Você está na página 1de 10

APLIKASI PEMBORAN SIDETRACK MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI COILED TUBING PADA FORMASI


SHALE
Adam Akbar Muhammad (113150123) adamakbar94@gmail.com
Lorenzo Jefry (113150121) lorenzojefry@gmail.com
Komang Andre Dio Renaldi (113150120) andrerenaldii49@gmail.com

ABSTRAK
Pemboran Sidetrack menggunakan teknologi coiled tubing (Coiled Tubing Drilling) Merupakan hal yang
baru dalam dunia perminyakan, terutama di Indonesia. Sidetrack merupakan awal pertama pada pemboran
berarah dan horizontal pada open hole maupun cased hole untuk menghindari fishing dan daerah objective lain
yang jauh dari target. Alasan digunakanya CTD dikarenakan bisa dilakukan pada underbalance, lebih ekonomis
dan praktis, ramah lingkungan serta mudah pengoperasianya. Sifat dasar shale seperti mudah mengembang
menimbulkan masalah yang berdampak luas pada jalannya operasi pemboran seperti penyimpangan arah dan
sulitnya pengangkatan cutting serta tidak efektifnya laju penembusan. Untuk itu diperlukanya analisa pada
faktor formasi, Weight on Bit (WOB) dan modifikasi Bottom Hole Assembly (BHA) serta desain lumpur
pemboran. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada waktu
pemboran sidetrack menggunakan coiled tubing yang dilakukan pada formasi shale serta analisanya sehinga
sebagai acuan untuk pemboran berikutnya. Untuk lebih komprehensif di sajikan pula kasus pemboran sidetrack
menggunakan coiled tubing pada sumur X dilapangan Y di Laut Jawa, Indonesia. Kesimpulan secara garis
besar pada makalah ini adalah Mengetahui sifat- sifat shale sangat menentukan sekali dalam pertimbangan
penentuan Bottom Hole Assembly ( BHA ) dan juga desain lumpur untuk kelancaran operasi pemboran, Sebagai
contoh untuk mepertahankan laju penembusan dibutuhkan jenis bit yang memiliki kekuatan penetrasi tinggi
pada formasi lunak untuk itu Poly Diamond Crystaline (PDC ) bit diganti dengan Thermally Sterable
Polycrystalline ( TSP ) dengan perbesaran motor. Keunggulan coiled tubing drilling dibanding jenis pemboran
lain yaitu dapat di lakukan dalam kondisi underbalance, hemat waktu dan tempat, ramah lingkungan sehingga
perkembanganya akan menjadi teknologi pemboran yang mempunyai prospek cerah

1. PENDAHULUAN
2.
Teknologi
Coiled
Tubing merupakan hal yang baru
dibidang teknologi pemboran.
Teknologi ini mulai dikenalkan di
Indonesia
ada
tahun
1996.
Perkembangan
selanjutnya,
dikembangkan oleh ARII pada
tahun 1997 untuk pemboran
(pilot project) pada sumur
sumur yang telah mengalami
penurunan produksi. Pengertian
dari coiled tubing adalah suatu
tubing yang dapat digulung
terbuat dari campuran baja dan
carbon secara kontinyu. Pada
operasi pemboran menggunakan
coiled tubing, drill pipe tidak
digunakan
seperti
pada
pemboran konvensional (rotary
drilling). Pemboran mengunakan
coiled
tubing
mempunyai
beberapa kelebihan diantaranya;
dapat digunakan pada kondisi
underbalance sehingga dapat

meminimalkan kerusakan formasi


akibat invasi dari filtrat lumpur
kedalam formasi, Coiled Tubing
Unit (CTU) merupakan peralatan
kompak
sehingga
tidak
memerlukan tempat yang luas
dan
mudah
dalam
pengangkutanya,
mengurangi
waktu cabut pasang pipa ( Round
trip ) karena pada coiled tubing
merupakan tubing string yang
kontinyu.
Keuntungan

