli rumput laut dari petani di tiap saluran
berbeda-beda. Pada saluran pertama pedagang pengumpul desa membeli rumput
laut dari petani dengan harga Rp 5 750/kg. Harga jual rumput laut petani pada
saluran ini ditentukan oleh pedagang pengumpul desa. Pedagang pengumpul desa
mengeluarkan biaya pemasaran sebesar 14.12 persen dari total biaya yang
dikeluarkan oleh lembaga pemasaran pada saluran ini. Biaya tersebut terdiri dari
biaya sortasi, transportasi, pengepakan, dan retribusi. Biaya yang paling besar
dikeluarkan oleh pedagang pengumpul desa yaitu biaya pengepakan dengan nilai
sebesar 55.55 persen atau seharga Rp 50/kg. besarnya biaya pengepakan ya
sedangkan biaya yang paling kecil yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul
desa yaitu biaya retribusi sebesar Rp 5/kg atau 5.5 persen. Pada saluran ini,
pedagang pengumpul desa tidak mengeluarkan biaya susut, hal ini dikarenakan
rumput

laut

yang

dibeli

dari

petani

langsung

dibawa

ke

pedagang

pengumpul kecamatan. Keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul desa


pada saluran pertama yaitu Rp 660/kg serta marjin yang diperoleh yaitu Rp
750/kg.
Pada saluran dua, pedagang pengumpul desa membeli rumput laut dari petani
dengan harga Rp 6 205/kg. Harga jual rumput laut petani pada saluran ini lebih

tinggi dibandingkan pada saluran satu. Hal ini disebabkan harga jual rumput laut
petani ditentukan oleh kesepakatan antara petani dengan pedagang pengumpul
desa. petani memiliki bargaining position dalam menentukan harga rumput laut.
Pedagang pengumpul desa mengeluarkan biaya sebesar Rp 165/kg. biaya tersebut
terdiri dari biaya sortasi, biaya transportasi, biaya pengepakan, biaya susut, dan
biaya retribusi. Biaya transportasi merupakan biaya yang paling besar dikeluarkan
oleh pedagang pengumpul desa, yaitu sebesar Rp 55/kg. besarnya biaya tersebut
karena pedagang pengumpul desa menanggung biaya transportasi untuk
mengambil rumput laut dari petani. Harga jual rumput laut pedagang pengumpul
desa pada saluran ini sebesar Rp 8 250/kg. maka, keuntungan yang diperoleh
sebesar Rp 1 885/kg dan marginnya sebesar Rp 2 045/kg.
Pedagang pengumpul desa pada saluran tiga membeli rumput laut dari petani
dengan harga sebesar Rp 5 975/kg. harga jual rumput laut petani ditentukan oleh
pedagang pengumpul desa,hal ini dikarenakan adanya ikatan yang terbentuk
antara pedagang pengumpul desa dengan petani. Harga jual rumput laut pedagang
pengumpul desa pada saluran ini sebesar Rp 7 000/kg. Total biaya pemasaran
yang dikeluarkan sebesar Rp 140/kg. keuntungan yang diperoleh pedagang
pengumpul desa sebesar Rp 973/kg dan margin pemasaran sebesar Rp 1 025/kg.
Keuntungan dan marjin pedagang pengumpul desa di saluran kedua, ketiga, dan
keempat lebih besar dibandingkan pada saluran satu karena harga jual lebih tinggi
meskipun dengan biaya yang lebih tinggi pula.
Pedagang pengumpul kecamatan pada saluran pemasaran satu membeli rumput
laut dari

pedagang

pengumpul desa.

