Você está na página 1de 10

Analog Vitamin D Calcipotriol menurunkan Frekuensi Sel T CD8+IL-17+ pada Lesi

Psoriasis
B.Dyring-Andersen, C.M. Bonefeld, M.Bzorek, M.B Lovendorf, J.P.H Lauritsen, L.Skov & C.Geisler

Abstrak
Analog vitamin D calcipotriol merupakan obat imunomodulator yang digunakan
secara luas untuk mengobati psoriasis, meskipun bagaimana calcipotriol mempengaruhi sel
imun pada lesi psoriasis masih belum diketahui sepenuhnya. Tujuan dari penelitian ini untuk
meneliti efek dari calcipotriol dalam menurunkan frekuensi sel T CD4+ dan CD8+ dan innate
lymphoid cells (ILC) serta produksi IL-17A, IFN-, dan IL-22 pada lesi psoriasis pada pasien
dengan plak psoriasis kronik. Sebanyak delapan belas pasien dengan psoriasis, dan dua lesi
mirip psoriasis dipilih untuk tiap pasien. Satu lesi diobati dengan calcipotriol (50g/g) dan
yang lainnya dengan vehikulum selama dua kali sehari selama 14 hari. Efek klinis diukur
dengan melihat derajat eritema, sisik dan indurasi dari setiap lesi (SUM score). Biopsi kulit
dilakukan untuk pemeriksaan histologi dan imunohistokimia. Sel turunan kulit (Skin-derived
cells) diisolasi dan dianalisis dengan flow cytometry. Setelah 14 hari pengobatan dengan
calcipotriol, efek klinis dan histologis yang signifikan dapat terlihat; walaupun kami
menemukan tidak adanya perbedaan frekuensi sel T CD4 + dan CD8+ atau ILC antara
pengobatan dengan calcipotriol dan vehikulum. Temuan utama yang signifikan adalah
penurunan sel T CD8+ IL-17+ pada sel turunan kulit pada pengobatan calcipotriol, dimana
didukung dengan tidak adanya sel T CD8+ IL-17+ pada pewarnaan imunohistokimia pada
kulit dengan pengobatan calcipotriol. Tidak ada perubahan frekuensi sel IL-22 + ataupun IFN. Penemuan kami menunjukan bahwa analog vitamin D calcipotriol menurunkan frekuensi
sel T CD8+ IL-17+ pada lesi psoriasis bersamaan dengan perbaikan klinis.
Pendahuluan
Prevalensi psoriasis mengenai 1-4% populasi dewasa pada negara-negara barat.
Psoriasis merupakan penyakit inflamasi yang dimediasi sel imun dengan manifestasi
ekstrakutaneus yang sering dari sistem organ yang berbeda. Secara histologi, psoriasis
dikarakteristikan dengan infiltrasi sel imun ke dermis dan epidermis, akantosis yang
disebabkan hiperproliferasi sel keratinosit, dan perubahan angiogenesis.
Walaupun sebelumnya penyakit ini dipercayai dimediasi Th1, penelitian lebih lanjut
mengenai patogenesis imun dari psoriasis telah menunjukan pentingnya interleukin (IL)-17A,
sitokin pro-inflamatori oleh sel T dan beberapa bagian dari sel innate seperti neutrofil dan sel
1