keuntungan
yang
telah
disebutkan diatas mendorong
pengembangan untuk aplikasi
coiled tubing terutama dalam
pemboran
sidetrack
yang
merupakan langkah pertama bagi
sebagian besar operasi pemboran
berarah dan horisontal pada
sumur terbuka maupun yang
telah
bercasing.
Pekerjaan
sidetrack juga sering digunakan
untuk
menghindari
pekerjaan
fishing yang berlarut- larut atau
membor daerah obyektif lain

yang berlokasi jauh dari daerah


target awal. Menjaga agar lubang
bor tetap stabil adalah suatu
tantangan
yang
besar
saat
melakukan
pemboran
sumur.
Ketidakstabilan
lubang
bor
disebabkan
oleh
perubahan
radikal dari gaya-gaya mekanik
dan kondisi kimia serta fisika
lapisan batuan saat di bor.
3. DASAR TEORI
3.1. Coiled Tubing Drilling
4.
Pemboran
menggunakan cara konvensional
maupun dengan coiled tubing
pada pronsipnya adalah sama.
Sedikit
perbedaan
dan
merupakan keistimewaan dari CT
adalah continue string, sehinga
tidak memerlukan round trip
(cabut dan pasang pipa ). Suatu
hal yang mendorong dilakukanya
CTD adalah diameter tubing yang
memungkinkan
memerikan
hydraulic horse power yang
cukup . Energi ini diperoleh dari
downhole
motor
untuk
memberikan laju alir cukup bagi
pembersihan lubang, sedangkan
gaya dorong dari injektor head
dan berat rangkaian CT akan
memberikan weight on bit (WOB)
yang
diperlukan
dalam
pelaksanaan
pemboran.
Keuntungan Coiled Tubing Driling
(CTD) merupakan konsep yang
telah lama ada, konsep tersebut
banyak
dirasakan
menguntungkan
setelah
beberapa
kali
dilakukan
pekerjaan lapangan, keuntungan
tersebut diantarannya

Pemboran melalui tubing


Pemboran
ini
dapat
dilakukan tanpa mencabut
tubing. Sumur yang ada
dapat disidetrack tanpa
harus mencabut tubing.
Pekerjaan
ini
cukup
dengan cara memasukkan
coiled ke dalam tubing,
Pemboran
dilakukan
secara underbalance

Pemboran
dilakukan
dengan cara underbalance
sehinga
dapat
meningkatkan
laju
penetrasi dan mengurangi
kerusakan formasi.
o Bersifat ringan dan
mudah
dipindahkan.
o
Tingkat keamanan
tinggi.
CTD
dilakukan melalui
annular preventer
(striper)
sehinga
Blow
Out
Preventer
(BOP)
mudah
ditutup
selama
stripping
maupun snubing.
o
Mengurangi
dampak
lingkungan Unitnya
berukuran
kecil
dibanding dengan
unit
pemboran
konvensional,
maka
tingkat
kebisingan
lebih
rendah
serta
cutting
yang
dihasilkan
lebih
sedikit.
o
Lebih ekonomis
dalam operasional.
Bila diperhitungkan
dari segi waktu,
biaya
kebutuhan
fluida
pemboran,
pengangkutan
menara
serta
operasi yang akan
dilaksanakan maka
coiled
tubing
drilling
dapat
dirasakan
lebih
murah dan lebih
menguntungkan.

5.
Secara
umum
prinsip kerja CTD adalah sama
dengan pemboran konvensional.
Perbedaanya adalah pada tubing
yang saling menyambung dan
seluruh rangkaian tidak dapat
berputar. Fungsi kerja alat serta
susunanya
berbeda
sesuai

dengan fungsi dan operasi yang


dikerjakan. Dalam melakukan
operasi menggunakan CTD perlu
diketahui
pertimbangan
dan
batasan pemakainya.
6.
7.
Pertimbangan
Pemakaian CTD diantaranya:

Kelurusan
Lubang
Kekurangan dari operasi
CTD adalah fleksibilitas
yang diberikan pada CT.
kelurusan
lubang
dipengaruhi
oleh
jenis
formasi yang ditembus.
Hal
yang
perlu
diperhatikan
dalah
pendesainan Bottom Hole
Assembly
(BHA)
yang
sesuai
sehingga
berat
pada
bit
dapat
dioptimumkan
untuk
menghasilkan
laju
penembusan ( ROP ) yang
tinggi.
Pembersihan
Lubang
Pembersihan cutting pada
pemboran
CTD
sering
menjadi
masalah.
Hidrolika lumpur pada CTD
sangat
rendah
dikarenakan diameternya
yang sangat kecil. Sehinga
diperlukan lumpur jenis
visplex
untuk
mengimbangi
kesulitan
pengangkatan
cutting
dipermukaan.
Lumpur
visplex mempunyai sifat
dapat bersifat gel pada
saat operasi behenti dan
kembali seperti semula
saat
pemboran
berlangsung lagi.
Tekanan
Tekanan
merupakan
parameter
yang
paling
penting,
sehinga penganalisan dan
test tekanan merupakan
hal yang utama dalam
operasi pemboran karena
dengan mengetahui datadata
tekanan
dapat

diketahui performance dari


sumur yang kita bor.
Kemampuan
untuk
membor
underbalance
merupakan
keuntungan
karena disamping hanya
diperlukan
satu
orang
untuk
mengontrol
laju
penembusan, BOP dan
chooke
hidraulic
dari
remote console operator
ditambahkan lagi tidak
pelu adanya orang berdiri
diatas wellhead.
Biaya Biaya pemakaian CT
pada operasi pemboran
relatif lebih tinggi karena
menggunakan
peralatan
yang
khusus
tetapi
penghematan biaya yang
potensial tergantung pada
pembesaran operasi yaitu
untuk lokasi yang sulit
dijangkau dan beberapa
kondisi
sumur
yang
khusus, CTD merupakan
alternatif
yang
lebih
murah.

8.
Batasan
dan
kerugian
CTD
dapat
di
kategorikan menjadi beberapa
faktor sebagai berikut:

Faktor
Diameter
Pada
beberapa
aplikasi
pemboran
dengan
slimhole
sangat
menguntungkan
tetapi
kendalanya adalah ketidak
mampuan
dalam
membuat diameer yang
lebih besar.
Faktor
Rotasi
Karena
coiled tubing tidak dapat
berputar pengaturan arah
pada directional drilling
harus
digunakan
downhole tools.
Fator
Kelelahan
CT
Meskipun kelelahan CT
dapat dimonitor tetapi
sulit dalam meramalkan
ketepatan kelelahan CT
yang digunakan selama
operasi pemboran.

9.
Peralatan
dalam
operasi CTD dibagi menjadi dua
kategori peralatan dipermukaan
dan dibawah permukaan, untuk
peralatan dipermukaan akan kami
munculkan secara singkat dan
lebih ditekankan untuk peralatan
bawah permukaan sebagai acuan
untuk penyelesaian studi kasus
yang
menyangkut
masalah
modifikasi
BHA
untuk
mengantisipasi
masalah

masalah pemboran. Peralatan


coiled tubing atau yang lebih
dikenal sebagai Coiled Tubing
Unit
(CTU).
Peralatan
dipermukaan, untuk peralatan
dipermukaan
terdiri
dari:
substructure, CT String, Injector
head (Untuk mendorong CT
masuk ke sumur dan menahan
berat CT ), reel ( sebagai tempat
CT ), Peralatan pengontrol sumur,
Mud
tanks
dan
peralatan
treatment, Peralatan pompa dan
peralatan pemisah gas dalam
lumpur.
10.
Peralatan dibawah
permukaan
adalah
bit
dan
downhole motor:

Bit
Jenis
bit
yang
digunakan dalam operasi
CTD adalah drag bit.
Karena
jenis
ini
mempunyai
diameter
kurang dari 6. Ada dua
jenis drag bit yaitu Polly
Diamond Compact (PDC )
bit
dan
Thermally
Steerable
Polyrystalline
( TSP) bit. Jenis bit ini laju
penetrasinya tinggi dan
berat bit rendah jika
digunakan
downhole
motor berkecepatan tingi.
Laju pemboran sebesar 5
60 ft perjam pada
formasi sangat keras dan
menengah. Jenis bit ini
juga
menghasilkan
getaran yang sangat kecil
sehinga
memperpajang
umur peralatan downhole.
Jenis
TSP
bit
sering