Pedagang pengumpul kecamatan

menanggung biaya transportasi sebesar Rp 30/kg, dan biaya retribusi sebesar Rp


10/kg. Harga jual rumput laut di tingkat pedagang pengumpul kecamatan yaitu Rp
7000/kg. Berdasarkan hal tersebut, maka keuntungan pedagang pengumpul
kecamatan yaitu Rp 1 460/kg dan marginnya yaitu Rp 1 500/kg. Pada saluran
kedua, ketiga, dan keempat, pedagang pengumpul desa menjual rumput laut
langsung ke pedagang besar sehingga pada saluran tersebut pedagang pengumpul
kecamatan tidak berperan dalam saluran pemasaran kedua, ketiga, dan keempat.
Pedagang besar pada saluran satu membeli rumput dari pedagang pengumpul
kecamatan dengan harga Rp 7 000/kg. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan

oleh pedagang besar pada saluran satu sebesar Rp 197/kg. Biaya tersebut terdiri
atas biaya transportasi, biaya retribusi, dan biaya susut. Biaya yang paling besar
dikeluarkan oleh pedagang besar yaitu biaya retribusi sebesar Rp 100/kg. Harga
jual rumput laut di tingkat pedagang besar pada saluran satu sebesar Rp 9 000/kg.
sehingga keuntungan yang diperoleh yaitu sebesar Rp 2 000/kg dan marginnya
sebesar Rp 1 803/kg.
Pada saluran dua dan tiga, pedagang besar membeli rumput laut dari pedagang
pengumpul desa dengan harga yang berbeda. Pada saluran dua pedagang besar
membeli rumput laut dengan harga Rp 8 250/kg sedangkan pada saluran tiga
pedagang besar membeli rumput laut dengan harga Rp 7 000/kg. tingginya harga
jual pedagang pengumpul desa pada saluran dua disebabkan oleh tingginya biaya
transportasi dan biaya susut yang dikeluarkan. Keuntungan yang diperoleh
pedagang pengumpul desa pada saluran dua sebesar Rp 1 885 dan marginnya
sebesar Rp 2 045/kg. untuk saluran pemasaran tiga, Total biaya pemasaran yang
dikeluarkan yaitu sebesar Rp 140/kg. maka, keuntungan yang diperoleh sebesar
Rp 885/kg dan margin sebesar Rp 1 025/kg. tingginya margin pemasaran
pedagang pengumpul desa pada saluran tiga

dibandingkan

saluran satu,

dikarenakan harga jual rumput laut pedagang pengumpul desa pada saluran tiga
lebih besar. hal ini disebabkan oleh besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan
oleh pedagang pengumpul desa.
Pada saluran empat pedagang pengumpul desa membeli rumput laut dari petani
dengan harga sebesar Rp 6 805/kg. pedagang pengumpul desa mengeluarkan
biaya pemasaran terdiri atas biaya trasnsportasi, biaya sortasi, pengepakan, biaya
susut, dan biaya retribusi. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang
pengumpul desa sebesar Rp 356/kg. harga jual rumput laut pedagang pengumpul
desa ke eksportir sebesar Rp 9 500/kg. Keuntungan yang diperoleh pedagang
pengumpul desa sebesar Rp 2 339/kg dan marginnya sebesar Rp 2 695/kg.
Eksportir pada saluran pemasaran satu, dua, dan tiga membeli rumput laut dari
pedagang besar. pada saluran satu eksportir membeli rumput laut dari pedagang
besar sebesar Rp 9 000/kg, saluran dua sebesar Rp 10 000/kg, dan saluran tiga
sebesar Rp 8 500. Tingginya harga jual pedagang besar pada saluran dua
disebabkan oleh besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan. Total biaya