mast. IL-17A dapat menginduksi produksi peptida antimikroba (AMP) dan sekresi sitokin
dari keratinosit (IL-6, IL-8, TNF-). IL-17A meningkat secara signifikan pada pasien
psoriasis dibandingkan dengan pasien kontrol, dan pada lesi psoriasis peningkatan kadar sel T
CD4+IL-17A dan CD8+IL17+ dapat ditemukan. Peran IL-17 pada patogenesis psoriasis
didukung oleh efek pengobatan yang signifikan dengan menggunakan inhibitor IL-17.
IL-22 adalah sitokin yang dapat dihasilkan oleh IL-17A oleh sel Th17 ataupun sel
produksi sendiri seperti sel Th22. IL-22 dapat mempengaruhi proliferasi dan diferensiasi
keratinosit, yang merupakan fitur penting pada penyakit seperti psoriasis yang
dikarakteristikan dengan akantosis epidermis. IL-22, IL-17A dan IFN- juga diproduksi oleh
subset sel innate dan diantara sel limfoid innate (ILC). ILC merupakan subset sel
hematopoietik yang dikarakteristikan dengan ekspresi dari sel hematopoietik sel CD45 dan
tanda spesifik kurangnya lineage yang diekspresikan oleh sel imun lain. Penemuan terbaru
menunjukan peran subset yang menghasilkan IL-17A dari ILC, yang disebut grup 3 ILC,
pada pathogenesis psoriasis. Walapun tidak secara langusng dibuktikan untuk menghasilkan
IL-17 in vivo, ILC3 turunan kulit meningkat pada kulit pasien psoriasis.
Keratinosit mengekspresikan reseptor vitamin D (VDR) dan enzim yang diperlukan
untuk menghasilkan bentuk aktif dari vitamin D, calcitriol (1,25(OH) 2D3), dari 7dehydrocholesterol setelah paparan UVB. Demikian juga, sel T yang teraktivasi
mengekspresikan VDR. Seperti calcitriol, analog sintetik calcipotriol menunjukan efeknya
pada sel kulit dengan berikatan dengan VDR, dimana akan menginduksi heterodimerisasi dari
VDR dengan reseptor retinoid X (RXR). Kompleks VDR/RXR akan translokasi ke nukleus
dimana mereka akan berikatan dengan sekuensi DNA spesifik, kemudian memanggil respon
elemen vitamin D di gen target. Bergantung pada koregulator yang direkrut, VDR/RXR yang
berikatan dapat memperbanyak atau menghambat transkripsi gen target. Perbaikan klinis
pada pasien psoriasis telah diamati setidaknya 7 hari setelah pengobatan dengan calcipotriol.
Perbaikan klinis sebagian disebabkan oleh inhibisi proliferasi keratinosit oleh calcipotriol dan
demikian juga, ketebalan epidermis menurun secara signifikan setelah pengobatan selama 3
minggu. Secara khusus, pada poin ini prevalensi subset sel T tidak dipengarui. Setelah waktu
yang lebih lama ( 4 minggu) pengobatan dengan calcipotriol, ditemukan penurunan jumlah
sel T CD4+ dan CD8+ secara signifikan. Efek klinis juga dikatikan dengan efek calcipotriol
pada sel imun di kulit. Eksperimen dilakukan in vitro telah mengindikasikan bahwa
1,25(OH)2D3 menghambat produksi dari IFN- dan menambah produksi dari IL-4 dan
selanjutnya 1,25(OH)2D3 menghambat diferensiasi Th17. Akan tetapi, efek calcipotriol pada
kulit intak masih belum jelas.
2

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efek calcipotriol pada frekuensi sel T
CD4+ dan CD8+ dan ILC serta produksi dari IL-17A, IFN- dan IL-22 pada lesi psoriasis.
Material dan Metode
Sampel kulit. Delapan belas pasien dengan plak psoriasis kronik diikuti setelah
mendapatkan persetujuan, persetujuan berdasarkan prinsip Deklarasi Helsinki untuk riset
pada subjek manusia. Penelitian disetujui oleh komite etik lokal dan agensi proteksi data
Denmark. Data didapatkan dari 16 pasien yang ikut penelitian. Tidak ada pasien yang
mendapatkan pengobatan imunosupresif sistemik atau menggunakan terapi topikal pada
daerah biopsi 4 minggu sebelum penelitian. Pasien diinstruksikan menggunakan ointment
calcipotriol (50 g/g) dan ointment vehikulum (pemberian dari LEO pharmaceuticals,
Ballerup, Denmark) dua kali sehari selama 14 hari pada dua area lesi yang ditandai dan diberi
angka sesuai ointment. Areanya bisa di sebelah kanan dan kiri dari abdomen atau paha
sebelah kiri dan kanan. Pasien tidak disamarkan dengan pengobatan. Skor SUM, total skor
eritema (0-4), sisik (0-4), dan indurasi (0-4) pada area yang ditandai, dan dievaluasi saat hari
pendaftaran. Skor SUM, sampel darah dan 4-mm biopsi plong didapatkan pada akhir
pengobatan (hari ke-14) dari area yang diobati dengan calcipotriol dan vehikulum. Biopsi
plong digunakan untuk menganaisis sel turunan kulit dan pemeriksaan histologi serta
pewarnaan imunohistokimia.
Isolasi dari sel turunan kulit. Sel turunan kulit diisolasi dengan sedikit modifikasi.
Secara singkat, biopsi kulit diletakan pada piring berisi 24 sumur, 1 biopsi/sumur dengan 1.5
ml medium RPMI berisi serum autolog 8% penicillin 500 mIO/, 500 mg/ml streptomisin dan
60 U/ml rekombinan IL-2 selama 11 hari. Mediumnya (400 ul/sumur) diganti setiap hari.
Pada hari ke-11, sel dari biopsi dikumpulkan dan dicuci serta diletakan pada sumur baru di
medium tanpa IL-2. Pada hari ke 12, sel dikumpulkan dan dicuci serta diwarnai untuk analisis
menggunakan flow cytometric. Untuk mengidentifikasi sel produksi sitokin, sel turunan kulit
distimulasi dengan phorbol 12-myristate 13-acetate (10 ng/ml) dan ionomycin (500 ng/ml)
dengan diberikan monensi (3um) selama 4 jam sebelum pewarnaan permukaan dan
intraseluler.
Analisis flow cytometric. Sel dihitung dan diletakan pada piring dengan isi 96 sumur
(100 ul/sumur). Untuk pewarnaan permukaan, sel diinkubasi dengan CD4 perCP, CD8
PeCy7, pan TCR FITC, CD19 BV 421 dan CD45 BV 510. Untuk menganalisis ILC, sel
diwarnai dengan FITC-conjugated linage cocktail (CD1a, CD3, CD11c, CD14, CD19, CD34,
CD123, TCR, TCR, BDCA2, FCR 1) anti-CD45, anti-CD56, anti-CD117, anti3