digunakan untuk build up


section pada pemboran
berarah
dengan
menggunakan
CTD.
Keistimewaan
TSP
bit
adalah torsi yang rendah,
hal
ini
sangat
menguntungkan
karena
dapat membantu saat
pengarahan lubang (face
orientation).
Sedangkan
PDC bit digunakan untuk
pemboran non build work
ada CTD. Kelemahan PDC
bit jika digunakan pada
pemboran
non-build
work , kelemahan yang
lain jika digunakan pada
build up section adalah
torsi yang terlalu tinggi
sehinga
dapat
mengganggu
alat
pengarah
(
orienting
tools ) dan mengurangi
umur CT, selain itu juga
menghasilkan
getaran
yang
tingi
pada
rangkaian.

Downhole Motor Ada tiga


jenis
Downhole
Motor
yaitu Turbin, Vane Motor
dan
Positive
Displacement
Motor
(PDM). Jenis motor yang
digunakan dalam operasi
CTD adalah PDM karena
sangat
efisien
dalam
operasinya karena dapat
mengubah
Hidraulic
Horse Power dari fluida
pemboran ( Volume dan
tekanan)
menjadi
mechanic Horse Power
(torque and RPM). PDM
motor
tersedia
dalam
berbagai
ukuran
khususnya
berdiameter
kecil.
10.1. Pemboran Sidetrack
11.
Teknik
pemboran
sidetrack yang dimaksud adalah
prosedur membelokkan arah dari
lubang yang telah dibor semula
pada kedalaman tertentu ke arah
yang berbeda. Pemboran lubang

baru tersebut dapat dilakukan


dengan teknik pemboran berarah
yang
lazim
maupun
teknik
pemboran horizontal. Pemboran
sidetrack dapat dilakukan dalam
kondisi cased hole maupun open
hole, syaratnya diameter lubang
mempunyai ukuran yang tepat
untuk dapat dilewati peralatan
pemboran
berarah.
Pada
pemboran sidetrack biasanya
sudah ada lubang yang dibor
secara vertikal untuk mencari
ketebalan formasi yang produktif
kemudian dilakukan sidetrack lalu
dilakukan pemboran horisontal.
Perbedaan pemboran sidetrack
pada sumur open hole dan cased
hole adalah pemotongan bagian
casing
dengan
menggiling
(milling) lubang melalui sisi
casing. Perbedaan lain adalah
pada plugging back, prosedur dan
beberapa peralatan. Berikut akan
dijelaskan mengenai pemboran
sidetrack
pada
cased
hole
sebagai dasar pembahasan studi
kasus.
12.
Dalam
pelaksanaanya
peralatan
pemboran secara garis besar
dapat
dibedakan
menjadi
:
rangkaian Botom Hole Asembly
(BHA), peralatan survey dan
peralatan
pemuatan
window.
Rangkaian BHA terdiri dari bit,
reamer, peralatan survey, drill
colar, down hole motor, bent sub,
heavyweight drill pipe. Peralatan
survey terdiri dari single shot
instrument, magnetic multi shot,
dan
gyroscop.
Sedangkan
Peralatan
pembuatan
casing
window
didominasi
oleh
penggunaan whipstock. Sebagai
pembuat lubang.
13.
14.
Pada
dasarnya
pemboran sidetrack pada lubang
berselubung terdiri dari tiga
metode, yaitu :

Sidetracking
melalui
bagian casing yang dikikis
( Milled ).
Whipstocking
melalui
bagian casing yang dikikis
(Milled ).
Whipstocking
melalui
jendela casing.

