Você está na página 1de 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ataksia merupakan suatu gejala penyakit, yang menunjukkan adanya gangguan
koordinasi gerak. Istilah ataksia umumnya digunakan untuk menggambarkan gangguan
berjalan yang tidak terkoordinasi dan tidak seimbang, tetapi ataksia juga dapat
melibatkan jari, lengan, cara bicara, dan pergerakan mata.Ataksia sering muncul ketika
bagian dari sistem saraf yang mengendalikan gerakan mengalami kerusakan. Penderita
ataksia mengalami kegagalan kontrol otot pada tangan dan kaki mereka, sehingga
menghasilkan

kurangnya

keseimbangan

dan

koordinasi

atau

gangguan

gait

(Glucosamine/chondroitin Arthritis Intervention Trial).


1.2 Rumusan masalah
1. Apa definisi ataksia?
2. Apa saja Etiologi dari ataksia?
3. Bagaimana tanda gejala ataksia?
4. Bagaimana patofisiologi dari ataksia?
5. Apa pemeriksaan penunjang ataksia ?
6. Apa pengobatan dari ataksia?
7. Apa pencegahan dari ataksia?
1.3 Tujuan penulisan
2. Mengetahui definisi ataksia
3. Mengetahui etiologi dari ataksia
4. Mengetahui tanda gejala ataksia
5. Mengetahui patofisiologi ataksia
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang ataksia
7. Mengetahui pengobatan ataksia
8. Mengetahui pencegahan ataksia

BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Definisi
Ataksia merupakan penyakit menurun yang menyebabkan kerusakan progresif
terhadap sistem saraf sehingga menyebabkan gangguan gait (Glucosamine/chondroitin
1

Arthritis Intervention Trial) dan masalah berbicara sampai penyakit jantung. Penyakit
ini dinamakan seperti dokter Nicholaus Friedreich, yang pertama kali mendeskripsikan
kondisi tersebut padatahun 1980. sehingga biasa disebut ataksia friedreich Ataksia
Friedreich disebabkan kemunduran jaringan saraf pada urat saraf tulang belakang
(spinal cord) dan saraf yang mengendalikan gerakan otot pada lengan dan kaki. Urat
saraf menjadi tipis dan sel-sel saraf kehilangan serabut myelin.
1.2 Etiologi
Sifat mendasar gangguan yang menyebabkan ataksia tidak diketahui pasti.
Sebagian besar gangguan yang menghasilkan ataksia menyebabkan bagian dari otak
yang disebut serebelum (otak kecil) memburuk atau atrofi. Kadang urat saraf tulang
belakang (spinal cord) juga terpengaruh. Degenerasi serebelar dan spinosereberal
digunakan untuk mendeskripsikan perubahan yang terjadi pada sistem saraf manusia,
namun bukan diagnosa yang spesifik. Degenerasi serebelar dan spinosereberal memiliki
banyak penyebab.
1.3 Tanda dan Gejala
keseimbangan dan koordinasi yang dipengaruhi pertama kali misalnya tidak adanya
koordinasi tangan, lengan dan kaki dan kemampuan berbicara adalah gejala umum
lainnya.
Gangguan koordinasi lengan dan tangan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
melakukan kontrol gerak yang baik seperti menulis dan memakan. Gerakan mata yang
lambat dapat dilihat pada beberapa bentuk ataksia. Seiring berjalannya waktu, ataksia
dapat mempengaruhi kemampuan berbicara & menelan. Bagaimanapun, dalam tahuntahun terakhir, sejak tes genetik tersedia, diketahui ataksia mulai terjadi saat dewasa
pada beberapa kasus. Ataksia dominan sering muncul pada umur 20 tahun sampai 30
tahun atau bahkan lebih tua lagi. Kadang individu dapat tidak menunjukkan gejala
sampai usia 60 tahun.

2.4 Patofisiologi
Penyebab dari ataksia tersebut belum diketahui pasti namun ataksia juga dapat
terjadi melalui factor genetic. Gangguan yang dihasilkan ataksia menyebabkan bagian
dari otak yaitu terjadi melalui factor genetic. memburuk atau atrofi dan kemungkinan
urat syaraf tulang
2

belakang(spinal cord) sangat berpengaruh. Ataksia disebabkan kemunduran jaringan


saraf
pada urat saraf tulang belakang (spinal cord) dan saraf yang mengendalikan gerakan
otot
pada lengan dan kaki. Urat saraf menjadi tipis dan sel-sel saraf kehilangan serabut
myelin
yang berfungsi sebagai penghantar impuls. Ataksia menyebabkan degenerasi pada sel
cerebellum, spino sereberal dan saraf lengan dan kaki jika cereberlum terjadi kerusakan
maka akan menimbulkan tidak adanya koordinasi gerak tangan, kaki . Juga berpengaruh
pada kemampuan berbicara selain itu juga akan memperlambat pergerakan mata.
Ataksia juga tidak hanya mempengaruhi oto-otot ekstremitas atas juga dapat
mempengaruhi kerja jantung sehingga jantung tidak bisa bekerja dengan maksimal.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa ataksia Friedreich dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis termasuk
riwayat
medis dan melalui pemeriksaan fisik. Tes yang dilakukan meliputi:

Elektromiogram (EMG), yang mengukur aktivitas elektrik sel-sel otot.


Studi pengantaran saraf, yang mengukur kecepatan saraf meneruskan

rangsangan.
Elektrokardiogram (EKG), yang memberikan hasil grafik aktivitas elektrik atau

pola denyut jantung


Ekokardiogram, yang merekam posisi dan gerakan otot jantung.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan computed tomography (CT)

scan, yang menyediakan gambar otak dan urat saraf tulang belakang.
Ketukan tulang belakang (spinal tap) untuk mengevaluasi cairan serebrospinal
Tes darah dan urin untuk mengetahui naiknya kadar glukosa
Tes genetik untuk mengidentifikasi gen yang dipengaruhi.