CD127, anti-NKp44, anti NKp46, anti NKp30 dan anti-NKG2D selama 30 menit di dalam es.
Setelah pewarnaan permukaan, sel difiksasi dan permeabilisasi berdasarkan instruksi pabrik
sebelum pewarnaan protein intraseluler. Antibodi ini digunakan dalam penelitian flow
cytometric :
FITC conjugated: CD1a, CD3, CD11c, CD14, CD19, CD34, CD123, TCR, TCR,
BDCA1, FCR 1.
PerCP : CD4, PeCy7: CD56, CD8, BV510: CD45, BV421:CD127, Alexa Fluor 647/APC:
NKp30, NKp46, NKp44, NKG2D, IL-1A, IL-22, PE terkonjugasi : ROR t, AHR, BV 605:
IFN.
Analisis sitometri dilakukan di Becton Dickinson FACS LSR Fortessa cell analyser
dan dianalisis menggunakan FLOWJO. Flow cytometry yang sama digunakan sepanjang
penelitian di Core Facility untuk Flow Cytometry di Universitas Copenhagen dan diperiksa
secara rutin.
Sel Limfoid innate sebelumnya sudah dijelaskan dan sel T CD4+ dan CD8+ masuk
melalui gerbang limfosit dan sel CD45+. Kontrol isotope dan sampel fluorescence-minus-one
(FMO) digunakan.
Label Imunofluoresen Ganda. Tiga pasangan biopsi di fiksasi dengan larutan formalin
terbuffer (24-48 jam) segera setelah pengambilan sampel dan dipanaskan di paraffin untuk
analisis imunohistokimia. Pemberian label ganda pada imunofluoresensi dilakukan pada
bagian paraffin dengan menggunakan poliklonal anti-human IL-17 yang dikombinasikan
dengan CD4 atau CD8. Kontrol negatif didapat dengan menghilangkan campuran antibodi
primer
Secara singkat, menghilangkan lilin dan antigen dapat dilakukan dengan mencelupkan
preparat ke EnVision FLEX Target Retrieval Solution, Ph tinggi dan dipanaskan pada modul
PT yang sesuai dengan instruksi pabrik. Setelah preterapi, preparat diinkubasi dengan
kombinasi antibodi primer IL-17 (1:100)/ CD4 (1:25) atau IL-17 (1:100)/ CD8 (1:50) selama
16 jam pada suhu 4oC. Setelah dicuci dilarutan buffer, slide diinkubasi dengan kombinasi
konjugasi horse anti-goat DyLight 488 (1:100) / konjugasi horse anti-rabbit DyLight 594
(1:400) atau kombinasi dari konjugasi DyLight horse anti-goat / konjugasi horse anti-mouse
DyLight 594 (1:400) selama 30 menit pada suhu ruangan. Terakhir, preparat dicuci di larutan
buffer, dikeringkan dengan udara dan dilapisi medium anti hilang yang berisi DAPI.
Mikroskopi fluoresensi. Preparat dievaluasi dan dilihat dengan mikroskop fluoresensi
Nikon Eclipse dengan set penyaring untuk tiap fluorokrom FITC (contoh. Dylight 488),
Texas Red (Dylight 594), DAPI dan penyaring ganda FITC/Texas Red (Dylight 488/Dylight
4