15.
Setiap
metode
mepunyai
keuntungan
dan
kerugian. Pengukuran direkam
dengan satu dari tiga sistem
pengukuran
untuk
orientasi
tergantung pada tipe sidetrack.
Metode yang paling banyak
digunakan
didasarkan
atas
pertimbangan kedalaman ukuran
casing
dan
kondisi
lubang.
Lubang sumur bercasing disurvey
untuk melokalisir posisi titik kick
of
jika
diperlukan.
Operasi
pemboran sidetrack pada lubang
berselubung
seringkali
menghadapi
resiko
tinggi
dibandingkan
dengan
lubang
terbuka (open hole ). Operasi
pemboran sidetrack akan lebih
sulit dalam lubang kecil dan
menghabiskan
banyak
waktu
karena
menyangkut
prosedur
yang rumit dan kebutuhan untuk
membuka bagian casing atau
membuat
lubang
melaluinya.
Rangkaian
pipa
bor
akan
bergesekan dengan lubang yang
dikikis ( milled ) pada casing dan
kasus yang terburuk yang akan
terjadi yaitu rangkaian pipa bor
akan terjepit. Peralatan khusus
yang sering digunakan dalam tipe
pemboran ini adalah casing
cutter/section mill dan whipstock,
tapi peralatan whipsock dapat
menyebabkan
problem
selanjutnya dan meningkatkan
biaya operasi.
16.
Terdapat
resiko
pada pergerakan dan perputaran
whipstock
selama
operasi
pemboran
sidetrack
ataupun
dalam
pembran
berdeviasi
setelah sidetrack. Penggunaan
whipstock pada operasi sidetrack
umumnya menghabiskan banyak

waktu, meliputi beragam tips dan


peralatan
yang
seluruhnya
meningkatkan resiko kegagalan.
Frekuensi
kerumitan
masalah
ketika operasi sidetrack dengan
mengunakan
whipstock
merupakan pertimbangan untuk
melakukan
pemboran
ulang
kecuali
pada
deviasi
yang
sederhana. Dalam melakukan
operasi
pemboran
sidetrack
dengan whipstock harus didukung
dengan alasan yang kuat dan hal
itu merupakan pendekatan yang
terbaik., alternatif satu-satunya
yaitu
alasan
keekonomian.
Operasi
pemboran
sidetrack
melalui bagian casing yang dikikis
( miled ) merupakan prosedur
operasi sidetrack yang paling
umum dilakukan dan beresiko
rendah. Pada saat ini melakukan
pemboran kembali pada sumur
vertikal yang produksinya mulai
menurun
dengan
teknik
pemboran
horisontal
sangat
sering
dilakukan
sehinga
dibutuhkan operasi pemboran
sidetrack.
17.
Sebelum
melakukan operasi pemboran
sidetrack biasanya membuat plug
terlebih dahulu dibagian bawah
lubang casing yang akan dikikis (
milled ), tergantung pada kondisi
formasi dimana daerah casing
yang akan ditembus. Semen yang
digunakan
sebagai
penahan
adalah semen yang biasanya
digunakan sebagai plugging.
18.
Umumnya
pengikisan casing dimulai pada
titik
sekitar
20
ft
diatas
kedalaman
casing
yang
diproyeksikan akan disidetrack.
Sekitar 40 60 ft dari casing,
dikikis dan dipindahkan. Bagian
bawah
plug
ditempatkan
sedikitnya 50 100 ft dibawah
dari bagian casing yang dikikis.
Setelah
mengeras
maka
kelebihan semen di bor sehinga
bagian atas plug ( titik kick of)
berada disekiar 200 ft dibawah

bagian
atas
dari
pengikisan casing.

daerah

19.
Sub
pengukuran
Measured While Driling (MWD)
dihubungkan dalam rangkaian
motor
sidetrack.
Langkah
selanjutnya adalah mengukur dan
merekam
koreksi
tool
face,
perbedaan siku antara indikator
magnet. Orientasi selesai dengan
diputarya rangkaian pipa bor
menuju arah toolface dengan
arah
yang
telah
dikoreksi.
Kemudian putaran ditahan, swivel
dikunci pada travelling block jika
kelly tidak digunakan. Rangkaian
pipa bor diturunkan perlahan
kemudian pemboran sidetrack
segera dimulai.
20.
Pengukuran
yang
tepat diambil secara periodik
untuk verifkasi dengan membuat
rangkaian
pipa
bor
sampai
menjadi berhenti sesaat. Putaran
bit dan tenaga putar reaktif dapat
diabaikan, ketika peralatan MWD
memerikan arah yang tepat pada
tool face. Kemudian pemboran
dilanjutkan sampai lubang sumur
baru hasil sidetrack berada pada
arah yang tepat dan mempunyai
kurva
naik
tetap
kemudian
dilanjutkan pemboran berarah
atau horisontal.
21.PEMBAHASAN
21.1.
Kondisi
Sumur
Lapangan Y