pemasaran pedagang besar pada saluran dua yaitu sebesar Rp 210/kg. biaya
pemasaran yang dikeluarkan terdiri atas biaya transportasi, biaya retribusi, dan
biaya susut. Pada saluran pemasaran empat, eksportir membeli rumput laut dari
pedagang pengumpul desa. sehingga harga beli rumput laut di tingkat eksportir
pada keempat saluran pemasaran berbeda.
Secara umum, total marjin pemasaran satu lebih tinggi dari saluran dua, tiga, dan
empat. Hal ini dikarenakan banyaknya lembaga pemasaran yang menyebabkan
timbulnya biaya pemasaran di setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Sedangkan
margin pemasaran terendah yaitu pada saluran pemasaran empat, hal ini
dikarenakan pada saluran ini pedagang pengumpul desa langsung menjual rumput
laut ke eksportir tanpa melalui pedagang kecamatan, dan pedagang besar.
Analisis Farmers share
Farmers share merupakan perbedaan antara harga retail dan margin pemasaran
(Kohls et al, 2002). Farmers share digunakan dalam mengukur keragaan suatu
sistem pemasaran. Bagian yang diterima oleh petani merupakan persentase
perbandingan antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang
diterima oleh petani. Terdapat dua cara dalam menghitung farmers share yaitu
marketing bill approach dan market basket approach
Marketing bill approach merupakan rasio dari nilai seluruh produksi petani
terhadap nilai yang dibayarkan konsumen (Kohls et al., 2002). Sedangkan
menurut Hammond et al.dalam Asmarantaka (2009), marketing bill merupakan
margin pemasaran secara agregat atau pendugaan dari biaya total pemasaran dari
seluruh produk pertanian yang dibeli konsumen sipil secara domestik.
Perhitungannya yaitu perbedaan dari belanja total pangan oleh konsumen sipil
(swasta) dikurangi nilai total penerimaan pangan yang diterima petani.
Market basket approach merupakan cara untuk menghitung farmers share melalui
rasio dari seluruh nilai yang diproduksi oleh petani terhadap nilai foodstore retail/
pengecer. Market basket approach secara umum memiliki farmers share yang
lebih tinggi dibandingkan dengan marketing bill approach (Kohls et al., 2002).
Namun, keduanya cenderung berubah secara bersamaan dari waktu ke waktu.
Komoditi yang memiliki value added yang tinggi maka akan memiliki pangsa
pasar yang tinggi. Hal ini tergantung dari nilai produk akhir yang dihasilkan.

Faktor-faktor yang berpengaruh yaitu tingkat pemrosesan, tingkat keawetan


barang, produk musiman, biaya transportasi, dan jumlah produk.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga di tingkat petani pada saluran satu,
dua, tiga, dan empat berturut yaitu sebesar Rp 5750/kg, Rp 6205/kg, Rp 5975/kg,
dan Rp 6805/kg. sedangkan harga ditingkat eksportir pada saluran satu, dua, tiga ,
dan empat yaitu Rp 12000/kg. Farmer share merupakan rasio harga rumput laut di
tingkat petani dengan harga rumput laut di tingkat eksportir. Meskipun harga
rumput laut di tingkat petani di keempat saluran berbeda, namun harga rumput
laut di tingkat eksportir yang sama menyebabkan perbedaan nilai farmer share di
keempat saluran. Hasil analisis menunjukkan bahwa farmer share pada saluran
keempat lebih besar dibandingkan pada farmer share pada saluran satu, dua, dan
tiga. Farmer share saluran satu, dua, dan tiga berturut-turut sebesar 47.91 persen,
51.70 persen, 49.79 persen sedangkan farmer share pada saluran empat sebesar
56.70 persen. Bagian harga yang diterima petani merupakan bagian harga yang
dibayarkan oleh konsumen dan dinikmati oleh petani. Semakin tinggi bagian
harga yang diterima petani maka nilai margin pemasaran semakin rendah.
Integrasi Pasar
Analisis integrasi pasar vertikal merupakan seberapa jauh pembentukan harga
suatu komoditi pada satu tingkat lembaga atau pasar dipengaruhi oleh harga
ditingkat lembaga lainnya. Arti kata lain yaitu bagaimana harga di pasar lokal
dipengaruhi oleh harga pasar acuan dengan mempertimbangkan harga pada waktu
yang lalu dengan harga pada saat ini. Perubahan harga pada pasar lokal dapat
disebabkan oleh adanya perubahan margin pada pasar lokal dan pasar acuan pada
waktu yang sebelumnya (lag time). Analisis integrasi pasar vertikal yang
dianalisis yaitu integrasi jangka pendek, integrasi jangka panjang, dan elastisitas.
Integrasi Jangka Pendek
Analisis integrasi pasar rumput laut pada jangka pendek dianalisis dengan
menggunakan Indeks Keterpaduan Pasar (IKP) atau Index of Market Connection
(IMC). Nilai IKP pada jangka pendek (short run) memperlihatkan hubungan
antara pasar lokal dengan pasar acuan (Tabel 22). Analisis integrasi pasar yang
dilakukan yaitu melihat hubungan antara petani sebagai pasar lokal dengan
pedagang pengumpul, pedagang besar, dan eksportir

sebagai

pasar

acuan.

