Você está na página 1de 2

Baru 53,1 Persen Bayi Dapat ASI Eksklusif

http://www.pressreader.com/indonesia/jawa
-pos/20160823/282600262293738

Jawa Pos

23 Aug 2016

GHOFUUR EKA/ JAWAPOS


SIDOARJO Pekan air susu ibu (ASI) sedunia diperingati setiap Agustus. Tepatnya, pada 7
Agustus. Dinas kesehatan (dinkes) pun terus bergerak untuk menyosialisasikan pemberian
ASI eksklusif kepada bayi selama enam bulan. Sebab, sejauh ini belum seluruh bayi di Kota
Delta mendapatkan ASI eksklusif.
Berdasar data dinkes 2015, jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif mulai usia 0 hingga
lima bulan (E0-E5) hanya 57,3 persen di antara total 23.559 bayi yang diperiksa. Adapun
target yang harus dicapai pada tahun lalu adalah 80 persen. Karena itu, angka tersebut belum
bisa dipenuhi Sidoarjo.
Kabid Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat (PKM) Dinkes Sidoarjo Ida Ernani menyatakan,
capaian ASI ekslusif berdasarkan E0-E5 tahun lalu memang masih rendah. Meski belum
mencapai target, jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif meningkat jika dibandingkan
dengan tahun lalu, yakni 48 persen. Tahun ini target capaian ASI eksklusif dikurangi
pemerintah, katanya
Mengapa? Menurut Ida, target yang harus dicapai untuk ASI eksklusif tidak lagi berdasar E0E5. Tetapi, diberikan kepada bayi mulai usia 0 hingga enam bulan (E6). Nah, tahun ini target
yang harus dicapai adalah 35 persen. Tantangannya lebih berat, ujarnya.

Pada tahun lalu, capaian bayi yang mendapatkan ASI eksklusif E6 hanya 46,4 persen atau
1.758 bayi di antara total 3.791 bayi yang diperiksa (lihat grafis). Kami optimistis bisa
mencapai target tahun ini, ungkapnya.
Ida menyatakan, ada beberapa kendala yang mengakibatkan ibu tidak memberikan ASI
eksklusif. Salah satunya banyak ibu yang bekerja dan memilih menitipkan anaknya di tempat
penitipan anak (TPA). Selain itu, kebiasaan ibu memberikan susu formula (sufor) dengan
alasan ASI tidak keluar. Seluruh alasan tersebut lantaran banyak ibu muda yang tidak paham
tentang pentingnya ASI eksklusif bagi anak.
Salah satu dampaknya adalah angka stunting (tinggi badan anak tidak sesuai umur atau
pendek) di Sidoarjo sempat tertinggi di Jatim. Berdasar hasil riset kesehatan dasar (riskesdas)
2014, angka stunting di Sidoarjo mencapai 24,1 persen. Namun, tahun lalu angka stunting
menurun menjadi 16,1 persen di antara 104.834 balita di Sidoarjo.
Ida menuturkan, berbagai upaya telah dilakukan dinkes untuk mengurangi angka stunting dan
gizi buruk di Sidoarjo. Salah satunya, membuat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun
2016 tentang Perbaikan Gizi dan Pemberian ASI Eksklusif. Sebelum ada perda, kami
menyosialisasikan ASI eksklusif sejak 2014, katanya.
Kasi Gizi PKM Dinkes Sidoarjo Sri Andari menambahkan, pihaknya juga telah melatih
konselor ASI serta pemberian makan bayi dan anak kepada petugas. Selain itu, pihaknya
melatih motivator ASI bagi masyarakat dan tokoh agama, pembinaan dan monitoring
evaluasi, serta pemantauan bayi rawan gizi. Kami juga membentuk kawan gizi untuk
melacak gizi buruk di Sidoarjo, ujarnya. (ayu/c5/hud)

Você também pode gostar