di

22.
Status sumur ini
ditutup sementara dikarenakan
adanya kerusakan mekanik pada
tubing. Tubing telah dilakukan
penyemenan. Semen retainer
diset pada kedalaman 5882 ft
sampai top semen 5807 ft. Pada
semen ini tidak terdapat tubing
diatas semen plug. Pemboran
sidetrack
pada
sumur
ini
dilakukan pada kedalaman 5665
ft
hingga
mencapai
target
kedalaman 6535 ft. Pekerjaan
yang dilakukan adalah membuat
window terlebih dahulu baru
dilakukan
pemboran
berarah.

Bottom Hole Assembly (BHA)


yang digunakan dibagi dalam dua
operasi yaitu pembuatan window
dan operasi pemboran berarah.
22.1.
Formasi Pada SumurX
dilapangan Y
23.
Bagian
atas
formasi pada sumur X lapangan
Y
adalah
terbentuk
dari
endapan pantai, sedangkan pada
bagian bawah terbentuk dari
endapan
delta
dan
lagoon.
Batuan formasi diatas terdiri dari
shale dan gamping sedang pada
bagian bawah terdiri dari shale,
batubara, pasir non gluconitik
serta sisa bahan pembentuk
minyak bumi didalam lapisan
pasir.
23.1. Pembuatan Window Dengan
Menggunakan
Coiled
Tubing
Drilling
24.
Untuk membuat
window pada casing digunakan
rangkaian BHA I sebagai berikut :
4 Mud Motor, Whipstock
running
tool,
Starter
mill.
Rangkaian drillstring dimasukkan
sampai
kedalaman
5671
ft
menggunakan CT 2 3/8 untuk
menset
whipstock.
Kemudian
mensirkulasikan Lumpur Visplex
denagn berat jenis 8,6 ppg dan
pemboran dimulai perlahan
lahan dari kedalaman 5645 ft
5645.8 ft selama 4.5 jam.
Pemboran dilanjutkan lagi setelah
mengganti ke BHA II sebagai
berikut : 6 1/8 Window Mill, 4 3/4
Mud Motor, 5 Join 4 3/4 DC,
Cross
Over,
Check
Valve,
Hidraulic Disconnect, dan sirkulai
Sub. Dilakukan Pemboran dari
kedalaman 5646,8 ft sampai
kedalaman 5647,2 ft selama 5,5
jam.
Kemudian
pemboran
dihentikan karena ada masalah
dengan mud motornya. Dicoba
untuk
memaksimalkan
kerja
motor
dengan
mengganti
peralatan pemboran tetapi tidak
berhasil. Rangkaian drill string
diangkat untuk kedalaman 5656

ft selama 13 jam. Pemboran


dihentikan
karena
pada
kedalaman 5656 ft tidak ada
kemajuan. Langkah selanjutnya
drillstring
diangkat
untuk
mengganti ke BHA III sebagai
berikut : 6 1/8 Window Mill, 6
1/8 Water Mellon Mill, 4 3/4 mud
Motor, Joint 4 Drill Collar.
Rangkaian
BHA
diturunkan
sampai kedalaman 5651,5 ft dan
pemboran
dimulai
sampai
kedalaman 5665 ft selama 6 jam
yang
makin
lama
WOB
bertambah besar. Rangkaian drill
string diganti dengan rangkaian
BHA IV sebagai berikut : 6 1/8
Window Mill, 2 Joint 6 1/8Water
Mellon Mill, 4 Mud Motor, 5
Joint 4 Drill Collar, Cross Over,
Check Valve, Circulating Sub,
Hidraulic Disconnect. Rangkaian
BHA tersebut dimasukan sampai
kedalaman
5652
ft
dan
Pembuatan window sudah selesai
drill
string
diangkat
untuk
selanjutnya pemboran berarah
dilaksanakan.
24.1.
Pemboran
menggunakan CTD