594). Gambar diambil dengan kamera Nikon DS-5 Mc Colour Cooled Digital. Jika
diperlukan, terang dan kontras dapat disesuaikan dengan software bawaan dari kamera.
Analisis statistik. Analisis statistik dilakukan dengan Graphpad Prism 5.0. Data diuji
normalitas dan dianalisis menggunakan T-test dependen. Jika tidak, digunakan uji non
parametrik Mann-Whitney. Semua data diekspresikan sebagai meanSD dan nilai p di bawah
0.05 dianggap signifikan secara statisik.
Hasil
Hasil Terapi calcipotriol adalah perbaikan klinis tanpa perubahan frekuensi sel T CD4 +,
sel T CD8+ dan ILC
Dengan total, 16 pasien dengan plak psoriasis kronik mengikuti studi (rasio
pria:wanita 1:1, usia rerata 44 tahun (20-99 tahun). Efek klinis dari pengobatan lesi psoriasis
dengan calcipotriol dinilai dengan skor SUM. Penilaian dilakukan saat perekrutan dan setelah
14 hari pengobatan dengan calcipotriol atau vehikulum pada kedua lesi. Ditemukan
penurunan signifikan pada skor SUM pada lesi psoriasis yang diobati dengan calcipotriol
dibandingkan dengan yang memakai vehikulum (Gambar 1A). Selaras dengan hasil biopsi,
ditemukan penurunan ketebalan epidermis dan tidak adanya parakeratosis dan mikroabses
Munor pada pasien yang diobati calcipotriol (Gambar 1B dan 1C).

Gambar 1. (A) Skor SUM dari area pengobatan dengan calcipotriol dan vehikulum pada hari
ke-0 dan ke-14 pada pasien dengan psoriasis (rata-rata SD, N=12, p<0.05). (B dan C)
Gambaran pewarnaan HE pada pengobatan vehikulum (B) dan pengobatan calcipotriol (C)
Untuk melihat apakah efek awal ini berpengaruh pada frekuensi subset sel T ada kulit,
dilakukan biopsi plong 4 mm pada lesi yang diobati calcipotriol dan vehikulum. Sel turunan
kulit diisolasi dan dianalisis setelah 12 hari dengan flow cytometry setelah preparat diwarnai,
fiksasi, permeabilisasi dan diwarnai intraselular. ILC, yang didefinisikan sel CD45 +LIN-,
5

telah dijaga seperti yang sebelumnya. Tidak ada perbedaan siginifikan secara statisitk antara
frekuensi sel T CD4+ (Gambar 2A), sel CD8+ (Gambar 2B) dan ILC (Gambar 2C) pada kulit
yang diobati calcipotriol dan vehikulum.

Gambar 2. Analisis Flow Cytometric dari sel turunan kulit pada kulit yang diobati
calcipotriol atau vehikulum dari pasien psoriasis pada hari ke 14. (A) Frekuensi sel T CD4 +
(mean SD, calcipotriol 52.0 19.8%; vehikulum 52.8 19.5%; p=0.07 ; n=12). (B) sel T
CD8+ (calcipotriol 32.5 14.2; vehikulum 34.5 14.5%; p=0.34; n=12) dan (C) ILC
(calcipotriol 13.4 4.7%; vehikulum 11.6 4.2%; p=0.09; n=12)
Penurunan frekuensi sel T CD8 +IL-17+ pada sel turunan kulit dari lesi psoriasis yang
diobat calcipotriol
Untuk menyelidiki lebih jauh mengenai perbaikan klinis dan histologis yang
ditemukan setelah pengobatan calcipotriol, kami menganalisis kemampuan sel turunan kulit
untuk memproduksi sitokin setelah diaktivasi. Fokus utama kami adalah sitokin inflamasi IL17, IFN- dan IL-22 yang sebelumnya menunjukan keterlibatannya di dalam patogenesis
psoriasis. Dimana frekuensi dari sel CD4+IL-17+ tidak terpengaruhi oleh terapi calcipotriol,
kami menemukan penurunan yang signifikan pada frekuensi sel T CD8 +IL-17+ pada
pengobatan calcipotriol dibanding vehikulum (Gambar 3A). Dengan menganalisis seluruh
populasi sel CD45+, kami menemukan tren penurunan frekuensi sel IL-17 + pada kulit yang
diobati calcipotriol (calcipotriol 10.98.0%; vehikulum 15.713.3%; N=8; p=0.09)
Setelah itu, kami menganalisis frekuensi IFN- yang diproduksi sel turunan kulit. Sel
Th1 kemungkinan merupakan bagian utama dari sel penghasil IFN- dengan persentase sel T
CD4+, dan sel-sel ini juga ditemukan pada kulit yang diobati calcipotriol dan vehikulum,
walaupun tidak ditemukan perbedaan frekuensi di antara keduanya (Gambar 3B). Lebih jauh,