2.6 Pengobatan
Seiring dengan banyaknya penyakit degeneratif pada sistem saraf, tidak ada obat atau

pengobatan yang efektif. Contoh penderita memiliki penyakit seperti diabetes maka
bisa di obati dengan diet dan insulin karena apabila tidak segera di obati akan
memperparah ataksia
2.7 Pencegahan
Penyakit yang diturunkan secara genetik ini tidak dapat dicegah. Namun, saat ini
banyak penelitian yang sedang dilakukan untuk memahami penyakit ini lebih lanjut

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
4

A.pengkajian
1.biodata
Ataksia dominan sering muncul pada umur 20 tahun sampai 30 tahun atau bahkan lebih
tua lagi. Kadang individu dapat tidak menunjukkan gejala sampai usia 60 tahun.
2.Riwayat kesehatan
a.Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh: Tangan dan kaki susah di gerakkan,Penglihatan tidak
jelas,Kemampuan berbiara terganggu
b.Riwayat penyakit sekarang
Tidak ada
c.Riwayat penyakit keluarga
Ataksia termasuk penyakit keturunan
d.Riwayat psikologi
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
e.Riwayat psikososial
pasien biasanya menutup diri dari lingkungan sekitar karena penyakitnya ,keterbatasan
aktivitas.
B.Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik umum
Kaji TTV, Konjungtiva palpebra tidak pucat, sklera tidak ikterik, tidak ada
eksoftalmus. JVP 5-2 cm H2O. Paru sonor, vesikuler, tidak ditemukan ronki dan
wheezing. Bunyi jantung I dan II normal, tidak ditemukan murmur dan gallop.
Abdomen lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar lien tidak teraba, bising usus normal.
Akral hangat, edema tidak ada.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Elektromiogram (EMG), yang mengukur aktivitas elektrik sel-sel otot.
b. Studi pengantaran saraf, yang mengukur kecepatan saraf meneruskan
rangsangan.
c. Elektrokardiogram (EKG), yang memberikan hasil grafik aktivitas elektrik
atau pola denyut jantung
d. Ekokardiogram, yang merekam posisi dan gerakan otot jantung
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan computed tomography (CT)
scan, yang menyediakan gambar otak dan urat saraf tulang belakang.
f. Ketukan tulang belakang (spinal tap) untuk mengevaluasi
serebrospinal.
g. Tes darah dan urin untuk mengetahui naiknya kadar glukosa.
5

cairan

h. Tes genetik untuk mengidentifikasi gen yang dipengaruhi.


C. Diagnosa
1. hambatan mobilitas fisik b/d tidak ada koordinasi gerak tangan dan kaki
2. kerusakan verbal b/d tidak ada koordinasi gerak otot mulut
DIAGNOSA

NOC
NIC
KEPERAWATAN
Hambatan mobilitas fisik Energy Conservation
Activity Therapy
berhubungan dengan tidak Activity Tolerant
Kolaborasikan
dengan
Self Care : ADLs
ada
koordinasi
gerak
tenaga rehabilitasi medik
Kriteria Hasil :
tangan dan kaki
dalam
merencanakan
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
program terapi yang tepat
tanpa disertai peningkatan tekanan Bantu
klien
untuk
darah, nadi dan RR
mengidentifikasi aktivitas
Mampu
melakukan
aktivitas
yang mampu dilakukan
sehari-hari (ADLs) secara mandiri Bantu memilih aktivitas
konsisten

yang

sesuai

dengan kemampuan fisik,

psikologi dan sosial


Bantu
mengidentifikasi
untuk

aktivitas

seperti

kursi roda, krek


Bantu klien melakukan
jadwal

yang

diinginkan
Bantu untuk mendapat alat
bantuan

aktivitas

latihan

diwaktu

luang
Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas

Bantu

pasien

untuk

mengembangkan

motivasi

diri dan penguatan


Monitor respo fisik, emosi,
sosial dan spiritual

PENUTUP
A. Kesimpulan
Ataksia serebelaris yang berjalan kronis progresif memerlukan pemeriksaan
neurologis
menyeluruh disertai dengan gambaran riwayat keluarga (pedigree),perlu pemeriksaan klinis
yang lengkap dalam menentukan jenis tipenya dan diagnosis pasti didapatkan melalui
pemetaan genetik. Untuk itu diperlukan konseling genetik terhadap pasien dan keluarga.
Selain itu juga diperlukan penanganan yang komprehensif terhadap penderita, termasuk
dampak psikologis dan sosial.
7

B. Saran
1. Mahasiswa lebih mempedalam ilmu ataksia sehingga penanganan pasien dapat
maksimal .
2. Mahasiswa tidak hanya mempelajari teori ataksia saja tetapi harus menguasai
praktek maupun perawatan terhadap pasien ataksia.

DAFTAR PUSTAKA
1 Smith CO, Bennet Rl, Bird TD. Spinocerebellar Ataxia: Making an Informed Choice
about
genetic testing. Med.Genetics and Neurology[serial online] 1999. Available from: URL:
http//www.rehabinfo.net /
2. Bird TD. Hereditary Ataxia Overview. Gene Reviews [serial online] 2002. Available
from:
URL: http/www.geneclinics.org/
3. Greenberg D. Aminoff M. Simon R. Clinical Neurology. 5th ed. Stamford: Appleton &
8

Lange, 2002. h.113-124


4. Higgins J, White JDH. Brain MRI, lumbar CSF monoamine concentrations and clinical
descriptors of patients with SCA mutations (Abstract). J.Neurol.Neurosurg.Psychiatry 1996;
61:591-59

Você também pode gostar