Berarah

25.
Pertama
kali
rangkaian BHA V disusun sebagai
berikut : 6 1/8 Str- 1 Bit, 3 1/2
Power Pack Motor dengan sudut
1.5 0, Universal Bottom Hole
Orienting Sub, 3 1/16 monel
Drill Coillar, Orientor, Check
Valve, Circulating Sub, Hidraulic
Disconnect, NRJ Oriented UBHO.
Rangkaian disambung dengan CT
2 3/8 dan diturunkan pada
kedalaman terakhir 5669.5 ft
kemudian ditarik kembali sampai
kedalaman
5640
ft
untuk
mencoba survey dengan MWD,
ternyata tidak ada sinyal yang
keluar. Kemudian dicoba untuk
menaik-turunkan rangkaian drill
string selama beberapa lama,
memompakan air laut 5 barel dan
kemudian diganti dengan lumpur
jenis visplex. Setelah selesai
dicoba lagi mengamnbil survey,
tetapi MWD tidak juga bekerja.

Pemboran dilanjutkan kembali


dari 5669.6 ft sampai kedalaman
5673
ft
dan
dilakukan
pengambilan survey tetapi MWD
tidak bekerja juga. Drill string
diangkat sambil memompakan
1.5
bpm
Lumpur
untuk
memperbaiki
MWD.
MWD
diangkat dan ditemukan kotoran
serpih besi yang menyumbat
aliran
pada
pulser
MWD.
Pemboran dilanjutkan lagi dengan
mengganti MWD dan BHA yang
diugunakan
sama
sampai
kedalaman 5766 ft dan pada
kedalamnan 5766 ft dan pada
kedalaman tertentu dilakukan
wiper trip. Ketika pemboran
berlangsung diantara kedalaman
5766 ft sampai 5793 ft terjadi
pengecilan
ROP,
diduga
bit
mengalami bit balling ( bit
tertutup sticky formasi sehingga
penembusan
tidak
effektif).
Kemudian dilakukan wiper trip
sampai kedalaman 5770 ft dan
memompakan air laut 5 barel,
kemudian menurunkan sampai
kedalaman 5793 ft. Pemboran
dilanjutkan sampai kedalaman
5804 ft dan diketahui bahwa mud
motor tidak bekerja.
26.
Setelah dilakukan
pengambilan survey, drill string
diangkat
untuk
mengetahui
kerusakan yang ada. Ternyata bit
tidak dapat berputar dan perlu
diganti dengan bit lain dengan
ukuran yang sama. Pemboran
dilanjutkan
kembali
menggunakan BHA VI sebagai
berikut : 6 1/8 Str- 3 PDC Bit,
New 3 1/2 power Pack Motor
dengan sudut 1.150, Universal
Bottom Hole Orienting Sub, 3
1/16 monel DC, New Orientor,
Check valve, Circulating Sub,
Hidraulic
Disconnect,
NRJ
oriented UBHO. Rangkaian drill
string
tersebut
dimasukkan
kedalam
lubang
sampai
kedalaman 5803 ft, pemboran
dilanjutkan sampai kedalaman
5818 ft. Pada sat pemboran
berlangsung
ROP
makin