kami menemukan tidak adanya perubahan signifikan pada frekuensi dari sel T CD8+IFN-
pada pengobatan calcipotriol dibanding vehikulum (Gambar 3B).
IL-22 diketahui sebagai penggerak proliferasi dan diferensiasi keratinosit. Pada
observasi ini, ditemukan adanya penurunan akantosis dengan pengobatan calcipotriol, hal ini
dapat dispekulasikan bahwa ekspresi IL-22 mungkin dapat menurun pada kulit yang diobati
calcipotriol. Sebagai catatan, kami menemukan tidak adanya perbedaan signifikan pada sel T
CD4+IL-22 atau sel T CD8+IL-22 antara kulit calcipotriol dan vehikulum (Gambar 3C).
Karena jumlah ILC yang rendah, profil sitokin dari sel-sel ini tidak dapat ditentukan
secara pasti.

Gambar 3. Analisis Flow cytometric sel turunan kulit pada kulit yang diobati calipotriol atau
vehikulum dari pasien psoriasis pada hari ke 14.
Penurunan frekuensi sel IL-17+ pada lesi psoriasis dengan pengobatan calcipotriol
Penelitian lebih jauh pada efek calcipotriol pada produksi sel IL-17 pada lesi
psoriasis, 3 pasang biopsi dari kulit dengan pengobatan calcipotriol atau vehikulum dianalisis
untuk mengetahui keberadaan CD4-, CD8-, sel yang mengekspresikan IL-17 dengan
pewarnaan imunohistokimia. Kami menemukan penurunan angka sel IL-17+ secara signifikan
pada kulit yang diobati calcipotriol. Sel CD4+IL-17A+ dan CD8+IL-17+ ditemukan dengan
jumlah yang kecil pada kulit yang diobati dengan vehikulum tetapi tidak dapat dideteksi pada
kulit yang diobati dengan calcipotriol (Gambar 4).
7

Gambar 4. Pewarnaan imunohistokimia ganda


Diskusi
Pada penelitian ini, kami menemukan bahwa pengobatan dengan calcipotriol
menghasilkan tidak hanya perbaikan pada klinis dan histologis yang lebih awal, tetapi juga
menurunkan frekuensi sel T CD8+IL-17+ pada lesi psoriasis. Frekuensi sel T CD4+ dan CD8+
dan ILC tidak berpengaruh pada kulit yang diobati dengan calcipotriol dibandingkan dengan
yang diobati dengan vehikulum setelah 2 minggu pengobatan. Demikian juga, frekuensi dari
IL-22 dan IFN- yang mengekspresikan sel T CD4+ dan CD8+ tidak dipengaruhi.
Penelitian

sebelumnya

menemukan

bahwa

pengobatan

dengan

calcipotriol

menunjukan perbaikan klinis pada minggu pertama pengobatan, dimana ini sesuai dengan
penelitian kami. Sesuai dengan penemuan klinis ini, terjadi penurunan ketebalan epidermis
dan proliferasi epidermis telah ditemukan pada lesi psoriasis dengan pengobatan calcipotriol.
Efek calcipotriol pada inflitrasi sel T telah ditelaah pada penelitian sebelumnya dengan hasil
yang kontroversi. Dimana, beberapa penelitian menemukan penurunan sel T CD4 + dan CD8+
menurun secara signifikan setelah 4 minggu pengobatan, lainnya termasuk kami, tidak
menemukan perbedaan pada frekuensi sel T CD3+, CD4+ dan CD8+. Lebih jauh, kami
8