Hasilnya terlihat bahwa petani memiliki integrasi yang lemah. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai IMC yang lebih besar dari satu. Artinya harga rumput laut di tingkat
petani saat ini dipengaruhi oleh harga rumput laut di tingkat pedagang pengumpul,
pedagang besar, dan eskportir pada waktu sebelumnya meskipun memiliki
hubungan yang lemah.
Analisis kedua dilakukan pada tingkat pedagang pengumpul sebagai pasar lokal
dengan pedagang besar dan eksportir sebagai pasar acuan. Hasilnya terlihat bahwa
dalam jangka pendek pedagang pengumpul memiliki integrasi yang kuat dengan
pedagang besar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai IMC yang lebih kecil dari satu.
Artinya, harga rumput laut di tingkat pedagang pengumpul saat ini dipengaruhi
oleh harga rumput laut di tingkat pedagang besar pada waktu sebelumnya. Namun
tidak memiliki hubungan integrasi dengan eksportir. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai IMC yang tinggi. Artinya, perubahan harga rumput laut di tingkat eksportir
pada waktu sebelumnya tidak

mempengaruhi harga rumput laut di tingkat

pedagang pengumpul.
Analisisnya selanjutnya yaitu hubungan antara pedagang besar dan eksportir.
Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka pendek pedagang

besar tidak

memiliki hubungan integrasi dengan eksportir. Hal ini ditunjukkan dengan


perubahan harga rumput laut di tingkat eksportir pada waktu sebelumnya tidak
mempengaruhi harga rumput laut di tingkat pedagang besar pada saat ini.
Integrasi Jangka Panjang
Nilai koefisien b2 menunjukkan hubungan jangka panjang antara pasar lokal
(petani) dengan pasar acuan (eksportir). Nilai b2 pada Tabel 23 menyatakan
bahwa integrasi antara pasar lokal rumput laut (petani) dan pasar acuan rumput
laut (pedagang pengumpul dan pedagang besar) memiliki integrasi yang kuat
ha
ini ditunjukkan dengan nilai b2 lebih besar dari 0.5. Namun, hubungan antara
petani dengan eksportir bersifat lemah. Artinya harga rumput laut ditingkat petani
saat ini dipengaruhi oleh harga rumput laut di tingkat eksportir pada saat ini dan
sebelumnya. Analisis kedua menganalisis hubungan antara pasar lokal (pedagang
pengumpul) dengan pasar acuan (pedagang besar dan eksportir). Hasilnya
menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, pedagang pengumpul memiliki

integrasi pasar yang kuat dengan pedagang besar hal ini ditunjukkan dengan nilai
b2 yang lebih besar dari 0.5. Namun, hubungan antara pedagang pengumpul
dengan eksportir memiliki integrasi yang lemah yaitu sebesar 0.30.
Analisis selanjutnya yaitu hubungan antara pedagang besar sebagai pasar lokal
dan eksportir sebagai pasar acuan. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka
panjang, integrasi antara pasar lokal dan pasar acuan bersifat lemah. Artinya harga
rumput laut ditingkat pedagang besar saat ini dipengaruhi oleh harga rumput
laut di eksportir saat ini. Berdasarkan hasil analisis tersebut (Tabel 23) maka
dalam jangka panjang harga rumput laut ditingkat petani saat ini sangat
dipengaruhi oleh harga rumput laut di tingkat pedagang pengumpul pada waktu
sebelumnya. Jika terjadi perubahan harga di pedagang pengumpul maka akan
mempengaruhi harga di tingkat petani saat ini. Lembaga pemasaran rumput laut
dalam jangka panjang yang cepat merespon perubahan harga yaitu pedagang
pengumpul.

Você também pode gostar