menurun, dilakukan wiper trip


sampai kedalaman 5660 ft.
Kemudian drill string dicabut
dengan annulus diisi dengan
Lumpur dengan berat Lumpur
8.65 ppg. Kemudian BHA VII
diganti dengan susunan BHA VIII
sbb : 6 1/8 str-1 Bit, 4 Motor
A-4.75 x P denagn sudut 0.78 0,
UBHO sub, 3 MWD Monel,
Orientor, 10 Joint 3 DP, Check
valve, Circulating Sub, hydraulic
disconnect.
27.
Pemboran
dilanjutkan dari kedalaman 5809
ft sampai dengan kedalaman
5965
ft
dengan
beberapa
dilakukan orienting tool face,
wiper trip dan pengambilan
survey.
Mencoba
untuk
mengarahkan tool face kekiri
secara berangsur-angsur menuju
-1350,
diperkirakan
adanya
putaran torsi reaksi pada coiled
tubing. Menarik kembali drill
string pada kedalaman 5900 ft
untuk melepaskan putaran pada
CT
dilanjutkan
dengan
pengambilan
survey
dan
kemudian masuk kembali sampai
mencapai kedalaman 6128.7 ft
sambil memompakan 70 bbl
lumpur visplex dengan 2 %
IDLUBE ( lubricant), kemudian
menarik kembali drillstring pada
kedalaman
6112
ft
untuk
dilakukan pengambilan survey.
28.
Setelah melakukan
wash down dan oriental tool face
pemboran dilanjutkan sampai
kedalaman 6204.8 feet, saat
berlangsungnya pemboran ini
ROP
makin
mengecil,
diperkirakan bit tidak bekerja
tidak baik. Kemudian menarik
kembali rangkaian drill srting
sampai kedalaman 6195 feet,
memompa 10 bbl caustic soda,
air dan dicampur dengan 35 bbl
Lumpur selama jam pompa
dihentikan dan drill string ditarik
sampai kedalaman 5961 feet.
Dilanjutkan dengan melakukan
washing down sampai kedalaman

6204.8 feet kemudian dilanjutkan


pemboran sampai kedalaman
6449
feet
diikuti
dengan
melakukan
beberapa
kali
orienting tool face, pengambilan
survey dan sekali reamed down
dari kedalaman 6412 feet sampai
dengan 6436 feet.

penambahan DP untuk
peningkatan
WOB
merupakan
alternatif
untuk memperbesar laju
penembusan
dan
perbaikan pengangkatan
cutting.
3. Bit balling dapat diatasi
dengan
optimasi
pembersihan cutting yang
meliputi modifikasi BHA
dan lumpur pemboran.
4. Permasalahan perubahan
arah
tool
face
yang
berlawanan
ini
diatasi
dengan
menarik
CT
kepermukaan
sehingga
terjadi torque release dan
kemudian arah tool face
dikoreksi sesuai dengan
arah yang diinginkan
5. Pemboran menggunakan
teknologi coiled tubing,
khususnya
sidetrack,
merupakan teknologi baru
dibidang pemboran karena
pemboran ini dilakukan
pada
kondisi
underbalance. Menghemat
waktu
dan
tempat
sehingga
merupakan
teknologi
pemboran
alternatif
yang
mempunyai masa depan
yang cerah.

29.
Dilihat dari ROP
yang mulai mengecil kembali dan
untuk mengatasinya dilakukakan
wiper trip sampai kedalaman
6432 feet. Kemudian pemboran
dilanjutkan
kembali
sampai
dengan tool depth yaitu true
vertical depth 5678 feet dan
measurement depth 6535 feet,
survey dilakukan beberapa saat
dan seterusnya dilakukan back
reamed
ke
window
pada
kedalaman 5660 feet dan pompa
dimatikan.
30.KESIMPULAN
1. Formasi
shale
adalah
formasi yang lunak dan
mudah terjadi swelling
sehingga jika dilakukan
pemboran
sidetrack
menggunakan
teknologi
CTD
akan
mempunyai
permasalahan diantaranya
:
Kesulitan
pengangkatan
cutting
akibat
kecilnya diameter
CT string.
Bit balling, karena
pembersihan
cutting
tidak
seimbang dengan
cutting
yang
dihasilkan
oleh
dominasi shale.
Kesulitan
pengarahan
tool
face
dikarenakan
shale mempunyai
torque ( torsi )
yang besar.
2. Pemilihan bit jenis TSP
dengan
pembesaran
ukuran
motor
dan

31.DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.iatmi.or.id/assets/
bulletin/pdf/2001/2001-01.pdf
2. Alexander
Sas
Jawarossky.
(1991),. Coiled Tubing Operations
and Service part 2, Word Oil
Magazine, December.
3. Harry. Budiharjo dan Donika
Rokhim. (2000), Teknologi Coiled
Tubing dan contoh aplikasinya di
lapangan, April,. Buletin Teknologi
Mineral,
FTM,
UPNVeteran
Yogyakarta. hal 52 56.
4. Leising. L.J and Newman K.R.
(1992). Coiled Tubing Drilling
Society of Petroleum Engineers
Inc.

32.

33.
34.

Você também pode gostar