menemukan bahwa frekuensi ILC tidak dipengaruhi pengobatan calcipotriol, sebuah aspek,
untuk pengetahuan kita yang belum diinvestigasi sampai saat ini. Sayangnya, hal yang tidak
mungkin untuk menentukan produksi sitokin pada ILC karena rendahnya kadar dari sel ini.
Penurunan sel T CD8+IL-17+ ditemukan pada kulit yang diobati dengan calipotriol,
sehingga terdapat hipotesis yang dapat menjelaskan penemuan ini pada kompleks patologi
pada psoriasis. Calcipotriol mungkin menginduksi perubahan fungsi pada sel T CD8 + pada
kulit atau lebih umum perubahan fungsi sel CD45 + di kulit. Ditemukan bahwa tikus dengan
VDR-/- memiliki kadar sel T CD4+ dan CD8+ yang normal tetapi sel T CD4+ memproduksi IL17 dibandingkan dengan Sel T CD4+ WT, hal ini mendukung gagasan bahwa
1,25(OH)2D3/VDR menurunkan produksi IL-17. Sesuai dengan hal di atas, penelitian in vitro
telah mengindikasikan bahwa 1,25(OH)2D3 menurunkan frekuensi sel CD4+IL-17A dari
manusia dan tikus. Vitamin D menghambat ikatan faktor transkripsi NFAT1 ke gen promotor
manusia IL-17. Inhibisi sel Th17 oleh 1,25(OH)2D3

merupakan dosis dependen dan

ditunjukan dengan penurunan ekspresi mRNA fari IL-17A berasosiasi dengan faktor
transkripsi RORyt.
Caclipotriol menghambat ekspresi IL-17 dari peptida antimikroba (AMP) koebnerisin
dan psoriasin melalui penghambatan aktivasi NFkB dan ekspresi IL-17R. Penurunan ekspresi
dari AMP dapat terjadi perubahan pada mikrobiota dan terjadinya penurunan respon IL-17
pada kulit. Sebagai pengecualian keratinosit turunan AMP katelisidin yang diinduksi
1,25(OH)2D3 yang muncul pada IL-17. Walaupun katelisidin meningkat oleh calcipotriol dan
IL-17, hal ini tetap berada di sitosol keratinosit. Katelisidin sitosolik dapat menetralisasi
DNA sitosol di keratinosit yang dapat sebagai sinyal bahaya dan mengarahkan menjadi
aktivasi inflamasi dan aktivasi bagian dari sel dendritic plasmasitoid, mekanisme pada
psoriasis.
Kami tidak menemukan efek calcipotriol pada frekuensi sel T IL-22 +. Hal ini
memberikan pemberatan pada penemuan dimana, calcipotriol yang secara langsung
mempengaruhi keratinosit dengan supresi proliferasi, dan kemungkinan menurunkan reseptor
IL-22 yang diekspresikan oleh keratinosit. Penemuan kami tidak sesuai dengan studi lainnya
dimana terjadi penurunan kadar IL-22 dan IL-22 faktor transkripsi AHR mRNA yang
ditemukan di PBMC yang diobati dengan 1,25(OH) 2D3 in vitro. Perbedaan ini dapat
dijelaskan dengan adanya perbedaan antara penelitian respon imun in situ pada kulit dan
respon sel purified in vitro.
Hasil yang dipresentasikan pada peelitian ini berdasarkan frekuensi subset sel dan
tidak berdasarkan jumlah sel absolut. Kami mengamati terdapat banyak limfosit pada kulit
9

yang diobati vehikulum dibanding calcipotriol, walaupun tidak signifikan, perubahan ini juga
dapat berkontribusi kepada aktivitas imun yang down-regulation.
Pada kesimpulan, hasil kami menggambarkan bahwa pengobatan calcipotriol
mengarahkan kepada penurunan frekuensi dari sel T CD8 +IL-17+ dan kemungkinan
penurunan sel produksi IL-17 secara umum pada lesi psoriasis sejalan dengan perbaikan
klinis dan histologis pada pasien psoriasis.

10

Você também pode gostar